Karakteristik Penderita HIV/AIDS Di Puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006 – Mei 2010

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA HIV/AIDS DI PUSKESMAS TANJUNG MORAWA AGUSTUS 2006 – MEI 2010

SKRIPSI

Oleh:

NIM. 061000158 PURNAMA SIDEBANG

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA HIV/AIDS DI PUSKESMAS TANJUNG MORAWA AGUSTUS 2006 – MEI 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 061000158 PURNAMA SIDEBANG

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul :

KARAKTERISTIK PENDERITA HIV/AIDS DI PUSKESMAS TANJUNG MORAWA AGUSTUS 2006 – MEI 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM. 061000158 PURNAMA SIDEBANG

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 10 November 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH NIP. 19490417 197902 1 001

Penguji II

Penguji I

Prof. dr. Nerseri Barus, MPH NIP. 19450817 197302 2 001

NIP. 19640404 199203 1 005 Drs. Jemadi, M.Kes

Penguji III

drh. Rasmaliah, M.Kes NIP. 19590818 198503 2 002 Medan, Desember 2010

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(4)

ABSTRAK

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Depkes RI mencatat kumulatif kasus AIDS sejak tahun 1987-2009 terdapat 19.973 kasus dengan total kematian 3.863 orang (CFR 19,34%).

Untuk mengetahui karakteristik penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006-Mei 2010 dilakukan penelitian deskriptif, desain case series. Populasi dan sampel berjumlah 97 data penderita HIV/AIDS.

Dari data yang tercatat, diperoleh hasil proporsi tertinggi umur 26-30 tahun (39,2%) dengan umur termuda 1 tahun dan tertua 42 tahun, jenis kelamin laki-laki (71,1%), Suku Jawa (84,6%), tingkat pendidikan tamat SLTA (62,1%), pekerjaan wiraswasta (46,0%), kawin (51,6%), berasal dari wilayah kerja puskesmas (72,2%), faktor risiko tertinggi IDU (61,9%), tempat rujukan ke RSUD Lubuk Pakam (54,6%), infeksi oputunistik tertinggi Tuberkulosis (65,4%).

Proporsi penderita dengan faktor risiko seksual secara bermakna lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki (68,6% vs 31,4%; X2=42,042; p=0,000). Proporsi penderita HIV/AIDS dengan faktor risiko seksual secara bermakna lebih tinggi pada penderita dengan status bekerja dibanding tidak bekerja (65,7% vs 34,3%; X2=8,098; p=0,004).

Pihak Puskesmas Tanjung Morawa diharapkan agar meningkatkan sosialisasi tentang penggunaan kondom konsisten pada setiap perilaku hubungan seksual berisiko; mengadakan program pemeriksaan HIV pada ibu hamil yang berisiko; menekankan kepada pengguna napza suntik untuk berhenti; serta melengkapi pencatatan data seperti gejala infeksi opurtunistik, jumlah kunjungan klien dan jenis wiraswasta apa yang dimaksud pada variabel pekerjaan.

Kata Kunci: HIV/AIDS, Karakteristik Penderita


(5)

ABSTRACT

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) can be interpreted as a collection of symptoms or disease caused by a decline in immunity due to infection with HIV (Human Immunodeficiency Virus) a virus that attacks the vital organs of the human immune system. Ministry of Health of the Republic of Indonesia recorded a cumulative cases of AIDS since the year 1987-2009 there were 19,973 cases with a total of death 3863 persons (CFR 19.34%).

For known the characteristics of people living with HIV / AIDS in Tanjung Morawa Public Health Center in August 2006-May 2010 conducted a descriptive study, case series design. Sample size is equal to the population data totaling 97 persons with HIV / AIDS.

From the recorded data, obtained results the highest proportion aged 26-30 years (39.2%) with being the youngest age at 1 year and the eldest age at 42 years age, male gender (71.1%), Javanese (84.6%), education level high school graduate (62, 1%), job self-employed (46.0%), married (51.6%), derived from the working area of public health center (72.2%), the highest risk factors IDU (61,9%), where referrals to Lubuk Pakam Hospital (54.6%), the highest oputunistik Tuberculosis infection (65.4%).

The proportion of patients with sexual risk factors were significantly higher in women than men (68,6% vs 31,4%; X2=42,042; p=0,000). The proportion of patients with sexual risk factors were significantly higher in patients with work than not work status.

Tanjung Morawa Public Health Center expected to increase the socialization of using condom consistently at every risky sexual behavior; Conduct HIV testing program to risky pregnant women; stressed to injecting drug users to stop; and complete recording of data such as opurtunistic symptoms of infection, the number of client visits and the kind of self-employed in job variable.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Purnama Sidebang

Tempat/Tanggal Lahir : Silalahi/18 Agustus 1988

Agama : Kristen Protestan

Status perkawinan : Belum Menikah

Anak ke : Tujuh dari tujuh bersaudara

Nama Ayah : J. Sidebang

Nama Ibu : M. Sinaga

Alamat rumah : Jalan Pabrik Kimia Gg. Solo No.1 Sekip Kec. Medan Petisah - Medan - 20118

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1994-2000 : SD Negeri No. 034796 Silalahi 2. 2000-2003 : SLTP Negeri 3 Sumbul

3. 2003-2006 : SMA Raksana Medan

4. 2006-2010 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerahNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Karakteristik Penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006 - Mei 2010”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH. selaku ketua Departemen Epidemiologi, Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Kesehatan Masyarakat dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan pengarahan, masukan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan pengarahan, masukan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Prof. dr. Nerseri Barus, MPH. selaku Dosen Pembanding I yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.


(8)

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis untuk mengadakan penelitian di Puskesmas Tanjung Morawa.

8. Kepala Puskesmas beserta seluruh pegawai khususnya Pegawai Klinik VCT Puskesmas Tanjung Morawa yang telah menerima penulis untuk penelitian dan telah memberikan waktu, tenaga, pikiran yang selalu terbuka bagi penulis sehingga memudahkan penulis pada saat melakukan penelitian.

9. Kedua orangtua ku tersayang Ayahanda J. Sidebang dan Ibunda M. Sinaga yang telah membesarkan dengan penuh pengorbanan, serta tak henti-hentinya selalu memberikan doa, semangat, nasehat, dukungan moril dan materi bagi penulis dalam meyelesaikan seluruh jenjang pendidikan. Demikian juga buat saudara-saudariku (B’Charles & kel., B’Edian & kel, K’Erna, K’Intan, K’Tika, B’Elvin dan keponakan-keponakan ku tersayang) terima kasih buat kasih sayang, doa dan dukungan yang senantiasa kalian berikan.

10. Sahabat dan saudaraku “Grace” (k’Donna, Andy, Boy, Franky), adik-adik ku “Charis Of Christ” (Ani, Eka, Febry, Stiph) dan “Hananiah” (Agung, Andi, Andre, Berman, Dunter, Reza) terima kasih buat kasih sayang, dukungan dan setiap doa-doa yang telah kalian berikan.

11. Teman-teman di POMK FKM, teman-teman di FKM-USU, khususnya Departemen Epidemiologi terima kasih atas doa, semangat, dan kebersamaan kita selama ini.

Akhirnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materi, penulis ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi

penyempurnaannya kemudian hari. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, September 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Abstrak ...ii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel... x

Daftar Gambar ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Definisi HIV/AIDS ... 8

2.1.1. Definisi HIV ... 8

2.1.2. Definisi AIDS ... 10

2.2. Etiologi dan Patogenesis ... 10

2.3. Epidemiologi HIV/AIDS ... 13

2.3.1. Distribusi dan Frekuensi HIV/AIDS ... 13

2.3.2. Determinan HIV/AIDS ... 17

2.4. Transmisi HIV/AIDS ... 20

2.4.1. Transmisi Seksual ... 20

2.4.2. Transmisi Non Seksual ... 21

2.5. Diagnosis ... 22

2.5.1. Tes Diagnostik ... 22

2.5.2. Diagnostik HIV pada Orang Dewasa ... 23

2.5.3. Diagnostik HIV pada Bayi ... 26

2.5.4. Diagnostik HIV pada Anak ... 27

2.6. Metode Pengambilan Darah Tes HIV ... 29

2.6.1. Unlinked Anonymous ... 29


(10)

2.8. VCT (Voluntary Counseling and Testing) ... 34

2.8.1. Definisi VCT ... 34

2.8.2. Tujuan VCT ... 34

2.8.3. Tahap VCT... 35

2.8.4. Prinsip Pelayanan VCT ... 37

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 39

3.1. Model Kerangka Konsep ... 39

3.2. Definisi Operasional ... 39

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 43

4.1. Jenis Penelitian ... 43

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 43

4.2.2. Waktu Penelitian ... 43

4.3. Populasi dan Sampel ... 43

4.3.1. Populasi Penelitian ... 43

4.3.2. Sampel Penelitian ... 44

4.4. Metode Pengunpulan Data ... 44

4.5. Teknik Analisis Data ... 44

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 45

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 45

5.1.1. Puskesmas Tanjung Morawa... 45

5.1.2. Klinik VCT Puskesmas Tanjung Morawa ... 46

5.2. Deskriptif ... 48

5.2.1. Distribusi Proporsi Berdasarkan Sosiodemografi ... 48

5.2.2. Distribusi Proporsi Berdasarkan Faktor Risiko ... 51

5.2.3. Distribusi Proporsi Berdasarkan Tempat Dirujuk ... 51

5.2.4. Distribusi Proporsi Berdasarkan Infeksi Opurtunistik ... 52

5.3. Analisa Statistik ... 52

5.3.1. Status Perkawinan Berdasakan Jenis Kelamin... 52

5.3.2. Umur Berdasarkan Faktor Risiko ... 53

5.3.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Faktor Risiko ... 54

5.3.4. Status Perkawinan Berdasarkan Faktor Risiko ... 54

5.3.5. Pekerjaan Berdasarkan Faktor Risiko... 55

5.3.6. Umur Berdasarkan Infeksi Opurtunistik ... 56

5.3.7. Jenis Kelamin Berdasarkan Infeksi Opurtunistik ... 57

BAB 6 PEMBAHASAN ... 58

6.1. Deskriptif ... 58

6.1.1. Distribusi Proporsi Berdasarkan Sosiodemografi ... 58


(11)

6.1.3. Distribusi Proporsi Berdasarkan Tempat Dirujuk ... 69

6.1.4. Distribusi Proporsi Berdasarkan Infeksi Opurtunistik ... 71

6.2. Analisa Statistik ... 73

6.2.1. Status Perkawinan Berdasakan Jenis Kelamin... 73

6.2.2. Umur Berdasarkan Faktor Risiko ... 74

6.2.3. Jenis Kelamin Berdasarkan Faktor Risiko ... 75

6.2.4. Status Perkawinan Berdasarkan Faktor Risiko ... 77

6.2.5. Pekerjaan Berdasarkan Faktor Risiko... 78

6.2.6. Umur Berdasarkan Infeksi Opurtunistik ... 80

6.2.7. Jenis Kelamin Berdasarkan Infeksi Opurtunistik ... 82

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

7.1. Kesimpulan ... 84

7.2. Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1. Master Data

Lampiran 2. Hasil Pengolahan Data

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 5.1. Jumlah Tenaga Kesehatan di puskesmas Tanjung Morawa ... 46 Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Umur dan

Jenis Kelamin di puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006-Mei

2010 ... 48 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Suku,

Tingkat Pendidikan, Pekerjaan, Status Perkawinan, dan Daerah Tempat Tinggal di puskesmas Tanjung Morawa Agustus

2006-Mei 2010 ... 49 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Faktor

Risiko di puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006-Mei 2010 ... 51 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Tempat

Rujukan di puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006-Mei 2010 ... 51 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Infeksi

Opurtunistik di puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006-Mei

2010 ... 52 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Status Perkawinan Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Jenis Kelamin di puskesmas Tanjung Morawa

Agustus 2006-Mei 2010... 52 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Umur Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Faktor Risiko di puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006-Mei

2010 ... 53 Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Faktor Risiko di puskesmas Tanjung Morawa

Agustus 2006-Mei 2010... 54 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Status perkawinan Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Faktor Risiko di puskesmas Tanjung Morawa

Agustus 2006-Mei 2010... 55 Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Pekerjaan Penderita HIV/AIDS Berdasarkan

Faktor Risiko di puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006-Mei


(13)

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Umur Penderita HIV/AIDS Berdasarkan Infeksi Opurtunistik di puskesmas Tanjung Morawa Agustus

2006-Mei 2010 ... 56 Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Infeksi Opurtunistik di puskesmas Tanjung Morawa


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Anatomi Virus AIDS ... 9 Gambar 2.2. Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4+ ... 12 Gambar 6.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Puskesmas Tanjung

Morawa Agustus 2006-Mei 2010 ... 58 Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Suku di Puskesmas Tanjung Morawa Agustus

2006-Mei 2010... 60 Gambar 6.3. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Pendidikan di Puskesmas Tanjung Morawa

Agustus 2006-Mei 2010 ... 61 Gambar 6.4. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Tanjung Morawa

Agustus 2006-Mei 2010 ... 63 Gambar 6.5. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Status Perkawinan di Puskesmas Tanjung Morawa

Agustus 2006-Mei 2010 ... 64 Gambar 6.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Daerah Asal di Puskesmas Tanjung Morawa

Agustus 2006-Mei 2010 ... 66 Gambar 6.7. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Faktor Risiko di Puskesmas Tanjung Morawa

Agustus 2006-Mei 2010 ... 68 Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Tempat dirujuk di Puskesmas Tanjung Morawa

Agustus 2006-Mei 2010 ... 70 Gambar 6.9. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita HIV/AIDS

Berdasarkan Infeksi opurtunistik di Puskesmas Tanjung


(15)

Gambar 6.10. Diagram Bar Proporsi Status Perkawinan Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung

Morawa Agustus 2006-Mei 2010 ... 73 Gambar 6.11. Diagram Bar Proporsi Umur Berdasarkan Faktor Risiko Pada

Penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung Morawa Agustus

2006-Mei 2010... 74 Gambar 6.12. Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Faktor

Risiko Pada Penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung

Morawa Agustus 2006-Mei 2010 ... 76 Gambar 6.13. Diagram Bar Proporsi Status Perkawinan Berdasarkan Faktor

Risiko Pada Penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung

Morawa Agustus 2006-Mei 2010 ... 78 Gambar 6.14. Diagram Bar Proporsi Pekerjaan Berdasarkan Faktor Risiko

Pada Penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung Morawa

Agustus 2006-Mei 2010 ... 79 Gambar 6.15. Diagram Bar Proporsi Umur Berdasarkan Infeksi Opurtunistik

Pada Penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung Morawa

Agustus 2006-Mei 2010 ... 81 Gambar 6.16. Diagram Bar Proporsi Jenis Kelamin Berdasarkan Infeksi

Opurtunistik Pada Penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung


(16)

ABSTRAK

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Depkes RI mencatat kumulatif kasus AIDS sejak tahun 1987-2009 terdapat 19.973 kasus dengan total kematian 3.863 orang (CFR 19,34%).

Untuk mengetahui karakteristik penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006-Mei 2010 dilakukan penelitian deskriptif, desain case series. Populasi dan sampel berjumlah 97 data penderita HIV/AIDS.

Dari data yang tercatat, diperoleh hasil proporsi tertinggi umur 26-30 tahun (39,2%) dengan umur termuda 1 tahun dan tertua 42 tahun, jenis kelamin laki-laki (71,1%), Suku Jawa (84,6%), tingkat pendidikan tamat SLTA (62,1%), pekerjaan wiraswasta (46,0%), kawin (51,6%), berasal dari wilayah kerja puskesmas (72,2%), faktor risiko tertinggi IDU (61,9%), tempat rujukan ke RSUD Lubuk Pakam (54,6%), infeksi oputunistik tertinggi Tuberkulosis (65,4%).

Proporsi penderita dengan faktor risiko seksual secara bermakna lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki (68,6% vs 31,4%; X2=42,042; p=0,000). Proporsi penderita HIV/AIDS dengan faktor risiko seksual secara bermakna lebih tinggi pada penderita dengan status bekerja dibanding tidak bekerja (65,7% vs 34,3%; X2=8,098; p=0,004).

Pihak Puskesmas Tanjung Morawa diharapkan agar meningkatkan sosialisasi tentang penggunaan kondom konsisten pada setiap perilaku hubungan seksual berisiko; mengadakan program pemeriksaan HIV pada ibu hamil yang berisiko; menekankan kepada pengguna napza suntik untuk berhenti; serta melengkapi pencatatan data seperti gejala infeksi opurtunistik, jumlah kunjungan klien dan jenis wiraswasta apa yang dimaksud pada variabel pekerjaan.

Kata Kunci: HIV/AIDS, Karakteristik Penderita


(17)

ABSTRACT

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) can be interpreted as a collection of symptoms or disease caused by a decline in immunity due to infection with HIV (Human Immunodeficiency Virus) a virus that attacks the vital organs of the human immune system. Ministry of Health of the Republic of Indonesia recorded a cumulative cases of AIDS since the year 1987-2009 there were 19,973 cases with a total of death 3863 persons (CFR 19.34%).

For known the characteristics of people living with HIV / AIDS in Tanjung Morawa Public Health Center in August 2006-May 2010 conducted a descriptive study, case series design. Sample size is equal to the population data totaling 97 persons with HIV / AIDS.

From the recorded data, obtained results the highest proportion aged 26-30 years (39.2%) with being the youngest age at 1 year and the eldest age at 42 years age, male gender (71.1%), Javanese (84.6%), education level high school graduate (62, 1%), job self-employed (46.0%), married (51.6%), derived from the working area of public health center (72.2%), the highest risk factors IDU (61,9%), where referrals to Lubuk Pakam Hospital (54.6%), the highest oputunistik Tuberculosis infection (65.4%).

The proportion of patients with sexual risk factors were significantly higher in women than men (68,6% vs 31,4%; X2=42,042; p=0,000). The proportion of patients with sexual risk factors were significantly higher in patients with work than not work status.

Tanjung Morawa Public Health Center expected to increase the socialization of using condom consistently at every risky sexual behavior; Conduct HIV testing program to risky pregnant women; stressed to injecting drug users to stop; and complete recording of data such as opurtunistic symptoms of infection, the number of client visits and the kind of self-employed in job variable.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen Kesehatan RI telah menyusun prioritas sasaran penanggulangan penyakit menular pada Rencana Program Jangka Menengah (RPJM) tahun 2005-2009. Penyakit yang menjadi prioritas tersebut diantaranya adalah penyakit menular tertentu yang menjadi isu global seperti Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), Malaria, Kusta, Acquired Immuno Deficiency

Syndrome (AIDS) dan Filariasis.1

AIDS merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang memerlukan penanganan serius. Penyebab penyakit ini adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus penurun kekebalan tubuh pada manusia yang menyebabkan tubuh mencapai masa AIDS. AIDS merupakan penyakit yang telah meluas hingga menjadi masalah internasional. Pertambahan kasus dan penyebaran yang cepat serta belum ditemukannya obat dan vaksin yang efektif terhadap AIDS telah menimbulkan keresahan dan keprihatinan di seluruh dunia akan perkembangan penyakit ini.2 Pada tahun 2001, HIV/AIDS menjadi pembunuh ke-4 di seluruh dunia setelah penyakit saluran pernafasan, gangguan saluran cerna, dan tuberkulosis (TBC).3

Sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di Amerika Serikat, epidemi HIV/AIDS telah berkembang pesat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Berdasarkan data dari Joint United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS) tahun 2005, 40,3


(19)

juta orang menderita HIV/AIDS di dunia dengan 2,3 juta orang diantaranya adalah anak-anak <15 tahun. Total kematian sebanyak 3,1 juta orang (CFR 7,69%) dengan 2,6 juta orang (83,87%) diantaranya adalah orang dewasa.4

Berdasarkan data UNAIDS (2008), terdapat 33,4 juta penderita HIV di dunia dengan prevalensi pada anak-anak <15 tahun sebanyak 2,1 juta orang. Jumlah kasus baru 2,7 juta orang dengan proporsi pada anak-anak <15 tahun 14,81% (430.000 orang), proporsi pada orang dewasa 85,19% (2,3 juta orang). Total kematian akibat AIDS sebanyak 2 juta orang (CFR 5,99%), 1,7 juta orang (85%) diantaranya adalah orang dewasa.5

Menurut data UNAIDS (2008), di Sub Sahara Afrika 22,4 juta orang menderita HIV/AIDS dengan kasus baru 1,9 juta orang, Prevalens Rate (PR) pada penderita dewasa 5,2% dan jumlah kematian akibat AIDS 1,4 juta (CFR 6,25%). Di Amerika Utara, Eropa Tengah dan Eropa Barat terdapat 2,3 juta penderita HIV/AIDS dengan kasus baru 75.000 orang dan jumlah kematian 38.000 orang.5

Menurut laporan tahunan terbaru badan PBB, UNAIDS (AIDS epidemic

update 2009), jumlah kasus infeksi baru HIV/AIDS di dunia dalam delapan tahun

terakhir mengalami penurunan hingga 17%, Sub Sahara Afrika 15%, Asia Timur 25% dan Asia Tenggara 10%.6 Hal ini menyatakan bahwa program-program pencegahan HIV yang gencar digalakkan oleh World Health Organization (WHO)


(20)

Asia merupakan wilayah dengan penduduk terinfeksi HIV terbesar kedua di dunia setelah Sub-Sahara Afrika. Berdasarkan data UNAIDS (2008), di Asia terdapat 4,7 juta orang terinfeksi HIV, dengan CFR 7,02%. Jumlah kasus baru 350.000 orang (7,44%) dengan 21.000 orang (6%) diantaranya adalah anak-anak. 5

Berdasarkan data SEARO (South East Asia Regional Office) tahun 2009, India, Indonesia, Myanmar, Nepal dan Thailand merupakan negara dengan penyebaran HIV/AIDS terbesar. Diperkirakan 2,3 juta penduduk di India menderita HIV/AIDS dengan prevalensi pada orang dewasa 0,34%. Di Myanmar diperkirakan 242.000 orang telah menderita HIV/AIDS dengan prevalensi pada orang dewasa 0,67%, 70.000 orang penduduk Nepal diperkirakan telah menderita HIV/AIDS dengan prevalensi pada orang dewasa sebesar 0,5%. Di Thailand, diperkirakan 547.000 orang telah menderita HIV/AIDS dengan prevalensi pada orang dewasa sebesar 1,4%.8

Di Indonesia berdasarkan data SEARO (2009), diperkirakan 270.000 orang menderita HIV/AIDS dengan prevalensi pada orang dewasa sebesar 0,17% dan 28% dari antaranya adalah perempuan. 40% penularan HIV/AIDS adalah melalui IDU, Wanita Pekerja Seks (WPS) 22%, pelanggan WPS 16%, Lelaki Seks Lelaki (LSL) 4%, wanita dengan pasangan berisiko tinggi 17%, dan lain-lain 1%. Secara keseluruhan, estimasi jumlah penderita HIV/AIDS di kawasan SEARO tahun 2009 mengalami penurunan namun epidemik HIV/AIDS di Indonesia mengalami peningkatan dengan cepat. Indonesia merupakan negara dengan peningkatan kasus HIV/AIDS tercepat di Asia.8


(21)

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2008), terdapat 6.015 kasus HIV+ dan 4.969 kasus baru AIDS sehingga jumlah kumulatif kasus AIDS sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 meningkat menjadi 16.110 kasus, dengan jumlah kematian 3.362 orang (CFR 20,86%). Sebesar 74,9% penderita AIDS adalah laki-laki, 24,6% perempuan dan 0,5% tidak tercatat jenis kelaminnya. 50,82% berada pada usia produktif yaitu kelompok umur 20-29 tahun.9

Menurut data Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP & PL) Departemen Kesehatan RI tahun 2009, jumlah kumulatif kasus AIDS sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 meningkat menjadi 19.973 kasus dengan total kematian 3.863 orang (CFR 19,34%). Di Indonesia jumlah kasus AIDS terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat yaitu 3.598 kasus dengan CFR 17,62%. Rate kumulatif (Case Rate) kasus AIDS nasional pada tahun 2009 adalah 8,66/100.000 penduduk, dengan Case Rate tertinggi dilaporkan dari Provinsi Papua 133,07/100.000 penduduk, Case Rate terendah dilaporkan dari Provinsi Gorontalo 0,33/100.000 penduduk, sementara Provinsi Sumatera Utara berada pada urutan kesembilan dengan Case Rate 3,71/100.000 penduduk.10

Berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Utara (2007), terdapat 143 kasus HIV/AIDS dan 91 kasus diantaranya terdapat di Kabupaten Deli Serdang (63,63%), 18 kasus di Kota P.Siantar (12,59%), 11 kasus di Kabupaten Toba Samosir (7,69%),


(22)

(1,4%), masing-masing 1 kasus di Kabupaten Karo, Kota Binjai dan Kota Tebing Tinggi (0,7%).11

Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2009), jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sejak tahun 1992 sampai dengan April 2009 mencapai 1.680 kasus, terdiri dari 808 kasus HIV+ (48,1%) dan 872 kasus AIDS (51,9%), CFR 7,38%. Penderita terbanyak terdapat di Kota Medan yaitu 1.181 kasus, 600 HIV+ (50,80%) dan 581 kasus AIDS (49,20%). Kabupaten Deli Serdang memiliki jumlah kumulatif penderita HIV/AIDS terbanyak kedua yaitu 142 kasus, 76 HIV+ (53,52%) dan 66 kasus AIDS (46,48%).12

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurviana di Klinik VCT Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan tahun 2005 sampai dengan Oktober 2007, dilaporkan bahwa jumlah kasus HIV/AIDS sebanyak 152 orang (127 kasus HIV+ dan 25 kasus AIDS).13 Penelitian Anastasya di Klinik VCT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006-2007, melaporkan bahwa jumlah kasus HIV/AIDS sebanyak 522 kasus HIV/AIDS (429 kasus HIV+ dan 93 kasus AIDS). 14

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Klinik Voluntary and Counseling Testing (VCT) Puskesmas Tanjung Morawa, diperoleh jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun 2006-Mei 2010 yaitu 97 kasus (69 kasus HIV+ dan 28 kasus AIDS), 1 kasus tahun 2006, 24 kasus tahun 2007, 27 kasus tahun 2008, 34 kasus tahun 2009, dan 11 kasus hingga Mei 2010. Jumlah kasus ini diperoleh dari data pengunjung Klinik VCT dan melakukan test HIV melalui pemeriksaan laboratorium


(23)

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006 - Mei 2010.

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006 - Mei 2010.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita HIV/AIDS di Puskesmas Tanjung Morawa Agustus 2006 - Mei 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan daerah tempat tinggal)

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan faktor resiko penularan


(24)

d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita HIV/AIDS berdasarkan infeksi opurtunistik

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi status perkawinan penderita HIV/AIDS berdasarkan jenis kelamin

f. Untuk mengetahui distribusi proporsi umur penderita HIV/AIDS berdasarkan faktor risiko penularan

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin penderita HIV/AIDS berdasarkan faktor risiko penularan

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi status perkawinan penderita HIV/AIDS berdasarkan faktor risiko penularan

i. Untuk mengetahui distribusi proporsi pekerjaan penderita HIV/AIDS berdasarkan faktor risiko penularan

j. Untuk mengetahui distribusi proporsi umur penderita HIV/AIDS berdasarkan infeksi opurtunistik

k. Untuk mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin penderita HIV/AIDS berdasarkan infeksi opurtunistik

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan masukan bagi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Puskesmas Tanjung Morawa terkait dalam penentuan kebijakan dan pelayanan kesehatan tentang karakteristik penderita HIV/AIDS di klinik VCT Puskesmas Tanjung Morawa


(25)

1.4.2. Sebagai bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut serta menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis khususnya tentang HIV/AIDS.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi HIV/AIDS

2.1.1 Definisi HIV

HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. Virus ini menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia, seperti sel T4 CD4+ makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T4 CD4+ secara langsung dan tidak langsung, sel T4 CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik.15

Sejak dilaporkan adanya kasus AIDS yang pertama oleh Gottlieb dkk. di Los Angeles pada tangal 5 Juni 1981, pada bulan Januari 1983 Luc Montagnier dkk. menemukan virus penyebab penyakit AIDS ini dan disebut dengan LAV

(Lymphadenopathy Virus). Hasil penelitian Gallo, Maret 1984 di Amerika

menyatakan penyebab penyakit ini adalah Human T Lymphotropic Virus Type III, disingkat dengan HTLV III dan tahun 1984 berdasarkan hasil penemuannya, J.Levy menamakan AIDS Related Virus (ARV) sebagai penyebab penyakit ini. Pada bulan Mei 1986 Komisi Taksonomi Internasional menetapkan nama virus penyebab AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus, disingkat dengan HIV.3

HIV adalah virus RNA yang termasuk dalam famili Retroviridae subfamili

Lentivirinae. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA

pejamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang panjang.16 Satu kali terinfeksi oleh retrovirus, maka infeksi ini akan bersifat permanen, seumur hidup.3


(27)

HIV merupakan retrovirus yang terdiri dari sampul dan inti. Virus HIV terdiri dari 2 sub-tipe, yaitu HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 bermutasi lebih cepat karena replikasi nya lebih cepat.17 Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar. Pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen fungsional dan struktural yaitu gag (group antigen), pol (polymerase), dan env (envelope).16


(28)

2.1.2 Definisi AIDS

AIDS merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrome. Syndrome berarti kumpulan gejala-gejala dan tanda-tanda penyakit. Deficiency berarti kekurangan, Immune berarti kekebalan, dan Aquired berarti diperoleh atau didapat, dalam hal ini “diperoleh” mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan penyakit keturunan. Seseorang menderita AIDS bukan karena ia keturunan dari penderita AIDS, tetapi karena ia terjangkit atau terinfeksi virus penyebab AIDS. Oleh karena itu, AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya atau menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang.19

AIDS merupakan suatu sindroma yang amat serius, dan ditandai oleh adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh penderitanya.20 Dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. 21

2.2. Etiologi dan Patogenesis

Virus HIV termasuk kedalam famili Retrovirus sub famili Lentivirinae. Virus famili ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya kedalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan.3


(29)

Virus HIV akan menyerang Limfosit T yang mempunyai marker permukaan seperti sel CD4+, yaitu sel yang membantu mengaktivasi sel B, killer cell, dan makrofag saat terdapat antigen target khusus. Sel CD4+adalah reseptor pada limfosit T yang menjadi target utama HIV.22 HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan menghambat fungsi sel T. secara tidak langsung, lapisan luar protein HIV yang disebut sampul gp120 dan anti p24 berinteraksi dengan CD4+ yang kemudian akan menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan antigen.16

Setelah HIV mengifeksi seseorang,kemudian terjadi sindrom retroviral akut semacam flu disertai viremia hebat dan akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi.22 Pada masa ini, tidak ada dijumpai tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat serta test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini, tahap ini disebut juga periode jendela (window periode).23 Kemudian dimulailah infeksi HIV asimptomatik yaitu masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan CD4+ secara bertahap. Mula-mula penurunan jumlah CD4+sekitar 30-60 sel/tahun, tetapi pada 2 tahun berikutnya penurunan menjadi cepat, 50-100 sel/tahun, sehingga tanpa pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV menjadi AIDS adalah 8-10 tahun, dimana jumlah CD4+akan mencapai <200 sel/µL.22


(30)

Gambar 2.2. Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4+15 Keterangan gambar:

jumlah limfosit T CD4+ (sel/mm³)

jumlah RNA HIV per mL plasma

Dalam tubuh ODHA (Orang Dengan HIV AIDS), partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi penderita AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. 21

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala akibat infeksi opurtunistik seperti penurunan berat badan, demam lama, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur,


(31)

herpes, dll. Virus HIV ini yang telah berhasil masuk kedalam tubuh seseorang, juga akan menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel mikroglia di otak, sel-sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar limfa, sel-sel epitel pada usus, dan sel Langerhans di kulit. Efek dari infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encefalopati dan pada sel epitel usus adalah diare kronis.16

2.3. Epidemiologi HIV/AIDS

2.3.1. Distribusi dan Frekuensi HIV/AIDS a. Berdasarkan Orang

Menurut Chin (2000), tidak diketahui adanya kekebalan orang terhadap infeksi HIV/AIDS, tetapi kerentanan setiap orang terhadap HIV/AIDS diasumsikan bersifat umum, tidak dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin dan kehamilan, sehingga setiap orang mungkin untuk terserang HIV/AIDS.24

Penelitian Hall, dkk tahun 2005 dalam Journal Acquired Immune Deficiency

Sindrome (2009) di 33 negara bagian Amerika Serikat, diperoleh bahwa Ras Kulit

hitam 9 kali berisiko menderita AIDS dibanding Ras Kulit putih dengan Resiko

Relative (RR) 9,16 dan Ras Hispanik mempunyai risiko 3 kali lebih tinggi daripada

Ras Kulit Putih (RR 3,05). Risiko menderita AIDS 2 kali lebih tinggi pada orang Indian Amerika/penduduk asli Alaska dari pada orang Asia/Kepulauan Pasifik (RR


(32)

Berdasarkan data UNAIDS (2008), 67% infeksi HIV di dunia terdapat di Sub-Sahara Afrika. Dari 2,7 juta kasus baru pada tahun 2008, 68% terdapat pada orang dewasa. Sebesar 6,4% prevalensi HIV terdapat pada perempuan.5

Berdasarkan data dari Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), terdapat 19.973 jumlah kumulatif kasus AIDS dengan 49,07% terdapat pada kelompok umur 20-29 tahun, 30,14% pada kelompok umur 30-39 tahun, 8,82% pada kelompok umur 40-49 tahun, 3,05% pada kelompok umur 15-19 tahun, 2,49% pada kelompok umur 50-59 tahun, 0,51% pada kelompok umur > 60 tahun, 2,65% pada kelompok umur < 15 tahun dan 3,27% tidak diketahui. Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1.10

Menurut laporan Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), 40,2% penderita AIDS terdapat pada kelompok Pengguna Napza Suntik atau IDU. Kumulatif kasus AIDS pada Pengguna Napza Suntik di Indonesia hingga tahun 2009 adalah 7.966 kasus, 7.312 kasus adalah laki-laki (91,8%), 605 kasus perempuan (7,6%) dan 49 kasus tidak diketahui jenis kelaminnya (0,6%). 64,1% terdapat pada kelompok umur 20-29 tahun, 27,1% pada kelompok umur 30-39 tahun, 3,5% pada kelompok umur 40-49 tahun, 1,5% pada kelompok umur 15-19 tahun, 0,6% pada kelompok umur 50-59 tahun, pada kelompok umur 5-14 tahun dan >60 tahun masing-masing 0,1% dan 2,8% tidak diketahui kelompok umurnya.10

Penelitian yang dilakukan oleh Hamdan di Kota Batam (2003), desain case

series, terdapat 164 penderita HIV/AIDS, 126 penderita (76,9%) berada pada


(33)

kelamin laki-laki, berpendidikan SLTP 33,5%, SLTA 32,3%, SD 19,5%, tidak sekolah 12,2% dan berpendidikan Akademi/PT 2,4%.26

Berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan AIDS (KPA) Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2009), sejak 1992 hingga April 2009 terdapat 1.680 jumlah kumulatif HIV/AIDS, 1.339 kasus pada pria (79,70%) dan 341 kasus pada perempuan (20,30%), 921 kasus pada kelompok umur 20-29 tahun (54,82%) dan 523 kasus pada kelompok umur 30-39 tahun (31,13%), 121 kasus pada kelompok umur 40-49 tahun (7,20%), 46 kasus pada kelompok umur 10-19 tahun (2,74%), 41 kasus pada kelompok umur >50 tahun (2,44%), 8 kasus pada kelompok umur 1-4 tahun (0,47%),

masing-masing 5 kasus pada kelompok umur 5-9 tahun dan <1 tahun (0,29%)12

b. Berdasarkan Tempat

Menurut data dari Joint United Nation Program on HIV/AIDS (UNAIDS) tahun 2008, di kawasan Sub-Sahara Afrika terdapat 22,4 penderita HIV/AIDS, dengan PR pada orang dewasa sebesar 5,2%. Di Asia Selatan dan Asia Tenggara terdapat 3,8 juta ODHA dengan PR pada orang dewasa sebesar 0,3%. Di Asia Timur terdapat 850.000 penderita HIV/AIDS dengan jumlah kematian 59.000 kasus.5

Menurut Chin (2000), dari sekitar 33,4 juta penderita HIV/AIDS di dunia tahun 1999, 22,5 juta diantaranya terdapat di negara-negara Sub-Sahara Afrika, dan 6,7 juta ada di Asia Selatan dan Asia Tenggara, 1,4 juta terdapat di Amerika Latin


(34)

dilakukan di enam kota di India, ditemukan bahwa prevalensi HIV/AIDS 40% lebih tinggi di perkotaan dibanding dengan daerah pedesaan. Pada tahun 2008, dari 96 kasus baru yang dilaporkan di Sri Lanka, 61% berasal dari Colombo yang merupakan ibukota Sri Lanka.8

Berdasarkan data dari Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), tercatat 19.973 kumulatif kasus AIDS terjadi di 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Provinsi dengan rate kumulatif kasus AIDS per 100.000 penduduk tertinggi adalah Papua (133,07), Bali (45,45), DKI Jakarta (31,67), Kepulauan Riau (22,23) Kalimantan Barat (16,91), Maluku (14,21), Bangka Belitung (11,36), Papua Barat dan Jawa Timur (8,93) dan Riau (8,36).10

Provinsi yang memiliki proporsi AIDS terbanyak hingga Desember 2009 adalah Jawa Barat (18,01%), Jawa Timur (16,16%), DKI Jakarta (14,16%), Papua (14,05%), dan Bali (8,09%). Pada kelompok pengguna napza suntik, proporsi AIDS terbanyak dilaporkan dari Provinsi Jawa Barat 32,99%, DKI Jakarta 25,13%, Jawa Timur 12,82%, Bali 3,27%, Sumatera Barat 2,81%.10

c. Berdasarkan Waktu

AIDS atau SIDA (Sindrom Imuno Defisiensi Akuisita) adalah suatu penyakit yang dengan cepat telah menyebar ke seluruh dunia (pandemik).27 Sejak ditemukan kasus AIDS pertama di Indonesia tahun 1987, perkembangan jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sampai dengan tahun 1990 perkembangan kasus AIDS masih lambat, namun sejak tahun 1991 jumlah kasus AIDS lebih dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Kasus


(35)

AIDS sejak awal tahun 2006 sampai 31 Desember 2006 mencapai 2.873 kasus mengalami peningkatan 235 kasus dari tahun sebelumnya.28

Menurut data dari Ditjen PPM & PL Depkes RI (2009), trend kecenderungan jumlah kasus AIDS senantiasa mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 terdapat 2.639 kasus baru, tahun 2006 meningkat menjadi 2.873 kasus baru, tahun 2007 meningkat menjadi 2.947 kasus baru, pada tahun 2008 meningkat menjadi 4.969 kasus baru, hingga tahun 2009 terdapat 3.863 kasus baru. Sampai 31 Desember 2009 secara kumulatif pengidap infeksi AIDS menjadi 19.973 kasus.10

2.3.2. Determinan HIV/AIDS a. Faktor Host

Infeksi HIV/AIDS saat ini telah mengenai semua golongan masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi adalah pengguna narkoba suntik (Injecting Drug Use),

kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas (hubungan seksual dengan banyak mitraseksual) misalnya WPS (wanita penjaja seks), dari satu WPS dapat menular ke pelanggan-pelanggannya selanjutnya pelanggan-pelanggan WPS tersebut dapat menularkan kepada istri atau pasangannya. Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesamanya atau lelaki seks lelaki (LSL). Narapidana dan anak-anak jalanan,


(36)

Berdasarkan data Ditjen PP & PL Depkes RI (2009), rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1. Proporsi penularan HIV/AIDS melalui hubungan heteroseksual sebesar 50,3%, IDU 40,2%, Lelaki Seks Lelaki (LSL) 3,3%, perinatal 2,6%, transfusi darah 0,1% dan tidak diketahui penularannya 3,5%.10 Risiko penularan dari suami pengidap HIV ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%.27

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS adalah usia pada saat infeksi. Orang yang terinfeksi HIV pada usia muda, biasanya lambat menderita AIDS, dibandingkan jika terinfeksi pada usia lebih tua.24

Dalam Adisasmito (2007), risiko transmisi transplasental yaitu transmisi dari ibu kepada bayi/janinnya saat hamil atau saat melahirkan adalah 50%, yaitu apabila seorang ibu pengidap HIV melahirkan anak, maka kemungkinan anak itu terlular HIV.25 Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya 1%.15

Petugas kesehatan yang terluka oleh jarum suntik atau benda tajam lainnya yang mengandung darah yang terinfeksi virus HIV, mereka dapat menderita HIV/AIDS, angka serokonversi mereka <0,5%.24

b. Faktor Agent

Virus HIV secara langsung maupun tidak langsung akan menyerang sel CD4+. Infeksi HIV akan menghancurkan sel-sel T, sehingga menggangu sel-sel


(37)

efektor imun yang lainnya, daya tahan tubuh menurun sehingga orang yang terinfeksi HIV akan jatuh kedalam stadium yang lebih lanjut.16

Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan thymus, yang membuat individu yang terinfeksi akan terkena infeksi opurtunistik. Jumlah virus HIV yang masuk sangat menentukan penularan, penurunan jumlah sel limfosit T berbanding terbalik dengan jumlah virus HIV yang ada dalam tubuh. 16

AIDS adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai Case

Fatality Rate 100% dalam lima tahun, artinya dalam waktu lima tahun setelah

diagnosis AIDS ditegakkan, semua penderita akan meninggal.27 Proporsi kasus AIDS yang dilaporkan telah meninggal di Indonesia hingga Desember 2009 adalah 19,3%.10 c. Faktor Environment

Menurut data UNAIDS (2009), dalam survei yang dilakukan di negara bagian Sub-Sahara Afrika antara tahun 2001 dan 2005, prevalensi HIV lebih tinggi di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan, dengan rasio prevalensi HIV di kota : pedesaan yaitu 1,7:1. Misalnya di Ethiopia, orang yang tinggal di areal perkotaan 8 kali lebih mudah terinfeksi HIV dari pada orang-orang yang tinggal di pedesaan.5

Penelitian Silverman, dkk (2006) desain Case records di Mumbai, pada 175 orang perempuan korban perdagangan seks di rumah pelacuran di India, 54,3%


(38)

lebih mungkin terinfeksi HIV daripada perempuan yang berasal dari Kota Bengal Barat dengan Odds Ratio (OR) 7,35. Hal ini dikarenakan Kota Karnataka dan Maharashtra merupakan daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi. Jadi perempuan korban perdagangan seks yang berasal dari daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi kemungkinan untuk telah terinfeksi HIV sebelumnya lebih besar.29

2.4. Transmisi HIV/AIDS

Transmisi HIV/AIDS terjadi melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS dapat diketahui, misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersial dan pelanggannya, serta narapidana.21

2.4.1. Transmisi Seksual

Transmisi HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.15


(39)

Cara hubungan seksual ano-genital merupakan perilaku seksual dengan risiko tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seorang pengidap HIV. Hal ini disebabkan karena tipisnya mukosa rektum sehingga mudah sekali mengalami perlukaan saat berhubungan seksual ano-genital. Risiko perlukaan ini semakin bertambah apabila terjadi perlukaan dengan tangan (fisting) pada anus/rektum. Tingkat risiko kedua adalah hubungan oro-genital termasuk menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV. Tingkat risiko ketiga adalah hubungan genito-genital/hetero seksual, biasanya terjadi pada hubungan suami istri yang salah seorang telah mengidap HIV.27

2.4.2. Transmisi Non Seksual

HIV dapat menular melalui transmisi parenteral yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti alat tindik yang terkontaminasi HIV. Penggunaan jarum suntik yang berganti-gantian menyebabkan tingginya kasus HIV/AIDS pada kelompok pengguna napza suntik (IDU). 27 Pada umumnya, ibukota dan kota-kota metropolitan mempunyai jumlah pengguna napza suntik yang besar.8 Di negara berkembang, cara ini juga terjadi melalui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan.27 Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik yang mengandung darah yang terkontaminasi merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV. 15


(40)

dipastikan orang tersebut akan menderita HIV sesudah transfusi itu.27 Di negara maju resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil, hal ini dikarenakan pemilihan donor yang semakin bertambah baik dan pengamatan HIV telah dilakukan. Namun demikian, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman. Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan.15

HIV tidak menular melalui peralatan makanan, pakaian, handuk, sapu tangan, toilet yang dipakai secara bersama-sama, ciuman pipi, berjabat tangan, hidup serumah dengan penderita HIV yang bukan mitra seksual dan hubungan sosial lainnya. Air susu ibu pengidap HIV, saliva/air liur, air mata, urin serta gigitan nyamuk belum terbukti dapat menularkan HIV/AIDS.16

2.5. Diagnosis

Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization (WHO) tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem WHO untuk infeksi HIV digunakan dengan memakai data klinis dan laboratorium, sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.15


(41)

a. ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay)

Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV adalah ELISA

(enzyme-linked immunoabsorbent assay). Untuk mengidentifikasi antibodi terhadap

HIV, tes ELISA sangat sensitif, tapi tidak selalu spesifik, karena penyakit lain juga bisa menunjukkan hasil positif sehingga menyebabkan false positif, diantaranya penyakit autoimun ataupun karena infeksi.16 Sensivitas ELISA antara 98,1%-100% dan dapat mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dalam darah.30

b. Western Blot

Western Blot memiliki spesifisitas (kemampuan test untuk menemukan orang

yang tidak mengidap HIV) antara 99,6% - 100%. Namun pemeriksaannya cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.30 Tes Western Blot mungkin juga tidak bisa menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu, tes harus diulangi setelah dua minggu dengan sampel yang sama. Jika test Western

Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka test Western Blot harus diulangi lagi setelah 6

bulan.16

c. PCR (Polymerase chain reaction)


(42)

Ada dua sistem klasifikasi yang biasa digunakan untuk dewasa dan remaja dengan infeksi HIV yaitu menurut WHO dan CDC (Centre for Diseases Control and

Prevention)

a. Klasifikasi menurut CDC

CDC mengklasifikasikan HIV/AIDS pada remaja (>13 tahun dan dewasa) berdasarkan dua sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan tubuh yang dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh ditunjukkan oleh limfosit CD4+. Sistem ini terdiri dari tiga kategori yaitu :

a.1. Kategori Klinis A : CD4+ > 500 sel/ml

Meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimptomatik), Limfadenopati generalisata yang menetap, infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut.

a.2. Kategori Klinis B : CD4+ 200-499 sel/ml

Terdiri atas kondisi dengan gejala (simptomatik) pada remaja atau orang dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut yaitu keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan dengan perantara sel (cell mediated

immunity), atau kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan


(43)

Termasuk kedalam kategori ini yaitu Angiomatosis basilari, Kandidiasis orofaringeal, Kandidiasis vulvovaginal, Dysplasia leher rahim, Herpes zoster, Neuropati perifer, penyakit radang panggul.

a.3. Kategori Klinis C : CD4+ < 200 sel/ml

Meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS dan pada tahap ini orang yang terinfeksi HIV menunjukkan perkembangan infeksi dan keganasan yang mengancam kehidupannya, meliputi : Sarkoma Kaposi, Kandidiasis bronki/trakea/paru, Kandidiasis esophagus, Kanker leher rahim invasif,

Coccidiodomycosis, Herpes simpleks, Cryptosporidiosis, Retinitis virus sitomegalo,

Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV, Bronkitis/Esofagitis atau Pneumonia, Limfoma Burkitt, Limfoma imunoblastik dan Limfoma primer di otak, Pneumonia

Pneumocystis carinii.

b. Klasifikasi menurut WHO

Pada beberapa negara, pemeriksaan limfosit CD4+ tidak tersedia, dalam hal ini seseorang dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis, yaitu berdasarkan tanda dan gejala mayor dan minor. Dua gejala mayor ditambah dua gejala minor didefinisikan sebagai infeksi HIV simptomatik.

Gejala mayor terdiri dari : penurunan berat badan > 10%, demam yang panjang atau lebih dari 1 bulan, Diare kronis, Tuberkulosis. Gejala minor terdiri dari:


(44)

generalisata, Herpes zoster, infeksi Herpes simplex kronis, Pneumonia, Sarcoma Kaposi.

WHO mengklasifikasikan HIV/AIDS pada orang dewasa menjadi 4 stadium klinis, yaitu :

b.1. Stadium I

Bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan dijumpai adanya Limfadenopati generalisata.

b.2. Stadium II

Simptomatik, aktivitas normal, berat badan menurun <10%, terdapat kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti Dermatitis seroboik, Prorigo, Onikomikosis, Ulkus yang berulang dan Kheilitis angularis, Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir, adanya infeksi saluran nafas bagian atas seperti Sinusitis bakterialis.

b.3. Stadium III

Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur < 50%, berat badan menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, terdapat Kandidiasis orofaringeal, TB paru dalam 1 tahun terakhir, infeksi bakterial yang berat seperti Pneumonia dan Piomiositis.


(45)

Pada umumnya kondisi tubuh sangat lemah, aktivitas ditempat tidur >50%, terjadi HIV wasting syndrome, semakin bertambahnya infeksi opurtunistik seperti Pneumonia Pneumocystis carinii, Toksoplasmosis otak, Diare Kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan, Kriptosporidiosis ekstrapulmonal, Retinitis virus sitomegalo, Herpes simpleks mukomutan >1 bulan, Leukoensefalopati multifocal progresif, Mikosis diseminata seperti histopasmosis, Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus, dan paru, Tuberkulosis di luar paru, Limfoma, Sarkoma Kaposi, serta Ensefalopati HIV. 2.5.3. Diagnosis HIV pada Bayi16

Bayi yang tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii. Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, Kandidiasis oral, Diare kronis, atau Hepatosplenomegali. Tes paling spesifik untuk mengidentifikasi infeksi HIV pada bayi adalah PCR (Polymerase chain reaction), hal ini disebabkan karena antibodi ibu yang masih bisa dideteksi pada bayi sampai bayi berusia 18 bulan, maka tes ELISA dan Western Blot akan positif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV.

2.5.4. Diagnosis HIV pada Anak16


(46)

Terdapat dua klasifikasi yang biasa digunakan untuk mendiagnosis anak dengan HIV yaitu :

a. Klasifikasi menurut CDC a.1. Kategori N : gejala ringan

Anak yang tidak mempunyai tanda dan gejala sebagai akibat infeksi HIV atau hanya mempunyai satu keadaan yang terdapat pada kategori A.

a.2. Kategori A : gejala sedang

Anak dengan 2 atau lebih kriteria seperti Limfadenopati (>0,5cm), Hepatomegali, Splenomegali, Dermatitis, Parotitis, Infeksi pernafasan bagian atas menetap atau berulang, Sinusitis, atau Otitis media, namun tidak menunjukkan adanya kondisi yang tertera pada kategori B dan C :

a.3. Kategori B : gejala sedang

Anak dengan gejala selain daripada yang tertera pada kategori A atau C yang menunjukkan adanya infeksi HIV, misalnya Anemia (<8g/dl), Neutropenia (<1000/mm3), atau Trombositopenia (100.000/mm3) menetap >30 hari, Meningitis bakterial, Pneumonia atau sepsis, Kandidiasis orofaringeal yang menetap (>2 bulan) pada anak usia > 6 bulan, Diare kronis yang berulang, Hepatitis, Stomatitis virus

Herpes simplex berulang (>2 episode dalam 1 tahun), Bronkitis, Pneumonitis,

terserang Herpes zoster sampai 2 kali atau lebih, Leiomiosarkoma, Pneumonia interstitial limfoid atau lymphoid hyperplasia complex, Nefropati, demam lebih dari 1 bulan, Varisella berat.


(47)

Anak yang menunjukkan gejala seperti yang tertera pada definisi kasus HIV, kecuali Pneumonia interstitial limfoid (masuk kategori B). Dijumpai adanya infeksi bakteri berat, sering atau kambuh-kambuh, Kandidiasis esophagus atau paru (trakeal, bronkus, dan paru), Coccidiomicosis berat, Pneumonia akibat Pneumocystis carinii, Toksoplasmosis otak, Diare Kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan, Ensefalopati, Histoplasmosis berat, Sarcoma Kaposi, Limfoma terutama di otak, Tuberkulosis, Leukoensefalopati multifocal progresif, Tuberkulosis di luar paru, HIV wasting

syndrome yaitu penurunan BB > 10%, disertai diare dan demam >30 hari terus

menerus.

b. Klasifikasi WHO

WHO mengembangkan diagnosis HIV hanya berdasarkan penyakit klinis dengan mengelompokkan tanda dan gejala dalam kriteria mayor dan minor. Seorang anak yang mempunyai 2 gejala mayor dan 2 gejala minor bisa didiagnosis HIV meskipun tanpa pemeriksaan ELISA atau tes laboratorium lainnya. Berikut ini adalah tanda-tanda gejala mayor dan minor untuk mendiagnosis HIV berdasarkan klasifikasi WHO.

b.1. Gejala mayor


(48)

Limfadenopati, Kandidiasis oral, batuk menetap, Distress pernapasan/Pneumonia, infeksi berulang, serta infeksi kulit generalisata.

2.6. Metode Pengambilan Darah Tes HIV31

Terdapat beberapa metode yang biasa digunakan dalam pengambilan darah untuk tes HIV yaitu :

2.6.1. Unlinked Anonymous

Unlinked Anonymous adalah pemeriksaan anti HIV terhadap sampel darah

yang diambil untuk pemeriksaan-pemeriksaan lain, dan setelah menghilangkan semua identitas penderita. Hasil pemeriksaan ini tidak dapat dihubungkan kembali dengan si penderita.

2.6.2. Voluntary Anonymous

Metode ini dilakukan dengan pemberian sampel darah secara sukarela oleh seseorang setelah yang bersangkutan menandatangani surat persetujuan. Pada sampel ini hanya diberikan nomor kode. Hasil pemeriksaan dapat dilihat oleh yang bersangkutan dari pengumuman hasil tanpa seorang lainpun mengetahuinya, termasuk petugas surveilans.


(49)

Metode ini dilakukan dengan sukarela oleh seseorang untuk diperiksa darahnya tetapi hasilnya hanya diketahui oleh petugas kesehatan tertentu dan petugas ini harus merahasiakannya.

2.6.4. Mandatory

Metode ini dilakukan terhadap semua orang yang mempunyai maksud tertentu. Pemeriksaan ini dilandasi suatu dasar hukum sehingga tidak ada yang dapat menghindar dari pemeriksaan ini.

2.6.5. Compulsatory

Metode ini biasa dilakukan pada kelompok masyarakat yang kemerdekaannya dibatasi, misalnya seperti narapidana, pusat rehabilitasi narkotika, para resosialisasi PSK. Kelompok ini biasanya diwajibkan untuk mengikuti pemeriksaan anti HIV.

2.7. Pencegahan HIV/AIDS 2.7.1. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya agar orang sehat tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit.32 Pencegahan primer merupakan hal yang paling penting, terutama dalam merubah perilaku. Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : 28


(50)

memungkinkan pilihan kedua adalah Be Faithful, artinya tidak berganti-ganti pasangan. Jika kedua hal tersebut tidak memungkinkan juga, maka pilihan berikutnya adalah penggunaan kondom secara konsisten (Use Condom).

b. Berhenti menjadi pengguna NAPZA terutama narkotika suntikan, atau mengusahakan agar selalu menggunakan jarum suntik yang steril serta tidak mengunakannya secara bersama-sama.

c. Di sarana pelayanan kesehatan harus dipahami dan diterapkan kewaspadaan universal (universal precaution) untuk mengurangi risiko penularan HIV melalui darah. Kewaspadaan universal ini meliputi cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan, penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan, pengelolaan dan pembuangan alat tajam secara hati-hati, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan dekontaminasi, desinfeksi dan sterilisasi dengan benar.

d. Pencegahan penyebaran melalui darah dan donor darah dilakukan dengan skrining adanya antibodi HIV, demikian pula semua organ yang akan didonorkan, serta menghindari transfusi, suntikan, jahitan dan tindakan invasif lainnya yang kurang perlu.

e. WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah penularan vertikal dari ibu kepada anak yaitu dengan cara mencegah jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila sudah terinfeksi HIV/AIDS mengusahakan supaya tidak terjadi kehamilan, bila sudah hamil dilakukan pencegahan supaya tidak menular


(51)

dari ibu kepada bayinya dan bila sudah terinfeksi diberikan dukungan serta perawatan bagi ODHA dan keluarganya.16

2.7.2. Pencegahan Sekunder28

Infeksi HIV/AIDS menyebabkan menurunnya sistem imun secara progresif sehingga muncul berbagai infeksi opurtunistik yang akhirnya dapat berakhir pada kematian. Sementara itu, hingga saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin yang efektif. sehingga pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut :

a. Pengobatan suportif yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat simptomatik dan pemberian vitamin.

b. Pengobatan infeksi opurtunistik merupakan pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS.28 Jenis-jenis mikroba yang menimbulkan infeksi sekunder adalah protozoa (Pneumocystis carinii, Toxoplasma, dan Cryptotosporidium), jamur (Kandidiasis), virus (Herpes, cytomegalovirus/CMV, Papovirus) dan bakteri (Mycobacterium TBC, Mycobacterium ovium intra cellular, Streptococcus, dll). Penanganan terhadap infeksi opurtunistik ini disesuaikan dengan jenis mikroorganisme penyebabnya dan diberikan terus-menerus.27


(52)

menjadi jarang dan lebih mudah diatasi sehingga menekan morbiditas dan mortalitas dini, tetapi ARV belum dapat menyembuhkan pasien HIV/AIDS ataupun membunuh HIV.

2.7.3. Pencegahan Tersier16

Orang yang didiagnosis HIV biasanya banyak menerima diskriminasi saat membutuhkan pengobatan HIV ataupun bantuan dari fasilitas rehabilitasi obat, selain itu juga dapat mendatangkan trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. ODHA perlu diberikan dukungan berupa dukungan psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin. Misalnya :

a. Memperbolehkannya untuk membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan perasaannya

b. Membangkitkan harga dirinya dengan melihat keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalu yang indah

c. Menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya

d. Mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain

e. Selain itu perlu diberikan perawatan paliatif (bagi pasien yang tidak dapat disembuhkan atau sedang dalam tahap terminal) yang mencakup : pemberian kenyamanan (seperti relaksasi dan distraksi, menjaga pasien tetap bersih dan kering, memberi toleransi maksimal terhadap permintaan pasien atau keluarga), pengelolaan nyeri (bisa dilakukan dengan teknik relaksasi, pemijatan, distraksi, meditasi, maupun pengobatan antinyeri), persiapan menjelang kematian meliputi


(53)

penjelasan yang memadai tentang keadaan penderita, dan bantuan mempersiapkan pemakaman.

2.8. VCT (Voluntary Counseling and Testing) 2.8.1. Definisi VCT

Konseling HIV/AIDS adalah dialog antara seseorang (klien) dengan pelayan kesehatan (konselor) yang bersifat rahasia, sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau mengadaptasikan diri dengan stress dan sanggup membuat keputusan bertindak berkaitan dengan HIV/AIDS.16 Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS.33

VCT adalah proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV dan manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas isu HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti


(54)

a. Upaya pencegahan HIV/AIDS.

b. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi/pengetahuan klien tentang faktor-faktor risiko penyebab seseorang terinfeksi HIV.

c. Upaya pengembangan perubahan perilaku klien, sehingga secara dini mengarahkan klien menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi antiretroviral, serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat. 2.8.3. Tahap VCT

a. Sebelum Deteksi HIV (Pra Konseling)

Pra konseling disebut juga konseling pencegahan AIDS. Dua hal yang penting dalam konseling ini, yaitu aplikasi perilaku klien yang menyebabkan klien dapat berisiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS dan apakah klien mengetahui HIV/AIDS dengan benar. Tujuan konseling pra tes HIV ini adalah agar klien memahami benar kegunaan tes HIV/AIDS, klien dapat menilai risiko dan mengerti persoalan dirinya, klien dapat menurunkan rasa kecemasannya, klien dapat membuat rencana penyesuaian diri dalam kehidupannya, klien memilih dan memahami apakah ia akan melakukan tes darah HIV/AIDS atau tidak.16

b. Informed Consent – Testing HIV

Informed Consent (Persetujuan Tindakan Medis) adalah persetujuan yang

diberikan oleh orang dewasa yang secara kognisi dapat mengambil keputusan dengan sadar untuk melaksanakan prosedur (tes HIV dan tindakan medik lainnya) bagi dirinya atau atas spesimen yang berasal dari dirinya. Juga termasuk persetujuan memberikan informasi tentang dirinya untuk suatu keperluan penelitian. Semua klien


(55)

sebelum menjalani testing HIV harus memberikan persetujuan tertulisnya. Untuk klien yang tidak mampu mengambil keputusan bagi dirinya karena keterbatasan dalam memahami informasi maka tugas konselor untuk berlaku jujur dan obyektif dalam menyampaikan informasi sehingga klien memahami dengan benar dan dapat menyatakan persetujuannya.33

Tes HIV adalah tes darah yang dilakukan untuk memastikan apakah seseorang sudah positif terinfeksi HIV atau belum. Hal ini perlu dilakukan agar seseorang bisa mengetahui secara pasti status kesehatannya, terutama status kesehatan yang menyangkut risiko perilaku seksualnya selama ini.16

Prinsip Testing HIV adalah sukarela dan terjaga kerahasiaanya. Testing dimaksud untuk menegakkan diagnosis. Testing yang digunakan adalah testing serologis untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Spesimen adalah darah klien yang diambil secara intravena, plasma atau serumnya. Tujuan testing HIV ada 4 yaitu untuk membantu menegakkan diagnosis, pengamanan darah donor (skrining), untuk surveilans, dan untuk penelitian.33

c. Konseling Pasca Testing

Konseling pasca testing merupakan kegiatan konseling yang harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya positif maupun negatif, konseling pasca tes sangat penting untuk membantu klien yang hasilnya positif agar dapat mengetahui


(56)

konseling pasca tes bermanfaat untuk membantu tentang berbagai cara mencegah infeksi HIV di masa mendatang.16

2.8.4. Prinsip Pelayanan VCT33

Prinsip Pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela (VCT), terdiri dari:

a. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV.

Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukan testing terletak ditangan klien. Kecuali testing HIV pada darah donor di unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, IDU, rekrutmen pegawai/tenaga kerja Indonesia, dan asuransi kesehatan. b. Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas.

Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.


(57)

c. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif.

Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi perilaku berisiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif.

d. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT.

WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien.


(58)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Model Kerangka Konsep

KARAKTERISTIK PENDERITA HIV/AIDS 1. Sosiodemografi :

Umur

Jenis kelamin Suku bangsa Tingkat pendidikan Pekerjaan

Status perkawinan Daerah tempat tinggal 2. Faktor risiko penularan 3. Tempat dirujuk

4. Infeksi opurtunistik

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Penderita HIV/AIDS adalah orang yang datang berkunjung ke Puskesmas dan setelah melalui pemeriksaan laboratorium Rapid test dinyatakan menderita HIV/AIDS sesuai dengan yang tercatat di dalam laporan bulanan klinik VCT Puskesmas Tanjung Morawa.

3.2.2. Umur adalah usia penderita HIV/AIDS yang tercatat dalam laporan bulanan klinik VCT. Didistribusikan menurut rumus Strurgess dan untuk analisa statistik dikategorikan menjadi 9 :

1. < 15 tahun 2. 15-39 tahun 3. > 39 tahun


(59)

3.2.3. Jenis kelamin adalah ciri biologis tertentu yang dimiliki penderita HIV/AIDS yang membedakan satu penderita dengan penderita lain seperti yang tertera dalam laporan bulanan, dibedakan atas :

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.4. Suku bangsa adalah ras atau etnik penderita HIV/AIDS yang tercatat dalam laporan bulanan yang dibedakan atas :

1. Batak (Toba, Karo, Mandailing) 2. Jawa

3. Melayu 4. Minang 5. Nias 6. Tionghoa 7. Lain-lain

3.2.5. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah dicapai oleh penderita HIV/AIDS, dikategorikan atas :

1. Tidak/belum sekolah 2. Tamat SD

3. Tamat SLTP 4. Tamat SLTA 5. Akademi/Sarjana

3.2.6. Pekerjaan adalah kegiatan utama yang dilakukan penderita HIV/AIDS untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sesuai dengan yang tercatat dalam laporan bulanan, dikategorikan atas :


(1)

Crosstabs

Case Processing Summary

97

100.0%

0

.0%

97

100.0%

faktor risiko penularan

HIV/AIDS kategorik *

umur penderita

HIV/AIDS uji statistik

N

Percent

N

Percent

N

Percent

Valid

Missing

Total

Cases

faktor risiko penularan HIV/AIDS kategorik * umur penderita HIV/AIDS uji statistik Crosstabulation

0

31

4

35

1.1

32.5

1.4

35.0

.0%

88.6%

11.4%

100.0%

.0%

34.4%

100.0%

36.1%

.0%

32.0%

4.1%

36.1%

3

59

0

62

1.9

57.5

2.6

62.0

4.8%

95.2%

.0%

100.0%

100.0%

65.6%

.0%

63.9%

3.1%

60.8%

.0%

63.9%

3

90

4

97

3.0

90.0

4.0

97.0

3.1%

92.8%

4.1%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

3.1%

92.8%

4.1%

100.0%

Count

Expected Count

% within faktor risiko

penularan HIV/AIDS

kategorik

% within umur penderita

HIV/AIDS uji statistik

% of Total

Count

Expected Count

% within faktor risiko

penularan HIV/AIDS

kategorik

% within umur penderita

HIV/AIDS uji statistik

% of Total

Count

Expected Count

% within faktor risiko

penularan HIV/AIDS

kategorik

% within umur penderita

HIV/AIDS uji statistik

% of Total

Seksual

Non Seksual

faktor risiko penularan

HIV/AIDS kategorik

Total

<15 tahun

15-39 tahun

>39

umur penderita HIV/AIDS uji statistik

Total

Chi-Square Tests

8.884

a

2

.012

10.946

2

.004

8.131

1

.004

97

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asymp. Sig.

(2-sided)

4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The

minimum expected count is 1.08.


(2)

97 100.0% 0 .0% 97 100.0% faktor risiko penularan

HIV/AIDS kategorik * jenis kelamin

penderita HIV/AIDS

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

faktor risiko penularan HIV/AIDS kategorik * jenis kelamin penderita HIV/AIDS Crosstabulation

11 24 35

24.9 10.1 35.0

31.4% 68.6% 100.0%

15.9% 85.7% 36.1% 11.3% 24.7% 36.1%

58 4 62

44.1 17.9 62.0

93.5% 6.5% 100.0%

84.1% 14.3% 63.9% 59.8% 4.1% 63.9%

69 28 97

69.0 28.0 97.0

71.1% 28.9% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 71.1% 28.9% 100.0% Count

Expected Count % within faktor risiko penularan HIV/AIDS kategorik

% within jenis kelamin penderita HIV/AIDS % of Total

Count

Expected Count % within faktor risiko penularan HIV/AIDS kategorik

% within jenis kelamin penderita HIV/AIDS % of Total

Count

Expected Count % within faktor risiko penularan HIV/AIDS kategorik

% within jenis kelamin penderita HIV/AIDS % of Total

Seksual

Non Seksual faktor risiko penularan

HIV/AIDS kategorik

Total

laki-laki perempuan jenis kelamin penderita

HIV/AIDS

Total

Chi-Square Tests

42.042b 1 .000

39.071 1 .000

43.347 1 .000

.000 .000

41.609 1 .000

97 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.10.


(3)

Case Processing Summary

91 100.0% 0 .0% 91 100.0%

faktor risiko penularan HIV/AIDS kategorik * status perkawinan penderita HIV/AIDS

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

faktor risiko penularan HIV/AIDS kategorik * status perkawinan penderita HIV/AIDS Crosstabulation

23

6

4

33

17.0

14.5

1.5

33.0

69.7%

18.2%

12.1%

100.0%

48.9%

15.0%

100.0%

36.3%

25.3%

6.6%

4.4%

36.3%

24

34

0

58

30.0

25.5

2.5

58.0

41.4%

58.6%

.0%

100.0%

51.1%

85.0%

.0%

63.7%

26.4%

37.4%

.0%

63.7%

47

40

4

91

47.0

40.0

4.0

91.0

51.6%

44.0%

4.4%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

51.6%

44.0%

4.4%

100.0%

Count

Expected Count

% within faktor

risiko penularan

HIV/AIDS kategorik

% within status

perkawinan

penderita HIV/AIDS

% of Total

Count

Expected Count

% within faktor

risiko penularan

HIV/AIDS kategorik

% within status

perkawinan

penderita HIV/AIDS

% of Total

Count

Expected Count

% within faktor

risiko penularan

HIV/AIDS kategorik

% within status

perkawinan

penderita HIV/AIDS

% of Total

Seksual

Non Seksual

faktor risiko penularan

HIV/AIDS kategorik

Total

kawin

belum kawin

Janda/Duda

status perkawinan penderita HIV/AIDS

Total

Chi-Square Tes ts

18.12 1

a

2

.000

20.24 4

2

.000

1.618

1

.203

91

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Line ar-by-Linea r

Associa tion

N of Valid Case s

Value

df

Asymp. Sig.

(2 -sid ed)

2 ce lls (33.3%) have expected coun t less tha n 5. The

minimum exp ected count is 1.45.

a.


(4)

87 100.0% 0 .0% 87 100.0% faktor risiko penularan

HIV/AIDS kategorik * jenis pekerjaan penderita HIV/AIDS

N Percent N Percent N Percent

faktor risiko penularan HIV/AIDS kategorik * jenis pekerjaan penderita HIV/AIDS Crosstabulation

23

12

35

28.2

6.8

35.0

65.7%

34.3%

100.0%

32.9%

70.6%

40.2%

26.4%

13.8%

40.2%

47

5

52

41.8

10.2

52.0

90.4%

9.6%

100.0%

67.1%

29.4%

59.8%

54.0%

5.7%

59.8%

70

17

87

70.0

17.0

87.0

80.5%

19.5%

100.0%

100.0%

100.0%

100.0%

80.5%

19.5%

100.0%

Count

Expected Count

% within faktor risiko

penularan HIV/AIDS

kategorik

% within jenis pekerjaan

penderita HIV/AIDS

% of Total

Count

Expected Count

% within faktor risiko

penularan HIV/AIDS

kategorik

% within jenis pekerjaan

penderita HIV/AIDS

% of Total

Count

Expected Count

% within faktor risiko

penularan HIV/AIDS

kategorik

% within jenis pekerjaan

penderita HIV/AIDS

% of Total

Seksual

Non Seksual

faktor risiko penularan

HIV/AIDS kategorik

Total

Bekerja

Tidak Bekerja

jenis pekerjaan penderita

HIV/AIDS

Total

Chi-Square Tests

8.098b 1 .004

6.605 1 .010

8.024 1 .005

.006 .005

8.005 1 .005

87 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.84.


(5)

Case Processing Summary

26 100.0% 0 .0% 26 100.0%

gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS * umur penderita HIV/AIDS uji statistik

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS * umur penderita HIV/AIDS uji statistik Crosstabulation

0 16 1 17

.7 14.4 2.0 17.0

.0% 94.1% 5.9% 100.0%

.0% 72.7% 33.3% 65.4%

.0% 61.5% 3.8% 65.4%

1 2 1 4

.2 3.4 .5 4.0

25.0% 50.0% 25.0% 100.0%

100.0% 9.1% 33.3% 15.4%

3.8% 7.7% 3.8% 15.4%

0 4 1 5

.2 4.2 .6 5.0

.0% 80.0% 20.0% 100.0%

.0% 18.2% 33.3% 19.2%

.0% 15.4% 3.8% 19.2%

1 22 3 26

1.0 22.0 3.0 26.0

3.8% 84.6% 11.5% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 3.8% 84.6% 11.5% 100.0% Count

Expected Count % within gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS

% within umur penderita HIV/AIDS uji statistik % of Total

Count

Expected Count % within gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS

% within umur penderita HIV/AIDS uji statistik % of Total

Count

Expected Count % within gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS

% within umur penderita HIV/AIDS uji statistik % of Total

Count

Expected Count % within gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS

% within umur penderita HIV/AIDS uji statistik % of Total

Tuberkulosis

Diare Kronis

IMS gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS

Total

<15 tahun 15-39 tahun >39 umur penderita HIV/AIDS uji statistik

Total

Chi-Square Tes ts

7.670a 4 .104

5.895 4 .207

.336 1 .562

26 Pear son Chi-Squar e

Likelihood Ratio Line ar- by- Linea r Associa tion

N of Valid Case s

Value df

Asymp. Sig. (2 -sid ed)

8 ce lls (88.9%) have expected coun t less tha n 5. The minimum exp ected count is .1 5.


(6)

26 100.0% 0 .0% 26 100.0% gejala infeksi

opurtunistik penderita HIV/AIDS * jenis kelamin penderita HIV/AIDS

N Percent N Percent N Percent

gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS * jenis kelamin penderita HIV/AIDS Crosstabulation

15 2 17

13.7 3.3 17.0

88.2% 11.8% 100.0%

71.4% 40.0% 65.4% 57.7% 7.7% 65.4%

4 0 4

3.2 .8 4.0

100.0% .0% 100.0%

19.0% .0% 15.4% 15.4% .0% 15.4%

2 3 5

4.0 1.0 5.0

40.0% 60.0% 100.0%

9.5% 60.0% 19.2% 7.7% 11.5% 19.2%

21 5 26

21.0 5.0 26.0

80.8% 19.2% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0% 80.8% 19.2% 100.0% Count

Expected Count % within gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS

% within jenis kelamin penderita HIV/AIDS % of Total

Count

Expected Count % within gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS

% within jenis kelamin penderita HIV/AIDS % of Total

Count

Expected Count % within gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS

% within jenis kelamin penderita HIV/AIDS % of Total

Count

Expected Count % within gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS

% within jenis kelamin penderita HIV/AIDS % of Total

Tuberkulosis

Diare Kronis

IMS gejala infeksi opurtunistik penderita HIV/AIDS

Total

laki-laki perempuan jenis kelamin penderita

HIV/AIDS

Total

Chi-Square Tes ts

6.913a 2 .032

6.411 2 .041

4.114 1 .043

26 Pear son Chi-Squar e

Likelihood Ratio Line ar- by- Linea r Associa tion

N of Valid Case s

Value df

Asymp. Sig. (2 -sid ed)

5 ce lls (83.3%) have expected coun t less tha n 5. The minimum exp ected count is .7 7.