Masalah Cultural Analisis Komponen Gegar Budaya Culture Shock dan Masalah

dengan bangsa lain, namun Indonesia hanya perlu kepercayaan diri yang tinggi sebagai bekalnya. Ketika individu berada dinegara lain, maka individu tersebut akan mulai rindu dan peduli dengan negaranya meskipun terkadang menganggap negaranya lebih lemah jika dibandingkan dengan negara lain. Dalam gegar budaya dengan adanya kesulitan-kesulitan yang dihadapi Indiviu pada lingkungan dan budaya barunya. Maka, rasa cinta pada negaranya muncul dalam diri mereka. Didalam novel ini peneliti dapat melihat sang tokoh sangat gembira karena menemukan album Anggun C. Sasmi di antara compact disk musisi dunia. Sang tokoh merasa bangga hidup di Indonesia. Jiwa Patriotiknya muncul karena seorang vokalis Indonesia dan saat berada di negeri orang. Seperti yang terdapat dalam kutipan berikut: “Kami sering iseng menanyakan pada orang Prancis apakah mereka mengenal Anggun. “La Neige au Sahara” pekik mereka. Semua orang mengenal perempuan Jakarta nan hebat itu. Jika aku belajar sampai dini hari dan radio-radio FM Paris mengudarakan lagu “La Niege au Sahara”, aku berhenti membaca, kututup bukuku, kupejamkan mataku.” 18 Pada fase ini individu berada pada fase dimana masalah- masalah pada lingkungan barunya bermunculan. Ketika menghadapai kesulitan dan krisis identitas, maka rasa rindu dan jiwa patriotiknya akan muncul pada diri individu itu. 18 Andrea Hirata, Edensor, h. 87-88

3. Fase Recovery

Fase ini merupakan fase pemulihan setelah masalah-masalah dan kesulitan yang telah dihadapi individu dilingkungan barunya. Individu mulai belajar bahasa dan adat kebiasaan budaya baru, sehingga perasaan ketidakpuasannya mulai luntur. Ketika seseorang menuntut ilmu di Negara asing maka terdapat mahasiswa-mahasiswa dari beragam bangsa, dari berbagai bangsa yang tentu saja budaya mereka dan bahasa mereka pun berbeda. Sehingga membuat seseorang akan dengan sendirinya belajar budaya dan perilaku yang dibawa mahasiswa dari negara asalnya. Seperti yang terdapat pada kutipan berikut: “Pertama adalah mahasiswa Inggris atau The Brits.The Brits paling banyak berbicara dikelas. Belum selesai dosen berbicara sudah tunjuk tangan.Ini karena sekolah mereka membiasakan berbeda pendapat secara positif sejak dini. Kebanyakan orang Inggris perangainya primordial. Mahasiswa dari negeri Paman Sam Amerika cenderung mendominasi, intimidatif, penuh intrik untuk mengambil alih kendali. Sedangkan mahasiswa asal Jerman sangat disiplin dan perfectionis, mereka tak pernah ribut, selalu hadir sepuluh menit sebelum acara. Seperti yang terdapat dalam kutipan ini: Lain lagi dua mahasiswi asal Holland, nilai mereka selalu sempurna mampu mengalahkan mahasiswa Jerman. Namun, mereka rendah hati dan tak pernah mengangguk-angguk sok tahu, dandanannya pun ketinggalan zaman. Hanya sesekali keningnya berkerut, seperti tak setuju dengan ucapan dosen.Tapi tak lantas menunjuk untuk protes seperti The Brits dan mahasiswa Paman Sam. Pribadi-pribadi yang mengesankan diperlihatkan tuan rumah, mahasiswa Prancis. Mereka seperti terinspirasi semangat revolusi Prancis, kebebasan, persamaan, dan persaudaraan, maka mereka memandang tinggi persahabatan. Ikal menyebutnya The Pathetic Four, empat makhluk menyedihkan penghuni jajaran bangku paling depan. Jika dosen menjelaskan, mereka berulang kali bertanya soal remeh temeh, sampai menjengkelkan.Beginilah akibat penguasaan bahasa asing ilmiah yang memalukan dan efek gizi buruk masa balita.Mereka itu Monahar Vikram Raaj Chauduri Manooj, Pablo Arian Gonzales, Ninochka Stronovsky, dan Ikal. MVRC Manooj berkulit legam, kurus tinggi, dan berwajah jenaka tipikal India. Jika ia menggoyang kepalanya terus menerus artinya sedang menghormati kawan bicaranya. Gonzales bertubuh gemuk pendek, kakinya pengkor, berambut keriting tebal. Gonzales berasal dari keluarga pandai besi di Guadalajara, daerah miskin di Amerika Utara. Dan Ninochka gadis kecil kurus, berasal dari Georgia, negara miskin yang baru memerdekakan diri dari cengkeraman Rusia. Sering Ikal merasa heran. Kawan-kawannya The Brits, mahasiswa Paman Sam, kelompok Jerman , dan Belanda adalah pub Crawler. Mereka senang bermabuk-mabukan dan tak pernah terlihat tekun belajar, namun mereka sangat unggul dikelas. Ikal merasa hidupnya sudah disiplin dan selalu belajar dengan giat jarang dapat melebihi nilai mereka.” 19 Peneliti melihat jika setiap masalah dan kesulitan yang dihadapi di lingkungan baru mampu dihadapi, maka seseorang tersebut akan mampu menyesuaikan dengan budaya baru atau lingkungan baru tersebut, dengan cara terus belajar dan bergaul dengan orang-orang disekitarnya. Individu mulai belajar bahasa dan budaya baru dari beragam bangsa. Mengamati mahasiswa dengan beragam budaya dan bangsa. Disitulah individu dapat belajar budaya-budaya baru dan nilai yang terkandung dalam setiap budaya tersebut.

4. Fase Penyesuaian

Pada fase ini individu mulai dapat menyesuaikan diri dengan budaya barunya nilai-nilai, adat khusus, pola komunikasi, keyakinan, dan lain-lain. Seperti yang terdapat pada novel ini. Tokoh Ikal sudah dapat menyesuaikan dengan budaya dan lingkungan barunya di 19 Andrea Hirata, Edensor, h. 99 Perancis. Individu mulai mempelajari budaya-budaya yang ada dilingkungan barunya. Mulai dari bahasa, nilai-nilai, pola komunikasi, adat kebiasaannya, dan lain sebagainya. Setelah melalui fase recovery individu mulai dapat menyesuaikan diri dengan budaya dilingkungan yang ditempatinya. Individu mulai bergaul dengan orang-orang dilingkungan yang dia tempati. Maka pandangan negatif yang pernah ada mulai luntur. Selain sudah dapat bergaul dengan warga pribumi, pada fase ini individu mulai dapat menyesuaikan budaya dan perilaku warga pribumi. Bagi mahasiswa seperti yang digambarkan dalam novel ini, struktur belajar Indonesia dengan Eropa berbeda. Mahasiswa asal negara lain pun dituntut untuk dapat menyesuaikan gaya belajar Universitas Sorbonne. “Belajar di Tanah Air dengan di Sorbonne tentu saja berbeda. Di Sorbonne Ikal mulai menyesuaikan diri. Setiap hari Ikal diracuni ilmu, Ikal merasa tertantang untuk memacu kreativitas dalam bidang yang ia tekuni. Ikal menyimak kuliah selama dua jam tapi pengetahuan yang didapatnya senilai kuliah satu semester di Tanah Air. Gairah menuntut ilmu di Sorbonne tidak hanya dialami Ikal saja, Arai juga merasakan hal yang sama. Bermalam-malam Arai tak tidur karena tergila-gila pada riset protein Sitokrom-C.Unsur penting yang mendasari kelangsungan hidup organisme.Begitulah yang dikatakan Arai kepada Ikal. “Tahukah kau, Ikal?Hasil riset Sitokrom-C ini dapat menjadi kanon yang merontokkan bangunan absurditas teori-teori kaum evolusionis,” lagaknya menceramahiku. Demi semangat persaudaraan, aku berpura-pura paham.Arai bersemangat.Sampai pucat wajahnya karena tak henti menelaah hipotesis Harun Yahya.” 20 20 Andrea Hirata, Edensor, h. 137 Pada fase ini Individu sudah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan belajar menyesuaikan dengan kebudayaan yang ada pada lingkungan tersebut. Meskipun kebudayaan yang dia pelajari akan dia tinggalkan ketika individu tersebut pulang kekampung halaman. Penyesuaian diri dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu bergaul dengan orang-orang sekitar, bekerja, berwisata, dan lain-lain. Peneliti menemukan kutipan di novel Edensor ketika Ikal dan Arai bekerja mengumpulkan uang untuk menjelajah Eropa. “Aku dan Arai sibuk seperti tupai mengumpulkan biji-biji pinang. Kami banting tulang mencari uang. Melalui persengkokolan dengan beberapa imigran gelap, aku mendapat pekerjaan part time sebagai door man, tukang buka pintu di Restoran La Jaconde di Goncourt.Meskipun seragamku sangat anggun, lengkap dengan topi tingginya, dan ayahku pasti bangga melihatnya, namun pekerjaan door man adalah pekerjaan yang mengerikan.” 21 Setelah mampu melewati fase recovery atau fase pemulihan tentunya seseorang tersebut sudah mampu untuk melewati fase penyesuaian dengan lingkungan barunya. Seperti yang terdapat dalam novel Edensor. Tokoh Ikal dan Arai menghabiskan liburan musim panas dengan menjelajah Eropa. Sudah menjadi kebudayaan masyarakat Eropa ketika musim panas berwisata. Tokoh Ikal dan Arai menjelajah Eropa dengan menampilkan seni jalanan dengan teman- temannya. Menjelajah Eropa tentunya akan menghadapi budaya- budaya baru dan medapatkan tantangan untuk menyesuaikan budaya- 21 Andrea Hirata, Edensor, h. 148 budaya baru yang dihadapinya. Seperti kutipan naskah yang terdapat dalam novel berikut ini: Di pelataran Colosseum Verona Ikal dan Arai mengambil pose persis patung perunggu Juliette, mereka menjadi Ikan duyung yang merana karena cinta terlarang. Di Juliette Balcony Ikal membuktikan bahwa seseorang bisa percaya dengan romansa kekuatan cinta. Disana jika ingin langgeng, pasangan yang sedang jatuh cinta harus mengusap dada patung Juliette. Dalam sekejap, pertunjukkan Ikal dan Arai dikelilingi pasangan yang sedang jatuh hati. Mulanya sepasang kekasih berbahasa Mandarin mendekati Ikal dan mengusap dada Ikal dan Arai hingga penonton lain pun mengikuti aksinya. “ Celaka, tindakan perempuan Tionghoa itu diikuti pasangan lainnya. Penonton menghampiri dan tanpa sungkan mengusap dadaku dan Arai seolah kami patung Juliette. Silih berganti, puluhan orang meraba dada kananku, sebagian mengusap, ada yang mencubit, bahkan meremas sambil cekikikan.Aku kesakitan dadaku panas, merah, dan perih.” 22 Dalam komunikasi antar agama dan budaya untuk mengatasi ketika individu mengalami gegar budaya di luar negeri atau lingkungan baru dengan cara menggunakan teori U dan model cultur learning. Teori U dapat juga disebut dengan model pseudo medical. Dalam teori ini ada tiga fase untuk mengatasi gegar budaya, yaitu fase optimisme, frustasi, dan penyesuaian. Peneliti menemukan bahwa tokoh Ikal dan Arai mengatasi gegar budaya dengan menggunakan teori U. Pada cerita awal sang tokoh optimis mampu mendapatkan beasiswa ke Eropa seperti yang diimpikannya dan mampu mengalahkan besarnya Eropa dengan penjelajahannya. Namun, setelah di Eropa sang tokoh Ikal dan Arai mendapatkan berbagai masalah dan kesulitan yaitu kehilangan tanda-tanda budaya, kesulitan dalam berkomunikasi, sikap individualitas yang sangat berbeda dengan 22 Andrea Hirata, Edensor, h. 252