Relasi antar Agama dengan Budaya

Gegar budaya atau dalam istilah lain disebut kejutan budaya, mengacu pada reaksi psikologis yang dialami seseorang karena berada di tengah suatu kultur yang sangat berbeda dengan kulturnya sendiri. Dengan demikian, esensi gegar budaya adalah perbedaan budaya seseorang individu dengan budaya baru di mana ia berinteraksi. Untuk mengatasi gegar budaya memerlukan adaptasi yang cukup mendalam sehingga keterasingan yang dialami tidak akan berlangsung lama. 20 Bila seseorang memasuki lingkungan baru atau budaya asing, hampir semua petunjuk hilang. Seseorang akan kehilangan pegangan sehingga mengalami frustasi dan kecemasan. Biasanya orang yang mengalami frustasi dan kecemasan akan menolak lingkungan yang membuat dirinya tidak nyaman dan menganggap adat kebiasaan pribumi itu buruk karena adat kebiasaan pribumi menyebabkan merasa tidak nyaman. Hal ini merupakan tanda bahwa orang tersebut sedang menderita gegar budaya. Fase lain dari gegar budaya adalah penyesalan meninggalkan kampung halaman. Lingkungan kampung halaman terasa demikian penting. Semua masalah dan kesulitan yang dihadapi menjadi terlupakan dan hanya hal-hal menyenangkan di kampung halamanlah yang diingat. Seseorang mengalami gegar budaya dengan pengaruh yang berbeda- beda. Meskipun terdapat juga orang yang tidak dapat tinggal di negeri asing. Namun mereka yang telah melihat orang-orang yang mengalami gegar budaya 20 Dadan Anugrah dan Winny Kresnowiati, Komunikasi Antar Budaya Konsep dan Aplikasinya, Jakarta: Jala Permata, 2008, cetakan ke 1, h. 163-165 dan berhasil menyesuaikan diri dapat mengetahui langkah-langkah dalam melewati proses tersebut. 21

2. Faktor Pemicu Perilaku Gegar Budaya

Menurut para antropolog, gegar budaya diawali oleh krisis identitas, dimana krisis identitas ini dapat menimpa siapapun ketika ia melakukan migrasi. Migrasi di sisni tidak saja dilihat secara geografis, tetapi lebih ditekankan kepada migrasi budaya ke budaya asing yang seringkali melumpuhkan peran, identitas, bahkan harga diri seseorang. Bahasa, kebiasaan dan polah tingkah laku yang berfungsi dalam budaya asal, tiba-tiba menjadi tidak berguna. Secara psikologis, kejutan budaya adalah gejala gangguan jiwa yang dihubungkan dengan konflik-konflik budaya. Menurut Dayakisni, beberapa faktor yang menjadi pemicu gegar budaya adalah: a. Kehilangan cues atau tanda-tanda yang dikenalnya. Padahal cues adalah bagian dari kehidupan sehari-hari seperti tanda-tanda, gerakan bagian-bagian tubuh, ekspresi wajah ataupun kebiasaan-kebiasaan yang dapat menceritakan kepada seseorang bagaimana sebaiknya bertindak dalam situasi-situasi tertentu. b. Putusnya komunikasi antar pribadi baik pada tingkat yang disadari maupun tak disadari yang mengarahkan pada frustasi dan kecemasan. Halangan bahasa adalah penyebab jelas dari gangguan-gangguan ini. 21 Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, h. 174-175 c. Krisis identitas, dengan pergi ke luar negeri seseorang akan kembali mengevaluasi gambaran tentang dirinya. 22

3. Tingkat-tingkat Culture Shock u-curve

a. Fase Optimistic

Fase ini berlangsung dari beberapa hari atau beberapa minggu hingga enam bulan. Fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan euphoria sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru.

b. Masalah Cultural

Dalam fase ini masalah dalam lingkungan baru mulai berkembang. Masalah ini muncul karena adanya berbagai kesulitan seperti, kesulitan bahasa, kesulitan transportasi, kesulitan berbelanja dan fakta bahwa orang pribumi tidak menghiraukan kesulitan tersebut. Oleh karenanya, akan timbul sifat agresif, permusuhan, mudah marah, frustasi, dan mencari perlindungan dengan berkumpul bersama teman-teman setanah air.

c. Fase Recovery

Bila sudah berhasil memperoleh pengetahuan bahasa dan mengenal budaya barunya, maka ia secara bertahap membuka jalan kedalam lingkungan yang baru. Biasanya pada tahap ini pendatang bersikap positif terhadap lingkungan barunya.

d. Fase Penyesuaian

Pendatang mulai dapat menyesuaikan diri dengan budaya barunya nilai-nilai, adat khusus, pola komunikasi, keyakinan, dan lain-lain. 22 Dadan Anugrah dan Winny Kresnowiati, Komunikasi Antar Budaya Konsep dan Aplikasinya, Jakarta: Jala Permata, 2008, cetakan ke 1, hal 163-165