dipastikan orang tersebut akan menderita HIV sesudah transfusi itu.
27
Di negara maju resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil, hal ini dikarenakan
pemilihan donor yang semakin bertambah baik dan pengamatan HIV telah dilakukan. Namun demikian, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang
aman. Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim in utero selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan.
15
HIV tidak menular melalui peralatan makanan, pakaian, handuk, sapu tangan, toilet yang dipakai secara bersama-sama, ciuman pipi, berjabat tangan, hidup
serumah dengan penderita HIV yang bukan mitra seksual dan hubungan sosial lainnya. Air susu ibu pengidap HIV, salivaair liur, air mata, urin serta gigitan
nyamuk belum terbukti dapat menularkan HIVAIDS.
16
2.5. Diagnosis
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization
WHO tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk penentuan tahapan
klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di negara-negara berkembang, sistem WHO untuk infeksi HIV digunakan dengan
memakai data klinis dan laboratorium, sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi Centers for Disease Control CDC Amerika Serikat.
15
2.5.1. Tes Diagnostik
Universitas Sumatera Utara
a. ELISA enzyme-linked immunoabsorbent assay
Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV adalah ELISA enzyme-linked immunoabsorbent assay. Untuk mengidentifikasi antibodi terhadap
HIV, tes ELISA sangat sensitif, tapi tidak selalu spesifik, karena penyakit lain juga bisa menunjukkan hasil positif sehingga menyebabkan false positif, diantaranya
penyakit autoimun ataupun karena infeksi.
16
Sensivitas ELISA antara 98,1-100 dan dapat mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dalam darah.
30
b. Western Blot
Western Blot memiliki spesifisitas kemampuan test untuk menemukan orang yang tidak mengidap HIV antara 99,6 - 100. Namun pemeriksaannya cukup
sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
30
Tes Western Blot mungkin juga tidak bisa menyimpulkan seseorang menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu,
tes harus diulangi setelah dua minggu dengan sampel yang sama. Jika test Western Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka test Western Blot harus diulangi lagi setelah 6
bulan.
16
c. PCR Polymerase chain reaction
PCR untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas.
16
2.5.2. Diagnosis HIV pada orang Dewasa
16
Universitas Sumatera Utara
Ada dua sistem klasifikasi yang biasa digunakan untuk dewasa dan remaja dengan infeksi HIV yaitu menurut WHO dan CDC Centre for Diseases Control and
Prevention a.
Klasifikasi menurut CDC CDC mengklasifikasikan HIVAIDS pada remaja 13 tahun dan dewasa
berdasarkan dua sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan tubuh yang dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh ditunjukkan oleh
limfosit CD4+. Sistem ini terdiri dari tiga kategori yaitu :
a.1. Kategori Klinis A : CD4+ 500 selml Meliputi infeksi HIV tanpa gejala asimptomatik, Limfadenopati generalisata
yang menetap, infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut.
a.2. Kategori Klinis B : CD4+ 200-499 selml Terdiri atas kondisi dengan gejala simptomatik pada remaja atau orang
dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut yaitu keadaan yang dihubungkan dengan
infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan dengan perantara sel cell mediated immunity, atau kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan
klinis atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi HIV.
Universitas Sumatera Utara
Termasuk kedalam kategori ini yaitu Angiomatosis basilari, Kandidiasis orofaringeal, Kandidiasis vulvovaginal, Dysplasia leher rahim, Herpes zoster,
Neuropati perifer, penyakit radang panggul. a.3. Kategori Klinis C : CD4+ 200 selml
Meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS dan pada tahap ini orang yang terinfeksi HIV menunjukkan perkembangan infeksi dan keganasan yang
mengancam kehidupannya, meliputi : Sarkoma Kaposi, Kandidiasis bronkitrakeaparu, Kandidiasis esophagus, Kanker leher rahim invasif,
Coccidiodomycosis, Herpes simpleks, Cryptosporidiosis, Retinitis virus sitomegalo, Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV, BronkitisEsofagitis atau Pneumonia,
Limfoma Burkitt, Limfoma imunoblastik dan Limfoma primer di otak, Pneumonia Pneumocystis carinii.
b. Klasifikasi menurut WHO
Pada beberapa negara, pemeriksaan limfosit CD4+ tidak tersedia, dalam hal ini seseorang dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis, yaitu berdasarkan tanda dan
gejala mayor dan minor. Dua gejala mayor ditambah dua gejala minor didefinisikan sebagai infeksi HIV simptomatik.
Gejala mayor terdiri dari : penurunan berat badan 10, demam yang panjang atau lebih dari 1 bulan, Diare kronis, Tuberkulosis. Gejala minor terdiri dari:
Kandidiasis orofaringeal, batuk menetap lebih dari 1 bulan, kelemahan tubuh, berkeringat malam, hilang nafsu makan, infeksi kulit generalisata, Limfadenopati
Universitas Sumatera Utara
generalisata, Herpes zoster, infeksi Herpes simplex kronis, Pneumonia, Sarcoma Kaposi.
WHO mengklasifikasikan HIVAIDS pada orang dewasa menjadi 4 stadium klinis, yaitu :
b.1. Stadium I Bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan dijumpai adanya Limfadenopati
generalisata. b.2. Stadium II
Simptomatik, aktivitas normal, berat badan menurun 10, terdapat kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti Dermatitis seroboik, Prorigo, Onikomikosis,
Ulkus yang berulang dan Kheilitis angularis, Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir, adanya infeksi saluran nafas bagian atas seperti Sinusitis bakterialis.
b.3. Stadium III Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur 50, berat
badan menurun 10, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, terdapat Kandidiasis orofaringeal, TB paru
dalam 1 tahun terakhir, infeksi bakterial yang berat seperti Pneumonia dan Piomiositis.
b.4. Stadium IV
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya kondisi tubuh sangat lemah, aktivitas ditempat tidur 50, terjadi HIV wasting syndrome, semakin bertambahnya infeksi opurtunistik seperti
Pneumonia Pneumocystis carinii, Toksoplasmosis otak, Diare Kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan, Kriptosporidiosis ekstrapulmonal, Retinitis virus sitomegalo, Herpes
simpleks mukomutan 1 bulan, Leukoensefalopati multifocal progresif, Mikosis diseminata seperti histopasmosis, Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus, dan
paru, Tuberkulosis di luar paru, Limfoma, Sarkoma Kaposi, serta Ensefalopati HIV. 2.5.3. Diagnosis HIV pada Bayi
16
Bayi yang tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah
pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii. Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, Kandidiasis oral,
Diare kronis, atau Hepatosplenomegali. Tes paling spesifik untuk mengidentifikasi infeksi HIV pada bayi adalah PCR Polymerase chain reaction, hal ini disebabkan
karena antibodi ibu yang masih bisa dideteksi pada bayi sampai bayi berusia 18 bulan, maka tes ELISA dan Western Blot akan positif meskipun bayi tidak terinfeksi
HIV.
2.5.4. Diagnosis HIV pada Anak