Analisis Cemaran Bakteri Coliform dan Identifikasi Escherichia coli pada Air Minum Isi Ulang (AMIU) Depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir Kota Tangerang Selatan Tahun 2016

(1)

(2)

iii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Ummi Habibah

NIM : 1112102000055

Tanda Tangan :


(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Nama : Ummi Habibah

Program Studi : Farmasi

Judul : Analisis Cemaran Bakteri Coliform dan Identifikasi Escherichia coli pada Air Minum Isi Ulang (AMIU) Depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir Kota Tangerang Selatan Tahun 2016

Air minum merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, akan tetapi ketersediaan air bersih kini sulit didapatkan, oleh karena itu masyarakat beralih mengonsumsi Air Minum Isi Ulang (AMIU). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kualitas mikrobiologi Air Minum Isi Ulang (AMIU) yang diperoleh dari depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir. Sampel tersebut dianalisis kualitas mikrobiologinya berdasarkan Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010. Kualitas mikrobiologi ini terdiri dari total Coliform dan Escherichia coli, Air Minum Isi Ulang tidak diperbolehkan mengandung aspek tersebut lebih dari 0/100 mL. Metode yang digunakan untuk mengetahui total Coliform pada sampel yaitu metode Angka Paling Mungkin (APM) yang dilakukan berdasarkan SNI 01-2897-1992 dan identifikasi Escherichia coli menggunakan uji IMViC, uji Triple Sugar Iron, uji produksi H2S, dan uji

motilitas. Satu dari 5 sampel mengandung bakteri Coliform dengan nilai 4 Coliform/mL sampel dan 1 dari 5 sampel mengandung bakteri Escherichia coli. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu 1 dari 5 sampel mengandung Colifrom dan Escherichia coli melebihi batas yang dipersyaratkan Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010.

Kata Kunci : E.coli, Coliform, Air Minum Isi Ulang, Angka Paling Mungkin (APM)


(6)

vii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Ummi Habibah

Program Study : Pharmacy

Title : Analysis of Coliform Bacteria Contamination and Identification of Escherichia coli in Refilled Drinking Water (AMIU) Stations in Pondok Cabe Ilir South Tangerang City 2016

Water is basic necessity for human life, but nowadays clean water is getting hard to get, so people prefer to consume refilled drinking water. The aim of this study is to investigate the microbial quality of refilled drinking water from stations in Pondok Cabe Ilir based on Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010. The microbial quality consist of total Coliform and Escherichia coli. Refilled drinking water is not allowed to contain both of these aspects more than 0/100 mL. Method that use to determined total Coliform based on SNI 01-2897-1992 is Most Probable Number (MPN) method and IMViC test, Triple Sugar Iron test, H2S production test, and motility test for Escherichia coli

identification. One of 5 samples was contains Coliform bacteria (4 Coliform/mL) and 1 of 5 samples contains Escherichia coli. The conclusion is one of five samples of refilled drinking water contains Coliform bacteria above the limit number according to Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010.

Keywords : E.coli, Coliform, refilled drinking water, Most Probable Number (MPN)


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Puteri Amelia M.Farm., Apt selaku pembimbing pertama dan Ofa Suzanti Betha M.Si., Apt selaku pembimbing kedua yang telah memberikan ilmu, waktu, tenaga, nasihat, serta arahan sejak proposal skripsi, penelitian hingga penulisan skripsi. Semoga segala bantuan dan bimbingan ibu mendapat imbalan dari Nya, Aamiin

2. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Dr. Nurmeilis M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi dan Ibu Nelly Suryani, PhD., Apt selaku Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Supandi, M.Si., Apt selaku Dosen Penasihat Akademik

5. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Teman-teman program Studi Farmasi angkatan 2012 terutama kelas AC Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta


(8)

ix

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Nur Aeni Hidayah, MMSI selaku kepala PLT UIN Jakarta yang telah memberikan izin penelitian dan Chris Adhiyanto, M.Biomed., Ph.D selaku kepala STP labotarorium Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

8. Laboran Laboratorium Mikrobiologi PLT UIN, mbak Puji, kak Amal, mbak Festy yang bersedia dengan senang hati membantu penulis pada masa penelitian

9. Kepada pemilik usaha dan karyawan Depot Air Minum Isi Ulang yang telah memberikan izin penelitian dan membantu penulis dalam menyelesaikan tugasnya

10.Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Suroso, S.Pd, ibunda Tri Murdani yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil

11.Adik tercinta, Ahmad Nurodin yang telah memberikan semangat

12.Thomas Alfa yang selalu menemani penulis sejak penulisan proposal hingga skripsi

13.Sahabat tersayang Addina, Fika, dan Santi serta Laila partner Coliform yang telah memberikan semangat dan selalu membantu penulis sejak proposal hingga skripsi

14.Sahabat SMA yang berkuliah di berbagai Universitas namun tetap memberikan semangatnya, Fitri, Nur, Mia, Dede, Rinta, Ratna, Sita, Ninis, Anna.

15.Semua pihak yang telah membantu penulis selama proposal, penelitian, hingga penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karenanya kritik dan saran sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat, Juli 2016 Penulis


(9)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ummi Habibah

NIM : 1112102000055

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

Analisis Cemaran Bakteri Coliform dan Identifikasi Escherichia coli pada Air Minum Isi Ulang (AMIU) Depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir Kota

Tangerang Selatan Tahun 2016

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta Pada Tanggal : Juli 2016

Yang menyatakan,


(10)

xi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... III HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

HALAMAN PENGESAHAN...V ABSTRAK ... V

ABSTRACT ... VII KATA PENGANTAR ... VIII HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... X DAFTAR ISI...XI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1.Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) ... 4

1.1.1. Syarat Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) ... 4

1.1.2. Definisi Air Minum Isi Ulang (AMIU) ... 4

1.1.3. Syarat Air Minum Isi Ulang (AMIU) ... 5

1.2. Bakteri Coliform ... 5

1.3. Escherichia coli ... 7

1.4. Media Pertumbuhan ... 8

1.4.1. Media Lactose Broth (LB) ... 9

1.4.2. Media Brilliant Green Lactose Bile Broth 2% (BGLB 2%) ... 9

1.4.3. Media Escherichia coli Broth (E.C Broth) ... 9

1.4.4. Media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) ... 10

1.4.5. Media Nutrient Agar (NA) ... 10

1.4.6. Media Sulfide-Indole-Motility (SIM) ... 10

1.4.7. Media Methyl Red-Voges Proskauer (MR-VP) ... 11

1.4.8. Media Simon Sitrat ... 11

1.4.9. Media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) ... 11

1.5. Analisis Mikrobiologi Air ... 12

1.5.1. Metode Angka Paling Mungkin (APM) ... 12

1.5.1.1.Uji Sangkaan ... 13

1.5.1.2.Uji Penegasan (Confirmed Test) ... 13

1.5.2. Identifikasi Bakteri Escherichia coli ... 14

BAB III METODE PENELITIAN 2.1.Waktu dan Tempat Penelitian ... 20


(11)

2.2. Alat dan Bahan ... 20

2.2.1. Alat ... 20

2.2.2. Bahan ... 20

2.3. Prosedur Kerja ... 20

2.3.1. Pengambilan Sampel ... 20

2.3.2. Metode Sangkaan (SNI 01-2897-1992) ... 21

2.3.3. Uji Penegesan (Confirmed Test) (SNI 01-2897-1992) ... 21

2.3.4. Identifikasi Bakteri Escherichia coli (SNI 01-2897-1992) ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Sampel Dan Pengamatan Depot Air Minum Isi Ulang ... 24

4.2. Hasil Uji Sangkaan ... 30

4.3. Hasil Uji Penegasan ... 32

4.4. Hasil Uji Identifikasi Escherichia coli ... 36

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan...51

5.2 Saran...51

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(12)

xiii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Escherichia coli... Gambar 2.2 Metode MPN/ APM... Gambar 2.3 Metode Streak plate... Gambar 2.4 Koloni Escherichia coli pada media EMBA... Gambar 4.1 Peta lokasi sampling air minum isi ulang... Gambar 4.2 Hasil uji penegasan... Gambar 4.3 Hasil uji identifikasi pada media E.C broth... Gambar 4.4 Hasil uji identifikasi pada media Eosin Methylene Blue Agar... Gambar 4.5 Hasil pewarnaan Gram ... Gambar 4.6 Hasil uji indol... Gambar 4.7 Reaksi oksidasi triptofan... Gambar 4.8 Hasil uji merah metil... Gambar 4.9 Hasil uji voges proskauer... Gambar 4.10 Hasil uji sitrat... Gambar 4.11 Hasil uji TSI... Gambar 4.12Hasil uji produksi H2S...

9 13 15 16 24 33 37 37 38 40 40 41 42 43 44 46


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Distribusi genus coliform...

Tabel 2.2 Hasil Uji Triple Sugar Iron dan Interpretasinya ... Tabel 3.1 Hasil Uji Positif Escherichia coli ... Tabel 4.1 Pengamatan DAMIU... Tabel 4.2 Hasil uji sangkaan masa inkubasi 24 jam... Tabel 4.3 Hasil uji sangkaan masa inkubasi 48 jam... Tabel 4.4 Nilai APM/mL setiap sampel air minum isi ulang ... Tabel 4.5 Hasil Uji IMViC Sampel D2... Tabel 4.6 Uji keseluruhan sampel...

7 20 24 25 30 31 33 39 47


(14)

xv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Sertifikat analisis...

Lampiran 2 Bagan alur penelitian... Lampiran 3 Pembuatan media pertumbuhan... Lampiran 4 Bagan prosedur kerja uji sangkaan... Lampiran 5 Bagan prosedur kerja uji penegasan... Lampiran 6 Bagan prosedur kerja uji identifikasi... Lampiran 7 Bagan pewarnaan Gram... Lampiran 8 Bagan uji IMViC... Lampiran 9 Bagan prosedur kerja uji TSI... Lampiran 10 Tabel APM menggunakan 3 tabung... Lampiran 11 Hasil uji sangkaan... Lampiran 12 Persyaratan kualitas air minum...

59 61 64 65 66 68 69 70 71 72 73 74


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Permintaan air dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi, urbanisasi, peraturan jaminan makanan, dan proses ekonomi seperti perdagangan global dan perubahan pola konsumsi (UNESCO, 2015). Menurut Permendagri standar kebutuhan pokok air minum Nomor 23 Tahun 2006 yaitu sebanyak 10 m3 per kepala keluarga per bulan atau 60 L per orang per hari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah penduduk maka semakin besar permintaan terhadap air.

Air harus mampu tersedia dalam jumlah yang cukup dan aman untuk semua penduduk. Akan tetapi pada kenyataannya, menurut WHO tahun 2000, sebanyak 2,5 milyar penduduk dunia tidak memiliki akses untuk memperoleh sanitasi. Sanitasi, perilaku kebersihan yang buruk dan air minum yang tidak aman mengakibatkan 88% kematian pada anak-anak karena diare di seluruh dunia. Lebih dari 1,5 juta anak-anak meninggal setiap tahunnya dikarenakan diare Kematian yang disebabkan karena penyakit yang ditimbulkan karena air yaitu lebih dari 5 juta orang per tahun dan 5%-nya merupakan infeksi mikroba saluran pencernaan (WHO, 2000). Sedangkan di Indonesia, diare menjadi penyebab 31% kematian anak usia 1 bulan hingga 1 tahun dan 25% kematian pada anak usia 1 hingga 4 tahun (Kemenkes RI, 2008) dan lima provinsi dengan angka insiden diare tertinggi salah satunya yaitu Banten sebesar 8,0% (Kemenkes RI, 2013). Menurut data 10 kasus penyakit terbanyak pasien rawat inap di RSU Kota Tangerang Selatan, diare menempati peringkat 9 dengan jumlah kasus 92 (BPS Kota Tangerang Selatan, 2015).

Pada umumnya, risiko terbesar mikroba yang berhubungan dengan konsumsi air yaitu kontaminasi dengan feses manusia ataupun hewan. Mikroba yang menyebabkan diare merupakan masalah kesehatan yang besar di negara berkembang. Masalah ini biasa terjadi pada daerah dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Banyak rumah yang sumber air bersihnya hanya


(16)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

memiliki jarak 10 m dari septik tank. Apabila septik tank jarang disedot maka kotoran akan merembes ke tanah dan air tanah di sekitarnya.

Depot air minum isi ulang telah banyak beredar di Kota Tangerang Selatan yaitu sebanyak 283 unit di tahun 2012 akan tetapi hadirnya depot kurang diimbangi dengan perizinan, pembinaan, pengawasan, dan peredarannya yang kemudian menyebabkan rendahnya jaminan kualitas air minum karena dapat terjadi kontaminasi mikroba patogen akibat penanganan dan pengolahan yang kurang baik (Dinkes Kota Tangerang Selatan, 2013; Mirza, 2014; Radji et al., 2008). Hal ini terbukti pada bulan Juli 2013 telah dilaporkan bahwa sekitar 40% dari depot air minum isi ulang yang berada di wilayah Jabodetabek tercemar bakteri (Tempo.com, 2013). Kasus lain di tahun 2014 terjadi di Desa Durian, Kabupaten Serdang dimana 4 orang tewas dan 100 warga lainnya mengalami muntah dan diare akibat mengonsumsi air minum isi ulang yang diduga tercemar Escherichia coli (Tempo.co.id, 2015).

Penelitian sebelumnya telah dilakukan dengan menganalisis cemaran Coliform dan Escherichia coli pada air isi ulang depot di Manado dan hasilnya menunjukkan bahwa air minum isi ulang tersebut tidak memenuhi syarat karena positif mengandung Coliform dan beberapa sampel mengandung E.coli (Bambang, Adrian G et al. 2014). Selain itu, penelitian serupa juga dilakukan dengan menganalisis bakteri Coliform (fekal dan non fekal) sebagai indikator sungai Gajah Wong di Daerah Istimewa Yogyakarta dan hasilnya ditemukan bakteri Coliform salah satunya yaitu Escherichia coli yang terdapat di daerah hulu, tengah, dan hilir sungai (Aqielatunnisa’, 2015).

Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan analisis cemaran Coliform dan Escherichia coli pada Air Isi Ulang (AMIU) depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah Air Minum Isi Ulang (AMIU) depot yang dijual di Kelurahan Pondok Cabe Ilir Kota Tangerang Selatan tahun 2016 tercemar bakteri Coliform dan Escherichia coli?


(17)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui cemaran bakteri Coliform dan Escherichia coli pada Air Minum Isi Ulang Depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir Kota Tangerang Selatan Tahun 2016.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan evaluasi bagi pengusaha depot Air Minum Isi Ulang (AMIU) dan bagi Dinas Kesehatan setempat

2. Mendorong Dinas Kesehatan agar tegas mewajibkan sertifikasi pada depot Air Minum Isi Ulang (AMIU) agar air minum yang dijual layak untuk dikonsumsi


(18)

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU)

Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 651/MPP/Kep/10/2004, depot air minum merupakan suatu usaha industri yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dan menjualnya secara langsung kepada masyarakat (Merindag, 2004).

1.1.1. Syarat Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU)

Menurut Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 651/MPP/Kep/10/2004 tentang persyaratan teknis depot air minum dan perdagangannya depot air minum isi ulang memiliki syarat sebagai berikut (Indirawati, 2009):

1. Memiliki ruang proses pengolahan, ruang tempat penyimpanan, ruang tempat pembagian/tempat penyediaan, dan ruang tunggu pengunjung;

2. Lantai dan dinding bangunan depot harus terbuat dari bahan kedap air, permukaan rata, halus tapi tidak licin, tidak menyerap debu, mudah dibersihkan, bersih dan tidak berdebu, dan untuk dinding bangunan harus terang dan cerah serta tidak ada pakaian tergantung;

3. Atap bangunan menutup seluruh bangunan depot, bahan atap tahan terhadap air dan tidak bocor, konstruksi atap dan langit-langit dibuat anti tikus, bahan atap harus kuat, tahan lama dan mudah dibersihkan serta tidak menyerap debu; 4. Tinggi ruangan minimal 3 meter dari lantai, mempunyai ventilasi udara, dan

mengatur posisi ventilasi udara;

5. Proses pencucian dan desinfeksi botol disediakan oleh pengusaha DAMIU. Setiap wadah yang telah diisi ditutup dengan penutup wadah yang steril.

1.1.2. Definisi Air Minum Isi Ulang (AMIU)

Air minum isi ulang adalah air baku yang telah mengalami proses pengolahan dan pembersihan kandungan airnya dari mikroorganisme patogen sehingga air minum yang dihasilkan tidak perlu dimasak dan dapat langsung diminum (Deperindag dalam Prihatini, 2012). Sumber air baku yang dipakai depot


(19)

air minum isi ulang yaitu air permukaan, air sumur dalam, mata air, dan air dari Perusahaan Daerah Air Minum/ PDAM (BPOM, 2003).

1.1.3. Syarat Air Minum Isi Ulang (AMIU)

Pengawasan kualitas air minum menurut Permenkes RI No. 736/Menkes/Per/IV/2010 yaitu:

a. Inspeksi sanitasi dilakukan dengan cara pengamatan dan penilaian kualitas fisik air minum dan faktor risikonya;

b. Pengambilan sampel air minum dilakukan berdasarkan hasil inspeksi sanitasi; c. Pengujian kualitas air minum dilakukan di laboratorium terakreditasi;

d. Analisis hasil pengujian laboratorium;

e. Rekomendasi untuk pelaksanaan tindak lanjut; f. Pemantauan pelaksanaan tindak lanjut.

Syarat yang harus dipenuhi oleh air minum isi ulang harus sesuai dengan Permenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Parameter yang dipersyaratkan terdiri dari 2 parameter, parameter wajib dan tambahan. Pada parameter wajib tercantum parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan yang didalamnya terdapat syarat parameter mikrobiologi yaitu Escherichia coli dan total bakteri Coliform dengan kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 0/100 mL sampel (Menkes, 2010). Menurut Farmakope Indonesia IV, bakteri yang perlu dilakukan uji batas mikroba yaitu Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella sp, dan Escherichia coli (Depkes RI, 2010).

1.2. Bakteri Coliform

Bakteri Coliform merupakan mikroorganisme yang bersifat patogen terhadap manusia dan tumbuh pada saluran pencernaan. Bakteri Coliform ditransmisi melalui air sebagai hasil dari polusi feses manusia atau pun hewan. Total Coliform, fekal Coliform dan fekal streptococcus merupakan bakteri indikator polusi (Lin, 1974; Pepper dan Gerba, 2004).


(20)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bakteri indikator polusi fekal harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Cabral, 2010):

1. Terdapat pada saluran pencernaan manusia dan feses dalam jumlah yang banyak;

2. Tidak patogenik terhadap manusia;

3. Dapat dideteksi dengan mudah, murah, dan dapat dipercaya;

4. Bakteri indikator harus ada dalam jumlah yang besar daripada bakteri patogen; 5. Bakteri indikator sebaiknya memiliki perilaku die-off seperti bakteri patogen

Bakteri Coliform dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu Coliform fekal seperti Escherichia coli dan Coliform non fekal seperti Enterobacter aerogenes (Widyanti dan Ristiati, 2004). Coliform fekal terdapat pada feses manusia dan hewan berdarah panas dalam jumlah yang besar (Stevens, 2003) sedangkan Coliform non fekal ditemukan pada hewan atau tumbuhan yang telah mati (Ferdiaz, 1993 dalam Widyanti dan Ristiati, 2004). Ketiadaan Coliform secara umum dapat dikatakan bahwa air minum tersebut aman dari bakteri patogen, seperti Vibrio cholerae, S.typhi, dan Salmonella. Oleh karena itu, Coliform dijadikan sebagai bakteri indikator kualitas air (Lund, et al., 2000).

Kontaminasi Coliform dapat disebabkan karena pencemaran pada air baku, jenis peralatan yang digunakan, sanitasi prosedur produksi (GMP) yang buruk, kurangnya pengetahuan tentang higienitas dan sanitasi, hilangnya pelindung wadah bersegel sehingga terjadi kontaminasi setelah air minum diproduksi, lamanya waktu penyimpanan air dalam tempat penampungan, adanya kontaminasi selama memasukkan air ke dalam tangki pengangkutan, tempat penampungan kurang bersih, kontaminasi dari galon yang tidak disterilisasi, dan tidak dilakukannya uji secara berkala untuk memeriksakan kelayakan produksi air minum isi ulang (Indirawati, 2009; Lund, et al., 2000; Natalia et al., 2014).

Anggota kelompok Coliform memiliki ciri sebagai berikut:

1. Aerob dan anaerob fakultatif, Gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang yang memfermentasi laktosa dengan pembentukan gas dan asam setelah 48 jam pada suhu 35ºC atau


(21)

2. Aerob dan anaerob fakultatif, Gram negatif, tidak membentuk spora, berbentuk batang yang berkembang membentuk koloni berwarna merah dengan kilap seperti logam setelah 24 jam pada suhu 35ºC dalam medium yang mengandung laktosa (Rompre, et al., 2002).

Tabel 2.1 Distribusi genus Coliform pada feses hewan dan manusia

Sampel

% Total Coliform

Referensi Escherichia

coli Klebsiella spp.

Enterobacter/ Citrobacter spp

Feses manusia

96,8 1,5 1,7 Dofour (1977)

94,1 5,9 Allen and Edberg

(1995) Feses

hewan

94 2 4 Dofour (1977)

92,6 7,4 Allen and Edberg

(1995) Sumber: Review of Coliforms as Microbial Indicators of Drinking Water Quality

Genus yang paling umum menjadi perhatian di dalam kelompok Coliform yaitu Enterobacter, Klebsiella, Citrobacter, dan Escherichia terutama Escherichia coli, Hafnia alvei, Buttiauxella, Leclercia, Pantoea, Serratia, Yersinia (Stevens. 2003).

1.3. Escherichia coli

Taksonomi (Migula, 1985 dalam itis) Kingdom : Bacteria

Subkingdom : Negibacteria Divisi : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia


(22)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, berukuran 1 hingga 3 mikron namun umumnya berukuran 0,5 mikron, tidak membentuk spora, kebanyakan bersifat motil dengan menggunakan flagela akan tetapi ada pula yang tidak motil, ada yang mempunyai kapsul tetapi biasanya tidak berkapsul, memfermentasi glukosa dan laktosa dengan memproduksi asam dan gas dalam waktu 48 jam, tidak mampu memanfaatkan asam urat sebagai sumber nitrogen, tidak memanfaatkan asam sitrat dan garam asam sitrat sebagai sumber karbon, ada beberapa strain yang menghasilkan H2S, dan tidak memproduksi

asetilmetilkarbinol (Breed et al., 1957; Pelczar dan Chan, 2005)

Transmisi melalui rute fekal oral dimana makanan atau air terkontaminasi. Escherichia coli adalah bakteri kolon manusia yang merupakan flora normal. Akan tetapi, serotype patogen dapat menginduksi diare dengan berbagai cara, seperti Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) yang dapat menyebabkan penyakit traveler’s diarrhea dan Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) yang berperan dalam penyakit diare pada bayi. Escherichia coli merupakan bakteri penyebab infeksi saluran kemih paling umum dan sekitar 90% infeksi saluran kemih pertama pada wanita muda (Pommerville, 2010; Jawetz, 2013).

Gambar 2.1 Escherichia coli perbesaran 1000x Sumber: Dokumen pribadi

1.4. Media Pertumbuhan

Media pertumbuhan adalah suatu campuran yang terdiri dari zat makanan atau nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan


(23)

berkembangbiak (Hidayat dan Sutarma, 1999). Zat-zat makanan atau nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh dibedakan menjadi 2 macam, yaitu makroelemen dan mikroelemen.

Makroelemen merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam jumlah yang besar, seperti karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), sulfur (S), fosfor (P) yang diperlukan untuk membentuk karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat, kalium (K), magnesium (Mg), kalsium (Ca) berperan sebagai kation dalam sel dan besi (Fe). Mikroelemen merupakan nutrisi yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, seperti mangan (Mn), zinc (Zn), kobalt (Co), molibdenum (Mo), nikel (Ni), dan tembaga (Cu) (Pratiwi, 2008).

1.4.1. Media Lactose Broth (LB)

Media Lactose Broth (LB) merupakan medium yang direkomendasikan untuk digunakan dalam prosedur kualitatif dalam mendeteksi Coliform pada air, makanan, dan produk susu. Komposisi media Lactose Broth yaitu bubuk Lab-Lemco, pepton, dan laktosa dengan pH akhir 6,9 ± 0,2 pada suhu 25ºC (Oxoid, 2015).

1.4.2. Media Brilliant Green Lactose Bile Broth 2% (BGLB 2%)

Media Brilliant Green Lactose Bile Broth 2% (BGLB 2%) merupakan media selektif untuk mendapatkan bakteri dari kelompok coli-aerogenes. Komposisi media Brilliant Green Lactose Bile Broth 2% (BGLB 2%) yaitu pepton, laktosa, empedu, dan brilliant green. Media ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif karena adanya empedu dan brilliant green. Laktosa pada media ini akan difermentasi oleh bakeri kelompok coli-aerogenes yang kemudian membentuk gas. Untuk mendeteksi adanya Escherichia coli, media diinkubasi pada suhu 44±1ºC selama 48 jam (Oxoid, 2015).

1.4.3. Media Escherichia coli Broth (E.C Broth)

Media Escherichia coli Broth (E.C Broth) merupakan media yang digunakan untuk mendeteksi bakteri Coliform ketika diinkubasi pada suhu 37ºC dan Escherichia coli ketika diinkubasi pada suhu 44,5ºC-45,5ºC. Media ini terdiri dari kaldu laktosa dengan penambahan 0,15% garam empedu. Laktosa dalam


(24)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

media ini berfungsi sebagai sumber karbon, garam empedu berfungsi sebagai agen selektif menghambat bakteri gram positif, terutama streptococcus fekal dan basilus (Acumedia, 2015).

1.4.4. Media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA)

Media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) merupakan media selektif yang digunakan untuk mengisolasi bakteri Gram negatif yang berbentuk batang pada beragam jenis spesimen. Komposisi media Eosin Methylene Blue Agar yaitu pepton, laktosa, kalium hidrogen fosfat, eosin Y, methylene blue, dan agar dengan pH akhir 6,8 ± 0,2 pada suhu 25ºC (Oxoid, 2015). Eosin Y dan methylene blue menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan dalam suasana asam juga memproduksi kompleks ungu tua yang biasanya disertai dengan kilap logam berawarna hijau. Kilap logam bewarna hijau merupakan indikator telah terjadinya fermentasi laktosa dan/ atau sukrosa oleh Coliform fekal (Leboffe dan Pierce, 2010).

1.4.5. Media Nutrient Agar (NA)

Media Nutrient Agar merupakan media dasar yang digunakan untuk memanen berbagai jenis bakteri dan untuk enumerasi organisme yang terdapat pada sampel air, limbah, feses, dan bahan lain. Komposisi media Nutrient Agar yaitu pepton, natrium klorida, ekstrak ragi, ekstrak daging sapi, dan agar dengan pH akhir 7,4 ± 0,2 pada suhu 25ºC (Atlas, 2010).

1.4.6. Media Sulfide-Indole-Motility (SIM)

Media Sulfide-Indole-Motility (SIM) merupakan media yang digunakan untuk membedakan anggota Enterobacteriaceae berdasarkan kemampuannya dalam memproduksi H2S, indol, dan berdasarkan pergerakan atau motilitas. Media

SIM merupakan media semi solid yang terdiri dari kasein dan jaringan hewan sebagai sumber asam amino, komponen yang mengandung besi, dan sulfur. Komposisi media Sulfide-Indole-Motility (SIM) yaitu pepton, glukosa, dan dapar fosfat. Pepton merupakan sumber protein, glukosa sebagai sumber karbohidarat yang dapat difermentasi, dan dapar fosfat mencegah perubahan pH medium yaitu 7,3 ± 0,2 pada suhu 25ºC. (Acumedia, 2010; Leboffe dan Pierce, 2010).


(25)

1.4.7. Media Methyl Red-Voges Proskauer (MR-VP)

Media Methyl Red-Voges Proskauer (MR-VP) merupakan media yang dikenal juga dengan nama Glucose Phophate Broth. Media ini digunakan untuk membedakan bakteri yang didasarkan pada produksi asam pada uji metil merah dan produksi asetoin pada uji Voges Proskauer (Atlas, 2010). Komposisi media Metil Red-Voges Proskauer (MR-VP) yaitu glukosa, pepton, dan dapar fosfat dengan pH akhir 6,9 ± 0,2 pada suhu 25ºC (Atlas, 2010; Leboffe dan Pierce, 2010).

1.4.8. Media Simon Sitrat

Media Simon Sitrat merupakan media yang digunakan untuk membedakan bakteri Enterobacteriaceae. Komposisi media Simon Sitrat yaitu natrium sitrat sebagai sumber karbon dan amonium fosfat sebagai sumber nitrogen, dengan pH akhir 6,8 ± 0,2 pada suhu 25ºC (Atlas, 2010; Himedia, 2011).

1.4.9. Media Triple Sugar Iron Agar (TSIA)

Komposisi Media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) yaitu bubuk Lab-Lemco, ekstrak ragi, pepton, natrium klorida, laktosa, sukrosa, glukosa, besi sitrat, natrium tiosulfat, fenol merah, dan agar (Oxoid, 2015). Ekstrak ragi dan pepton merupakan sumber karbon dan nitrogen, natrium tiosulfat sebagai sumber untuk reduksi sulfur, fenol red sebagai pH indikator, dan besi sitrat sebagai indikator H2S (Leboffe dan Pierce, 2010). Media ini terdiri dari 3 karbohidrat yaitu laktosa,

sukrosa, dan glukosa yang bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas medium dengan memfasilitasi deteksi bakteri yang memfermentasi sukrosa sebaik mendeteksi laktosa dan atau dekstrosa/ glukosa (Difco).

Media ini digunakan untuk membedakan bakteri Gram negatif berbentuk batang berdasarkan kemampuannya memfermentasi karbohidrat seperti laktosa, sukrosa, glukosa dan produksi H2S hasil dari reduksi sulfur. Bakteri yang

memfermentasi karbohidrat ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna medium karena pH indikator yaitu fenol merah dari merah menjadi kuning dan produksi H2S terlihat dengan terbentuknya endapan berwarna hitam pada dasar


(26)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dalam keadaan asam dan sebaliknya apabila media berwarna merah menandakan bahwa suasana basa. Produksi gas mengindikasikan bahwa telah terjadi pemecahan medium oleh bakteri.

1.5. Analisis Mikrobiologi Air

1.5.1. Metode Angka Paling Mungkin (APM)

Metode Angka Paling Mungkin (APM) atau Most Probable Number (MPN) atau dalam Farmakope IV disebut sebagai metode tabung ganda merupakan metode yang digunakan untuk memperkirakan mikroorganisme dalam jumlah yang sedikit, konsentrasi kecil, atau untuk bakteri yang tidak mampu tumbuh dengan baik pada media padat. Sampelnya dapat berupa susu, makanan, air, dan tanah. Perhitungan APM ini tidak memperhatikan jenis bakteri di dalam kelompok tersebut apakah termasuk ke dalam Coliform fekal atau pun Coliform non fekal (Suriwawiria. 2003).

Kelebihan metode Angka Paling Mungkin (Jay, 2000): 1. Sederhana;

2. Kelompok organisme yang spesifik dapat ditentukan dengan menggunakan media selektif dan diferensial yang cocok;

3. Metode ini merupakan pilihan untuk menentukan populasi Coliform fekal.

Kekurangan metode Angka Paling Mungkin (Suriawiria, 2003): 1. Hanya dapat menggunakan sedikit sampel air dalam satu kali analisis; 2. Untuk mendapatkan biakan yang baik dibutuhkan waktu beberapa hari; 3. Hanya didapatkan perkiraan jumlah Coliform secara kasar;

4. Membutuhkan banyak alat dan bahan;

5. Tidak dapat dilakukan di lokasi pengambilan sampel sehingga dibutuhkan sistem pengangkutan tertentu agar tidak terjadi perubahan jumlah bakteri pada sampel.


(27)

Gambar 2.2 Metode APM

1.5.1.1. Uji Sangkaan

Uji sangkaan merupakan tes pandahuluan untuk melihat ada tidaknya kehadiran bakteri Coliform pada suatu sampel berdasarkan terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri kelompok Coliform. Uji ini dilakukan dengan cara menumbuhkan bakteri dalam media Lactose Broth (LB) dan diinkubasi selama hingga 48 jam. Hasil positif dan negatif didasarkan pada kekeruhan media dan terbentuk atau tidaknya gelembung pada tabung durham. Apabila media menjadi keruh dan terbentuk gelembung sebanyak paling tidak 10% dari volume tabung durham maka hasil positif dan sebaliknya apabila media tetap jernih dan tidak terbentuk gelembung maka hasilnya negatif (SNI, 1992; Widyanti dan Ristiati, 2014).

1.5.1.2. Uji Penegasan (Confirmed Test)

Konfirmasi hasil uji sangkaan perlu dilakukan karena pada uji sangkaan mungkin terdeteksi bakteri non Coliform yang bukan merupakan bakteri indikator polusi fekal (Kiiyukia, 2003). Tabung yang positif terbentuk asam dan gas pada uji sangkaan diinokulasi pada media Brilliant Green Lactose Bile Broth 2%

Pengenceran 100 Pengenceran 10-1 Pengenceran 10-2 Pengenceran 10-3 Dilakukan secara 3 replikasi atau 5 replikasi atau 10 replikasi Dilakukan secara 3 replikasi atau 5 replikasi atau 10 replikasi Dilakukan secara 3 replikasi atau 5 replikasi atau 10 replikasi

Hasil dari 3 tabung atau 5 tabung atau 10 tabung secara statistik dianalisis tabel APM


(28)

(29)

35ºC selama 18-24 jam kemudian lakukan pewarnaan Gram (Leboffe dan Pierce, 2011; SNI, 1992).

Gambar 2.4 Koloni Escherichia coli pada media EMBA berwarna kilap logam kehijauan

Sumber: Dokumen pribadi

Pada suasana asam, Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) akan membentuk kompleks yang akan mengendapkan bakteri Coliform dan membentuk koloni berwarna kehijauan dengan bintik hitam di tengah koloni dan kilap logam. Reaksi ini merupakan karakteristik Escherichia coli (Kiiyukia, 2003). Kilap logam kehijauan ini sebagai indikator bakteri Coliform fekal yang memfermentasi laktosa dan/ atau sukrosa. Akan tetapi, pada beberapa strain Escherichia coli menunjukkan koloni berwarna hitam (Leboffe dan Pierce, 2011).

1.5.2.1. Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram merupakan metode yang dilakukan untuk membedakan spesies bakteri menjadi 2 kelompok besar yaitu bakteri Gram negatif dan Gram positif. Pewarnaan Gram dilakukan berdasarkan pada sifat fisika kimia dinding selnya.

Prosedur pewarnaan Gram yaitu diambil sebanyak 1 ose biakan bakteri dalam media Nutrient Agar (NA) pada gelas objek kemudian difiksasi dengan cara melewatkan sediaan di atas api bunsen. Sediaan ditetesi beberapa larutan kristal violet dibiarkan selama 1 menit. Kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan. Sediaan ditetesi beberapa tetes lugol lalu dibiarkan selama 1


(30)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menit. Dicuci kembali menggunakan air mengalir dan dikering anginkan. Sediaan dicuci dengan alkohol 96% selama 30 detik. Dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan. Sediaan diberi beberapa tetes safranin lalu biarkan selama 10-30 detik. Dicuci menggunakan air mengalir setelah itu dikering anginkan dan diserap dengan kertas saring kemudian diamati di bawah mikroskop (SNI, 1992).

Kemampuan untuk mencegah penghilangan warna bukan berdasarkan pada konstruksi dinding sel antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Dinding sel bakteri Gram negatif memiliki kandungan lipid yang lebih banyak dan memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis daripada dinding sel bakteri Gram positif (Leboffe dan Pierce, 2010).

Muatan positif kristal violet melewati dinding sel dan membran sel kemudian berikatan dengan komponen di dalam sel yang bermuatan negatif. Lugol ditambahkan untuk meningkatkan pewarnaan kristal violet dengan membentuk kompleks kristal violet-lugol. Kemudian dilakukan penghilangan warna dengan menggunakan alkohol. Pada bakteri Gram negatif, alkohol melarutkan lipid yang terdapat pada membran terluar bakteri Gram negatif dan meluruhkan kompleks kristal violet-lugol dari sel. Sedangkan pada bakteri Gram positif terjadi dehidrasi karena penetesan alkohol dan menyebabkan tertutupnya porus selama dehidrasi. Kompleks kristal violet-lugol akan terperangkap dalam lapisan peptidoglikan dan tidak terjadi penghapusan warna. Bakteri Gram negatif akan mengalami penghilangan warna sedangkan bakteri Gram positif tidak. Lalu dilakukan penetesan safranin yang menyebabkan bakteri Gram negatif akan menunjukkan warna merah sedangkan Gram positif akan berwarna ungu (Leboffe dan Pierce, 2010).

1.5.2.2. Uji Lanjutan

Untuk mengetahui lebih jauh mengetahui jenis bakteri dari golongan yang didapat, harus dilakukan uji lanjutan dengan IMViC (Indol, Merah metil, Voges Proskauer, Sitrat) dan uji Triple Sugar Iron. Uji ini penting untuk membedakan bakteri dalam kelompok Coliform.


(31)

a. Uji Indol

Uji indol dilakukan untuk membedakan bakteri dari famili Enterobacteriaceae berdasarkan kemampuannya mendegradasi asam amino triptofan dan produksi indol. Mikroorganisme uji diinokulasi pada Triptofan Broth yang mengandung triptofan yang merupakan asam amino esensial. Oleh beberapa bakteri, triptofan akan dioksidasi yang kemudian akan membentuk indol, asam piruvat, dan ammonia. Indol ini akan dideteksi dengan penambahan reagen KOVAC yang akan membentuk cincin merah (Hemraj et al., 2013).

Media yang digunakan selain Triptofan Broth yaitu Sulfide-Indole-Motility (SIM) dan Motility-Indole-Ornithine (MIO). Reagen Ehrlich dapat digunakan

sebagai alternatif reagen KOVAC. Reagen ini juga mengandung P-dimetilaminobenzaldehid (DMAB) yang akan bereaksi dengan indol dan

mengahasilkan cincin berwarna merah. Reagen Ehrlich ini lebih sensitif daripada reagen KOVAC akan tetapi mengandung zat toksik atau pelarut yang mudah terbakar. Reagen Ehrlich direkomendasikan untuk mendeteksi kelompok bakteri yang memproduksi sedikit indol seperti basilus nonfermentative atau anaerob. Sedangkan reagen KOVAC lebih stabil dan tidak mengandung ekstraksi organik sehingga formulasi KOVAC lebih cocok digunakan oleh mahasiswa peneliti di laboratorium (Hemraj et al., 2013).

b. Uji Merah Metil

Uji merah metil dilakukan bertujuan untuk membedakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang dari famili Enterobacteriaceae. Prinsipnya yaitu mengukur keasaman akhir dari kultur bakteri pada media Methyl Red-Voges Proskauer (MR-VP) broth yang mengandung glukosa, pepton, dan dapar fosfat. Pada tahap awal fermentasi glukosa Escherichia coli dan Klabsiella auragens akan menghasilkan asam sehingga menyebabkan perubahan warna indikator merah metil menjadi orange dan merah tapi ketika diinkubasi lebih lanjut Klabsiella auragens akan memecah asam piruvat dan asam lain yang kemudian akan merubah warna merah metil menjadi kuning (Hemraj et al., 2013).


(32)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Uji Voges Proskauer

Uji Voges Proskauer dilakukan berdasarkan pada pencernaan glukosa menjadi asetilmetilkarbinol. Jika glukosa dipecah akan bereaksi dengan α-Naftol dan KOH yang kemudian membentuk warna merah. Untuk Escherichia coli hasilnya akan negatif, yaitu terbentuk warna kuning coklat (Hemraj et al., 2013). d. Uji Sitrat

Uji sitrat dilakukan untuk membedakan bakteri enterik berdasarkan kemampuannya untuk memanfaatkan sumber karbon. Pemanfaatan sitrat bergantung pada enzim sitrat permease. Media yang digunakan dalam uji ini yaitu Simon Sitrat. Media ini mengandung natrium sitrat yang merupakan satu-satunya sumber karbon dan energi bagi bakteri. Indikator juga diperlukan dalam uji ini, yaitu bromotimol blue. Ketika asam sitrat dimetabolisme dan menghasilkan karbon dioksida, kombinasi natrium dan air membentuk natrium karbonat yang merupakan produk yang bersifat alkali/ basa yang kemudian akan mengubah warna dari hijau menjadi biru. Jika perubahan terjadi maka hasilnya positif. Sedangkan untuk Escherichia coli akan menunjukkan hasil negatif.

e. Uji Triple Sugar Iron

Uji triple sugar iron dilakukan untuk membedakan bakteri dari famili Enterobacteriaceae berdasarkan kemampuannya memfermentasi laktosa, sukrosa, glukosa, dan produksi H2S (Raghavan, 2015). Fermentasi laktosa, sukosa, dan

glukosa dideteksi dengan perubahan warna pH indikator yaitu merah fenol dari merah menjadi kuning sedangkan produksi H2S dideteksi dari perubahan warna

media menjadi hitam.

Prosedurnya yaitu diambil sebanyak 1 ose bakteri dari media Nutrient Agar (NA) kemudian diinokulasi dalam media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) lalu diinkubasi pada suhu 37ºC selama 18-24 jam untuk melihat fermentasi karbohidrat dan hingga 48 jam untuk melihat produksi H2S (Leboffe dan Pierce,

2010). Apabila bakteri yang diinokulasi merupakan bakteri yang hanya memfermentasi glukosa maka akan terbentuk asam yang menurunkan pH dan


(33)

menyebabkan perubahan warna medium menjadi kuning dalam 24 jam sedangkan bakteri yang memfermentasi glukosa dan laktosa akan menunjukkan perubahan warna medium menjadi kuning dalam waktu lebih dari 24 jam dan jika laktosa atau sukrosa difermentasi maka akan terbentuk asam dalam jumlah besar yang mengakibatkan permukaan media dan bagian dasar media berubah menjadi kuning (Atlas, 2010; Jawetz et al., 2013). Bakteri Escherichia coli akan menunjukkan hasil A/A,G dimana permukaan kuning dan bagian dasar kuning karena terjadi fermentasi glukosa dan laktosa dan/atau sukrosa dengan akumulasi asam pada bagian permukaan dan dasar media dengan agar pecah atau terangkat karena produksi gas (Leboffe dan Pierce, 2010).

Tabel 2.2 Hasil Uji Triple Sugar Iron dan Interpretasinya

Hasil Interpretasi Kode

Permukaan kuning/ bagian dasar kuning

Fermentasi glukosa dan laktosa dan/atau sukrosa dengan akumulasi asam pada bagian permukaan dan dasar

A/A

Permukaan merah/ bagian dasar kuning

Fermentasi glukosa dengan memproduksi asam. Protein dikatabolisme secara aerob (pada bagian permukaan) dengan memproduksi basa

K/A

Permukaan merah/ bagian dasar merah

Tidak terjadi fermentasi. Pepton dikatabolisme secara aerob dan anaerob dengan menghasilkan basa. Bukan dari Enterobacteriaceae

K/K

Permukaan merah/ bagian dasar tidak ada perubahan

Tidak terjadi fermentasi. Pepton dikatabolisme secara aerob dan menghasilkan basa. Bukan dari Enterobacteriaceae

K/NC

Permukaan tidak ada

perubahan/bagian dasar tidak ada perubahan

Organisme tumbuh secara lambat atau tidak tumbuh. Bukan dari Enterobacteriaceae

NC/NC

Endapan hitam Reduksi sulfur (pada kondisi asam yang dihasilkan dari fermentasi glukosa atau laktosa dan/atau sukrosa akan membentuk warna kuning pada bagian dasar akan tetapi akan disamarkan dengan oleh endapan hitam)

H2S

Agar pecah atau terangkat Produksi gas G


(34)

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODE PENELITIAN

2.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel dan pengamatan dilakukan di depot isi ulang Kelurahan Pondok Cabe Ilir Kota Tangerang Selatan pada bulan April-Mei 2016 dan penelitian dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan April-Mei 2016.

2.2. Alat dan Bahan 2.2.1. Alat

Alat gelas (Iwaki), mikropipet, inkubator (Memmert), autoklaf (ALP, TOMY), vorteks, hotplate (Heidolph), timbangan analitik (Explorer Pro)

2.2.2. Bahan

Sampel air minum isi ulang depot, Lactose Broth (Oxoid), Brilliant Green Lactose Bile Broth 2% (Oxoid), Eosin Methylene Blue Agar (Oxoid), E.C Broth (Oxoid), Nutrient Agar (Oxoid), MR-VP broth (Merck), Simon sitrat (Merck), Triple Sugar Iron Agar (Oxoid), reagen KOVAC, Barritt A, Barritt B, merah metil

2.3. Prosedur Kerja

2.3.1. Pengambilan Sampel

Sampel air minum isi ulang berasal dari 5 depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir, Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Sampel diambil sebanyak 800 mL ditampung dalam botol steril kemudian disimpan pada suhu 25-30ºC, dan tidak lebih dari 24 jam dibawa ke laboratorium untuk diuji.


(35)

2.3.2. Metode Sangkaan (SNI 01-2897-1992)

Uji sangkaan dilakukan dengan metode Angka Paling Mungkin (APM) seri tabung 3-3-3. Prosedurnya yaitu sampel dikocok sebanyak 25 kali kemudian diencerkan dengan menggunakan larutan pengencer yaitu Peptone Water sesuai dengan tingkat pengencerannya. Dipipet sebanyak 1 mL sampel dengan pengenceran 10-1 pada 3 seri tabung pertama yang berisi Lactose Broth (LB) sebanyak 5 mL yang telah terdapat tabung durham didalamnya. Untuk 3 seri tabung berikutnya dipipet sebanyak 1 mL sampel dengan pengenceran 10-2 dan untuk 3 seri tabung selanjutnya dipipet sebanyak 1 mL sampel dengan pengenceran 10-3. Setelah itu, tabung diinkubasi pada suhu 36±1ºC selama 24 dan 48 jam lalu dicatat jumlah tabung yang membentuk gas.

2.3.3. Uji Penegesan (Confirmed Test) (SNI 01-2897-1992)

Tabung yang positif pada uji sangkaan kemudian dilakukan uji penegasan. Prosedurnya yaitu diambil sebanyak 1 ose biakan dan diinokulasi pada media Brilliant Green Lactose Bile Broth 2% (BGLB 2%) sebanyak 10 mL yang terdapat pada tabung reaksi yang telah berisi tabung durham. Setelah itu, tabung diinkubasi pada suhu 36±1ºC selama 24-48 jam kemudian dihitung jumlah tabung yang menghasilkan gas dan dihitung jumlah bakteri/mL.

2.3.4. Identifikasi Bakteri Escherichia coli (SNI 01-2897-1992)

Diambil sebanyak 1 ose dari tabung reaksi yang positif pada uji sangkaan ke dalam tabung rekasi yang berisi Escherichia coli broth dan tabung durham. Setelah itu, tabung diinkubasi pada suhu 44-45ºC selama 24-48 jam dan dicatat tabung yang positif.

Tabung yang membentuk gas kemudian diinokulasi pada media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) dan diinkubasi pada suhu 35ºC selama 18-24 jam. Dipilih koloni berwarna kilap logam yang kemudian diinokulasi pada media agar miring Nutrient Agar (NA) dan diinkubasi suhu 35°C selama 24 jam.

2.3.4.1. Pewarnaan Gram (SNI 01-2897-1992)

Prosedur pewarnaan Gram yaitu diambil sebanyak 1 ose biakan bakteri dalam media Nutrient Agar (NA) pada gelas objek kemudian difiksasi dengan


(36)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cara melewatkan sediaan di atas api bunsen. Sediaan ditetesi beberapa tetes larutan kristal violet dibiarkan selama 1 menit. Setelah itu, dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan. Sediaan ditetesi beberapa tetes lugol lalu dibiarkan selama 1 menit. Dicuci kembali menggunakan air mengalir dan dikering anginkan. Sediaan dicuci dengan alkohol 96% selama 30 detik. Dicuci dengan air mengalir dan dikering anginkan. Sediaan diberi beberapa tetes safranin lalu biarkan selama 10-30 detik. Dicuci menggunakan air mengalir setelah itu dikering anginkan dan diserap dengan kertas saring kemudian diamati di bawah mikroskop.

2.3.4.2. Uji IMViC (SNI 01-2897-1992 dengan modifikasi) a. Uji Indol

Biakan dari media Nutrient Agar (NA) diinokulasi pada media Sulfide-Indole-Motility (SIM) dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam. Setelah diinkubasi, ditambahkan reagen KOVAC sebanyak 0,5 mL lalu didiamkan selama 10 menit. Apabila positif Escherichia coli akan menunjukkan lapisan warna merah pada permukaan biakan.

b. Uji Merah Metil

Biakan dari media Nutrient Agar (NA) diinokulasi pada Methyl Red-Voges Proskauer (MR-VP) dan diinkubasi pada suhu 35ºC selama 48 jam. Setelah diinkubasi, biakan diambil sebanyak 5 mL ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan merah metil sebagai indikator sebanyak 5 tetes dan dikocok. Apabila positif Escherichia coli akan berwarna merah.

c. Uji Voges Proskauer

Biakan dari media Nutrient Agar (NA) diinokulasi pada pada media Methyl Red-Voges Proskauer (MR-VP) dan diinkubasi pada suhu 36±1ºC selama 48 jam. Biakan bakteri kemudian diambil sebanyak 1 mL dan ditambahkan 0,6 mL α-Naftol serta 0,2 mL KOH kemudian dikocok dan didiamkan selama 2-4 jam. Apabila positif Escherichia coli akan terbentuk warna kuning coklat.


(37)

d. Uji Sitrat

Biakan dari media Nutrient Agar (NA) diinokulasi pada media agar miring Simmon Sitrat dan diinkubasi pada suhu 35ºC selama 48-96 jam. Apabila positif Escherichia coli tidak terjadi perubahan warna pada media.

2.3.4.3. Uji Triple Sugar Iron

Diambil sebanyak 1 ose bakteri dari media Nutrient Agar (NA) kemudian diinokulasi dalam media Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dengan cara menggores bagian miringnya dan menusuk bagian tegaknya kemudian diinkubasi pada suhu 37ºC selama 20-48 jam. Apabila positif Escherichia coli terjadi perubahan warna pada media uji yaitu permukaan agar berwarna kuning dan bagian dasar kuning, agar pecah atau terangkat karena produksi gas.

Tabel 3.1 Hasil Uji Positif Escherichia coli

Uji Hasil positif Escherichia coli

Uji Indol Terbentuk lapisan warna merah pada permukaan biakan.

Uji Merah Metil Berwarna merah

Uji Voges Proskauer Kuning coklat

Uji Sitrat Media tidak berubah menjadi biru

Uji Triple Sugar Iron Permukaan agar berwarna kuning dan bagian dasar kuning, agar pecah atau terangkat karena produksi gas


(38)

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengumpulan Sampel dan Pengamatan Depot Air Minum Isi Ulang Pengumpulan sampel dan pengamatan kondisi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) dari depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir, Kota Tangerang Selatan, Banten dilakukan pada bulan April hingga Mei 2016. Sampel yang diperoleh yaitu sebanyak 5 sampel air minum isi ulang pada 5 lokasi yang berbeda (Gambar 4.1) dan pengamatan kondisi depot disajikan pada Tabel 4.1.

Gambar 4.1 Peta Lokasi Sampling Air Minum Isi Ulang Keterangan : Lokasi pengambilan sampel


(39)

Tabel 4.1 Pengamatan Depot Air Minum Isi Ulang di Kelurahan Pondok Cabe Ilir

No Aspek D1 D2 D3 D4 D5

1 Lantai Keramik berwarna

putih dan bersih

Keramik berwarna putih dan bersih

Keramik berwarna putih dan bersih

Keramik berwarna putih dan bersih

Keramik berwarna putih dan bersih

2 Dinding Dari triplek Tembok berwarna putih Tembok berwarna

putih Tembok berwarna putih

Tembok berwarna putih

3 Kondisi

langit-langit Plafon berlubang Tidak berplafon Berplafon Berplafon Berplafon

4 Penyimpanan

penutup galon Diletakan di ruang UV

Diletakan di ruang

pengisian air minum Diletakan di ruang UV Diletakan di ruang UV

Diletakan di ruang UV

5 Asal air baku Bogor Bogor Bogor Bogor Bogor

6

Frekuensi kedatangan air

baku

3 kali per minggu 1 kali per 2-3 minggu 2-3 kali per minggu 1 kali per minggu -

7 Kondisi sekitar

depot

Sungai dan

pemukiman penduduk Pemukiman penduduk

Pemukiman penduduk,

bengkel Pemukiman penduduk Pemukiman penduduk

8 Alat sterilisasi UV Tidak tahu UV UV UV

9

Frekuensi pencucian bak penampung air

baku

6 bulan sekali 1 bulan sekali 1 minggu sekali 3 bulan sekali Belum pernah


(40)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan)

No Aspek D1 D2 D3 D4 D5

10 Cara pencucian

galon Air Air Air Air Air

11 Lokasi alat

pencucian galon Berada di luar depot Berada di luar depot Berada di luar depot Berada di dalam depot Berada di luar depot

Persyaratan teknis Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) telah ditetapkan oleh mentri perindustrian dan perdagangan melalui Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 651/MPP/Kep/10/2004. Sehingga kondisi depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir dibandingkan kesesuaiannya dengan peraturan tersebut.

Berdasarkan tabel 4.1, kondisi bangunan depot D1 yaitu lantai terbuat dari keramik berwarna putih dan bersih, dinding terbuat dari triplek, kondisi plafon atau langit-langit berlubang, penyimpanan penutup galon di ruang pengisian air yang ber-UV, asal air baku yaitu dari Bogor dengan frekuensi kedatangan 3 kali dalam seminggu, di sekitar depot terdapat sungai dan pemukiman penduduk, alat sterilisasinya yaitu UV, pencucian bak penampung air baku dilakukan 6 bulan sekali, pencucian galon menggunakan air tanpa deterjen, dan alat pencucian galon berada di luar bangunan depot.

Berdasarkan tabel 4.1, kondisi bangunan depot D2 yaitu lantai terbuat dari keramik berwarna putih dan bersih, dinding terbuat dari tembok dengan cat berwarna putih, tidak berplafon, penyimpanan penutup galon di ruang pengisian air, asal air baku yaitu dari Bogor dengan frekuensi kedatangan 1 kali dalam 2 hingga 3 minggu, di sekitar depot terdapat pemukiman penduduk, alat sterilisasinya tidak


(41)

diketahui, pencucian bak penampung air baku dilakukan 1 bulan sekali, pencucian galon menggunakan air tanpa deterjen, dan alat pencucian galon berada di luar bangunan depot.

Berdasarkan tabel 4.1, kondisi bangunan depot D3 yaitu lantai terbuat dari keramik berwarna putih dan bersih, dinding terbuat dari tembok dengan cat berwarna putih, kondisi plafon atau langit-langit baik, penyimpanan penutup galon di ruang pengisian air yang ber-UV, asal air baku yaitu dari Bogor dengan frekuensi kedatangan 2 hingga 3 kali dalam seminggu, di sekitar depot terdapat pemukiman penduduk dan bengkel, alat sterilisasinya yaitu UV, pencucian bak penampung air baku dilakukan 1 minggu sekali, pencucian galon menggunakan air tanpa deterjen, dan alat pencucian galon berada di luar bangunan depot.

Berdasarkan tabel 4.1, kondisi bangunan depot D4 yaitu lantai terbuat dari keramik berwarna putih dan bersih, dinding terbuat dari tembok dengan cat berwarna putih, kondisi plafon atau langit-langit baik, penyimpanan penutup galon di ruang pengisian air yang ber-UV, asal air baku yaitu dari Bogor dengan frekuensi kedatangan 1 kali dalam seminggu, di sekitar depot terdapat pemukiman penduduk, alat sterilisasinya yaitu UV, pencucian bak penampung air baku dilakukan 3 bulan sekali, pencucian galon menggunakan air tanpa deterjen, dan alat pencucian galon berada di dalam bangunan depot.

Berdasarkan tabel 4.1, kondisi bangunan depot D5 yaitu lantai terbuat dari keramik berwarna putih dan bersih, dinding terbuat dari tembok dengan cat berwarna putih, kondisi plafon atau langit-langit baik, penyimpanan penutup galon di ruang pengisian air yang ber-UV, asal air baku yaitu dari Bogor dengan frekuensi kedatangan belum ditentukan karena depot D5 merupakan depot baru, di sekitar depot terdapat pemukiman penduduk, alat sterilisasinya yaitu UV, pencucian bak penampung air baku belum pernah dilakukan, pencucian galon menggunakan air tanpa deterjen, dan alat pencucian galon berada di luar bangunan depot.

Konstruksi lantai, dinding dan plafon area produksi harus baik dan selalu bersih, begitupula dinding ruang pengisian harus dibuat dari bahan yang licin, berwarna terang dan tidak menyerap sehingga mudah dibersihkan. Untuk syarat


(42)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kondisi lantai, semua depot memenuhi persyaratan sedangkan syarat dinding tidak demikian. Dinding semua depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir tidak terbuat dari bahan yang licin akan tetapi dinding berwarna terang dan bersih. Syarat kondisi atap dan langit-langit bangunan depot yaitu harus sempurna tertutup, tidak ada yang bocor, permukaan rata, berwarna terang, dan mudah dibersihkan (Suprihatin dan Adriyani, 2008). Sebagian besar kondisi langit-langit depot sudah memenuhi syarat kecuali pada depot D1 yang berlubang dan depot D2 yang tidak berplafon sehingga sangat rawan binatang masuk ke area depot.

Mesin dan peralatan yang berhubungan langsung dengan air baku atau produk akhir harus dibersihkan dan dilakukan sanitasi secara teratur. Pada depot D2 pencucian bak penampung air baku dilakukan sebulan sekali, kegiatan ini sudah baik karena seharusnya 6 bulan sekali akan tetapi air baku tersimpan cukup lama dalam bak penampung karena air baku datang setiap 2-3 minggu sekali sehingga meningkatkan risiko tercemarnya mikroba (Rahayu et al., 2013). Sedangkan untuk depot D1, D3, D4, dan D5 perputaran air baku pada bak penampung lebih cepat dibandingkan dengan depot D2 dan frekuensi pembersihan bak penampung air juga memenuhi syarat.

Sanitasi lingkungan berpengaruh terhadap adanya cemaran bakteri Coliform pada air minum isi ulang terlihat pada kondisi depot yang tidak berplafon dan kotor, alat sterilisasi yang tidak diketahui oleh petugas dan hal ini menunjukkan bahwa alat sterilisasi tidak pernah dirawat sehingga petugas tidak tahu jenisnya, dan juga lamanya air baku tersimpan dalam bak penampung air (Suprihatin et al., 2008). Pada depot air minum isi ulang biasanya terdapat lampu indikator bahwa UV masih bekerja dengan baik sedangkan pada depot D2 tidak adanya indikator tersebut sehingga kemungkinan lampu UV perlu diganti (Rahayu et al., 2013).

Pencucian galon harus dilakukan dengan menggunakan deterjen tara pangan dan air bersih dengan suhu 60-85°C, kemudian dibilas dengan air minum atau air produk (Deperindag, 2004). Semua depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir tidak menerapkan aturan tersebut, semua depot hanya mencuci wadah galon konsumen dengan hanya menggunakan air kemudian disikat dan dibilas ditambah


(43)

lagi pada depot D1, D2, D3, dan D5 alat pembersih galon yang letaknya di luar bangunan depot sehingga semakin tinggi risiko tercemar mikroba.

Empat dari 5 kondisi lokasi semua depot sudah memenuhi syarat yaitu bangunan depot berada di lokasi yang bebas dari pencemaran, seperti tempat pembuangan kotoran dan sampah, penumpukan barang bekas atau bahan berbahaya yang beracun, bengkel, perusahaan cat, las, kapur (Deperindag, 2004). Hanya depot D3 berada di lokasi yang berdekatan dengan bengkel.

Berdasarkan pengamatan pada kondisi depot air minum isi ulang yang telah disajikan dalam tabel 4.1 terlihat bahwa depot D2 yang kurang menjaga kondisi depotnya yang seharusnya bangunan dan bagian-bagiannya harus dipelihara dan dilakukan sanitasi secara teratur dan berkala, hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya tikus, serangga, dan binatang kecil lainnya ke dalam bangunan bangunan proses produksi atau pun tempat pengisian (Indirawati, 2009).

Kontaminasi pada air minum isi ulang dapat disebabkan karena tingginya kandungan cemaran mikroba pada air baku, adanya kontaminasi selama memasukkan air ke dalam tangki pengangkutan, bak penampungan kurang bersih, lamanya waktu penyimpanan air dalam bak penampungan, pengusaha depot belum mengetahui peralatan depot yang baik dan cara memeliharanya sehingga kurang memperhatikan dan tidak rutin membersihkan peralatan depot, proses filtrasi kurang memadai, peralatan depot air minum yang tidak dilengkapi alat sterilisasi atau daya bunuhnya rendah terhadap bakteri, kurang memperhatikan pentingnya sanitasi lingkungan, adanya kontaminasi dari galon yang tidak disterilisasi, tidak dilakukannya uji rutin untuk memeriksakan kelayakan produksi air minum isi ulang (Natalia et al, 2004; Radji, 2008; Walangitan et al, 2016).

Untuk menghindari kontaminasi produk air minum isi ulang, pemilik DAMIU harus secara rutin dan berkala melakukan pemeliharaan sarana produksi dan program sanitasi, mencegah masuknya tikus, serangga, binatang kecil lainnya ke dalam bangunan dan tempat pengisian, hati-hati dalam menggunakan desinfektan dan insektisida untuk membasmi mikroorganisme, serangga, dan tikus. Selain itu, wadah yang dibawa konsumen harus disanitasi dan diperiksa


(44)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sebelum diisi dan proses pengisian air hingga penutupan wadah dilakukan di ruang yang higienis (Purnawijayanti 2001; Purwaningsih, 2009).

4.2. Hasil Uji Sangkaan

Hasil uji sangkaan dari 5 sampel air minum isi ulang dari depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir dibandingkan dengan kontrol negatif dapat dilihat pada tabel 4.2. dan 4.3. Hanya sampel D2 pengenceran 10-1 replikasi tabung ke-2 yang menunjukkan hasil positif dimana terbentuk gelembung dan terjadi kekeruhan media Lactose broth, sedangkan sampel D1, D3, D4, dan D5 hanya menunjukkan produksi asam yang ditandai dengan kekeruhan pada media Lactose broth dan pada blangko akuades steril pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, dan media tidak menujukkan kekeruhan media atau pun gelembung pada tabung durham.

Tabel 4.2 Hasil uji sangkaan air minum isi ulang (AMIU) depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir pada masa inkubasi 24 jam dengan metode Angka Paling Mungkin (APM) seri 3 tabung

Sampel

Tabung positif pada masa inkubasi 24 jam Replikasi

Pengenceran 10-1

Replikasi Pengenceran 10-2

Replikasi Pengenceran 10-3

1 2 3 1 2 3 1 2 3

D1 - - - -

D2 - + - - - -

D3 - - - -

D4 - - - -

D5 - - - -

BM - - - -

B10-1 - - - -

B10-2 - - - -

B10-3 - - - -

Keterangan:

1= Replikasi tabung 1; 2= Replikasi tabung 2; 3= Replikasi tabung 3; BM = Blangko media; B10-1= Blangko pengenceran 10-1 ; B10-2= Blangko pengenceran 10-2 ; B10-3= Blangko pengenceran 10-3; - Tidak terbentuk gelembung pada tabung durham; + Terbentuk gelembung pada tabung durham.


(45)

Tabel 4.3 Hasil uji sangkaan air minum isi ulang (AMIU) depot di Kelurahan Pondok Cabe Ilir pada masa inkubasi 48 jam dengan metode Angka Paling Mungkin (APM) seri 3 tabung

Sampel

Tabung positif pada masa inkubasi 48 jam Replikasi

Pengenceran 10-1

Replikasi Pengenceran 10-2

Replikasi Pengenceran 10-3

1 2 3 1 2 3 1 2 3

D1 - - - -

D2 - + - - - -

D3 - - - -

D4 - - - -

D5 - - - -

BM - - - -

B10-1 - - - -

B10-2 - - - -

B10-3 - - - -

Keterangan:

1=Tabung 1; 2= Tabung 2; 3= Tabung 3; BM = Blangko media; B10-1= Blangko pengenceran 10-1 ; B10-2= Blangko pengenceran 10-2 ; B10-3= Blangko pengenceran 10-3; - Tidak terbentuk gelembung pada tabung durham; + Terbentuk gelembung pada tabung durham.

Kelompok Coliform terdiri dari beberapa genus dari famili Enterobacteriaceae, diantaranya Escherichia, Citrobacter, Enterobacter, Klabsiella, Salmonella, Shigella (APHA, 1992; Baylis et al., 2011). Enterobacteriaceae merupakan organisme indikator yang digunakan untuk melihat apakah suatu makanan atau minuman memiliki higienitas yang buruk, proses pengolahan yang kurang baik, atau pun kontaminasi setelah suatu makanan diproses. Untuk mendeteksi Enterobacteriaceae, ada beberapa prinsip yang perlu dilakukan yaitu membedakan suatu bakteri berdasarkan kemampuannya dalam memfermentasikan laktosa, yaitu bakteri memfermentasi laktosa secara anaerob dalam 48 jam dan bakteri jarang memfermentasi laktosa secara anaerob. Pengelompokan bakteri Coliform didasarkan pada kemampuan fermentasinya.


(46)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ketika tabung menunjukkan terbentuknya gelembung gas pada tabung durham dan asam yang ditandai dengan kekeruhan media Lactose broth, kemungkinan besar bahwa bakteri yang terkandung di dalamnya merupakan bakteri Enterobacteriaceae karena dapat memfermentasi gula melalui fermentasi campuran asam dan butandiol (Müller, 2001). Perubahan gula menjadi piruvat melalui proses glikolisis dan oleh beberapa bakteri akan diubah menjadi asam, CO2, dan H2. Media yang digunakan pada uji sangkaan mengandung gula yaitu

laktosa dan akan menjadi sumber energi bagi bakteri. Secara sederhana, reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:

4.3. Hasil Uji Penegasan

Tahap selanjutnya yaitu uji penegasan yang dilakukan untuk menghitung jumlah total Coliform serta untuk meyakinkan bakteri yang terkandung dalam sampel merupakan bakteri kelompok Coliform karena pada uji sangkaan hasil positif tidak selalu disebabkan oleh bakteri Coliform, seperti bakteri lain yang mampu memfermentasi laktosa yang kemudian memproduksi gas dan asam seperti bakteri asam laktat atau oleh bakteri yang bersifat sinergis sehingga dapat menguraikan karbohidrat dan membentuk gas (APHA, 1992; Radji, 2008). Hanya sampel D2 replikasi tabung ke-2 pengenceran 10-1 yang dilanjutkan ke uji penegasan karena pada sampel D1, D3, D4, D5 menunjukkan hasil negatif pada uji sangkaan. Sampel D2 yang menunjukkan hasil positif pada uji sangkaan diinokulasi dalam media Brilliant Green Lactose Bile broth 2% (BGLB 2%) kemudian diinkubasi pada suhu 36±1ºC selama 24-48 jam.

Pada uji penegasan sampel D2 replikasi tabung ke-2 pengenceran 10-1 masa inkubasi 24 jam terbentuk gelembung gas pada tabung durham namun sangat kecil yaitu <10% sehingga diputuskan untuk dilanjutkan inkubasinya hingga 48 jam (Gambar 4.2). Pada masa inkubasi 48 jam terlihat terbentuk gelembung yang semakin besar dan >10%. Hasil yang diperoleh dari uji penegasan ini kemudian dapat digunakan untuk menghitung nilai APM/mL


(47)

dengan menggunakan tabel Hopkins yang tercantum dalam SNI 01-2897-1992 (Tabel 4.4).

Gambar 4.2 Hasil uji penegasan pada masa inkubasi 24 jam terbentuk gelembung gas <10% (A) dan pada masa inkubasi 48 jam gelembung yang terbentuk gelembung gas semakin

besar yaitu >10% (B)

Tabel 4.4 Nilai APM/mL setiap sampel air minum isi ulang

Sampel Kombinasi tabung yang positif Nilai APM/mL

D1 0-0-0 <3

D2 1-0-0 4

D3 0-0-0 <3

D4 0-0-0 <3

D5 0-0-0 <3

Berdasarkan tabel 4.4, nilai APM/mL pada sampel D1, D3, D4, dan D5 yaitu <3/mL yang berarti bahwa jumlah bakteri Coliform pada sampel tidak terdeteksi dan dianggap negatif (El-Hadedy dan El-Nour, 2012) sedangkan sampel D2 bernilai 4/mL. Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri Coliform, semakin tinggi risiko adanya bakteri patogen lain (Suprihatin, 2003) serta semakin sedikit kandungan bakteri Coliform pada air minum, maka semakin baik kualitas air minum tersebut, dan sebaliknya semakin banyak jumlah bakteri Coliform dalam air minum, maka semakin buruk kualitas air minum tersebut (Pracoyo, 2006). Air minum akan menyebabkan penyakit gastroenteritis jika pada 100 mL air minum terdapat 500 bakteri Coliform sedangkan jumlah bakteri Coliform pada sampel D2


(48)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tidak mencapai 500/100 mL jadi kemungkinan jika masyarakat mengonsumsi air minum tersebut tidak menyebabkan penyakit gastroenteritis meskipun air minum sampel D2 tidak layak konsumsi (Suriawiria, 2003).

Pada penelitian terdahulu mengenai analisis cemaran bakteri Coliform dan Escherichia coli pada air minum isi ulang yang dilakukan di Sisingaraja, Bali seluruh sampel yaitu sebanyak 3 air minum isi ulang memenuhi syarat kualitas mikrobiologi (Widiyanti dan Ristanti, 2004). Penelitian lain, 7 dari 32 sampel tercemar Coliform di kota Surabaya (Keman, 2005). Pemeriksaan air minum isi ulang di Bogor dari 2 sampel yang tidak memenuhi syarat yaitu mengandung bakteri Coliform sebanyak 7/100 mL (Pratiwi, 2007). Penelitian di daerah Lenteng Agung dan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan terdapat 13 dari 13 sampel mengandung bakteri Coliform (Radji, 2008). Penelitian yang dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor, 3 dari 88 sampel air minum isi ulang tidak memenuhi syarat mikrobiologi Kepmenkes RI No.492/Menkes/Per/IV2010 (Prihatini, 2012). Kajian kualitas bakteriologis air minum isi ulang di kabupaten Blora menunjukkan 1 sampel terkontaminasi bakteri Coliform dari total sampel 24 (Natalia et al., 2014). Penelitian lain yang dilakukan oleh Natalia et al (2014) di Blora, Jawa Tengah, sebanyak 24 dari 25 air minum isi ulang depot tidak terkontaminasi bakteri Coliform. Penelitian yang dilakukan di Kota Manado, ditemukan 9 sampel air minum isi ulang yang tercemar bakteri Coliform (Bambang et al., 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Raharja (2015) di Kelurahan Pisangan dan Cirendeu Kota Tangerang Selatan diperoleh hasil bahwa 8 dari 9 sampel tercemar bakteri Coliform. Pemeriksaan air minum di Kabupaten Bandung Barat, terdapat 6 air minum isi ulang yang mengandung Coliform dari 8 sampel dengan nilai 3/100 mL untuk 5 sampel dan 4/100 mL untuk 1 sampel (Anies, 2015). Penelitian yang dilakukan Walangitan et al (2016) 3 dari 8 sampel air minum isi ulang mengandung bakteri Coliform dengan nilai 2 depot mengandung 13/100 mL dan 1 depot >240/100 mL. Adanya perbedaan hasil ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kontaminasi air minum isi ulang saat proses pengolahan, sanitasi, dan higien (Eulis et al., 2008; Raharja, 2015).


(49)

Hasil penelitian menunjukkan 1 dari 5 sampel air minum isi ulang di Kelurahan Pondok Cabe Ilir tercemar bakteri Coliform. Hasil tersebut hampir sama dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu ada beberapa sampel air minum isi ulang yang tercemar bakteri Coliform.

Bakteri Coliform tidak menyebabkan penyakit akan tetapi dapat digunakan sebagai salah satu indikator hadirnya bakteri patogen yang dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit (Khoeriyah dan Anies, 2015). Hadirnya bakteri Coliform yang terdapat pada sampel D2 menunjukan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan seperti Salmonella, Shigella dan Staphylococcus (Bambang et al., 2014), seperti yang terjadi di Charsadda, Pakistan penduduk menderita penyakit gastoentritis, kolera, disentri, diare, dan hepatitis karena mengonsumsi air yang tercemar bakteri Coliform (Shahnaz et al., 2012 dalam Khoeriyah dan Anies, 2015). Higienitas dan sanitasi berpengaruh terhadap ada tidaknya cemaran bakteri Coliform dalam air minum isi ulang (Natalia, et al., 2014). Tercemarnya sampel D2 oleh bakteri Coliform dapat disebabkan karena air baku tercemar, sistem transportasi pengangkutan air baku ke depot, penanganan wadah air, pemeliharaan bangunan dan peralatan, kondisi depot yang tidak memenuhi syarat (Walingitan et al., 2016). Jumlah bakteri Coliform akan meningkat dengan meningkatnya waktu penyimpanan, pada depot D2 air baku tersimpan cukup lama dalam bak penampung karena air baku hanya datang setiap 2-3 minggu sekali sehingga meningkatkan risiko tercemarnya mikroba (Rahayu et al., 2013; Violita et al., 2010).

Media Brilliant Green Lactose Bile broth 2% (BGLB 2%) digunakan untuk uji penegasan karena adanya brilliant green mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif selain Coliform dan adanya garam empedu mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang tidak hidup dalam gastrointestinal manusia. Kandungan ini yang menjadi pembeda dengan media Lactose Broth (LB). Media ini juga mengandung laktosa sehingga indikatornya sama seperti uji sangkaan dimana jika positif Coliform maka akan terbentuk gas (Bambang et al., 2014; Oxoid, 2015; Radji, 2008).


(50)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4. Hasil Uji Identifikasi Escherichia coli

Uji identifikasi Escherichia coli merupakan uji lanjutan dari uji sangkaan dan uji penegasan. Pada uji sangkaan dan uji penegasan didapatkan kesimpulan bahwa bakteri yang terkandung dalam sampel merupakan bakteri kelompok Coliform. Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan No.492/MENKES/Per/IV/2010, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan yaitu mengidentifikasi bakteri Coliform yang terkandung pada sampel D2 apakah merupakan bakteri Escherichia coli atau bukan. Escherichia coli dianggap sebagai indikator kontaminasi fekal terbaik pada air minum (Edberg, 2000). Pada uji identifikasi terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu inkubasi sampel D2 pada media E.C Broth, media Eosin Methylene Blue Agar, pewarnaan Gram, uji IMViC, uji Triple Sugar Iron, uji motilitas, dan uji produksi H2S.

4.4.1. Hasil Uji pada Media Escherichia coliBroth (E.C Broth)

Sampel D2 replikasi tabung ke-2 pengenceran 10-1 yang menunjukkan hasil positif pada uji sangkaan dilanjutkan ke uji identifikasi. Hasil uji sangkaan dibiakkan pada media Escherichia coli Broth (E.C broth). Pada masa inkubasi 24 jam, tabung hanya menunjukkan kekeruhan pada media sehingga diputuskan untuk diinkubasi kembali hingga 48 jam. Pada masa inkubasi 48 jam, tabung menunjukkan hasil positif karena terbentuk gelembung pada tabung durham dan kekeruhan pada media. Hasil seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.3. Hasil positif pada uji ini dianggap positif Escherichia coli (APHA, 1992).

Media E.C Broth merupakan media yang digunakan untuk mendeteksi bakteri Escherichia coli ketika diinkubasi pada suhu 44ºC-45,5ºC. Komposisi yang membedakannya dengan media Brilliant Green Lactose Bile broth 2% (BGLB 2%) dan Lactose Broth (LB) yaitu kandungan laktosa broth dengan penambahan 0,15% garam empedu. Sama halnya dengan media BGLB dan LB, laktosa akan digunakan oleh bakteri untuk mendapatkan energi yang kemudian menghasilkan asam dan gas yang akan terlihat pada perubahan media. Garam empedu berfungsi untuk menghambat bakteri Gram positif secara selektif, terutama streptococcus fekal dan basilus (Acumedia, 2015).


(51)

Gambar 4.3 Media E.C broth yang telah diinokulasi bakteri sebelum diinkubasi (A), hasil uji identifikasi pada media E.C broth pada masa inkubasi 48 jam terlihat terbentuk

gelembung gas pada tabung durham dan terjadi kekeruhan media (B)

4.4.2. Hasil Uji pada Media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA)

Sampel D2 replikasi tabung ke-2 pengenceran 10-1 yang telah menunjukkan hasil positif pada media E.C broth kemudian diinokulasi pada media Eosin Methylene Blue Agar. Hasilnya yaitu terdapat koloni kilap logam berwarna hijau dan membentuk koloni tunggal yang merupakan spesifik Escherichia coli (Gambar 4.4).

Gambar 4.4 Hasil uji identifikasi pada media Eosin Methylene Blue Agar masa inkubasi 24 jam terbentuk koloni berwarna hijau kilap logam

Uji identifikasi pada media Eosin Methylene Blue Agar dilakukan bertujuan untuk memastikan bahwa benar bakteri tersebut adalah Escherichia coli. Media ini secara selektif mengisolasi bakteri Gram negatif yang berbentuk batang. Eosin Y dan methylene blue yang terkandung di dalamnya mampu menghambat


(52)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pertumbuhan bakteri Gram positif dan dalam suasana asam akan memproduksi kompleks ungu tua yang biasanya disertai dengan kilap logam berwarna hijau. Kilap logam berwarna hijau merupakan indikator telah terjadinya fermentasi laktosa dan/ atau sukrosa oleh fekal Coliform yakni Escherichia coli (Leboffe dan Pierce, 2010).

4.4.3. Hasil Pewarnaan Gram

Bakteri yang telah diremajakan pada media Nutrient Agar (NA) kemudian dilakukan pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram pada penelitian ini dilakukan untuk mengamati morfologi sel bakteri yang terkandung pada sampel D2. Pada gambar 4.5 terlihat hasil pewarnaan Gram yang diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x terlihat bakteri berwarna merah dan berbentuk batang pendek.

Prinsip dari pewarnaan Gram yaitu berdasarkan struktur lapisan dinding bakteri. Dinding sel bakteri Gram negatif memiliki kandungan lipid yang lebih banyak dan memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis daripada dinding sel bakteri Gram positif (Leboffe dan Pierce, 2010).

Gambar 4.5 Hasil pewarnaan Gramsampel D2 yang dilihat di bawah mikroskop perbesaran 100x (A dan B), dan hasil pewarnaan Gram Escherichia coli kontrol perbesaran 1000x (C).

Muatan positif kristal violet melewati dinding sel dan membran sel kemudian berikatan dengan komponen di dalam sel yang bermuatan negatif. Iodin ditambahkan untuk meningkatkan pewarnaan kristal violet dengan membentuk kompleks kristal violet-lugol. Langkah berikutnya yaitu dilakukan penghilangan warna dengan menggunakan alkohol. Pada bakteri Gram negatif, alkohol dapat meningkatkan porositas dinding sel dengan melarutkan lipid pada lapisan membran terluar dan meluluhkan kompleks kristal violet-lugol dari sel sehingga


(53)

akan terjadi penghilangan warna. Ketika diteteskan safranin, sel bakteri Gram negatif menyerap pewarna tandingan yang menyebabkan bakteri Gram negatif akan menunjukkan warna merah (Bambang et al, 2014; Leboffe dan Pierce, 2010).

4.4.4. Hasil Uji IMViC

Uji IMViC dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok bakteri yang meliputi Klebsiella, Enterobacter, dan Escherichia coli (Zahera et al., 2011). Uji IMViC terdiri dari uji indol, uji metil merah, uji voges proskauer dan uji sitrat. Pada uji indol, setelah masa inkubasi 24 jam pada suhu 37°C biakan bakteri diteteskan reagen KOVAC dan menghasilkan cincin berwarna merah. Pada uji merah metil, setelah masa inkubasi 48 jam pada suhu 37°C biakan bakteri diteteskan merah metil dan mengubah warna biakan menjadi merah. Pada uji voges proskauer, setelah masa inkubasi 48 jam pada suhu 35°C biakan bakteri diteteskan reagen Barritt A dan Barritt B kemudian dikocok dan menghasilkan warna coklat tua. Pada uji sitrat, pada masa inkubasi 48 hingga 96 jam pada suhu 35°C diamati setiap harinya dan hasilnya yaitu media tidak berubah warna menjadi biru. Hasil Uji IMViC disajikan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Uji IMViC Sampel D2 Pengenceran 10-1

Uji Indol Uji Merah Metil Uji Voges Proskauer Uji Sitrat

Positif memproduksi indol Positif menghasilkan asam Negatif menghasilkan asetil metilkarbinol Negatif membentuk natrium karbonat

4.4.4.1. Hasil Uji Indol

Hasil uji sampel D2 menunjukkan bahwa bakteri tersebut memproduksi indol dengan ditandai terbentuknya cincin warna merah ketika diteteskan reagen KOVAC (Gambar 4.6).

Uji Indol dilakukan untuk membedakan bakteri dari famili Enterobacteriaceae berdasarkan kemampuannya mendegradasi asam amino triptofan dan produksi indol. Mikroorganisme uji diinokulasi pada media yang


(54)

(55)

Warna merah menunjukkan bahwa media bersuasana asam karena produk fermentasi glukosa yaitu asam campuran.

Gambar 4.8 Gambar A media MR-VP yang telah diinokulasi bakteri sebelum diinkubasi dan gambar B media MR-VP yang telah diinokulasi bakteri setelah masa inkubasi 48 jam dan ditetesi merah metil kemudian terjadi perubahan warna mediakultur menjadi merah.

Uji merah metil dilakukan membedakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang dari famili Enterobacteriaceae. Prinsipnya yaitu mengukur keasaman dari kultur bakteri pada medium MR-VP broth yang mengandung glukosa, pepton, dan dapar fosfat (Hemraj et al., 2013). Escherichia coli mampu memfermentasi glukosa dengan fermentasi asam campuran dimana glukosa dikonversi melalui proses glikolisis. Genus Escherichia memfermentasi glukosa menjadi campuran asam yaitu asetat, laktat, dan asam format; CO2 dan etanol tapi

bukan butadienol. Terbentuknya asam akan menurunkan pH hingga 5 atau lebih rendah. Produk campuran asam akan dideteksi oleh indikator merah metil sebagai warna merah. Merah metil akan memberikan warna merah pada pH 4,4 dan warna kuning pada pH 6,2 (Bambang et al., 2014; Müller, 2011).

4.4.4.3. Hasil Uji Voges Proskauer

Pengujian pada sampel D2 menunjukkan hasil negatif karena ketika biakan diteteskan reagen Barrit A yang mengandung α-Naftol dan Barritt B yang mengandung 40% KOH, media berubah warna menjadi coklat tua (Gambar 4.9). Hasil pada sampel D2 mengarah pada Escherichia coli.


(56)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.9 Gambar A media MR-VP yang telah diinokulasi sebelum diinkubasi dan gambar B media MR-VP yang telah diinokulasi setelah masa inkubasi 48 jam dan ditetesi reagen

Barritt A dan Baritt B terjadi perubahan warna media biakan menjadi coklat.

Dasar dari uji Voges Proskauer yaitu fermentasi glukosa menjadi asetil metilkarbinol atau asetoin. Bakteri Escherichia coli dapat memfermentasi glukosa menjadi campuran asam, karbon dioksida, dan etanol sedangkan bakteri Enterobacter aerogenes memfermentasi glukosa dan menghasilkan asam dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan Escherichia coli dan menghasilkan butandiol dan karbon dioksida dalam jumlah yang besar. Hal ini yang menjadi dasar pembeda Escherichia coli dengan Enterobacter aerogenes (Müller, 2001).

Asetilmetil karbinol atau asetoin terbentuk dari proses fermentasi glukosa akan dioksidasi pada penambahan KOH dan karena adanya pepton yang terkandung dalam media MR-VP yang kemudian mengubah warna media menjadi seperti eosin yaitu merah. Untuk Escherichia coli hasilnya akan negatif, yaitu terbentuk warna kuning coklat (Hemraj, et al., 2013; Werkman, 1930). Secara sederhana, reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut:

C16H12O6 → CH3COCHOHCH3 + KOH → CH3COCOCH3 + pepton →

Perubahan warna media menjadi seperti eosin (Werkman, 1930) 4.4.4.4. Hasil Uji Sitrat

Pengujian pada sampel D2 dengan masa inkubasi 48-96 jam media simmon sitrat tidak berubah warna (Gambar 4.10). Tidak adanya perubahan warna


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

D5 24 jam

48 jam

24 jam

48 jam

24 jam


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Blangko (D1 dan D2) 24 jam 48 jam Blangko 2 (D3,D4, D5) 24 jam 48 jam


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta