1
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
definisi operasional dari istilah-istilah pokok yang digunakan.
A. Latar Belakang Masalah
Pemerintah dan rakyat Indonesia, dewasa ini tengah gencar- gencarnya mengimplementasikan pendidikan karakter di institusi
pendidikan mulai dari tingkat dini PAUD, sekolah dasar SDMI, sekolah menengah pertama SMPMTS, sekolah menengah atas
SMAMA, hingga perguruan tinggi PT. Melalui pendidikan karakter yang diimplementasikan dalam institusi pendidikan, diharapkan krisis
degradasi karakter atau moralitas anak bangsa ini bisa segera teratasi. Lebih dari itu, diharapkan di masa yang akan datang terlahir generasi
bangsa dengan ketinggian budi pekerti atau karakter Wibowo, 2013. Namun demikian, pendidikan karakter di sekolah khususnya di
Sekolah Menengah Pertama hanya sebatas pada pengenalan nilai-nilai karakter saja, belum sampai pada penerapan kehidupan sehari-hari. Guru
Bimbingan dan Konseling BK belum dilibatkan dalam pengembangan dan penerapan pendidikan karakter.
Tahun 2014, TIM Peneliti Strategi Nasional STRANAS Program Studi Bimbingan dan Konseling, Universitas Sanata Dharma melakukan
penelitian evaluasi terbatas tentang keterlaksanaan, hambatan-hambatan, dan efektivitas hasil pendidikan karakter terintegrasi dengan pembelajaran
di SMP pada 5 kota di Indonesia Tangerang, Kulon Progo, Yogyakarta, Surakarta, dan Malang. Hasil penelitian menunjukkan:
1. Dilihat dari hasilnya, implementasi pendidikan karakter terintegrasi di
SMP, efektivitasnya belum menggembirakan. Temuan evaluatif secara empirik menunjukkan bahwa 36,4 dari 653 siswa SMP di 5 kota
yang diteliti masih berada pada kategori kurang baik dan beberapa di antaranya buruk dalam capaian skor karakternya. Hanya 12,3 dari
653 siswa tersebut yang masuk pada kategori baik dengan capaian skor ≥ 7.
2. Teridentifikasi 25 dari 50 butir pernyataan karakter dari skala
pengukuran hasil pendidikan karakter yang capaian skornya kurang baik dan 5 butir diantaranya bahkan dalam kategori buruk. Jiwa
kewirausahaan, kemandirian, rasa ingin tahu, patuh pada peraturan sosial, dan menghargai karyaprestasi orang lain teridentifikasi sebagai
5 nilai karakter yang capaiannya masih buruk, baik pada siswa kelas VII maupun pada siswa kelas VIII.
3. Terdapat kecenderungan bahwa capaian skor hasil pendidikan karakter
lebih baik pada siswa kelas VII dibanding pada siswa kelas VIII, baik pada rata-rata capaian skor maupun pada banyaknya ragam nilai
karakter. Siswa kelas VII hampir dua kali lebih banyak dari siswa kelas VIII yang mencapai skor karakter pada kategori baik, sebaliknya
siswa kelas VIII dua kali lebih banyak jumlahnya dari siswa kelas VII yang capaian skornya terpuruk pada kategori kurang baik dan buruk.
Dari hasil data penelitian TIM Peneliti Strategi Nasional STRANAS 2014 Program Studi Bimbingan dan Konseling, Universitas
Sanata Dharma, menunjukkan bahwa karakter mandiri pada siswa SMP berada pada kategori buruk. Selain itu, terindentifikasi bahwa pada siswa
kelas VIII capaian skor kurang baik dan buruk. Peneliti tertarik untuk meneliti kembali mengenai masalah character building khususnya
mengenai karakter mandiri. Menurut Monks, dkk 1999 orang yang mandiri akan
menunjukkan perilaku yang mampu mengambil keputusan, percaya diri, dan kreatif. Remaja yang tidak mandiri akan menimbulkan masalah pada
perilaku misalnya pemalu, tidak memiliki motivasi, kebiasaan belajar yang kurang baik, perasaan tidak aman dan tergantung kepada orang tuanya.
Berdasarkan informasi dari guru BK SMP N 31 Purworejo diketahui bahwa belum semua guru menerapkan pendidikan karakter
dalam proses belajar mengajar. Kemendiknas 2010 menerangkan bahwa pengembangan karakter tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan namun
terintegrasi didalam mata pelajaran, pengembangan diri serta budaya satuan pendidikan. Pengembangan pendidikan karakter bertujuan agar
peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai karakter sehingga diharapkan peserta didik mampu menerapkannya kedalam kehidupan
sehari-hari. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Selain itu, karakter mandiri belum sepenuhnya terinternalisasi dalam diri siswa-siswi di SMP N 31 Purworejo. Perilaku individu yang
berkarakter merupakan perwujudan fungsi psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia kognitif, afektif, konatif, dan
psikomotor dan fungsi totalitas sosial dalam konteks interaksi dalam keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat yang berlangsung
sepanjang hayat Kemendiknas, 2010. Salah satu cara alternatif untuk meningkatkan karakter mandiri
adalah dengan melalui layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning. Berdasarkan hasil penelitian Artati
2016 layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning efektif untuk meningkatkan karakter bertanggung
jawab. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan
Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Mandiri Siswa- siswi K
elas VIII F SMP N 31 Purworejo tahun ajaran 20142015”
B. Identifikasi Masalah