1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan
dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak
dibawah umur 5 tahun. Diare merupakan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar
dengan bentuk tinja yang encer atau cair Salwan, 2008 dalam Kusumaningrum, 2011.
Penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan kejadian luar biasa. Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit bersumber
data KLB STP KLB tahun 2010, diare menempati urutan ke 6 frekuensi KLB terbanyak setelah DBD, Chikungunya, Keracunan makanan, Difteri dan Campak.
Keadaan ini tidak berbeda jauh dengan tahun 2009, menurut data STP KLB 2009 , KLB diare penyakit ke 7 terbanyak yang menimbulkan KLB. Jumlah kasus
KLB Diare pada tahun 2010 sebanyak 2.580 dengan kematian sebesar 77 kasus CFR 2.98 Kemenkes RI, 2011.
Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 1000 penduduk dan
tahun 2010 menjadi 4111000 penduduk. Kejadian Luar Biasa KLB diare juga
2 masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi
KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang CFR 2,94. Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus
5.756 orang, dengan kematian 100 orang CFR 1,74, sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan
kematian 73 orang CFR 1,74 . Kemenkes RI, 2011. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional RISKESDAS pada
Tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5, dengan prevalensi tertinggi diare terjadi pada anak balita 1-4
tahun yaitu 16,7. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia. Juga didapatkan
bahwa penyebab kematian anak balita usia 12-59 bulan, terbanyak adalah diare 25,2 Kemenkes RI, 2011.
Salah satu program Direktorat Pemberatasan Penyakit Menular Langsung Direktorat P2ML-Ditjen PPPL adalah pemberantasan penyakit diare dengan
tujuan menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan dari penyakit menular dan mencegah penyebaran serta mengurangi dampak sosial akibat
penyakit sehingga tidak menjadi masalah kesehatan. Adapun sasaran yang hendak dicapai dari program tersebut adalah menurunnya angka kematian karena
diare pada golongan balita dari 2,5 menjadi 1,25 per 1.000 balita dan pada semua golongan umur dari 54 menjadi 28 per 100.000 penduduk serta menurunnya
prevalensi kecacingan menjadi 30 Direktorat P2ML, 2005.
3 Pada umumnya penyebab utama kasus diare tersebut adalah rendahnya
ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk, dan perilaku hidup tidak bersih. Di Indonesia, penduduk yang menggunakan air bersih baru mencapai 67,3 dari
angka tersebut hanya separuhnya yaitu 51,4 yang memenuhi syarat bakteriologis, sehingga menyebabkan terjadinya penyakit diare sebagai salah satu
penyakit yang ditularkan melalui air dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Depkes, 2004.
Air juga merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan
oleh senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai air minum. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh.
Sekitar 55- 60 berat badan orang dewasa terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65 dan untuk bayi sekitar 80 Notoadmodjo 2003.
Air berperan penting bagi manusia namun demikian air merupakan salah satu media yang sangat baik untuk penularan berbagai penyakit, misalnya demam
typhoid, cholera, diare, dysentri, amoeba, hepatitis infectious, guinea wormdisease, dan sebagainya. Standar kualitas air minum menurut Peraturan
Menteri Kesehatan No.492MenkesPerIV2010 memenuhi syarat dilihat dari unsur biologis, fisik, maupun kimiawi. Dalam hal ini, indikator unsur biologis
yaitu tidak boleh mengandung bakteri Coliform atau dengan kata lain Coliform = 0 Permenkes 492, 2010.
4 Ketika sampel air minum yang diambil ternyata tidak sesuai dengan standar
atau syarat diatas terutama unsur biologinya, maka air tersebut tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia dan hanya diperbolehkan untuk kegiatan
peternakan dan pertanian atau untuk keperluan rumah tangga lainnya Permenkes, 2010.
Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Tri Utami Pertiwi mengatakan, dari
pengujian 20 sampel kandungan air di pemukiman warga dan depot isi ulang yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2011,
ditemukan dua sampel yang terbukti tercemar oleh bakteri E.coli. Bila bakteri ini hidup masuk ke mulut dan pencernaan manusia, tubuh akan bereaksi dengan
gejala diare, muntah-muntah sampai dengan demam tinggi Utami, 2011.
Faktor lain yang dapat menyebabkan penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang adalah pengetahuan yang kurang tentang penyakit diare dan
kebiasaan konsumen yang kurang tepat dalam mengkonsumsi air minum isi ulang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sandra 2007 bahwa tingkat
pengetahuan konsumen untuk mencegah penyakit diare umumnya rendah 66,5 dan ada hubungan pengetahuan konsumen tentang pencegahan diare
dengan penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang di daerah Surabaya. Selain itu, terdapat juga hubungan kebiasaan konsumen air minum isi ulang
dengan penyakit diare, yaitu kebiasaan kosumen tidak memasak terlebih dahulu
5 air yang dikonsumsi dan kebiasaan konsumen tidak mencuci tangan dengan
sabun setelah buang air besar. Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Musran 2008 menunjukkan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare. Demikian pula terdapat hubungan antara kebiasaan memasak air dengan kejadian diare sedangkan
berdasarkan hasil penelitian Yulisa 2008, diketahui bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan, umur, sumber air minum, kualitas fisik air minum, jenis jamban
keluarga, jenis lantai rumah dengan kejadian diare. Berdasarkan Laporan 30 besar penyakit yang ada di setiap Pukesmas
perawatan Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2012, didapatkan kasus diare tertinggi berada di wilayah Puskesmas Kranggan sebanyak 2.298 penderita
dan Puskesmas Ciputat sebanyak 1.935 penderita. Namun, dalam penelitian ini dipilih lokasi Puskesmas Ciputat dikarenakan berdasarkan hasil studi
pendahuluan didapatkan sebesar 70 dari 30 penderita diare yang berkunjung ke puskesmas mengkonsumsi air minum isi ulang. Sedangkan pada Puskesmas
Kranggan dari 30 penderita diare hanya 10 yang mengonsumsi air minum isi ulang. Hal ini dikarenakan masyarakat Kranggan masih banyak yang
mengonsumsi air minum yang bersumber dari air tanahsumur sedangkan masyarakat Ciputat mayoritas masyarakatnya mengonsumsi air minum isi ulang.
Selain itu, berdasarkan survey depot yang dilakukan ditemukan sebanyak 23 depot yang tersebar di wilayah Ciputat dan 2 depot di wilayah Kranggan.