Hubungan Pengetahuan, Kebiasaan, dan Keberadaan Bakteriologis E.Coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat Tahun 2013

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN, KEBIASAAN DAN KEBERADAAN BAKTERIOLOGIS E.COLI DALAM AIR MINUM DENGAN KEJADIAN DIARE

PADA KONSUMEN AIR MINUM ISI ULANG YANG BERKUNJUNG KE PUSKESMAS CIPUTAT TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh :

YUDHI SUYUDHI JAYADISASTRA 109101000001

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2013 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

iii

CURICULUM VITAE

PERSONAL IDENTITY

Full Name : YUDHI SUYUDHI JAYADISASTRA

Place / Date of Birth : BOGOR / FEBRUARY 1th 1990

Sex : MALE

Religion : MOSLEM

Address : Jl. Jabaru 4 No.42 RT 04/RW 05

Pasir kuda, Kota Bogor

Post Code : 16119

Citizenship : INDONESIAN

Identity Card Number : 3271040102900013

Height / Weight : 170 cm / 85 kg

Phone Number : Mobile : +628567107002 Home :

Email Address : The_bujal@yahoo.com

Hobies : Music, Football, Travelling

FORMAL EDUCATION (starting from the most recent) Year

Name of Institution Location Faculty/Majoring Result

In Out

2009 2013

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

BANTEN

PUBLIC HEALTH / ENVIROMENTHAL

HEALTH

2006 2009 SMA INSAN KAMIL BOGOR - Graduated

2003 2006 SMP INSAN KAMIL BOGOR - Graduated

1997 2003 SD INSAN KAMIL BOGOR - Graduated

SKILLS

Skills Microsoft Windows based operating system, Microsoft office (MS Word, MS Excel, Power Point) First Aid

Language


(7)

iii

ORGANIZATION EXPERIENCES

Year Organization / Events

2012 Participant in environment health safety field study at PT. Chevron Geothermal Garut 2012 Participant in environment health safety field study at PT. Petrocina Bojonegoro

2011 Committee of learning practice field in eastern ciputat clinic

2011 Participant in environment health safety field study at PT. Chevron Balikpapan

2011 Participant in environmenthal healt day at Bali

2011 Committee of seminar earth day at Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-2012 Member Of Environmenthal health student association Islamic State University Syarif

Hidayatullah Jakarta

2010-2012 Member Of Enviromenthal Health Student Association Indonesia

2010 Committee Of Ceremonial 5th Anniversary Of Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta Work experience

Position Year Organizer / Instituion

HEALTH, SAFETY AND ENVIRONMENTHAL (HSE) OFFICER 2012 PT. ADI KARYA

COMMITTEE OF CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY 2012

PT. YAMA ENGINEERING AND ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

SURVEYOR OF “Sistem Informasi Kesehatan ” 2011 DEPARTMENT OF HEALTH SOUTH TANGGERANG

ASSISTANT SURVEY 2011 AMDAL RTCU UIN JAKARTA

ASSISTANT SUPERINTENDENT 2011 SOUTH TANGERANG ELECTION


(8)

iv

FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, Juli 2013

Yudhi Suyudhi Jayadisastra, NIM: 109101000001

Hubungan Pengetahuan, Kebiasaan, dan Keberadaan Bakteriologis E.Coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat Tahun 2013

xiv+102 halaman, 13 tabel, 3 bagan,3 lampiran

ABSTRAK

Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Pada umumnya penyebab utama kasus diare tersebut karena rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk, dan perilaku hidup tidak bersih. Pada tahun 2012 Puskesmas Ciputat memiliki kasus diare terbesar kedua di Tangerang Selatan sebesar 1.935 jiwa. Berdasarkan studi pendahuluan 70% dari 30 penderita diare yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat mengonsumsi air minum isi ulang dan ditemukan 23 depot air minum isi ulang yang berada di wilayah Ciputat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengetahuan, kebiasaan dan keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan metode cross-sectional study dengan teknik sampel purposive sampling. Variabel dependen yang diteliti adalah kejadian diare dan variabel independennya adalah pengetahuan tentang penyakit diare, kebiasaan memasak air, kebiasaan mencuci tangan pakai sabun, dan keberadaan bakteriologis E.coli. Populasi adalah seluruh masyarakat di Wilayah Ciputat. Sampel adalah Masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat dan mengonsumsi air minum isi ulang pada bulan April 2013 dengan jumlah sampel 50 orang. Data diperoleh melalui wawancara dan uji laboratorium air minum. Analisis data menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan 68% konsumen air minum isi ulang menderita penyakit diare, 56% konsumen air minum isi ulang memiliki pengetahuan tentang penyakit diare yang buruk, 70% konsumen air minum isi ulang tidak memasak air, 56% konsumen air minum isi ulang mencuci tangan pakai sabun, 68% konsumen air minum isi ulang mengonsumsi air minum yang bersyarat. Ada hubungan pengetahuan tentang penyakit diare dengan kejadian diare (p=0,001), ada hubungan kebiasaan memasak air dengan kejadian diare (p=0,002), ada hubungan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare (p=0,000), dan ada hubungan keberadaan bakteriologis E.coli

dalam air minum dengan kejadian diare (p=0.009). Saran bagi Puskesmas Ciputat yaitu memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang penyakit diare dan cara pencegahannya.


(9)

v

FACULTY OF MEDICINE & HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY

ENVIRONMENTAL HEALTH Skripsi, July 2013

Yudhi Suyudhi Jayadisastra, NIM: 109101000001

Knowledge Of Relationships, Habits, and The Presence Of E. Coli In Drinking Water Bacteriological By Genesis Diarrhea In Consumer Drinking Water Refill Who Visited Clinic In Ciputat 2013

xiv + 102 pages, 13 tables, 3 charts, 3 attachments

ABSTRACT

Diarrheal disease remains a global health problem, especially in developing countries. In general, the main cause of the diarrhea cases due to the low availability of clean water, poor sanitation and unclean living behavior. In 2012 ciputat clinic has a case of diarrhea the second largest in South Tangerang for 1,935 people. Based on preliminary studies 70% of 30 patients with diarrhea who visited the Ciputat clinic are consuming drinking water refill and found 23 depot refill drinking water that is in the Ciputa area. Therefore, it is necessary to investigate the knowledge, habits and bacteriological presence of E.coli in drinking water with the incidence of diarrhea in consumers of drinking water refill who visited Ciputat clinic

This research is the method of analytic epidemiologic cross-sectional study with purposive sampling technique sampling. The dependent variables studied were the incidence of diarrhea and the independent variable is the knowledge of diarrheal disease, water cooking habits, habits of hand washing with soap, and the presence of bacteriological E.coli. The population is all the people in the ciputat area. Samples were people who visited the ciputat clinic and refill drinking water consumed in April 2013 with a sample of 50 people. Data obtained through interviews and laboratory testing of drinking water. Data analysis using chi-square test.

The results showed 68% of consumers drinking water refill diarrheal illness, 56% of consumers refill drinking water have bad knowledge of diarrhea, 70% of consumers are drinking water refill not boil water, 56% of consumers refill drinking water handwashing soap, 68% of consumers consume drinking water refill drinking water conditional. There is a relationship between knowledge about the incidence of diarrheal disease with diarrhea (p = 0.001), cooking water habit with the incidence of diarrhea (p = 0.002), habit of washing hands with soap with the incidence of diarrhea (p = 0.000), and there is a relationship where bacteriological E.coli in drinking water with the incidence of diarrhea (p = 0.009). Advice for ciputat clinic that provide CIE (Communication, Information, and Education) on diarrheal and how to prevent it.


(10)

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu

Berkat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’la yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang serta dorongan yang kuat, akhirnya saya dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul Hubungan Pengetahuan, Kebiasaan, dan Kandungan Bakteriologis E.coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat ”

Shalawat serta salam selalu terjunjung kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang telah membawa umatnya dari dari zaman kegelapan akan iman dan pengetahuan ke zaman terang benderang akan ilmu dan pengetahuan.

Kegiatan dan laporan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan jenjang pendidikan S-1 pada semester VIII Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Isalam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dibalik rasa syukur,dalam penulisan laporan skripsi ini penulis ingin mengucapakan terima kasih dengan tulus atas bimbingan serta dukungan kepada:

1. Kedua orang tua, adek dan segenap keluarga yang mendukung, mendoakan dan mencurahkan kasih sayangnya dari jauh.

2. Bapak Prof. MK. Tajuddin selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.

3. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat yang mana senantiasa berusaha agar prodi kesmas selalu menjadi yang terbaik.


(11)

vii

4. Ibu Minsarnawati, SKM,M.Kes selaku pembimbing skripsi I atas dukungan dan bimbingannya.

5. Ibu Ela Laelasari SKM,M.Kes selaku pembimbing II atas bimbingannya dan dukungannya

6. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM, Kes selaku penanggung jawab Peminatan Kesehatan Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat. 7. Puskesmas Ciputat selaku tempat penelitian skripsi atas ketersediaannya

memberikan ijin untuk melakukan penelitian

8. Heni Sholatya Lubis yang selalu mensuport dalam pelaksanaan kegiatan skripsi.

9. Untuk saudara seperjuangan, jama’ah peminatan kesehatan lingkungan 2009 dan KESMAS 2009 atas dukungan dan masukan penelitian; Rudi, Tari, Nisa, Ersa, Agung, Yeni, Ratna, Rahmi, Maya, Cita, Aan, Risma, Dila, Moris, Udin, Nita, Zia dan Reni.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan skripsi ini. Oleh sebab itu dibutuhkan saran, kritik serta masukan dari semua pihak demi terciptanya kebaikan bersama.

Ciputat, Juli 2013


(12)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN i

LEMBAR PERNYATAAN ii

CURRICULUME VITAE iii

ABSTRAK iv

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR BAGAN xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Rumusan Masalah 6

1.3.Pertanyaan Penelitian 7

1.4.Tujuan 8

1.5.Manfaat 10

1.6.Ruang Lingkup 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Diare 12

2.1.1. Definisi diare 12

2.1.2.Jenis diare 13

2.1.3. Epidemiologi diare 15

2.1.4. Patofisiologi diare 18

2.1.5.Pencegahan diare 21

2.1.6.Penatalaksanaan 23

2.2.Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan 26

2.3.Sumber Penyakit Diare (Simpul1) 29

2.3.1.Bakteriologis E.coli 30

2.3.1.1. Definisi Escherichia coli 30


(13)

ix

2.3.1.3.Karakteristik Escherichia coli 34 2.3.1.4. Mekanisme masuknya Escherichia coli 36 2.3.1.5. Dampak Escherichia coli terhadap kesehatan 37

2.3.1.6.Uji Kualitatif Coliform 39

2.4. Media Transmisi Penyakit Diare (Simpul2) 42

2.4.1.Air Minum 42

2.4.1.1. Definisi air minum 42

2.4.1.2.Syarat syarat air minum 42

2.5. Faktor Kependudukan terkait Diare 45

2.5.1.Perilaku 46

2.4.1.1. Definisi perilaku 46

2.4.1.2. Jenis jenis perilaku 46

2.4.1.3. Perilaku kesehatan 47

2.4.1.5. Klasifikasi perilaku kesehatan 48

2.5.2.Pengetahuan 51

2.5.2.1.Pengertian pengetahuan 51

2.5.2.2. Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan 51

2.5.2.3.Pengukuran Pengetahuan 52

2.6. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Diare 53

2.7. Kerangka Teori 60

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep 61

3.2.Definisi Oprasional 64

3.3.Hipotesis 66

BAB IV METODELOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian 67

4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian 67

4.3.Populasi dan Sampel Penelitian 67

4.3.1. Populasi penelitian 67

4.3.2.Sampel penelitian 67


(14)

x

4.3.2.2.Teknik sampling 70

4.4. Pengumpulan Data 70

4.4.1. Sumber data 70

4.4.2.Instrumen penelitian 71

4.4.3.Metode Pemeriksaan Bakteriologis E.coli 72

4.5.Pengolahan Data 74

4.5.1. Pengodean 74

4.5. 2.Penyuntingan data 75

4.5.3.Pemasukan data 75

4.5.4.Pengoreksian data 76

4.6.Analisis Data 76

4.6.1.Analisis univariat 76

4.6.2.Analisis bivariat 76

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1.Analisis Univariat 78

5.2.1.Gambaran Distribusi Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang 78 5.2.2.Gambaran Distribusi Karakteristik Individu (Umur,

Pendidikan,

dan jenis kelamin 79

5.2.3.Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang Berdasarkan Pengetahuan tentang Penyakit Diare 80 5.2.4.Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang

Berdasarkan Kebiasaan Memasak air 80 5.2.5.Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang

Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun 81 5.2.6.Gambaran Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang

Berdasarkan Keberadaan Bakteriologis E.coli pada air


(15)

xi

5.3.Analisis Bivariat 83

5.3.1.Hubungan Pengetahuan tentang Diare dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke

Puskesmas Ciputat 83

5.3.2.Hubungan Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke

Puskesmas Ciputat 84

5.3.3.Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat 85 5.3.4.Hubungan Keberadaan Bakteriologis E.coli dalam Air Minum

dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat 86 BAB VI PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian 88

6.2. Gambaran Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang yang Berkunjung ke Puskesmas Ciputat 89 6.3. Hubungan Pengetahuan Tentang Penyakit Diare dengan Kejadian

Diare Pada Konsumen Air Minum Isi Ulang 90 6.4. Hubungan Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare pada

Konsumen Air Minum Isi Ulang 92

6.5. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang 94

6.6. Hubungan Keberadaan Bakteriologis E.coli dalam Air Minum dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang 96 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1.Simpulan 100

7.2.Saran 101

7.2.1.Bagi Dinas Kesehatan Tangerang Selatan 101

7.2.2.Bagi Puskesmas Ciputat 101


(16)

xii

7.2.4.Bagi Konsumen Air Minum Isi Ulang 102

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

3.1. Definisi Oprasional 64

4.1. Perhitungan Populasi Sempel Penelitian Terdahul 69 5.2. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare pada Konsumen

Air Minum Isi Ulang

78

5.3. Karakteristik Individu (Umur, Pendidikan, dan Jenis Kelamin) pada Konsumen Air Minum Isi Ulang

79

5.4. Distribusi Frekuensi Konsumen Air Minum Isi Ulang Berdasarkan Pengetahuan Tentang Penyakit Diare

80

5.5. Distribusi Konsumen Air Minum Isi Ulang Berdasarkan Kebiasaan Memasak Air

81

5.6. Distribusi Frekuensi Konsumen Air Minum Isi Ulang Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan

82

5.7. Distribusi Frekuensi Keberadaan Bakteriologis E.coli pada Air Minum yang di Konsumsi oleh Konsumen Air Minum Isi Ulang

82

5.8. Analisis Hubungan antara Pengetahuan Tentang Diare dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang

84

5.9. Analisis Hubungan antara Kebiasaan Memasak Air dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang

85

5.10. Analisis Hubungan antara Kebiasaan Mencuci Tangan Pakai Sabun Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang

86

5.11. Analisis Hubungan antara Keberadaan Bakteriologis

E.coli dengan Kejadian Diare pada Konsumen Air Minum Isi Ulang


(18)

xiv

DAFTAR BAGAN

NomorBagan Halaman

2.1 Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan kependudukan

27

2.2 Kerangka Teori 60


(19)

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun. Diare merupakan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Salwan, 2008 dalam Kusumaningrum, 2011).

Penyakit diare termasuk dalam 10 penyakit yang sering menimbulkan kejadian luar biasa. Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data KLB (STP KLB) tahun 2010, diare menempati urutan ke 6 frekuensi KLB terbanyak setelah DBD, Chikungunya, Keracunan makanan, Difteri dan Campak. Keadaan ini tidak berbeda jauh dengan tahun 2009, menurut data STP KLB 2009 , KLB diare penyakit ke 7 terbanyak yang menimbulkan KLB. Jumlah kasus KLB Diare pada tahun 2010 sebanyak 2.580 dengan kematian sebesar 77 kasus (CFR 2.98%) (Kemenkes RI, 2011).

Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga


(20)

2

masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) (Kemenkes RI, 2011).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) pada Tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%, dengan prevalensi tertinggi diare terjadi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia. Juga didapatkan bahwa penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare (25,2%) (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu program Direktorat Pemberatasan Penyakit Menular Langsung (Direktorat P2ML-Ditjen PP&PL) adalah pemberantasan penyakit diare dengan tujuan menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan dari penyakit menular dan mencegah penyebaran serta mengurangi dampak sosial akibat penyakit sehingga tidak menjadi masalah kesehatan. Adapun sasaran yang hendak dicapai dari program tersebut adalah menurunnya angka kematian karena diare pada golongan balita dari 2,5 menjadi 1,25 per 1.000 balita dan pada semua golongan umur dari 54 menjadi 28 per 100.000 penduduk serta menurunnya prevalensi kecacingan menjadi 30% (Direktorat P2ML, 2005).


(21)

3

Pada umumnya penyebab utama kasus diare tersebut adalah rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk, dan perilaku hidup tidak bersih. Di Indonesia, penduduk yang menggunakan air bersih baru mencapai 67,3% dari angka tersebut hanya separuhnya yaitu 51,4% yang memenuhi syarat bakteriologis, sehingga menyebabkan terjadinya penyakit diare sebagai salah satu penyakit yang ditularkan melalui air dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat (Depkes, 2004).

Air juga merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai air minum. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh. Sekitar 55- 60% berat badan orang dewasa terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80% (Notoadmodjo 2003).

Air berperan penting bagi manusia namun demikian air merupakan salah satu media yang sangat baik untuk penularan berbagai penyakit, misalnya demam

typhoid, cholera, diare, dysentri, amoeba, hepatitis infectious, guinea wormdisease, dan sebagainya. Standar kualitas air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.492/Menkes/Per/IV/2010 memenuhi syarat dilihat dari unsur biologis, fisik, maupun kimiawi. Dalam hal ini, indikator unsur biologis yaitu tidak boleh mengandung bakteri Coliform atau dengan kata lain Coliform = 0 (Permenkes 492, 2010).


(22)

4

Ketika sampel air minum yang diambil ternyata tidak sesuai dengan standar atau syarat diatas (terutama unsur biologinya), maka air tersebut tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia dan hanya diperbolehkan untuk kegiatan peternakan dan pertanian atau untuk keperluan rumah tangga lainnya (Permenkes, 2010).

Kepala Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Tri Utami Pertiwi mengatakan, dari pengujian 20 sampel kandungan air di pemukiman warga dan depot isi ulang yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2011, ditemukan dua sampel yang terbukti tercemar oleh bakteri E.coli. Bila bakteri ini hidup masuk ke mulut dan pencernaan manusia, tubuh akan bereaksi dengan gejala diare, muntah-muntah sampai dengan demam tinggi (Utami, 2011).

Faktor lain yang dapat menyebabkan penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang adalah pengetahuan yang kurang tentang penyakit diare dan kebiasaan konsumen yang kurang tepat dalam mengkonsumsi air minum isi ulang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sandra (2007) bahwa tingkat pengetahuan konsumen untuk mencegah penyakit diare umumnya rendah (66,5%) dan ada hubungan pengetahuan konsumen tentang pencegahan diare dengan penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang di daerah Surabaya. Selain itu, terdapat juga hubungan kebiasaan konsumen air minum isi ulang dengan penyakit diare, yaitu kebiasaan kosumen tidak memasak terlebih dahulu


(23)

5

air yang dikonsumsi dan kebiasaan konsumen tidak mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar.

Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Musran (2008) menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare. Demikian pula terdapat hubungan antara kebiasaan memasak air dengan kejadian diare sedangkan berdasarkan hasil penelitian Yulisa (2008), diketahui bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan, umur, sumber air minum, kualitas fisik air minum, jenis jamban keluarga, jenis lantai rumah dengan kejadian diare.

Berdasarkan Laporan 30 besar penyakit yang ada di setiap Pukesmas perawatan Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Tahun 2012, didapatkan kasus diare tertinggi berada di wilayah Puskesmas Kranggan sebanyak 2.298 penderita dan Puskesmas Ciputat sebanyak 1.935 penderita. Namun, dalam penelitian ini dipilih lokasi Puskesmas Ciputat dikarenakan berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan sebesar 70% dari 30 penderita diare yang berkunjung ke puskesmas mengkonsumsi air minum isi ulang. Sedangkan pada Puskesmas Kranggan dari 30 penderita diare hanya 10% yang mengonsumsi air minum isi ulang. Hal ini dikarenakan masyarakat Kranggan masih banyak yang mengonsumsi air minum yang bersumber dari air tanah/sumur sedangkan masyarakat Ciputat mayoritas masyarakatnya mengonsumsi air minum isi ulang. Selain itu, berdasarkan survey depot yang dilakukan ditemukan sebanyak 23 depot yang tersebar di wilayah Ciputat dan 2 depot di wilayah Kranggan.


(24)

6

Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin melihat hubungan pengetahuan, kebiasaan dan keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

1.2.Rumusan Masalah

Keberadaan depot air minum isi ulang terus meningkat sejalan dengan kebutuhan akan air minum yang praktis dan ekonomis untuk dikonsumsi. Meski lebih murah, tidak semua depot air minum isi ulang terjamin keamanan produknya. Dengan tidak adanya jaminan dan pengawasannya terhadap kualitas air minum dari Depot Air Minum Ulang (DAMIU) sangat memungkinkan air minum yang dikonsumsi masih mengandung bakteriologis E.coli. Bila bakteri ini hidup masuk ke mulut dan pencernaan manusia, tubuh akan bereaksi dengan gejala diare. Berdasarkan hasil laporan tahunan Puskesmas Ciputat diketahui bahwa Puskesmas Ciputat memiliki angka kejadian diare yang cukup besar yaitu sebesar 1.935 penderita diare (LB 3 Puskesmas Ciputat, 2012). Menurut data diatas, konsumsi air minum isi ulang menjadi salah satu indikasi/dugaan faktor penyebab masyarakat Ciputat terkena diare. Selain itu, faktor pengetahuan dan kebiasaan masyarakat juga mempunyai hubungan terhadap penyakit diare. Hal ini menjadi dasar peneliti untuk melihat hubungan pengetahuan, kebiasaan dan keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum dengan kejadian diare pada


(25)

7

masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat yang mengkonsumsi air minum isi ulang.

1.3.Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

2. Bagaimana gambaran karakteristik individu (umur, pendidikan, dan jenis kelamin) pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

3. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

4. Bagaimana gambaran kebiasaan memasak air pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

5. Bagaimana gambaran kebiasaan mencuci tangan dengan sabun pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ? 6. Bagaimana gambaran keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum yang

dikonsumsi oleh konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

7. Bagaimana hubungan pengetahuan tentang diare dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?


(26)

8

8. Bagaimana hubungan kebiasaan memasak air terlebih dahulu sebelum dikonsumsi dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

9. Bagaimana hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

10. Bagaimana hubungan keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat ?

1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan, kebiasaan dan keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat. 1.4.2.Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui gambaran kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

2) Untuk mengetahui gambaran karakteristik individu (umur, pendidikan, dan jenis kelamin,) konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.


(27)

9

3) Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang diare pada kosumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

4) Untuk mengetahui gambaran kebiasaan memasak air terlebih dahulu sebelum di konsumsi pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

5) Untuk mengetahui gambaran kebiasaan mencuci tangan dengan sabun pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

6) Untuk mengetahui gambaran keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum yang dikonsumsi oleh konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

7) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang diare dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

8) Untuk mengetahui hubungan kebiasaan memasak air dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

9) Untuk mengetahui hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.


(28)

10

10) Untuk mengetahui hubungan keberadaan bakteriologis E.coli pada air minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

1.5.Manfaat Penelitian

1.5.1.Bagi Puskesmas Ciputat

Memberikan informasi bagi instansi terkait khususnya bagi Puskesmas Ciputat tentang hubungan kandungan bakteriologis E.coli pada air minum terhadap penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Ciputat.

1.5.2.Bagi Peneliti

Memberi pengalaman dan menambah wawasan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki khususnya tentang hubungan pengetahuan, kebiasaan, dan kandungan bakteriologis E.coli

pada air minum dengan kerjadian penyakit diare pada konsumen air minum isi ulang yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat.

1.5.3.Bagi Masyarakat

Memberikan informasi dan pedoman bagi masyarakat dalam memilih dan mengkomsumsi air minum isi ulang dengan benar.


(29)

11 1.6.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta selama bulan Maret-Juli 2013 di Puskesmas Ciputat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan, kebiasaan dan keberadaan bakteriologis E.coli dalam air minum dengan kejadian diare pada konsumen air minum isi ulang. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain penelitian cross sectional study. Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas Ciputat, metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara terstruktur dan uji laboratorium terkait kandungan bakteriologis air minum isi ulang. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), pengetahuan tentang penyakit diare, kebiasaan konsumen air minum isi ulang dan media MPN.


(30)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Penyakit Diare

2.1.1. Definisi diare

Diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih (Word Health Organization, 2009). Menurut Depkes (2000) Diare merupakan buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari).

Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan dengan peningkatan volume keenceran, serta frekwensi lebih dari tiga kali sehari pada anak dan pada bayi lebih dari empat kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Kemenkes RI, 2010).

2.1.2. Jenis diare

Menurut Departemen Kesehatan RI, 2000, berdasarkan jenisnya diare dibagi menjadi empat yaitu :

a) Diare akut

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi,


(31)

13

sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

b)Disentri

Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.

c) Diare persisten

Diare presisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibatnya adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolism.

d)Diare dengan masalah lain

Anak yang menderita diare mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Menurut Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral PPM dan PL tahun 2007, jenis-jenis diare terdiri dari :

a) Diare akut

merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut Rotavirus yang ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya bisa tiga kali atau lebih dalam sehari dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare ini


(32)

14

merupakan virus usus pathogen yang menduduki urutan pertama sebagai penyebab diare akut pada anak-anak.

b)Diare bermasalah

Diare yang disebabkan oleh inveksi, virus, bakteri, parasit, intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Penularan secara fecal-oral, kontak dari orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. Diare ini umumnya diawali oleh diare cair kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan maupun tanpa lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah.

c) Diare presisten

Diare akut yang menetap, dimana titik sentral pathogenesis diare presisten adalah kerusakan mukosa usus. Penyebab diare presisten sama dengan penyebab diare akut.

Menurut Departemen Kesehatan RI, 2011, jenis diare terdiri dari :

a) Diare akut cair

Buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (pada umumnya tiga kali atau lebih) perhari dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari tujuh hari.


(33)

15

Secara operasional diare akut adalah diare yang pada awalnya mendadak dan berlangsung dalam beberapa jam sampai dengan 14 hari.

c) Diare kronis

Diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari dua minggu (14 hari).

d)Diare bermasalah

Diare ini umumnya diawali oleh tinja cair kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah dengan ataupun tanpa lendir. adapun macam-macam diare bermasalah sebagai berikut :

1. Diare berdarah 2. Kolera

3. Diare berkepanjangan 4. Diare presisten/diare kronik 5. Diare dengan gizi buruk

6. Diare dengan penyakit penyerta 2.1.3. Epidemiologi Diare

Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), epidemiologi penyakit diare berdasarkan konsep Host-Agent-Environment adalah sebagai berikut :


(34)

16

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui facel oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kotak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman diare dan meningkatkan resiko terjadinya diare, antara lain:

1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh resiko untuk menderita diare jauh lebih besar daripada yang diberi ASI secara penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.

2. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak.

3. Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Pencemaran di rumah dapat terjadi apabila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.

4. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan.


(35)

17

b)Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Tidak memberikan ASI sampai dengan umur dua tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare.

2. Kurang gizi, beratnya penyakit, lama dan resiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.

3. Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam waktu empat trakhir, hal ini sebagai akibat penurunan kekebalan tubuh penderita.

4. Imunodefesiensi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderita HIV/AIDS, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak pathogen dan mungkin juga berlangsung lama.

c) Faktor lingkungan dan perilaku

penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor tersebut ini akan berintraksi


(36)

18

dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman/bakteri diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

2.1.4. Patofisiologi Diare

Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan hidup sel, pembatasan sekresi empedu dan pengeluaran sisa-sisa makanan yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang majemuk, aktifitas pencernaan tersebut dapat berupa (Muhadi, 2008):

a) Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.

b) proses pengunyahan : menghaluskan makanan dengan cara mengunyah dan mencampur dengan enzim-enzim di rongga mulut. c) Proses penelanan makanan : gerakan makanan dari mulut ke getser. d) Pencernaan : penghancuran makanan secara mekanik, pencampuran

dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim.

e) Penyerapan makanan : perjalanan molekul makanan melalui selaput lendir usus kedalam sirkulasi darah dan limfah.

f) Peristaltik : gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal. g) Buang air besar : pembuangan sisa makanan yang berupa tinja


(37)

19

Dalam keadaan normal dimana seluruh pencernaan berfungsi efektif dan menghasilkan ampas tinja 50-100 gr sehari mengandung air sebanyak 60-80%.dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti sacara pasif gerakan bidireksional transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat-zat padat lainnya yang memiliki sifat aktif osmotic. Cairan yang berada dalam saluran garstrointestinal terdiri dari cairan yang masuk secara per oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pancreas serta sekresi usus halus. cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja. motolitas usus halus mempunyai fungsi untuk :

a) menggerakan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum

b) mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu c) mencegah bakteri untuk berkembang biak

Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu dengan lainnya. misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan


(38)

20

memperpendek waktu sentuhan skim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air elektrolit dan zat lain akan mengalami gangguan.

Berdasarkan gangguan fungsi fisiologi saluran cerna dan macam penyebab dari daire, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 kelainan pokok yang seperti (Muhadi, 2008):

1. Daire sekretorik

Disebabkan oleh sekresi air dan elektronik ke dalam usus halus yang terjadi akibat gangguan absorpsi natrium oleh viluues saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetep berlangsung atau meningkat. keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. diare sekretorik ditemukan pada diare yang disebakan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus oleh toksin, misalnya toksin E.coli atau Vibrio cholera.

2. Diare osmotik

Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dan cairan ekstrasel. Oleh karena itu, bila di lumen usus terdapat bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap akan menyebabkan diare. Bila bahan tersebut adalah larutan isotonik, air atau bahan yang larut maka akan melewati mukosa usus halus tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare.


(39)

21 3. Diare inflamasi

Diare disebabkan oleh karena inflamasi pada mukosa usus, sehingga terjadi produksi lendir yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan abrsopsi air secara elektrolit.

2.1.5. Pencegahan Diare

Menurut Kemenkes RI (2011), beberapa hal yang harus dilakukan untuk mencegah tidak terjangkitnya penyakit diare adalah sebagai berikut:

1. Memberikan ASI

ASI turut memberikan perlindungan terhadap terjadinya diare pada balita karena antibody dan zat-zat lain yang terkandung didalamnya memberikan perlindungan secara imunologi.

2. Memperbaiki makanan pendamping ASI

Perilaku yang salah dalam pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan risiko terjadinya terjadinya diare sehingga dalam pemberiannya harus memperhatikan waktu dan jenis makanan yang diberikan. pemberian makanan pendamping ASI sebaiknya dimulai dengan memberikan makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan dan dapat diteruskan pemberian ASI, setelah anak berumur 9 bulan atau lebih, tambahkan macam makanan lain dan frekuensi pemberian makan lebih sering (4 kali sehari). saat anak


(40)

22

berumur 11 tahun berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, frekuensi pemberiannya 4-6 kali sehari.

3. Menggunakan air bersih yang cukup

Risiko untuk menderita diare dapat dikurangi dengan menggunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanannya di rumah. Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:

a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.

b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan, membuat lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber yang digunakan serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan air hujan dari sumber. c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan

gunakan gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air. d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan.

4. Mencuci tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, setelah menceboki bayi/anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak,


(41)

23

sebelum makan dan setelah memegang hewan mempunyai dampak dalam kejadian diare.

5. Menggunakan jamban

Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko penularan diare karena penularan kuman penyebab diare melalui tinja dapat dihindari.

6. Membuang tinja bayi dengan benar

Membuang tinja bayi ke dalam jamban sesegera mungkin sehingga penularan kuman penyebab diare melalui tinja bayi dapat dicegah.

2.1.6. Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare adalah Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare). Adapun program Lintas Diare yaitu:

1) Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah 2) Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut 3) Teruskan pemberian ASI dan Makanan 4) Antibiotik Selektif


(42)

24

Berikut urayan program Lintas Diare : 1. Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).

2. Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,


(43)

25

mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya (Kemenkes RI, 2011).

3. Pemberian ASI/makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan (Kemenkes RI, 2011).

4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada seseorang yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera

(Kemenkes RI, 2011). Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali muntah


(44)

26

berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia) (Kemenkes RI, 2011).

5. Pemberian Nasihat

Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang: 1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah.

2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

a) Diare lebih sering b) Muntah berulang c) Sangat haus

d) Makan/minum sedikit e) Timbul demam f) Tinja berdarah

g) Tidak membaik dalam 3 hari.

2.2.Patogenesis Penyakit Berbasis Lingkungan (Achmadi, 2010)

Pathogenesis penyakit berbasis lingkungan dapat digambarkan dalam suatu model atau paradigma. Paradigma tersebut menggambarkan hubungan interaksi antara komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit


(45)

27

dengan manusia. Hubungan interaktif tersebut sebagaimana digambarkan oleh Achmadi (2010) yaitu paradigma kesehatan lingkungan.

Dengan mempelajari pathogenesis penyakit, kita dapat menentukan pada titik mana atau simpul mana kita bias melakukan pencegahan. Tanpa memahami pathogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan, sulit melakukan pencegahan.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa kejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Perilaku penduduk yang merupakan salah satu representative budaya merupakan salah satu variable kependudukan, yaitu umur, gender, pendidikan, genetik, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kejadian penyakit pada hakikatnya dipengaruhi oleh variable kependudukan dan variable lingkungan. Dengan kata lain pula, gangguan kesehatan merupakan resultant dari hubungan interaktif antara lingkungan dan variable kependudukan.

Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan kependudukan dapat digambarkan dalam teori Simpul (Achmadi, 2010) pada bagan 2.1 dibawah ini:


(46)

28

Bagan 2.1

Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan kependudukan

Sumber : (Achmadi, 2010)

Dengan mengacu kepada gambaran skematik tersebut, maka pathogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan dapat diuraikan ke dalam 5 simpul, yaitu simpul 1 sebagai sumber penyakit; simpul 2 adalah komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit; simpul 3 adalah penduduk dengan berbagai variable kependudukan seperti umur, gizi, pendidikan, dll; sedangkan simpul 4 adalah penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau exposure dalam komponen lingkungan yang mengandung agen penyakit. Sedangkan simpul 5 Simpul 1 Sumber Penyakit Simpul 2 Media Transmisi 1. Air 2. Udara 3. Vektor 4. Makanan Simpul 3 Faktor Kependudukan 1. Umur 2. Gizi 3. Pengetahuan 4. Pendidikan 5. Sosial dan

Ekonomi 6. Perilaku kesehatan 7. dll Simpul 4 Sakit/Sehat Simpul 5

Variabel Berpengaruh Lainnya:


(47)

29

adalah semua variabel yang memiliki pengaruh teradap ke-empat simpul tersebut. Sebagai contoh adalah kebijakan pemerintah dan program kesehatan.

Simpul-simpul tersebut pada dasarnya menuntun kita sebagai simpul pencegahan atau simpul manajemen untuk mencegah penyakit tertentu agar tidak perlu menunggu hingga simpul 4 terjadi. Dengan mengendalikan sumber penyakit, kita dapat mencegah pada proses kejadian hingga simpul 3,4 atau 5.

2.3.Sumber Penyakit Diare (Simpul 1)

Sumber penyakit adalah titik yang mempunyai dan atau mengadakan agen penyakit serta menemisikan agen penyakit. Agen penyakit adalah komponen lingkungan yang menimbulkan gangguan penyakit melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan) (Achmadi, 2010).

Menurut Kemenkes RI (2011), sumber penyait diare sebagai berikut : a. Infeksi virus

Infeksi virus masih merupakan penyebab utama penyakit diare. Pada penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Rotavirus Survailance Network (IRSN) dan Litbangkes pada pasien anak di 6 rumah sakit terutama disebabkan oleh rotavirus dan adenovirus.

b. Bakteri

Infeksi karena bakteri mengakibatkan kerusakan fili usus karena infeksi rotavirus dan berkurangnya produksi enzim laktase sehingga


(48)

30

menyebabkan malabsorbi laktosa. Bakteri tersebut berupa E.coli, Stapaureus, dll.

2.3.1.Bakteriologis E.coli 2.3.1.1.Definisi E.coli

Escherichia coli adalah bakteri yang biasa ditemukan dalam usus manusia dan hewan berdarah panas (WHO, 2005).

Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang menyebabkan diare. Bakteri ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya dan setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda. Gejalanya yaitu diare yang merupakan buang air besar yang encer dengan frekuensi 4x atau lebih dalam sehari, kadang disertai muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, bahkan darah dan lender dalam kotoran. Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit sehingga bayi menjadi rewel atau terjadi gangguan irama jantung maupun perdarahan otak (Jawetz,1996).

Bakteri Escherichia coli dapat ditemui diusus manusia dan binatang berdarah panas, sebagian besar strainnya tidaklah berbahaya, tetapi strain tertentu “enterohaemorhagic Escherichia coli (EHEC)” akan menimbulkan penyakit berbahaya dan mematikan (Kemenkes, 2011).


(49)

31

Eschericia coli merupakan bakteri yang tidak berbahaya dan hidup normal dalam usus halus manusia, tetapi bila tubuh banyak mengandung Eschericia coli dapat menyebabkan penyakit seperti saluran kencing dan diare. Di negara berkembang gastroenteritis pada bayi lebih banyak disebabkan oleh Eschericia coli dari padafaktor lain ( Duerden, 1987).

Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan manusia. bakteri Escherichia coli merupakan mikroorganisme normal yang terdapat dalam kotoran manusia, baik sehat maupun sakit. dalam satu gram kotoran manusia terdapat sekitar seratus juta bakteri Escherichia coli

(Enviromental Sanitation’s Journal, 2010). 2.3.1.2.Sumber E.coli

Penyakit yang sering ditimbulkan oleh Eschericia coli

adalah diare. Eschericia coli ini diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya dan setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda, menurut Duerden (1987) antara lain:

a) Eschericia colianteropatogen (EPEC) :

Merupakan penyebab diare terpenting pada bayi, terutama di Negara berkembang Mekanismenya adalah dengan cara melekatkan dirinya pada sel mukosa usus kecil


(50)

32

dan membentuk filamentous actin pedestalsehingga menyebabkan diare cair yang biasanya sembuh sendiri tapi dapat juga menjadi kronis.

b)Eschericia colienterotoksigenik (ETEC) :

Penyebab yang sering dari diare wisatawan dan sangat penting menyebabkan diare pada bayi di Negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Lumen usus terengang oleh cairan dan mengakibatkan hipermortilitas serta diare, dan berlangsung selama beberapa hari. Beberapa strain ETEC menghasilkan eksotosin tidak tahan panas. Prokfilaksis antimikroba dapat efektif tetapi bisa menimbulkan peningkatan resistensi antibiotic pada bakteri, mungkin sebaiknya tidak dianjurkan secara umum. Ketika timbul diare, pemberian antibiotic dapat secara efektif mempersingkat lamanya penyakit. Diare tanpa disertai demam ini terjadi pada manusia, babi, domba, kambing, kuda, anjing, dan sapi. ETEC menggunakan fimbrial adhesi (penonjolan dari dinding sel bakteri) untuk mengikat sel – sel enterocit di usus halus. ETEC dapat memproduksi 2 proteinous enterotoksin: dua protein yang lebih besar, LT enterotoksin sama pada struktur dan fungsi toksin kolera hanya lebih kecil, ST enterotoksin


(51)

33

menyebabkan akumulasi cGMP pada sel target dan elektrolit dan cairan sekresi berikutnya ke lumen usus. ETEC strains tidak invasive dan tidak tinggal pada lumen usus.

c) Eschericia coli Enterohemoragik (EHEC) :

Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksinya pada sel Vero, suatu sel hijau dari monyet hijau Afrika. Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenic dari toksin. EHEC berhubungan dengan holitis hemoragik, bentuk diare yang berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginja akut, anemia hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia. Banyak kasus EHEC dapat dicegah dengan memasak daging sampai matang. Diare ini ditemukan pada manusia, sapi, dan kambing.

d)Eschericia coli Enteroinvansif (EIEC) :

Menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigellosis. Penyakit terjadi sangat mirip dengan shigellosis. Penyakit sering terjadi pada anak – anak di Negara berkrmbang dan para wisatawan yang menuju ke Negara tersebut. EIEC melakukan fermentasi laktosa dengan lambat dan tidak bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus. Diare ini ditemukan hanya pada manusia.


(52)

34

e) Eschericia coli Enteroagregatif (EAEC)

Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. EAEC menproduksi hemolisin dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC. 2.3.1.3.Karaktristik E.coli

Eschericia coli dari anggota family Enterobacteriaceae. Ukuran sel dengan panjang 2,0 –6,0 μm dan lebar 1,1 –1,5 μm. Bentuk sel dari bentuk seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora pada

Eschericia coli batang gram nehgatif. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai pendek, biasanya tidak berkapsul.bakteri ini aerobic dan dapat juga aerobic fakultatif.

Eschericia coli merupakan penghuni normal usus, seringkali menyebabkan infeksi (Jawetz,1996).

Kapsula atau mikrokapsula terbuat dari asam – asam polisakarida. Mukoid kadang – kadang memproduksi pembuangan ekstraselular yang tidak lain adalah sebuah polisakarida dari speksitifitas antigen K tententu atau terdapat pada asam polisakarida yang dibentuk oleh banyak Eschericia coli seperti pada Enterobacteriaceae. Selanjutna digambarkan


(53)

35

sebagai antigen M dan dikomposisikan oleh asam kolanik (Jawetz,1996).

Biasanya sel ini bergerak dengan flagella petrichous.

Eschericia coli memproduksi macam – macam fimbria atau pili yang berbeda, banyak macamnya pada struktur dan speksitifitas antigen, antara lain filamentus, proteinaceus, seperti rambut appendages di sekeliling sel dalam variasi jumlah. Fimbria merupakan rangkaian hidrofobik dan mempunyai pengaruh panas atau organ spesifik yang bersifat adhesi. Hal itu merupakan faktor virulensi yang penting (Jawetz,1996).

Eschericia coli merupakan bakteri fakultatif anaerob, kemoorganotropik, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit banyak di bawah keadaan anaerob.pertumbuhan yang baik pada suhu optimal 370C pada media yang mengandung 1% peptone sebagai sumber karbon dan nitrogen. E. Coli memfermentasikan laktosa dan memproduksi indol yang digunakan untuk mengidentifikasikan bakteri pada makanan dan air (Jawetz,1996).


(54)

36

2.3.1.4.Mekanisme Masuknya E.coli ke Tubuh Mnusia

Perilaku yang tidak higienis terutama setelah buang air besar (dari toilet), dapat juga menjadi penyebab masuknya

Eschericia coli ke dalam tubuh manusia saat kita makan dan atau menyuapi anak atau lansia (Sukanda, 2008).

Manusia terinfeksi Eschericia coli didapat dari makanan dan atau minuman yang terkontaminasi. Untuk bakteri

Eschericia coli hidup di usus sapi yang sehat dan kontaminasi dapat terjadi ketika penyembelihan. Daging rusa juga dapat terinfeksi oleh organism ini. Mengkonsumsi daging sapi atau rusa yang tidak cukup matang adalah penyebab utama manusia dapat terinfeksi (AAFP, 1999-2006 dalam Sukanda, 2008).

Seseorang yang terinfeksi bakteri Eschericia coli dapat ditemukan dikotorannya hingga dua minggu setelah gejalanya berhenti. Orang-orang ini dapat menularkan bakteri Eschericia coli kepada prang lain jika mereka tidak mencuci tangannya setelah dari toilet. Anak-anak memiliki resiko “autbreaks

karena banyaknya jumlah anak anak yang kurang paham mencuci tangan setelah dari toilet. Hal ini juga menjadikan resiko penularan kepada teman-temannya dan keluarga(AAFP, 1999-2006 dalam Sukanda, 2008).


(55)

37

Menurut Vries, Garry Cores 2006 dalam Sukanda 2008, ada beberapa cara manusia dapat terinfeksi oleh Eschericia coli

yaitu melalui :

a) Mengkonsumsi produk daging sapi yang kurang matang. b) Mengkonsumsi susu, jus buah dan sari apel yang tidak

dipasteurisasi.

c) Meminum atau berenang di air yang terkontaminasi dengan kotoran hewan atau manusia

Terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu adalah terinfeksinya makanan dan minum yang dikonsumsi manusia kemudian masuk kedalam saluran pencernaan. masuknya E.coli hidup kedalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipertensi yang selanjutnya menimbulkan diare (Kumar et al, 2012).

2.3.1.5.Dampak E.coli terhadap Kesehatan

Penyakit yang sering ditimbulkan oleh Eschericia coli

adalah diare Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit, sehingga terjadi gangguan irama pada jantung maupun pendarahan pada otak (Mikrobiologi Kedokteran, 1994).


(56)

38

Diare sering kali disertai dengan dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi ringan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung (pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan). Dehidrasi berat bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok.

Selain diare ,Eschericia coli juga dapat menyebabkan beberapa penyakit yang bisa juga disebabkan oleh beberapa bakteri lain, diantaranya sebagai berikut :

a) Infeksi saluran kemih

Penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama pada kira-kira 90% wanita muda.

b) Sepsis

Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E.coli dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir dapat sangat rentan terhadap sepsis E.coli karena tidak memiliki antibody lgM. sepsis dapat terjadi akibat infeksi saluran kemih.

c) Miningitis

E.coli merupakan salah satu penyebab utama meningitis pada bayi.


(57)

39

Selain penyakit diatas, bakteri E. coli dapat menyebabkan juga penyakit seperti :

1) Gangguan system pencernaan 2) Gangguan system pada ginjal 3) Serangan jantung atau stroke 4) Tekanan darah tinggi

2.3.1.6.Uji Kualitatif Coliform

Uji kualitatif koliform secara lengkap terdiri dari 3 tahap yaitu: (a) Uji penduga (presumptive test), (b) Uji penguat (confirmed test) dan Uji pelengkap (completed test)

(Widianti,2004).

1) Uji penduga (presumptive test).

Uji penduga merupakan uji kuantitatif koliform menggunakan metode MPN. Tes pendahuluan dapat menunjukkan adanya bakteri koliform berdasarkan dari terbentuknya asam dan gas yang disebabkan karena fermentasi laktosa oleh bakteri golongan koli. Tingkat kekeruhan pada media laktosa menandakan adanya zat asam. Gelembung udara pada tabung durham menandakan adanya gas yang dihasilkan bakteri. Tabung dinyatakan positif jika terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di dalam


(58)

40

tabung durham. Kandungan bakteri Escherichia coli dapat dilihat dengan menghitung tabung yang menunjukkan reaksi positif terbentuk asam dan gas dan dibandingkan dengan tabel MPN. Metode MPN dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam contoh yang berbentuk cair. Inkubasi 1 x 24 jam hasilnya negatif, maka dilanjutkan dengan inkubasi 2 x 24 jam pada suhu 350C. Waktu inkubasi selama 2 x 24 jam tidak terbentuk gas dalam tabung Durham menunjukkan hasil negatif. Jumlah tabung yang positif dihitung pada masing-masing seri. MPN penduga dapat dihitung dengan melihat tabel MPN.

2) Uji penguat (confirmed test)

Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji ketetapan. Tabung yang positif terbentuk asam dan gas terutama pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi ditanamkan pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) secara aseptik dengan menggunakan jarum inokulasi. Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna merah kehijauan dengan kilat metalik atau koloni berwarna merah muda dengan lendir untuk kelompok koliform lainnya.


(59)

41

3) Uji pelengkap (completed test)

Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji kelengkapan untuk menentukan bakteri Escherichia coli. Koloni yang berwarna pada uji ketetapan diinokulasikan ke dalam medium kaldu laktosa dan medium agar miring

Nutrient Agar (NA), dengan jarum inokulasi secara aseptik. Tahapan selanjutnya adalah diinkubasi pada suhu 370C selama 1 x 24 jam. Hasilyang positif akan terbentuk asam dan gas pada kaldu laktosa, maka sampel positif mengandung bakteri Escherichia coli. Media agar miring NA dibuat pewarnaan gram dimana bakter Escherichia coli menunjukkan gram negatif berbentuk batang pendek. Cara untuk membedakan bakteri golongan koli dari bakteri golongan coli fekal (berasal dari tinja hewan berdarah panas), dilakukan duplo, dimana satu seri diinkubasi pada suhu 370C (untuk golongan koli) dan satu seri diinkubasi pada suhu 420C (untuk golongan koli fekal). Bakteri golongan koli tidak dapat tumbuh dengan baik pada suhu 420C, sedangkan golongan koli fekal dapat tumbuh dengan baik pada suhu 420C.


(60)

42

2.4.Media Transmisi Penyakit Diare (simpul 2)

Media transmisi tidak memiliki potensi penyakit jika didalamnya tidak mengandung agen penyakit. Mengacu pada gambar skematik komponen lingkungan yang dapat memindahkan agen penyakit pada hakikatnya ada 5 komponen lingkungan, yaitu udara ambient, air yang dikonsumsi, tanah/pangan, binatang/vektor penyakit, dan manusia melalui kontak langsung (Achmadi, 2010).

2.4.1. Air minum

2.4.1.1. Definisi Air Minum

Air minum adalah air yang mengalami proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan kesehatan baik fisik, kimia, bakteriologis dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan (Permenkes no 492, 2010). 2.4.1.2. Syarat-Syarat Air Minum

Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI, no 492, 2010, parameter sebagai persyaratan kualitas air minum adalah sebagai berikut :


(61)

43

a. Parameter Mikrobiologi : 1) E.coli 2) Koliform

b. Parameter Fisik : 1) Bau

2) Warna

3) Kekeruhan

4)Total Zat padat Terlarut (TDS)

5) Rasa

6) Suhu

c. Parameter Kimiawi : 1) Alumunium 2) Besi

3) Kesadahan

4) Khlorida

5) Mangan

6) Ph

7) Seng

8) Sulfat

9) Tembaga

10) Amonia

d. Parameter Radioaktivitas : 1) Gross Alpha Activity


(62)

44

Menurut Azwar, 1990, untuk menjamin air aman dikonsumsi, maka air teersebut harus memenuhi syarat yang di kehendaki, secara umum dibedakan atas tiga hal yakni :

a) Syarat fisik,

Bahwa air yang sebaiknya dipergunakan untuk minum ialah air yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, jernih sebaiknya di suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman.

b) Syarat bakteriologis,

Bahwa semua air minum hendaknya dapat terhindar dari kemungkinan terkontaminasi dengan bakteri, terutama yang bersifat pathogen. E.coli sebagai patokan utama untuk menentukan apakah air minum sudah memenuhi syarat bakteriologis atau tidak karena pada umumnya bibit penyakit ini ditemui pada kotoran manusia.

c) Syarat kimia

Bahwa air minum yang baik adalah air minum yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia ataupun mineral terutama pada zat-zat atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan.


(63)

45

Menurut Notoatmojo, 2003, syarat-syarat air minum yang sehat adalah :

a) Syarat fisik

Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah air yang bening (tidak berwarna ), tidak berasa, tidak berbau dan, suhu dibawah suhu udara diluarnya.

b) Syarat bakteriologis

Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri pathogen. cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri pathogen adalah dengan memeriksa sampel air tersebut. Dan bila dari pemeriksaan 100cc air terdapat empat bakteri E.coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan. c) Syarat kimia

Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu didalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologi pada manusia.

2.5.Faktor Kependudukan terkait Diare (Simpul 3)

Hubungan interaktif antara komponen lingkungan dengan penduduk berikut perilakunya dapat diukur dengan konsep yang disebut perilaku


(64)

46

pemajanan atau behavior exposure (Achmadi, 1985). Perilaku pemajanan adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung agen penyakit.

Faktor kependudukan yang berhubungan dengan kejadian diare, yaitu umur, gizi, pengetahuan, perilaku kesehatan, sosial, ekonomi, dan lain-lain (Kemenkes RI, 2011).

2.5.1.Perilaku

2.5.1.1.Definisi Perilaku

Menurut Skiner (1983) dalam Notoadmojo (2010) perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organism atau makluk hidup yang bersangkutan. perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Perilaku adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik secara langsung dapat diamati, seperti berjalan, melompat, menulis, duduk, berbicara, dan sebagainya (Munandar, 2001).

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari pada manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 1997).

2.5.1.2.Jenis-Jenis Perilaku

Skiner, 1938 dalam Notoatmodjo, 2010, jenis-jenis perilaku adalah:


(65)

47

a) Respondens respons atau reflesif, yakni respons yang di timbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut elicting stimuli, karena menimbulkan respons-respons yang relative tetap. Misalnya makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup, dan sebagainya.

b) Operant respons atau instrumental respons yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus dan rangsangan dari luar. Prangsangan ini disebut reinforcing stimuli kerana berfungsi untuk memperkuat respons. Misalnya, apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah respons terhadap gaji yang cukup.

2.5.1.3.Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respons seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Green, 1980, dalam Notoatmodjo, 2010, bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku,


(66)

48

selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau dibentuk dari 3 faktor:

a) Faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, dan sebagainya.

b) Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana.

c) Faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2.5.1.4.Klasifikasi Perilaku

Backer, 1979 dalam Notoatmodjo, 2010, membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan dan membedakannya menjadi tiga, yaitu :

a) Perilaku sehat (healty behavior) adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Misalnya makanan dengan menu seimbang, kegiatan fisik secara teratur, tidak merokok dan sebagainya.

b) Perilaku sakit (Illnes behavior) adalah berkaitan dengan tindakan kegiatan seseorang yang sakit dan/atau terkena


(67)

49

masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya.

c) Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior) adalah orang yang sedang sakit mempunyai peran yang mencakup hak-haknya dan kewajiban sebagai orang sakit. Perilaku orang sakit ini antara lain adalah tindakan untuk memperoleh kesembuhan, tindakan untuk mengetahui fasilitas kesehatan dan lain sebagainya.

Menurut Notoatmodjo (1993) cakupan dari perilaku kesehatan adalah:

a) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia merespon, baik secara pasif (mengetahui), bersikap dan mempersepsi tentang penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. b) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon

seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat obatnya, yang terwujud


(68)

50

dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

c) Perilaku terhadap makanan, yaitu respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsurunsur yang terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.

d) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup: 1)Perilaku sehubungan dengan air bersih.

2)Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor. 3)Perilaku sehubungan dengan limbah.

4)Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai dan sebagainya. 5)Perilaku sehubungan dengan pembersihan dengan


(69)

51 2.5.2.Pengetahuan

2.5.2.1.Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003). 2.5.2.2.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a.Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

b.Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.


(70)

52 c.Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.

d.Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.

e.Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

f.Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.5.2.3.Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat di lakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman


(71)

53

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain diatas. Pengukuran pengetahuan dimaksud untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam persentase kemudian ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitiatif, yaitu (notoatmodjo, 2003) :

1. Baik : bila subjek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh pertanyaan

2. Cukup : bila subjek mampu menjawab dengan benar 60-75% dari seluruh pertanyaan.

3. Buruk : bila subjek mampu menjawab pertanyaan benar < 60% dari seluruh pertanyaan.

2.6.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diare

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2011), Ditjen PPM-PLP (1992), dan Sunoto (1986) terdapat banyak faktor-faktor yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kejadian diare, yaitu :

a.Usia

Penyakit diare terutama sering menghinggapi golongan umur balita. Komposisi penduduk golongan ini masih cukup tinggi. Golongan ini juga lebih rentan untuk terjadinya dehidrasi berat karena system imun yang masih belum terbentuk dengan baik.


(72)

54 b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan yang baik dapat meningkatkan intelektual seseorang dan merupakan faktor penting dalam proses penyerapan informasi dan peningkatan wawasan tentang diare dan pencegahannya. Pendidikan yang baik juga menentukan cara berfikir seseorang dalam menentukan dampak terhadap persepsi, nilai nilai dan sikap dalam mengambil keputusan untuk bertindak atau tidak. Apabila pendidikan rendah dapat menyebabkan kesulitan dalam menyerap informasi atau gagasan baru dan sebaliknya jika tingkat pendidikan yang tinggi akan mudah menerima gagasan baru.

Pendidikan yang rendah juga mempengaruhi sikap dan kebiasaan dalam berperilaku hidup bersih dan sehat, sehingga turut memperngaruhi kejadian diare. Hasil penelitian Alamsyah (2002) menyatakan, responden yang berpendidikan rendah memiliki resiko diare sebesar 2,39 kali, dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi.

c. Sosial Ekonomi

Status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. hal ini Nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan gizi buruk yang memudahkan seseorang mengalami diare. keluarga dengan status ekonomi rendah biasanya tinggal


(73)

55

di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga mudah terserang diare.

Menurut Adisasmito (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi faktor sosial ekonomi yaitu Jumlah anggota keluarga, jenis pekerjaan, pendidikan orang tua, pendapatan, jumlah anak dalam keluarga dan faktor ekonomi. Dari berbagai faktor yang diteliti faktor ekonomi dan pendapatan keluarga lah yang menunjukan hubungan yang signifikan. Hal ini menunjukan bahwa rendahnya status ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya diare.

d. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kesehaatan masyarakat, hal ini disebabkan karena pengetahuan yang rendah di masyarakat mengakibatkan banyaknya sikap dan perilaku yang mendorng timbulnya penyakit infeksi, terutama penyakit diare.

Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap tingginya kejadian diare dengan berbagai tingkatan/gradasinya adalah belum optimalnya pengetahuan tentang diare, tindakan-tindakan pencegahan diare, sehingga risiko-risiko terjadinya penyakit diare masih belum dapat diminimalisir.

Hasil penelitian Alamsyah (2002) menyatakan, responden yang berpengetahuan rendah memiliki resiko diare sebesar 2,75 kali, dibandingkan dengan yang berpengetahuan tinggi.


(74)

56

Menurut Notoadmodjo (2003), mengatakan perubahan perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktik (practice). Orang yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang penyakit diare, akan muncul sikap yang baik dan tindakan yang benar. Semakin tinggi pengetahuan seseorang maka sikap dan tindakan dilakukan semakin benar atau tepat sesuai dengan seharusnya dilakukan.

e. Infeksi virus dan bakteri

Infeksi virus masih merupakan penyebab utama diare. Pada penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Rotavirus Surveillance Network (IRSN) dan Litbangkes pada pasien anak di enam rumah sakit, penyebab infeksi terutama disebabkan oleh Rotavirus dan Adenovirus (70%) sedangkan infeksi karena bakteri hanya (8,4%). Kerusakan vili usus karena infeksi Rotavirus mengakibatkan berkurangnya produksi enzim lactase sehingga menyebabkan malabsorbsi laktosa.

f. Status Gizi

Berat dan lamanya diare sangat dipengaruhi oleh status gizi penderita. insiden diare pada anak bergizi kurang ternyata sama dengan anak yang gizinya baik. Namun, anak yang gizinya kurang akan menderita diare lebih berat dan keluaran tinja lebih banyak sehingga dehidrasi lebih berat. diare pada anak gizi kurang berlangsung lebih lama, sebagian karena penyembuhan dan perbaikan kerusakan khusus akibat infeksi lebih lambat terjadi pada anak yang gizinya kurang (Sunoto, 1990).


(1)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 13.608a 1 .000

Continuity Correctionb 11.449 1 .001

Likelihood Ratio 15.878 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 13.336 1 .000 N of Valid Casesb 50

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,04. b. Computed only for a 2x2 table

d.

Hubungan Keberadaan Bakteriologis E.coli dengan Kejadian Diare

ecoli1 * diare1 Crosstabulation

diare1

Total diare tidak diare

ecoli1 tidak memenuhi syarat Count 15 1 16 % within ecoli1 93.8% 6.2% 100.0% % within diare1 44.1% 6.2% 32.0%

memenuhi syarat Count 19 15 34

% within ecoli1 55.9% 44.1% 100.0% % within diare1 55.9% 93.8% 68.0%

Total Count 34 16 50

% within ecoli1 68.0% 32.0% 100.0% % within diare1 100.0% 100.0% 100.0%


(2)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 7.170a 1 .007

Continuity Correctionb 5.535 1 .019

Likelihood Ratio 8.543 1 .003

Fisher's Exact Test .009 .006

Linear-by-Linear Association 7.026 1 .008 N of Valid Casesb 50

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,12. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

LAMPIRAN 3


(4)

(5)

(6)