c. Organisasi Sosial
Cara suatu budaya dalam mengorganisasikan dirinya dan lembaga- lembaganya juga memengaruhi bagaimana anggota-anggota budaya
mempersepsi dunia dan bagaimana anggota suatu budaya tersebut berkomunikasi. Keluarga dan sekolah merupakan dua lembaga yang
paling penting dalam mengembangkan perilaku dan sikap anak dalam memelihara budaya.
Keluarga meskipun organisasi sosial terkecil dalam suatu budaya, namun mempunyai peranan terpenting dalam mengembangkan kehidupan
anak sampai dewasa nantinya. Sekolah juga organisasi sosial yang penting. Sekolah diberi tanggung jawab besar untuk mewariskan dan
memelihara suatu budaya. Sekolah merupakan penyambung penting yang menghubungkan masa lalu dan juga masa depan.
14
3. Relasi antar Agama dengan Budaya
Agama dalam pengertian “Addien”, sumbernya adalah wahyu dari Tuhan.Sedang kebudayaan sumbernya dari manusia. Tuhan mengutus
Rasul untuk menyampaikan agama kepada umat dengan perantara malaikat. Tuhan mewahyukan firman-firman-Nya di dalam kitab suci.
Prof. H. A. Gibb menulis dalam bukunya: “Wither Islam”, Islam adalah lebih daripada suatu cara-cara peribadatan saja, tetapi merupakan
suatu kebudayaan dan peradaban yang lengkap. Untuk memberikan
14
Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, h. 28-29
gambaran bahwa Islam itu agama yang lengkap sebagai dasar sumber kebudayaan. Sebagaimana firman Allah
dalam Al Qur‟an: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu laki-laki
dan perempuan. Dan Kami menjadikan kamu bergolong-golong bersuku- suku supaya kamu saling kenal. Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kamu ialah yang paling bertaqwa”. QS. Al Hujurat: 13
15
Menurut Liliweri hubungan dan komunikasi antar agama dapat
ditinjau dari dua dimensi, yakni: 1
Pemahaman bersama antara semua pihak yang berhubungan dan berkomunikasi tentang tema tugas dan fungsi universal dan internal
agama. 2
Penampilan atau atraksi nilai dan norma serta ajaran agama-agama yang dapat dinilai melalui perilaku para pemeluknya.
16
Pendekatan komunikasi antarbudaya terhadap realitas hubungan antar agama. Pertama, komunikasi antarbudaya dari pandangan sosiologi
komunikasi membahas peranan agama dan kelompok keagamaan dalam proses pembudayaan dan pembudidayaan transformasi nilai dan norma
agama dari suatu kelompok dalam suatu masyarakat. Kedua, kelompok keagamaan dan bahkan agama sekalipun dapat dipandang sebagai satu
etnik yang tetap mempertahankan sistem norma dan nilai sehingga
15
Joko Tri Prasetya, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, cetakan ke 3, h. 47-49
16
Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, h. 156
menimbulkan kesan agama bersifat „eksklusif‟, „tertutup‟, sehingga tentu ada tatanan yang mengatur cara seseorang menjadi anggota suatu agama.
17
Hubungan kebudayaan dan agama, dalam konteks ini agama dipandang sebagai realitas dan fakta sosial sekaligus juga sebagai sumber
nilai dalam tindakan-tindakan sosial maupun budaya. Agama, dan juga sistem kepercayaan lainnya, seringkali terintegrasi dengan kebudayaan.
Hubungan antar dua budaya dijembatani oleh perilaku-perilaku komunikasi antar administrator yang mewakili suatu budaya dan orang-
orang yang mewakili budaya lain. Bila komunikasi mereka efektif, maka saling pengertian tumbuh yang diikuti dengan kerja sama
.
18
B. Gegar Budaya dalam Komunikasi antar Budaya
Gegar budaya sering dialami banyak orang yang berpindah dari satu budaya ke budaya lain, atau bisa berpindah secara geografis yang didalamnya
terdapat perbedaan budaya. Gegar budaya merupakan fenomena umum bagi kalangan urban yang menuntut kesanggupan beradaptasi dengan lingkungan yang
baru. Gegar budaya merupakan akibat tak terhindarkan dari kontak antar budaya kaum migrant dengan masyarakat pribumi.
17
Ibid, h. 152-153
18
Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, cetakan ke-1, h. 26
1. Pengertian Gegar Budaya
Gegar budaya culture shock adalah suatu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan atau lingkungan baru yang diderita orang-orang yang secara
tiba-tiba berpindah atau dipindahkan ke luar negeri. Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda
dan lambang-lambang dalam pergaulan sosial. Tanda-tanda tersebut meliputi cara yang dilakukan dalam mengendalikan diri sendiri dalam menghadapi
situasi sehari-hari, seperti kapan berjabat tangan, dan apa yang harus dilakukan ketika bertemu orang. Petunjuk ini yang mungkin dalam bentuk
isyarat-isyarat, kebiasaan atau norma yang diperoleh sejak kecil. Begitu pula aspek budaya lainnya seperti bahasa dan kepercayaan yang dianut. Semua
manusia bergantung pada petunjuk kepercayaannya.
19
Furnham dan Bochner mengatakan bahwa gegar budaya adalah ketika seseorang tidak mengenal kebiasaan-kebiasaan sosial dari kultur baru atau jika
ia mengenalnya maka ia tak dapat atau tidak bersedia menampilkan perilaku yang sesuai dengan aturan tersebut.
Definisi gegar budaya pada mulanya cenderung pada kondisi gangguan mental. Bowlby menggambarkan kondisi ini sama dengan kesedihan, berduka
cita dan kehilangan. Bedanya dalam lingkup gegar budaya individu merasa kehilangan relasi, objek atau pendeknya kehilangan kulturnya.
19
Dedy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2010, cetakan ke-12, h. 174
Gegar budaya atau dalam istilah lain disebut kejutan budaya, mengacu pada reaksi psikologis yang dialami seseorang karena berada di tengah suatu
kultur yang sangat berbeda dengan kulturnya sendiri. Dengan demikian, esensi gegar budaya adalah perbedaan budaya
seseorang individu dengan budaya baru di mana ia berinteraksi. Untuk mengatasi gegar budaya memerlukan adaptasi yang cukup mendalam sehingga
keterasingan yang dialami tidak akan berlangsung lama.
20
Bila seseorang memasuki lingkungan baru atau budaya asing, hampir semua petunjuk hilang. Seseorang akan kehilangan pegangan sehingga
mengalami frustasi dan kecemasan. Biasanya orang yang mengalami frustasi dan kecemasan akan menolak lingkungan yang membuat dirinya tidak
nyaman dan menganggap adat kebiasaan pribumi itu buruk karena adat kebiasaan pribumi menyebabkan merasa tidak nyaman. Hal ini merupakan
tanda bahwa orang tersebut sedang menderita gegar budaya. Fase lain dari gegar budaya adalah penyesalan meninggalkan kampung halaman.
Lingkungan kampung halaman terasa demikian penting. Semua masalah dan kesulitan yang dihadapi menjadi terlupakan dan hanya hal-hal menyenangkan
di kampung halamanlah yang diingat. Seseorang mengalami gegar budaya dengan pengaruh yang berbeda-
beda. Meskipun terdapat juga orang yang tidak dapat tinggal di negeri asing. Namun mereka yang telah melihat orang-orang yang mengalami gegar budaya
20
Dadan Anugrah dan Winny Kresnowiati, Komunikasi Antar Budaya Konsep dan Aplikasinya, Jakarta: Jala Permata, 2008, cetakan ke 1, h. 163-165