Teori Fenomenologi Fenomena Sosial Anak-anak Pekerja

memiliki kemampuan untuk memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan, dan mentransformir makna pada situasi di mana ia ditempatkan. Proses ini terjadi dalam kehidupan sosial, yaitu saat individu memperhatikan tindakan orang lain serta mengadaptasi tindakan tersebut Margareth Poloma, 2004: 261. Interaksi yang terjadi dapat bermacam-macam bentuknya pada setiap individu, dapat berupa interaksi yang asosiatif dan dapat pula interaksi yang berbentuk disasosiatif. Interaksi berbentuk asosiatif ketika interaksi tersebut mengindikasikan adanya pendekatan atau penyatuan individu yang satu dengan individu lainnya, seperti kooperasi, akomodasi, asimilasi, maupun amalgamasi. Proses-proses tersebut menunjukkan adanya kesatuan dan kerja sama individu Bagong 2007: 57. Namun, interaksi berbentuk disasosiatif ketika interaksi tersebut mengindikasikan adanya persaingan, seperti kompetisi, konflik, serta kontraversi Bagong 2007: 64. Interaksi yang terjadi tergantung kepada budaya yang terdapat di masyarakat.

2.2 Teori Fenomenologi

Teori fenomenologi menjelaskan tentang bagaimana kehidupan bermasyarakat dapat terbentuk. Tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna terhadap tindakannya itu dan manusia lain memahami tindakannya itu sebagai satu kesatuan yang penuh arti, dan pemahaman ini menentukan terhadap keberlangsungan interaksi sosial. Universitas Sumatera Utara Menurut Alfred Schutz fenomenologi berbicara mengenai antarsubjektifitas dan intersubjektifitas. Dalam hal ini antarsubjektifitas menunjuk kepada dimensi dari kesadaran umum dan kesadaran khusus kelompok sosial yang saling terintegrasi. Sedangkan intersubjektifitas menunjuk kepada peranan masing-masing individu yang diperoleh melalui pengalaman yang bersifat pribadi. Dalam konsep ini perlu memahami interakasi yang terjadi antar individu. Pemusatan perhatian ditujukan agar individu dapat saling bertindak, berinteraksi, dan saling memahami Ritzer 2007 : 60. Konsep fenomenologi menjadikan manusia sebagai objek dan juga sebagai pencipta dunianya sendiri. Tingkah lakunya merupakan segala tindakan yang harus diinterpretasikan oleh manusia itu sendiri dan segala makna yang dikerjakan merupakan fenomenologi. Dalam hal ini fenomenologi berarti mempelajari bagaimana individu ikut serta dalam proses pembentukan dan pemeliharaan fakta- fakta yang terjadi di masyarakat, serta melihat bagaimana hubungan antar situasi dan bagaimana tindakan yang terjadi di masyarakat Ritzer 2007 : 62.

2.3 Fenomena Sosial Anak-anak Pekerja

Anak pekerja adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain, dan untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu dengan menerima imbalan atau tidak. Menurut undang undang nomor 25 tahun 1997 ayat 20 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud Universitas Sumatera Utara dengan anak adalah orang laki-laki atau perempuan yang berusia dibawah 15 tahun. Di Indonesia anak-anak dibawah usia 15 tahun, yang hidupnya digunakan untuk bekerja, tidak lagi menjadi hal yang baru di masyarakat. Banyak anak yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, diantaranya dengan cara memulung barang- barang bekas. Menurut badan ILO tahun 1999 Bagong 2003:113, di dunia terdapat lebih dari 250 juta anak-anak pekerja berusia 5-14 tahun yang harus melepaskan waktu bermain mereka dengan bekerja. Sementara di Indonesia diperkirakan terdapat 5-6,5 juta pekerja anak, dan akan terus mengalami peningkatan setiap tahunnya jika tidak dicari solusi terbaik untuk penanganan masalah mengenai anak-anak pekerja yang terus mengalami peningkatan di Indonesia. Sebagai kasus yang bisa kita perhatikan adalah maraknya anak-anak pekerja yang ada di Jawa Timur. Di Jawa Timur bukan rahasia lagi anak-anak banyak yang bekerja, bukan hanya bekerja sebagai buruh di sektor pertanian atau pabrik, tetapi juga bekerja di sektor yang dianggap membahayakan, yaitu bekerja di sektor prostitusi. Secara keseluruhan jumlah anak usia 7-15 tahun tercatat 5,9 juta jiwa dan hanya 5,06 yang menempuh pendidikan dan terdapat 900 ribu anak yang harus bekerja disektor berbahaya tersebut Kompas 8 juni 2003 dalam Bagong 2003:119. Hasil survei Organisasi Perburuhan Internasional ILO menunjukkan, masih ada 1,5 juta 4,3 persen pekerja anak di Indonesia pada 2010. Setengah anak-anak pekerja usia 5-17 tahun diperkirakan melakukan pekerjaan berbahaya, yang dapat Universitas Sumatera Utara mengganggu kesehatan, keselamatan, dan perkembangan moral mereka. Suara Pembaruan edisi Rabu, 23 Mei 2012. Maraknya kasus anak-anak pekerja di Indonesia menimbulkan dampak yang sangat berbahaya bagi anak. Dampak yang dirasakan oleh anak adalah perubahan psikologi dan sosial anak. Dampak anak-anak pekerja bukan terdapat pada pekerjaannya, tetapi terdapat pada pengaruh akibat terlalu dini bekerja dan kurangnya kesempatan anak-anak itu untuk memperoleh pendidikan. Dampak yang paling dominan dialami oleh anak-anak pekerja adalah rawan eksploitasi. Anak- anak dieksploitasi dalam berbagai bidang, baik mental, psikologis maupun materi, dan semua dampak akibat adanya eksploitasi tersebut merugikan anak Bagong,2003:132.

2.4 Fenomena Anak-anak Pemulung di Kota Medan