39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental murni. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu rancangan penelitian acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas : dosis infusa rosela yang berinteraksi dengan ibuprofen b. Variabel tergantung : jumlah geliat dari mencit setiap lima menit selama
satu jam, yang nantinya diolah menjadi persen proteksi. c. Variabel pengacau : meliputi variabel pengacau terkendali dan tak
terkendali. 1. Variabel pengacau terkendali yaitu berat badan mencit 20-30 gram,
umur mencit 2-3 bulan, jenis kelamin mencit betina, galur mencit galur Swiss, dan sumber kelopak rosela yang digunakan berasal dari
CV. Merapi Farma Herbal. 2. Variabel pengacau tak terkendali yaitu kondisi patologis mencit.
2. Definisi operasional
a. Nyeri adalah sensori tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan.
b. Metode rangsang kimia adalah metode uji efek analgesik yang dilakukan dengan mengukur jumlah geliat subjek uji setiap lima menit selama 60
menit, setelah subjek uji diinjeksi dengan senyawa kimia penginduksi nyeri yaitu asam asetat 1 secara intraperitoneal.
c. Geliat adalah ketika mencit meregangkan kaki belakangnya hingga batas maksimal atau hingga lurus dan perut hewan uji bagian bawah menyentuh
alas tempat perlakuan. d. Analgetika adalah senyawa yang mampu menekan nyeri, yang dalam
penelitian ini berarti memiliki efek mengurangi geliat akibat rangsang nyeri. e. Infusa kelopak bunga rosela adalah sediaan infusa konsentrasi 20 yang
dibuat dengan cara melarutkan 5 gram serbuk kelopak rosela kering dalam 25 ml aquadest, kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit
pada suhu 90
o
C. f. Efek analgesik adalah persen proteksi penghambatan geliat oleh senyawa
uji setelah adanya rangsang nyeri dari asam asetat yang memenuhi kriteria menurut Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica
, 1991 yaitu ≥ 50 . g. Interaksi obat adalah peristiwa obat manakala efek obat tertentu diubah oleh
obat atau senyawa lain yang diberikan sebelum atau bersama-sama dengannya dan saling mempengaruhi proses farmakokinetika dan atau
farmakodinamika masing-masing. Interaksi obat memiliki makna yang sama
dengan istilah antaraksi obat yang disebutkan Donatus 1995 tentang pengertian dan penggolongan antaraksi obat.
h. Luaran interaksi obat adalah efek akibat interaksi obat yang dapat meliputi penambahan infra, sederhana, atau supra, penghambatan maupun
penguatan. i. Jenis interaksi obat adalah penggolongan interaksi obat yang didasarkan
pada sifat efek pasangan tersebut, meliputi interaksi homoergi homodinami, homoergi heterodinami, dan heteroergi.
C. Subjek dan Bahan Penelitian
Bahan-bahan dalam penelitian ini meliputi: 1. Hewan uji yaitu mencit putih betina galur Swiss umur 2-3 bulan, dengan berat
badan 20-30 gram; diperoleh dari Lembaga Penelitian dan Pengujian Terpadu Unit IV dan Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Kelopak bunga rosela yang sudah dikeringkan; diperoleh dari CV. Merapi Farma Herbal, Desa Hargobinangun, Pakem, Yogyakarta.
3. Aquades; CMC Na; asam asetat; seluruhnya diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. 4. Ibuprofen tablet generik 400 mg yang dikeluarkan oleh Novapharin
Pharmaceutical Industries.
D. Alat Penelitian
Alat dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1. Timbangan analitik merk Mettler Toledo
2. Alat suntik oral dan parenteral 3. Alat-alat gelas gelas beker, kaca pengaduk, labu takar, corong
4. Mortir dan stamper 5. Hot plate merk Thermolyne
6. Panci infusa 7. Termometer
8. Stopwatch analog
9. Ayakan no. Mesh 20, 30, dan 40 10. Instrumen moisture balance merk Mettler Toledo
11. Statif Alat dan instrumen yang digunakan berasal dari Laboratorium
Farmakologi Toksikologi, Kimia Fisika, Farmakognosi Fitokimia, dan Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
E. Tata Cara Penelitian
1. Penyerbukan simplisia kelopak bunga rosela dan pengukuran kadar air
Serbuk dibuat dengan cara memblender kelopak bunga rosela kering hingga diperoleh serbuk halus, kemudian diayak secara bertingkat dengan ayakan
no. Mesh 20, 30 dan 40. Setelah diperoleh serbuk kelopak bunga rosela, dilakukan pengukuran kadar air menggunakan instrumen moisture balance. Pengukuran
dilakukan dengan tiga kali replikasi. Prasyarat kadar air serbuk simplisia yang baik menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 1994 nomor
661 tentang Persyaratan Obat Tradisional adalah kurang dari 10 .
2. Pembuatan larutan uji
a. Larutan asam asetat 1. Larutan asam asetat 1 dibuat dengan melarutkan 0,01 ml asam asetat 100 dengan aquadest secukupnya, kemudian
diencerkan dengan aquadest hingga diperoleh volume 10 ml. b. Larutan CMC Na 1 . Serbuk CMC Na ditimbang sebanyak 500,0 mg.
Serbuk tersebut dibasahi dengan sejumlah aquadest pada wadah yang sesuai. Setelah dikembangkan selama kurang lebih 24 jam, larutan dituang
ke dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan dengan aquadest hingga diperoleh volume 50 ml.
c. Suspensi ibuprofen 1. Suspensi ibuprofen 1 dibuat dengan
mensuspensikan satu tablet 400 mg ibuprofen ke dalam CMC Na 1 hingga diperoleh volume 25 ml pada labu takar konsentrasi 1=1,6. Kemudian
dari suspensi tersebut dilakukan pengenceran ke dalam labu takar 10 ml
dengan rumus: C
1
xV
1
= C
2
x V
2
1,6 x V
1
= 1 x 10 ml
V
1
= 6,25 ml
Maka, dari suspensi ibuprofen 1,6 , diambil sebanyak 6,25 ml suspensi dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml, kemudian ditambahkan dengan
CMC Na 1 hingga mencapai volume 10 ml.
d. Sediaan infusa kelopak bunga rosela 20. Serbuk kelopak rosela sebanyak 5 gram dilarutkan dengan 25 ml aquadest di dalam panci infusa. Panci
ditutup, diletakkan di atas panci berisi air dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90
o
C sambil sekali-sekali diaduk. Campuran diambil dan diperas dengan kain flannel hingga diperoleh 25 ml infusa. Jika volume perasan
pertama masih kurang dari 25 ml, dapat ditambahkan aquadest panas pada ampas kemudian diperas kembali, hingga diperoleh 25 ml infusa.
3. Penentuan dosis
a. Dosis asam asetat. Dosis asam asetat yang digunakan untuk mampu menginduksi nyeri yaitu 50 mgkg BB.
b. Dosis ibuprofen. Dosis terapi analgesik yang lazim untuk ibuprofen pada manusia adalah sebesar 200 mg 70 kg BB manusia setiap pemberian. Dosis
ini dikonversikan untuk hewan uji mencit : 0,0026 x 200 mg = 0,52 mg 20 gram BB mencit
= 26 mgkg BB mencit c. Dosis infusa kelopak bunga rosela. Dosis infusa kelopak bunga rosela
ditentukan dengan menentukan terlebih dahulu dosis maksimal yang dapat diberikan pada hewan uji mencit. Infusa dibuat dengan konsentrasi 20
200 mgml dan volum pemberian maksimal yang ditentukan adalah 250 mgkg 0,5 ml20 gram bobot mencit. Maka dosis maksimalnya adalah :
D x BB = C x V
D x 20 gram = 200 mgml x 0,5 ml D
= 5 mgg = 5 gkg BB mencit
Maka diperoleh dosis maksimal sebesar 5 mgkg BB mencit, dan variasi dosis yang digunakan adalah tiga peringkat dosis meliputi:
Dosis terendah I = 0,25 x 5 gkg BB
= 1,25 gkg BB Dosis tengah II
= 0,5 x 5gkg BB = 2,5 gkg BB
Dosis tertinggi III = 5 gkg BB
4. Penentuan selang waktu pemberian asam asetat
Selang waktu yang ditentukan merupakan selang waktu antara pemberian ibuprofen sebagai senyawa analgesik secara oral dilanjutkan pemberian asam
asetat secara intraperitoneal. Waktu yang dipilih merupakan waktu yang memberikan jumlah geliat yang optimal tidak terlalu banyak maupun terlalu
sedikit, karena pada saat itulah diperkirakan menandakan adanya aktivitas penghambatan geliat yang mulai bekerja pada senyawa analgesik. Dalam hal ini
dilakukan orientasi pada hewan uji mencit dengan kelompok terdiri atas selang waktu 10, 15, dan 20 menit.
5. Pemberian perlakuan
Mencit dikelompokan secara acak dalam delapan kelompok perlakuan dengan setiap kelompok berjumlah lima mencit:
a. Kelompok kontrol negatif CMC Na 1 dengan asam asetat 1 b. Kelompok kontrol positif ibuprofen dengan pemberian asam asetat 1
c. Kelompok kontrol perlakuan infusa rosela dosis 1,25 gkg BB, setelah 1 jam lalu diberikan CMC Na 1 , dan setelah selang waktu yang ditentukan
diberikan asam asetat 1
d. Kelompok kontrol perlakuan infusa rosela dosis 2,5 gkg BB, setelah 1 jam lalu diberikan CMC Na 1 , dan setelah selang waktu yang ditentukan
diberikan asam asetat 1 e. Kelompok kontrol perlakuan infusa rosela dosis 5gkg BB, setelah 1 jam
lalu diberikan CMC Na 1 , dan setelah selang waktu yang ditentukan diberikan asam asetat 1
f. Kelompok infusa rosela dosis 1,25 gkg BB, setelah 1 jam lalu diberikan ibuprofen dan setelah selang waktu yang ditentukan diberikan asam asetat
1 g. Kelompok infusa rosela dosis 2,5 gkg BB, setelah 1 jam lalu diberikan
ibuprofen dan setelah selang waktu yang ditentukan diberikan asam asetat 1
h. Kelompok infusa rosela dosis 5 gkg BB, setelah 1 jam lalu diberikan ibuprofen dan setelah selang waktu yang ditentukan diberikan asam asetat
1 Skema dari perlakuan tersebut dapat dilihat secara detail pada gambar 9.
Empat puluh ekor mencit dikelompokkan secara acak dalam delapan kelompok:
kel. I kel.II kel.III kel. IV kel.V kel.VI kel. VII kel VIII
CMC ibup ros DI ros DII ros DIII ros DI ros DII ros DIII
----------------------setelah selang satu jam-------------------- +CMC +CMC +CMC +ibup +ibup
+ibup
setelah selang 20 menit diberikan asam asetat 1 secara i.p. dosis 50 mgkg BB
dihitung jumlah geliat setiap 5 menit selama 1 jam
dihitung proteksinya Keterangan:
CMC = CMC Na 1, 250 mgkg BB mencit
ibup = ibuprofen 1, dosis 26 mgkg BB mencit
rosDI = infusa rosela dosis 1,25 gkg BB mencit
ros DII = infusa rosela dosis 2,5gkg BB mencit
rosDIII = infusa rosela dosis 5gkg BB mencit
Gambar 9. Skema pengujian analgesik untuk semua kelompok perlakuan
6. Pendataan jumlah geliat dan penghitungan persen proteksi ibuprofen
Persen proteksi dihitung dengan rumus: �� � = 100 −
� �
× 100 Keterangan:
O= jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi analgesik K = jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi pelarut analgesik kontrol
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data yang diperoleh berupa jumlah geliat mencit pada kelompok kontrol CMC Na 250 mgkg BB, kontrol ibuprofen 26 mgkg BB, kontrol infusa rosela
peringkat dosis 1,25 gkg BB, 2,5 gkg BB, dan 5 gkg BB, serta perlakuan infusa rosela peringkat 1,25 gkg BB, 2,5 gkg BB, dan 5 gkg BB,dan ibuprofen 26
mgkg BB. Masing-masing kelompok terdapat lima replikasi. Dari data tersebut dihitung kumulatif geliat dan proteksi pada masing-masing mencit dengan
persamaan Handerson-Forsaith. Data dianalisis secara statistik dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk mengetahui distribusi datanya. Untuk melihat
perbedaan antarkelompok perlakuan dilakukan uji ANOVA satu arah dan uji Scheffe dengan taraf kepercayaan 95 untuk mengetahui kebermaknaan
perbedaan persen proteksi di antara tiap-tiap kelompok.
49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penetapan Kadar Air Simplisia Serbuk Kelopak Bunga Rosela
Kelopak bunga rosela diperoleh dalam bentuk kelopak kering, dengan determinasi yang telah dilakukan oleh CV Merapi Farma Herbal Yogyakarta
Lampiran 1. Serbuk halus yang diperoleh dari hasil pengayakan serbuk kelopak bunga rosela total adalah sebesar 482,8 gram. Penetapan kadar air dilakukan untuk
mengontrol kualitas dari simplisia serbuk kelopak rosela. Menurut Kepmenkes Tahun 1994 Nomor 661 tentang Persyaratan Obat Tradisional, kadar air dalam
sediaan serbuk tidak boleh melebihi 10 . Hal ini perlu dijaga karena ketika kadar air 10, reaksi enzimatik pada serbuk masih dapat terjadi sehingga terdapat
kemungkinan berubahnya kandungan metabolit aktif dalam rosela Katno, Kusumadewi, dan Sutjipto, 2008. Kadar air diukur menggunakan instrumen
moisture balance sebanyak tiga kali replikasi. Hasil yang diperoleh yaitu kadar air dalam serbuk 10, dengan rata-rata sebesar 6,975
. Hal ini menunjukkan
bahwa serbuk kelopak rosela yang dibuat telah memenuhi standar kadar air serbuk yang baik.
B. Hasil Pembuatan Infusa Kelopak Bunga Rosela
Infusa kelopak bunga rosela 20 diperoleh dari melarutkan 5 gram serbuk kelopak bunga rosela dengan 25 ml aquadest dan dipanaskan selama 15
menit pada saat suhu mencapai 90
o
C dengan kondisi panci tertutup agar suhu