Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis : studi pra eksperimen pada pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN

KARAKTER KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

(Studi Pra Eksperimen pada Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015)

Clara Vania

Universitas Sanata Dharma 2016

Tujuan penelitian ini: (1) Mengetahui seberapa baik kualitas karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015; (2) Mengetahui efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning, untuk meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan pra-eksperimen One-Group Pretest-Posttest Design. Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan Kuesioner Karakter Kepemimpinan Demokratis yang disusun oleh peneliti. Subjek penelitian ini adalah pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas VII serta VIII di SMP N 6 Surakarta, tahun ajaran 2014/2015 sejumlah 38 orang. Koefisien reliabilitas penelitian ini dianalisa menggunakan teknik korelasi Product Moment hasilnya senilai 0.844 dan termasuk kategori tinggi. Teknik analisa data yang digunakan adalah kategorisasi distribusi normal dan uji Paired Sample T-test.

Temuan penelitian menunjukkan: tingkat karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015 sebelum mendapatkan layanan bimbingan klasikal kolaboratif, sudah tergolong baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut yaitu, subjek sudah memiliki pemahaman dasar tentang seperangkat nilai dan sikap yang mencerminkan karakter kepemimpinan demokratis, subjek sedang berada dalam usaha yang baik dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya dalam hal membina hubungan yang baik dengan anggota kelompok, serta adanya tokoh masyarakat, guru, dan orang tua sebagai model. Terdapat peningkatan karakter kepemimpinan demokratis subjek secara signifikan (Sig 2 tailed) sebesar (0.000) < (0,05). Dengan demikian, implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning efektif meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis subjek.

Kata kunci: bimbingan klasikal kolaboratif, experiential learning, karakter kepemimpinan demokratis


(2)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF CHARACTER EDUCATION IMPLEMENTATION BASED ON CLASSICAL COLLABORATIVE GUIDANCE SERVICES WITH

EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH TO INCREASE DEMOCRATIC LEADERSHIP CHARACTER

(Pre Experiment in OSIS Board, the Deputy, and Class Leader in 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015)

Clara Vania

Sanata Dharma University 2016

The purpose of this study are: (1) Knowing how good the quality of the democratic leadership character of the OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015; (2) Assess the effectiveness of character education implementation based on classical collaborative guidance services with experiential learning approach to improve the democratic leadership character of the OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015. This research is a quantitative study using a pre-experiment approach one-group pretest-posttest design. Data collection methods used in this study is the Democratic Leadership Character Questionnaire developed by the researcher. This research subject is the OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015 which amounted to 38 people. The reliability coefficient of this study were analyzed using product moment correlation technique, results are worth 0.844 and included a high category. Data analysis technique used is the categorization of normal distribution and Paired Sample T-test.

The findings show: character level overview of the democratic leadership character of OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015 before getting a classical collaborative guidance services is already quite good. Factors affecting the growth and development of the democratic leadership character of the subject are, the subject already has a basic understanding of a set of values and attitudes that reflect the democratic leadership character, the subject was in a good effort in achieving development tasks in terms of fostering good relationships with members of the group, as well as their community leaders, teachers, and parents as a model. There is a significant growing character of the subject’s democratic leadership character, worth (Sig 2 tailed) of (0.000) <(0.05). Thus, the character education implementation based on classical collaborative guidance services with experiential learning approach, effectively improve the democratic leadership character of the subject.

Keywords: classical collaborative guidance service, experiential learning, democratic leadership character


(3)

i

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN

KARAKTER KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

(Studi Pra Eksperimen pada Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Clara Vania NIM: 121114044

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Keep fighting, keep the spirit high, and never give up!

In this life, we can not do GREAT THINGS, we only can do small things with GREAT LOVE

(MOTHER TERESA)

Do your best and let God do the rest (ANONIM)


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya mempersembahkan karya ini bagi…

Teladan hidup yang senantiasa memberikan pertolongan, berkat, dan rahmat-Nya kepada saya,

Tuhan Yesus dan Bunda Maria Yang Maha Baik

Orang tua tercinta,

Quirinus Manenti Warsius (Alm.) dan Veronica Theresia Diesta Aribawati

Adik-adik tersayang,

Maria Janice, Servatius Arief Widyatmoko, dan Agatha Kessya

Tante terkasih,

Ellysabeth Mulyani

Simbah terbaik,

Yohana Sukartini

Seluruh keluarga,

Om Antonius Priyatma, Om Pius Monica Larsius, Om Eduard Berman Hutagalung, dan segenap keluarga


(8)

(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Clara Vania Nomor Mahasiswa : 121114044

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN

EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

(Studi Pra Eksperimen pada Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015)

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 8 Agustus 2016 Yang menyatakan


(10)

viii

ABSTRAK

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL KOLABORATIF DENGAN PENDEKATAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN

KARAKTER KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

(Studi Pra Eksperimen pada Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015)

Clara Vania

Universitas Sanata Dharma 2016

Tujuan penelitian ini: (1) Mengetahui seberapa baik kualitas karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015; (2) Mengetahui efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning, untuk meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan pra-eksperimen One-Group Pretest-Posttest Design. Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan Kuesioner Karakter Kepemimpinan Demokratis yang disusun oleh peneliti. Subjek penelitian ini adalah pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas VII serta VIII di SMP N 6 Surakarta, tahun ajaran 2014/2015 sejumlah 38 orang. Koefisien reliabilitas penelitian ini dianalisa menggunakan teknik korelasi Product Moment hasilnya senilai 0.844 dan termasuk kategori tinggi. Teknik analisa data yang digunakan adalah kategorisasi distribusi normal dan uji Paired Sample T-test.

Temuan penelitian menunjukkan: tingkat karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015 sebelum mendapatkan layanan bimbingan klasikal kolaboratif, sudah tergolong baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut yaitu, subjek sudah memiliki pemahaman dasar tentang seperangkat nilai dan sikap yang mencerminkan karakter kepemimpinan demokratis, subjek sedang berada dalam usaha yang baik dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya dalam hal membina hubungan yang baik dengan anggota kelompok, serta adanya tokoh masyarakat, guru, dan orang tua sebagai model. Terdapat peningkatan karakter kepemimpinan demokratis subjek secara signifikan (Sig 2 tailed) sebesar (0.000) < (0,05). Dengan demikian, implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning efektif meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis subjek.

Kata kunci: bimbingan klasikal kolaboratif, experiential learning, karakter kepemimpinan demokratis


(11)

ix ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF CHARACTER EDUCATION IMPLEMENTATION BASED ON CLASSICAL COLLABORATIVE GUIDANCE SERVICES WITH

EXPERIENTIAL LEARNING APPROACH TO INCREASE DEMOCRATIC LEADERSHIP CHARACTER

(Pre Experiment in OSIS Board, the Deputy, and Class Leader in 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015)

Clara Vania

Sanata Dharma University 2016

The purpose of this study are: (1) Knowing how good the quality of the democratic leadership character of the OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015; (2) Assess the effectiveness of character education implementation based on classical collaborative guidance services with experiential learning approach to improve the democratic leadership character of the OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015. This research is a quantitative study using a pre-experiment approach one-group pretest-posttest design. Data collection methods used in this study is the Democratic Leadership Character Questionnaire developed by the researcher. This research subject is the OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015 which amounted to 38 people. The reliability coefficient of this study were analyzed using product moment correlation technique, results are worth 0.844 and included a high category. Data analysis technique used is the categorization of normal distribution and Paired Sample T-test.

The findings show: character level overview of the democratic leadership character of OSIS board, the deputy, and class leader in the 6th Public Junior High School Surakarta Education Age 2014/2015 before getting a classical collaborative guidance services is already quite good. Factors affecting the growth and development of the democratic leadership character of the subject are, the subject already has a basic understanding of a set of values and attitudes that reflect the democratic leadership character, the subject was in a good effort in achieving development tasks in terms of fostering good relationships with members of the group, as well as their community leaders, teachers, and parents as a model. There is a significant growing character of the subject’s democratic leadership character, worth (Sig 2 tailed) of (0.000) <(0.05). Thus, the character education implementation based on classical collaborative guidance services with experiential learning approach, effectively improve the democratic leadership character of the subject.

Keywords: classical collaborative guidance service, experiential learning, democratic leadership character


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas segala berkat dan bimbingan-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Kepemimpinan Demokratis (Studi Pra Eksperimen pada Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015).

Selama penulisan tugas akhir ini, peneliti mendapatkan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah membantu, yaitu kepada: 1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan.

2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

3. Bapak Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

4. Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang tak kenal lelah membimbing peneliti dengan penuh kesabaran dan ketelitian. 5. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas

bimbingan dan dukungan selama peneliti menempuh studi.

6. Pak Moko atas kesetiaan memberikan pelayanan sekretariat yang ramah kepada peneliti selama menempuh studi di Program Studi Bimbingan dan Konseling.

7. Suster-suster FCJ atas kebaikan hati untuk selalu memberikan bantuan dalam segala bentuk kepada peneliti.

8. Orang tua Clara Vania, yakni Bapak Quirinus Manenti Warsius (alm.) dan Ibu Veronica Theresia Dieasta Aribawati atas seluruh doa, dukungan, serta penguatan yang diberikan kepada peneliti selama ini.

9. Adik-adik Clara, yakni Maria Janice, Servatius Arief Widyatmoko, dan Agatha Kessya, atas inspirasi, doa, dukungan, dan keceriaan yang telah diberikan kepada peneliti.


(13)

(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GRAFIK ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...4

C. Fokus Penelitian ...5

D. Rumusan Masalah ...6

E. Tujuan Penelitian ...6

F. Manfaat Penelitian ...7

1. Manfaat Teoritis ...7

2. Manfaat Praktis ...7

G. Batasan Istilah ...8


(15)

xiii

2. Pendidikan Karakter ...8

3. Karakter Kepemimpinan Demokratis ...8

4. Experiential Learning ... 9

5. Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif ...9

6. Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ...10

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Hakikat Pendidikan Karakter ...11

1. Pengertian Karakter ...11

2. Pengertian Pendidikan Karakter ...12

3. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ...13

4. Nilai-nilai Karakter untuk SMP...14

5. Langkah-langkah Pelaksanaan Pendidikan Karakter ...15

B. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif ...17

1. Pengertian Layanan Bimbingan Klasikal ...17

2. Tujuan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Klasikal ...19

3. Pihak yang Dilibatkan dalam Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konseling ...20

4. Pengertian Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif ...21

C. Hakikat Experiential Learning ... 24

1. Pengertian Experiential Learning ... 24

2. Tujuan Experiential Learning ... 24

3. Prosedur Model Experiential Learning ... 25

4. Kemampuan Dasar yang Hendaknya Dimiliki Peserta Didik agar Proses Pembelajaran Experiential Learning Efektif ...25

5. Prinsip-prinsip Model Experiential Learning ... 26

6. Prosedur bagi Guru untuk Mempersiapkan Model Pembelajaran Experiential Learning ... 27

7. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Experiential Learning ...27

D. Hakikat Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 30

E. Hakikat Karakter Kepemimpinan Demokratis ...35

F. Hakikat Remaja ...38

1. Pengertian Remaja ...38

2. Tahap dan Tugas Perkembangan Remaja ...39

G. Kerangka Pikir...41


(16)

xiv

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

A. Jenis Penelitian ...43

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...48

C. Subjek Penelitian ...48

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ...49

E. Validitas, Reliabilitas, dan Uji Normalitas ...51

1. Validitas Instrumen...51

2. Reliabilitas Instrumen...51

3. Uji Normalitas ...53

F. Teknik Analisis Data ...55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Hasil Penelitian ...58

1. Gambaran Tingkat Karakter Kepemimpinan Demokratis Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 Sebelum Mendapatkan Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 58

2. Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif Dengan Pendekatan Experiential Learning, untuk Meningkatkan Karakter Kepemimpinan Demokratis Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 ...60

B. Pembahasan ...67

1. Gambaran Tingkat Karakter Kepemimpinan Demokratis Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 Sebelum Mendapatkan Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 67

2. Efektivitas Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif Dengan Pendekatan Experiential Learning, untuk Meningkatkan Karakter Kepemimpinan Demokratis Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 ...73

BAB V PENUTUP ... 82


(17)

xv

B. Keterbatasan Penelitian ...83

C. Saran ...84

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian One-Group Pretest Posttest Design...45

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ...50

Tabel 3.3 Kriteria Guilford ...52

Tabel 3.4 Tabel Hasil Uji Normalitas ...54

Tabel 3.5 Tabel Norma Kategorisasi Tingkat Karakter Kepemimpinan Demokratis ...55

Tabel 3.6 Tabel Norma Kategorisasi Tingkat Karakter Kepemimpinan Demokratis Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 ...57

Tabel 4.1 Tingkat Karakter Kepemimpinan Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 sebelum mendapatkan Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ...60


(19)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Tingkat Karakter Kepemimpinan Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015 sebelum mendapatkan Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ...60


(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Proses Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan

Pendekatan Experiential Learning ...34 Gambar 3.1. Program Penelitian Pra Eksperimen One-Group

Pretest-Posttest Design Implementasi Pendidikan Karakter

Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning ... 47


(21)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji Normalitas

Lampiran 2. Hasil Uji Paired Sample T-test Lampiran 3. Hasil Reliabilitas

Lampiran 4. Tabulasi Data Penelitian Pretest Lampiran 5. Tabulasi Data Penelitian Posttest

Lampiran 6. Kuesioner Karakter Kepemimpinan Demokratis Lampiran 7. Lembar Validasi Siswa

Lampiran 8. Lembar Validasi Mitra Kolaboratif Lampiran 9. Rencana Pelaksanaan Layanan


(22)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan beberapa hal yaitu: latar belakang masalah, identifikasi masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan hingga saat ini sedang menggalakkan pendidikan karakter di sekolah-sekolah. Mochtar Buchori (dalam Barus, 2015) bahwa,

“Pendidikan watak diformulasikan menjadi pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau pelajaran budi pekerti, yang program utamanya ialah pengenalan nilai-nilai secara kognitif semata. Paling-paling mendalam sedikit sampai ke penghayatan nilai secara afektif. Padahal pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengalaman nilai secara nyata.”

Pendidikan karakter di SMP masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Nilai-nilai karakter yang dimuat dalam RPP sebagian besar hanya merupakan “tempelan” semata. Guru mata pelajaran kesulitan untuk melatih peserta didik untuk mampu mengenal, menghayati, dan menerapkan nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari. Padahal sesungguhnya ketiga hal tersebut merupakan tanggung jawab guru mata pelajaran.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan karakter di SMP, baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai,


(23)

dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari (Suyanto, 2010). Hal itu tidak sejalan dengan diberlakukannya kurikulum 2013, yang mewajibkan semua mata pelajaran untuk memampukan peserta didiknya menerapkan nilai-nilai karakter yang dimuat di dalamnya. Para guru hendaknya memiliki kompetensi yang memadai untuk menerapkan pendekatan experiential learning dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian, peserta didik dapat mengalami langsung dan mempraktikan langsung, nilai-nilai karakter yang hendak diajarkan. Itulah alasan peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan experiential learning.

Data Penelitian Strategi Nasional (Barus, Sinaga, & Sri Hastuti, 2014), berjudul “Pengembangan Model Pendidikan Karakter di SMP Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning”, yang dilakukan oleh beberapa dosen Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, menunjukan bahwa secara empirik 36,4% peserta didik SMP dari 653 peserta didik SMP di 5 kota yang diteliti, capaian nilai-nilai karakternya masih berada pada kategori kurang baik. Hal itu menunjukkan bahwa implementasi pendidikan karakter berbasis pendekatan experiential learningbelum berhasil diselenggarakan di sekolah.

Salah satu dari 5 SMP yang diteliti dalam penelitian tersebut yaitu, SMP N 6 Surakarta. Wawancara peneliti dengan guru BK di SMP N 6


(24)

Surakarta menghasilkan data bahwa guru BK ternyata mengalami kesulitan untuk mengimplementasikan pendidikan karakter dengan pendekatan experiential learning di kelas. Persoalannya adalah guru BK terbiasa menggunakan metode ceramah, dan mereka belum paham tentang bagaimana menyelenggarakan pendidikan karakter berbasis experiential learningdi kelas. Berlandaskan data ini, peneliti ingin memberikan gambaran kepada guru BK di SMP N 6 Surakarta, tentang penyelenggaraan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatanexperiential learning.

Kemudian, berdasarkan penelitian Barus, Sinaga, & Sri Hastuti (2014) tersebut juga diidentifikasi 23 topik karakter yang dibutuhkan oleh peserta didik, guru, dan orang tua dengan peringkat skala prioritas 1-23. Salah satu karakter yang tercermin dari 23 topik karakter yang dibutuhkan oleh peserta didik, adalah karakter demokratis. Karakter demokratis yang dimaksudkan meliputi cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama antara hak dan kewajiban diri sendiri dan sesama. Bahwasanya peneliti meninjau, karakter demokratis ini berhubungan erat dengan gaya kepemimpinan individu. Oleh karena itu, dalam penelitian berikut, peneliti ingin melihat karakter demokratis peserta didik melalui gaya kepemimpinannya; yang mana dalam penelitian ini akan disebutkan sebagai karakter kepemimpinan demokratis. Karakter kepemimpinan demokratis baik untuk dikembangkan sejak dini dalam diri peserta


(25)

didik, agar kelak mereka menjadi penerus bangsa dapat bersikap sebagai pemimpin yang demokratis; pemimpin yang mau mendengarkan dan bergerak untuk kepentingan rakyatnya. Demikian alasan peneliti melakukan penelitian dengan topik karakter kepemimpinan demokratis di SMP N 6 Surakarta.

Berlandaskan pada data di atas, maka perlu dikembangkan sebuah model pendidikan karakter baru, yaitu implementasi pendidikan karakter berbasis bimbingan klasikal kolaboratif (kerja sama antara guru BK dan guru mata pelajaran terkait), dengan pendekatan experiential learning. Maka dalam penelitian berikut peneliti ingin mengetahui tentang, apakah secara signifikan implementasi pendidikan karakter berbasis bimbingan klasikal kolaboratif, dengan pendekatan experiential learning dapat meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas di SMP N 6 Surakarta.

B. Identifikasi Masalah

Bersumber dari latar belakang di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut.

1. SMP N 6 Surakarta sudah melaksanakan pendidikan karakter, hanya saja implementasinya masih baru sampai pada tataran pengenalan nilai-nilai karakter; belum sampai pada penerapan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari


(26)

2. Guru mata pelajaran dan guru BK SMP N 6 Surakarta belum mengetahui metode pengajaran yang sesuai untuk digunakan, dalam rangka melaksanakan pendidikan karakter di sekolah

3. Capaian nilai-nilai karakter peserta didik di SMP N 6 Surakarta berdasarkan hasil penelitian evaluatif sebelumnya, masih berada pada kategori kurang baik; khususnya dalam capaian nilai karakter kepemimpinan demokratis.

C. Fokus Penelitian

Setelah meninjau berbagai permasalahan yang dipaparkan pada latar belakang dan identifikasi masalah, peneliti melihat bahwa menjadi sangat penting diterapkannya sebuah model pengajaran baru di SMP, yaitu bimbingan klasikal kolaboratif (antara guru BK dan guru mata pelajaran) dalam rangka pelaksanaan pendidikan karakter. Namun model pengajaran baru itu belum memiliki validasi. Untuk itulah, peneliti memfokuskan penelitian ini pada pengujian efektivitas pelaksanaan pendidikan karakter berbasis bimbingan klasikal kolaboratif, terkhusus dalam meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta. Sebuah studi yang menguji keefektivitasan sebuah pendidikan karakter dengan model bimbingan klasikal kolaboratif yang dilakukan oleh guru BK di kelas, dengan bekerja sama dengan guru mata pelajaran.


(27)

D. Rumusan Masalah

Di bawah ini merupakan masalah utama penelitian, yang disusun secara spesifik dalam pertanyaan berikut.

1. Seberapa baik kualitas karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015?

2. Bagaimana efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning, untuk meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang ingin dipecahkan peneliti, berikut merupakan tujuan penelitian yang hendak dicapai.

1. Mengetahui seberapa baik kualitas karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015.

2. Mengetahui efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning, untuk meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015.


(28)

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini merupakan sumbangan pengetahuan baru, khususnya dalam dunia Bimbingan dan Konseling terkait penerapan sebuah model bimbingan klasikal kolaboratif dalam rangka mengembangkan karakter kepemimpinan demokratis. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji tentang bimbingan klasikal kolaboratif dengan subjek, media, jenis dinamika kelompok, maupun tempat penelitian yang berbeda.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pendidik karakter (guru BK dan guru mata pelajaran), hasil penelitian ini dapat menjadi sumber inspirasi untuk melaksanakan bimbingan klasikal secara lebih inovatif, komprehensif, dan terpadu.

b. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kerja sama professional antar sesama pendidik karakter.

c. Bagi lembaga pendidikan konselor sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk mengembangkan konsep bimbingan karakter di kelas, dan terapan ilmu bimbingan dan konseling lainnya dalam rangka


(29)

mengoptimalkan pendidikan karakter, khususnya di SMP N 6 Surakarta.

d. Bagi peneliti, proses penelitian ini memberikan pengalaman dan keterampilan baru untuk lebih kreatif dalam memberikan sebuah bimbingan kelas. Hasil penelitian ini pun menambah pengetahuan baru mengenai implementasi model bimbingan kelas yang baru, yaitu model bimbingan klasikal kolaboratif. G. Batasan Istilah

1. Karakter

Karakter dalam penelitian ini adalah serangkaian nilai, sifat, sikap, dan keterampilan, yang terpatri dalam diri serta tercermin melalui perilaku.

2. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dalam penelitian ini adalah proses pemberian bantuan kepada peserta didik untuk menjadi manusia yang utuh, dalam dimensi hati, pikir, raga, rasa, dan karsa; mampu mengungkapkan serangkaian nilai, sifat, sikap, dan keterampilan, yang terpatri dalam diri melalui perilaku.

3. Karakter kepemimpinan Demokratis

Karakter kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi tingkah laku orang lain agar mau bekerja sama demi mencapai tujuan kelompok, dengan menitikberatkan pada aktivitas (kerja sama) setiap anggota kelompok, sehingga semua


(30)

anggota dilibatkan dalam aktivitas, yang dimulai penentuan tujuan, pembuatan rencana keputusan, disiplin (tegas) dan mau mendengarkan saran/kritik yang sifatnya membangun (berani berpendapat dan rendah hati menghargai pendapat orang lain walaupun berbeda).

4. Experiential Learning

Experiential Learning adalah sebuah pendekatan dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok, dengan menggunakan dinamika kelompok yang efektif. Suatu dinamika kelompok dinyatakan efektif ketika dapat menghadirkan suasana kejiwaan yang sehat di antara peserta kegiatan, meningkatkan spontanitas, munculnya perasaan positif (seperti senang, rileks, gembira, menikmati, dan bangga), meningkatkan gairah atau minat untuk semakin terlibat dalam kegiatan, memungkinkan terjadinya katarsis, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sosial (adaptasi dari Prayitno, dkk, 1998:90).

5. Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif

Bimbingan klasikal kolaboratif merupakan model layanan bimbingan konseling yang diselenggarakan oleh konselor bekerja sama dengan guru mata pelajaran sebagai mitra kolaboratif, untuk membantu mengoptimalkan proses belajar peserta didik dari segu pribadi, sosial, belajar, dan kariernya. Model bimbingan ini diselenggarakan dalam bentuk tatap muka dan setting kelas


(31)

(jumlah peserta didik rata-rata 30 orang), yang membahas materi/topik layanan sesuai kebutuhan peserta didik, serta dalam tugas-tugas pengembangan pemahaman dan pengamalan materi/topik layanannya melibatkan guru mata pelajaran.

6. Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning

Bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning merupakan model layanan bimbingan konseling yang diselenggarakan oleh konselor bekerja sama dengan guru mata pelajaran sebagai mitra kolaboratif, untuk membantu mengoptimalkan proses belajar peserta didik dari segu pribadi, sosial, belajar, dan kariernya. Model bimbingan ini diselenggarakan dalam bentuk tatap muka dan setting kelas (jumlah peserta didik rata-rata 30 orang), yang membahas materi/topik layanan sesuai kebutuhan peserta didik, yang mana dalam penyelenggaraannya peserta didik dibimbing untuk menggunakan kemampuan dasar pembelajaran experiential learning, yaitu: concrete experience, reflective observation, actual conceptualization,danactive experimentation.


(32)

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini diuraikan tentang hakikat pendidikan karakter, hakikat layanan bimbingan klasikal kolaboratif, hakikat experiential learning, hakikat karakter kepemimpinan demokratis, hakikat remaja, kerangka berpikir, dan hipotesis.

A. Hakikat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Karakter

Menurut Helen G. Douglas dalam Samani (2013:41), karakter tidaklah diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berksesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Menurut Samani (2013:41), karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas pada tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan TuhanYang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,


(33)

hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika. Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak.

Menurut Warsono, dkk (2010) yang mengutip dari Jack Corley dan Thomas Phillip (2000), menyatakan bahwa karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. dengan demikian, karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpatri dalam diri dan terjewantahkan dalam perilaku (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010). Menurut Scerenco (1997), karakter adalah atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok, atau bangsa. Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka karakter dapat diartikan sebagai serangkaian nilai, sifat, sikap, dan keterampilan, yang terpatri dalam diri serta tercermin melalui perilaku.

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Winton, 2010 (dalam Samani, 2013), pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya. Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang


(34)

guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Menurut Burke (2001), pendidikan karakter merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang fundamental dari pendidikan yang baik. Sedangkan Lickona (1991) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Secara sederhana Lickona (2004) menyatakan bahwa, pendidikan karakter adalah upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa. Maka berdasarkan pengertian-pengertian di atas, pendidikan karakter adalah proses pemberian bantuan kepada peserta didik untuk menjadi manusia yang utuh, dalam dimensi hati, pikir, raga, rasa, dan karsa; mampu mengungkapkan serangkaian nilai, sifat, sikap, dan keterampilan, yang terpatri dalam diri melalui perilaku.

3. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

MenurutPanduan Pendidkan Karakterdi SMP (Suyanto, 2010), berikut merupakan prinsip-prinsip pendidikan karakter:

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya

mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku

c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk membangun karakter


(35)

d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

menunjukkan perilaku yang baik

f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses

g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada peserta didik h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral

yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama

i. Adanya pembagian kepemimpiann moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter

j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.

4. Nilai-nilai Karakter untuk SMP

Berdasarkan Permen Diknas nomor 23 tahun 2006 dan SK/KD Permen Diknas nomor 22 tahun 2006, dalam Panduan Pendidkan Karakter di SMP (Suyanto, 2010), dipilih 20 nilai karakter utama yang disarikan dari butir-butir SKL SMP. Berikut merupakan daftar 20 nilai utama yang dimaksudkan.

a. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan (religius), meliputi pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang


(36)

diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.

b. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri meliputi karakter jujur, bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, ingin tahu, serta cinta ilmu.

c. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama, meliputi karakter sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan-aturan sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, dan demokratis.

d. Nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, meliputi sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya, dan mengembangkan upaya untuk memperbaiki kerusakan alam, serta selalu ingin membantu sesama yang membutuhkan. e. Nilai kebangsaan, meliputi karakter nasionalis dan menghargai

keberagaman.

5. Langkah-langkah Pelaksanaan Pendidikan Karakter

Pada Panduan Pendidkan Karakter di SMP (Suyanto, 2010), dipaparkan langkah-langkah pelaksanaan pendidikan karakter yang meliputi: perancangan, implementasi, monitoring dan evaluasi, serta tindak lanjut.


(37)

a. Perancangan

Perancangan program pendidikan karakter di sekolah mengacu pada jenis-jenis kegiatan, yang memuat unsur-unsur: tujuan, sasaran kegiatan, substansi kegiatan, pelaksana kegiatan dan pihak-pihak yang terkait, mekanisme pelaksanaan, keorganisasian, waktu dan tempat, serta fasilitas pendukung.

b. Implementasi

Implementasi pendidikan karakter dilakukan secara terpadu melalui tiga jalur, yaitu:

1) Pembelajaran

Pembentukan karakter yang terpadu dengan pembelajaran pada semua mata pelajaran.

2) Manajemen sekolah

Pembentukan karakter yang terpadu dengan manajemen sekolah.

3) Kegiatan pembinaan kesiswaan

Pembentukan karakter yang terpadu dengan kegiatan pembinaan kesiswaan.

c. Monitoring dan evaluasi

Monitoring merupakan serangkaian kegiatan untuk memantau proses pelaksanaan program pendidikan karakter. Kegiatan tersebut berfokus dalam memantau kesesuaian


(38)

proses pelaksanaan proram pendidikan karakter berdasarkan prosedur yang sudah ditetapkan. Sedangkan fokus kegiatan evaluasi adalah untuk mengetahui sejauhmana efektivitas program pendidikan karakter berdasarkan pencapaian tujuan yang sudah ditentukan.

d. Tindak lanjut

Hasil monitoring dan evaluasi dari implementasi program pendidikan karakter digunakan sebagai acuan untuk menyempurnakan program, mencakup penyempurnaan rancangan, mekanisme pelaksanaan, dukungan fasilitas, sumber daya manusia, dan manajemen sekolah yang terkait dengan implementasi program.

B. Hakikat Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif 1. Pengertian Layanan Bimbingan Klasikal

Lampiran Permendiknas no. 111 tahun 2014 memaparkan hal-hal berikut mengenai layanan bimbingan klasikal.

a. Layanan bimbingan klasikal merupakan layanan yang dilaksanakan dalam setting kelas, diberikan kepada semua peserta didik, dalam bentuk tatap muka terjadwal dan rutin setiap kelas/perminggu

b. Volume kegiatan tatap muka secara klasikal adalah 2 jam per kelas perminggu, dan dilaksanakan secara terjadwal di kelas


(39)

c. Materi layanan bimbingan klasikal meliputi empat bidang layanan BK, diberikan secara proporsional sesuai kebutuhan peserta didik, yang meliputi aspek perkembangan pribadi, sosial, belajar, dan karier, dalam rangka pencapaian perkembangan optimal peserta didik dan tujuan pendidikan nasional

d. Materi layanan bimbingan klasikal disusun dalam bentuk rencana pelaksanaan layanan bimbingan klasikal (RPLBK) e. Bimbingan klasikal diberikan secara runtut dan terjadwal di

kelas dan dilakukan oleh konselor, yaitu pendidik profesional yang minimal berkualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling, dan lulus pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling/konselor.

Hal tersebut didukung oleh pernyataan Rochman Natawidjaja (1981) dalam Winkel dan Sri Hastuti (2004) bahwa, bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada individu secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.


(40)

2. Tujuan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Klasikal

Winkel dan Sri Hastuti dalam bukunya yang berjudul Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (2004:31-32) memaparkan bahwa tujuan penyelenggaraan layanan bimbingan yaitu, supaya sesama manusia mengatur kehidupan sendiri, menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal mungkin, memikul tanggung jawab sepenuhnya atas arah hidupnya sendiri, menggunakan kebebasannya sebagai manusia secara dewasa dengan berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potensi yang baik padanya, dan menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam kehidupan ini secara memuaskan.

Layanan bimbingan mempunyai tujuan supaya orang yang dilayani menjadi mampu mengatur kehidupannya sendiri, memiliki pandangannya sendiri dan tidak sekedar membebek pendapat orang lain, mengambil sikap sendiri, dan berani menanggung sendiri akibat dan konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Tujuan bantuan itu diberikan yaitu supaya orang perorangan atau kelompok orang yang dilayani menjadi mampu menghadapi semua tugas perkembangan hidupnya secara sadar dan bebas, mewujudkan kesadaran dan kebebasan itu dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana, serta mengambil beraneka tindakan penyesuaian diri secara memadai.


(41)

Pemaparan di atas didukung oleh Makhrifah dan Nuryono (2014:2) dalam jurnalnya yang berjudul Pengembangan Paket Peminatan dalam Layanan Bimbingan Klasikal untuk Siswa di SMP, bahwa tujuan penyelenggaraan bimbingan yaitu untuk meluncurkan aktivitas-aktivitas pelayanan yang mengembangkan potensi siswa atau mencapai tugas-tugas perkembangannya sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan.

3. Pihak yang Dilibatkan dalam Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konseling

Dalam lampiran Permendiknas no. 111 tahun 2014 halaman 37, dipaparkan secara jelas tentang pihak yang dapat dilibatkan dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling, yaitu sebagai berikut.

a. Dalam melaksanakan tugas layanan bimbingan dan konseling, Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dapat bekerjasama dengan berbagai pihak di dalam satuan pendidikan (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, staf administrasi, sekolah), dan di luar satuan pendidikan (pengawas pendidikan, komite sekolah, orang tua, organisasi profesi bimbingan dan konseling, dan profesi lain yang relevan).

b. Keterlibatan berbagai pihak dalam mendukung pelaksanaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan dalam bentuk


(42)

kerjasama seperti: mitra layanan, sumber data/informasi, dan narasumber melalui strategi layanan kolaborasi, konsultasi, kunjungan, ataupun referal.

4. Pengertian Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif

Program bimbingan akan berjalan secara efektif apabila didukung oleh semua pihak, dalam hal ini khususnya guru mata pelajaran dan wali kelas. Konselor atau guru BK berkolaborasi dengan guru mata pelajaran dan wali kelas dalam rangka mendapatkan informasi tentang peserta didik (seperti prestasi belajar, kehadiran, dan perkembangan pribadi sosial peserta didik), membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalahnya, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran (Depdiknas, 2008:25). Berdasarkan pengertian tersebut, diketahui bahwa bimbingan klasikal kolaboratif merupakan bimbingan klasikal yang direncanakan, disusun, dan diselenggarakan atas kerja sama antara konselor/guru BK dan guru mata pelajaran untuk membantu peserta didik sesuai dengan kebutuhannya, demi perkembangan yang optimal dalam bidang pribadi, sosial, belajar, dan karier.

Adapun aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran adalah sebagai berikut:


(43)

a. Menciptakan sekolah dengan iklim sosioemosional kelas yang kondusif bagi peserta didik

b. Memahami karakteristik peserta didik yang unik dan beragam c. Menandai peserta didik yang diduga bermasalah

d. Membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui programremedial teaching

e. Mereferal (mengalihtangankan) peserta didik yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing

f. Memberikan informasi tentang kaitan mata pelajaran dengan bidang kerja yang diminati peserta didik

g. Memahami perkembangan dunia industry atau perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi yang luas kepada peserta didik tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, susunan kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja)

h. Menampilkan pribad yang matang, baik dalam aspek emosional, sosial maupun moral-spiritual (hal ini penting, karena guru merupakan model atau “figure sentral” bagi peserta didik)

i. Memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang diberikan secara efektif.

Berdasarkan pemaparan di atas mengenai bimbingan klasikal dan pihak yang dapat dilibatkan dalam penyelenggaraan


(44)

bimbingan dan konseling di sekolah, maka peneliti mendefinisikan layanan bimbingan klasikal kolaboratif sebagai berikut. Bimbingan klasikal kolaboratif merupakan model layanan bimbingan konseling yang diselenggarakan oleh konselor bekerja sama dengan guru mata pelajaran sebagai mitra kolaboratif, untuk membantu mengoptimalkan proses belajar peserta didik dari segu pribadi, sosial, belajar, dan kariernya. Model bimbingan ini diselenggarakan dalam bentuk tatap muka dan setting kelas (jumlah peserta didik rata-rata 30 orang), yang membahas materi/topik layanan sesuai kebutuhan peserta didik, serta dalam tugas-tugas pengembangan pemahaman dan pengamalan materi/topik layanannya melibatkan guru mata pelajaran.

Tugas-tugas pengembangan pemahaman dan pengamalan materi/topik layanan yang dimaksudkan di atas, seperti: dalam topik gotong royong (bekerjasama), peserta didik mendapatkan tugas untuk menceritakan pengalaman-pengalaman mereka ketika bekerja sama saat perayaan hari kemerdekaan; topik gotong royong (bekerjasama) termasuk dalam nilai yang ingin diajarkan dalam mata pelajaran kewarganegaraan. Maka tugas pengembangan pemahaman dan pengamalan itu tadi, bisa juga dijadikan bahasan dalam mata pelajaran kewarganegaraan. Dengan demikian, guru BK dan guru mata pelajaran telah melakukan bimbingan klasikal kolaborasi, dalam rangka


(45)

menumbuhkembangkan nilai gotong royong (bekerjasama) dalam diri peserta didik.

C. HakikatExperiential Learning

1. PengertianExperiential Learning

Experiential Learning adalah sebuah pendekatan dalam penyelenggaraan bimbingan kelompok, dengan menggunakan dinamika kelompok yang efektif. Suatu dinamika kelompok dinyatakan efektif ketika dapat menghadirkan suasana kejiwaan yang sehat di antara peserta kegiatan, meningkatkan spontanitas, munculnya perasaan positif (seperti senang, rileks, gembira, menikmati, dan bangga), meningkatkan gairah atau minat untuk semakin terlibat dalam kegiatan, memungkinkan terjadinya katarsis, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sosial (adaptasi dari Prayitno, dkk, 1998:90). Kolb (1984), mendefinisikan experiential learning sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan penglaaman yang secar terus menerus mengalami perubahan, guna meningkatkan keefektifan dari belajar itu sendiri.

2. TujuanExperiential Learning

Johnson and Johnson (1991) memaparkan tujuan dari model experiential learning adalah untuk mempengaruhi peserta didik dengan 3 cara, yaitu:


(46)

b. Mengubah sikap peserta didik

c. Memperluas keterampiln-keterampilan peserta didik yang sudah ada

Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif. 3. Prosedur ModelExperiential Learning

David Kolb (1984), membagi prosedur pembelajaran experiential learning menjadi 4 tahap, yang masing-masingnya saling berkesinambungan, yaitu:

a. Tahap pengalaman nyata b. Tahap observasi refleksi c. Tahap konseptualisasi d. Tahap implementasi.

4. Kemampuan Dasar yang Hendaknya Dimiliki Peserta Didik agar Proses PembelajaranExperiential LearningEfektif

Nasution (2005) mengemukakan bahwa, agar proses pembelajaran experiential learning efektif, peserta didik perlu memiliki empat kemampuan dasar sebagai berikut.

a. Concrete experience (mengutamakan kemampuan mengolah perasaan)

Peserta didik melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru


(47)

b. Reflection observation (mengutamakan kemampuan mengamati)

Peserta didik mengobservasi dan merefleksi atau memikirkan pengalamannya dari berbagai sudut pandang

c. Abstract conceptualization (mengutamakan kemampuan berpikir)

Peserta didik menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat

d. Active experimentation (mengutamakan kemampuan berbuat sesuatu)

Peserta didik menggunakan teori atau konsep itu untuk memecahkan masalah-masalah tertentu dan mengambil keputusan.

5. Prinsip-prinsip ModelExperiential Learning

Berdasarkan teori Kurt Lewin (1951), berikut merupakan prinsip-prinsip model pembelajaranexperiential learning.

a. Experiential learning yang efektif akan mempengaruhi pemikiran peserta didik, sikap dan nilai-nilai, persepsi, dan perilaku peserta didik.

b. Peserta didik lebih mempercayai pengetahuan yang mereka temukan sendiri daripada pengetahuan yang diberikan oleh orang lain.


(48)

c. Belajar akan lebih efektif bila merupakan sebuah proses yang aktif.

d. Perubahan hendaknya tidak terpisah-pisah antara kognitif, afektif, dan perilaku, tetapi secara holistik.

e. Experiential learning lebih dari sekedar memberi informasi untuk pengubahan kognitif, afektif, maupun perilaku. Experiential learning merupakan proses belajar yang menambahkan minat belajar pada peserta didik, terutama untuk melakukan perubahan yang diinginkan.

f. Perubahan persepsi tentang diri sendiri dan lingkungan sangat diperlukan sebelum melakukan pengubahan pada kognitif, afektif, dan perilaku.

g. Perubahan perilaku tidak akan bermakna bila kognitif, afektif, dan perilaku itu sendiri tidak berubah.

6. Prosedur bagi Guru untuk Mempersiapkan Model PembelajaranExperiential Learning

a. Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman belajar yang bersifat terbuka mengenai hasil potensial atau memiliki seperangkat hasil-hasil alternatif tertentu

b. Guru memberikan rangsangan dan motivasi pengenalan terhadap pengalaman


(49)

c. Peserta didik mengetahui bahwa dirinya dapat bekerja secara individual atak berkelompok dalam belajar berdasarkan pengalaman

d. Guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk aktif berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia, membuat keputusan sendiri, dan menerima konsekuensi berdasarkan keputusan tersebut

e. Guru menyediakan wadah bagi keseluruhan kelas untuk menyajikan pengalaman yang telah dipelajari sehubungan dengan topik bahasan, dan kemudian guru melaksanakan pertemuan untuk membahas berbagai macam pengalaman peserta didik itu (Oemar Hamalik, 2008).

7. Kelebihan dan Kekurangan PendekatanExperiential Learning Pendekatan experiential learning memiliki kelebihan, yakni dapat meningkatkan semangat dan gairah belajar, membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif, memunculkan kegembiraan dalam proses belajar, mendorong dan mengembangkan proses berpikir kreatif, dan mendorong peserta didik untuk melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda. Selain memiliki beberapa kelebihan, pendekatan experiential learning juga memiliki kekurangan, yakni dibutuhkannya alokasi waktu yang relatif lama untuk menyelenggarakan pendekatan experiential learning dalam proses pembelajaran (Sinaga, 2013).


(50)

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki pendekatan experiential learning tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan experiential learning dapat efektif apabila diberikan kepada peserta didik dengan memperhatikan materi yang diberikan, persiapan, strategi yang digunakan, dan alokasi waktu yang disediakan.

Apabila keempat hal tersebut diperhatikan selama proses pembelajaran, maka akan tercapailah tujuan dari pembelajaran dengan pendekatan experiential learning. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan experiential learning yakni: mengubah struktur kognitif peserta didik, mengubah sikap peserta didik, dan memperluas keterampilan-keterampilan peserta didik yang sudah ada. Hal tersebut berlaku apabila ingin menggunakan pendekatan experiential learninguntuk meningkatkan karakter tertentu dalam diri peserta didik. Seperti temuan Sinaga (2013) dalam penelitiannya, Efektivitas Program Bimbingan Pribadi-Sosial Berbasis Experiential Learning untuk Meningkatkan Karakter Humanis Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), menyatakan bahwa program bimbingan pribadi-sosial berbasis experiential learningefektif dalam meningkatkan karakter humanis siswa.


(51)

D. Hakikat Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning

Menurut Makrifah & Nuryono (2014:1), bimbingan klasikal merupakan suatu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada peserta didik oleh guru bimbingan dan konseling (Guru BK) atau konselor kepada sejumlah peserta didik dalam satuan kelas yang dilaksanakan di dalam kelas. Kemudian guru BK atau konselor berkolaborasi dengan guru mata pelajaran atau wali kelas, dalam rangka memperoleh informasi tentang peserta didik (terkait prestasi belajar, kehadiran, maupun perkembangan pribadi-sosialnya), membantu memecahkan masalah peserta didik, dan mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran. Sebuah program bimbingan dapat berjalan secara efektif apabila didukung oleh semua pihak, dalam hal ini khususnya para guru mata pelajaran dan wali kelas (adaptasi dari Depdiknas 2008:25).

Kolb (dalam Sinaga, 2013) memaparkan bahwa, experiential learning merupakan tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secar terus menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektivan dari hasil belajar. Pendekatan experiential learning bertujuan untuk mempengaruhi peserta didik melalui tiga cara, yaitu (1) mengubah struktur kognisi peserta didik, (2) mengubah sikap peserta didik, dan (3) memperluas


(52)

keterampilan-keterampilan peserta didik yang telah ada. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi secara keseluruhan, tidak terpisah-pisah karena apabila satu elemen tidak ada, maka kedua elemen lainnya tidak akan efektif.

Berdasarkan uraian di atas mengenai bimbingan klasikal dan pendekatan experiential learning, maka peneliti mendefinisikan layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning sebagai berikut. Bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning merupakan model layanan bimbingan konseling yang diselenggarakan oleh konselor bekerja sama dengan guru mata pelajaran sebagai mitra kolaboratif, untuk membantu mengoptimalkan proses belajar peserta didik dari segu pribadi, sosial, belajar, dan kariernya. Model bimbingan ini diselenggarakan dalam bentuk tatap muka dan setting kelas (jumlah peserta didik rata-rata 30 orang), yang membahas materi/topik layanan sesuai kebutuhan peserta didik, yang mana dalam penyelenggaraannya peserta didik dibimbing untuk menggunakan kemampuan dasar pembelajaranexperiential learning,yaitu:

a. Concrete experience (mengutamakan kemampuan mengolah perasaan), maksudnya peserta didik melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru.

b. Reflection observation (mengutamakan kemampuan mengamati), maksudnya peserta didik mengobservasi dan


(53)

merefleksi atau memikirkan pengalamannya dari berbagai sudut pandang.

c. Abstract conceptualization (mengutamakan kemampuan berpikir), maksudnya peserta didik menciptakan konsep-konsep yang mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat.

d. Active experimentation (mengutamakan kemampuan berbuat sesuatu), maksudnya peserta didik menggunakan teori atau konsep itu untuk memecahkan masalah-masalah tertentu dan mengambil keputusan.

Proses penyelenggaraan layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatanexperiential learningsecara detail divisualisasikan pada gambar 2.1. Gambar 2.1. menjelaskan bahwa implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning terdiri dari dua rangkaian proses yang saling terkait satu sama lain. Dua rangkaian proses tersebut yakni, (1) proses pembelajaran dengan layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning dan (2) proses kolaborasi antara guru BK (fasilitator) dengan guru mata pelajaran (mitra kolaboratif). Pada proses nomor 1, subjek diajak untuk berdinamika kelompok dan mengalami empat tahapan belajar (concrete experience, reflection observation, abstract conceptualization, danactive experimentation). Pada proses nomor 2, terjadi kerja sama


(54)

antara fasilitator dengan mitra kolaboratif dalam penyelenggaraan layanan bimbingan klasikal kolaboratif. Pada penelitian ini proses nomor 2, peran fasilitator diemban oleh peneliti dan peran mitra kolaboratif (sebagai observer) diemban oleh guru BK dan guru mata pelajaran Kewarganegaraan.


(55)

b. Siswa membentuk kelompok

c. Siswa melakukan dinamika kelompok sesuai instruksi Guru BK dan Guru MaPel terlibat dalam dinamika kelompok sebagaiobserver/fasilitator

b. Siswa membagikan hasil refleksi dinamika

kelompok

Guru BK dan Guru MaPel terlibat dalam dinamika kelompok sebagaiobserver/fasilitator

a. Siswa menyebutkan nilai-nilai yang didapatkan melalui dinamika kelompok

b. Siswa memaknai nilai-nilai yang didapatkannya itu Guru BK dan Guru MaPel terlibat dalam dinamika kelompok sebagaiobserver/fasilitator

a. Siswa membuat niatan-niatan diri berdasarkan nilai-nilai yang dimaknai setelah berdinamika kelompok b. Siswa menerapkan niatan-niatan diri itu dalam

kehidupannya sehari-hari

Guru BK dan Guru MaPel bekerjasama dalam mengamati dan memberikan umpan balik terhadap perilaku siswa

Experiential

Learning

Concrete Experience

(1)

Reflective Observation (2)

Abstract Conzeptualization (3)

Active Experimentation (4)

Gambar 2.1. Proses Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan PendekatanExperiential Learning


(56)

E. Hakikat Karakter kepemimpinan Demokratis

Dalam Panduan Pendidkan Karakter di SMP (Suyanto, 2010), karakter demokratis digambarkan sebagai suatu cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. (dikutip dari Tead; Terry; Hoyt dalam Kartono, 2003). Kepemimpinan ialah proses mempengaruhi aktifitas yang diorganisir dalam suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. (William G. Scott, 1962). Kepemimpinan yang demokratis menitikberatkan pada aktivitas setiap anggota kelompok, sehingga semua anggota dilibatkan dalam aktivitas, yang dimulai penentuan tujuan, pembuatan rencana keputusan, disiplin dan mau mendengarkan saran/kritik yang sifatnya membangun. (diadaptasi dari Kartini Kartono, 1994:33).

Kepemimpinan yang demokratis menitikberatkan pada aktivitas setiap anggota kelompok, sehingga semua anggota dilibatkan dalam aktivitas, yang dimulai penentuan tujuan, pembuatan rencana keputusan, disiplin dan mau mendengarkan saran/kritik yang sifatnya membangun. (diadaptasi dari Kartini Kartono, 1994:33). Berdasarkan tinjauan Lewin, dkk (dalam Yukl, 1998), kepemimpinan demokratis


(57)

adalah kepemimpinan yang mendiskusikan semua permasalahan untuk diselesaikan bersama-sama dan kebijaksanaannya ditetapkan dengan partisipasi dari bawahan. Pemimpin bertindak sebagai penghubung antara atasan dengan bawahan. Maksudnya pemimpin mempunyai peran rangkap, yaitu sebagai pemimpin dan anggota kelompok.

Menurut Effendy (1992), kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang berdasarkan cara-cara dan sikap demokratis. Setiap bawahan diberi kebebasan untuk mengeluarkan pikiran-pikirannya, menyatakan pendapat dan gagasannya. Jadi pada kepemimpinan demokratis ini fungsi pemimpin hanya sebagai penuntun dan mengkoordinasikan proses pengambilan keputusan. Menurut Gerungan (1978), kepemimpinan demokratis adalah cara di mana pemimpin mengajak/mempengaruhi anggota kelompok untuk menentukan bersama-sama tujuan kelompok serta merancang langkah-langkah pekerjaan secara musyawarah dan mufakat. Pemimpin memberi bantuan atau nasihat kepada anggota kelompok dalam pekerjaannya. Pemimpin juga memberikan saran-saran mengenai berbagai kemungkinan pelaksanaan pekerjaan dan masukan secara obyektif dan positif.

Menurut Likert (1961), ciri-ciri peserta didik yang memiliki karakter kepemimpinan demokratis adalah sebagai berikut.


(58)

a. Memberi bantuan berupa perhatian dan dukungan, meliputi: kesediaan untuk mendengarkan dan memperhatikan kebutuhan serta kesejahteraan anggota kelompok, menciptakan suasana yang bersahabat, dan saling percaya. b. Memberi bimbingan dan pengarahan dalam tugas, meliputi:

kesediaan untuk memberi bantuan kepada anggota kelompok untuk dapat melakukan tugas dengan benar, melalui bimbingan dan arahan.

c. Membangun kelompok, meliputi: tindakan pemimpin kelompok dalam mendorong anggota kelompok untuk bekerja sama dan bersatu, di samping juga menjadi bagian dari anggota kelompok bersangkutan.

d. Menekankan pencapaian tujuan, meliputi: penjelasan pemimpin kelompok tentang pentingnya pencapaian prestasi, memberikan suatu keyakinan bahwa setiap anggota kelompok dapat mencapai prestasinya masing-masing.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa karakter kepemimpinan demokratis adalah kemampuan mempengaruhi tingkah laku orang lain agar mau bekerja sama demi mencapai tujuan kelompok, dengan menitikberatkan pada aktivitas (kerja sama) setiap anggota kelompok, sehingga semua anggota dilibatkan dalam aktivitas, yang dimulai penentuan tujuan, pembuatan rencana keputusan, disiplin (tegas) dan mau mendengarkan


(59)

saran/kritik yang sifatnya membangun (berani berpendapat dan rendah hati menghargai pendapat orang lain walaupun berbeda). F. Hakikat Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Pada sebagian besar masyarakat dan budaya, masa remaja umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-32 tahun (Notoatmodjo, 2007). Dalam bukunya Soetjiningsih (2004) juga memaparkan bahwa, masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak yang dimulai saat terjadinya kematangan seksual, yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan usia 20 tahun, yaitu masa menjelang dewasa muda.

World Health Organization (WHO) dalam Sarwono (2006:7) mendefinisikan remaja sebagai suatu masa ketika:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual

b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.


(60)

Berdasarkan beberapa pengertian remaja di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada dalam suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, yang ditandai dengan perkembangan dalam aspek fisik, psikis, dan sosial-ekonomi.

2. Tahap dan Tugas Perkembangan Remaja

Berdasarkan sifat atau ciri perkembangannya menurut Widyastuti, dkk (2009), subjek termasuk dalam masa remaja madya. Masa remaja madya terdiri dari remaja usia 13-15 tahun. Pada masa remaja ini remaja tampak dan ingin mencari identitas diri, mulai memiliki keinginan untuk berkencan atau tertarik dengan lawan jenis, serta mulai merasakan perasaan cinta yang mendalam.

Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (1991) adalah sebagai berikut.

a. Mampu menerima keadaan fisiknya

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok

yang berlainan jenis

d. Mencapai kemandirian emosional e. Mencapai kemandirian ekonomi


(61)

f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua

h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa

i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan

j. Memahami dan mempersiapkan berbagi tanggung jawab kehidupan keluarga.


(62)

G. Kerangka Pikir

Melalui kerangka pikir di atas, dapat diketahui bahwa model bimbingan klasikal kolaboratif dalam rangka implementasi pendidikan karakter di SMP N 6 Surakarta, merupakan sebuah tawaran untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan secara

Kurikulum Pendidikan Karakter

diintegrasikan

diimplementasikan

SMP

diaplikasikan

Peningkatan Pemahaman, Penghayatan, & Pengamalan Karakter Kepemimpinan Demokratis

oleh Pengurus OSIS, Wakil, dan Ketua Kelas SMP N 6 Surakarta Tahun Ajaran 2014/2015

Guru BK Guru Mata Pelajaran

Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif Guru BK & Guru Mata Pelajaran Perlu ditingkatkan


(63)

afektif, dan pengamalan karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015. Pada pelaksanaannya, bimbingan klasikal kolaboratif akan diselenggarakan oleh guru BK, namun dalam pemberian tugas terstruktur dalam rangka menghayati dan mengamalkan nilai-nilai karakter, dapat dijadikan sebagai tugas mata pelajaran yang terkait dengan nilai karakter yang hendak diajarkan.

H. Hipotesis

Berikut merupakan hipotesis yang diberlakukan bagi penelitian ini.

Ho: implementasi pendidikan karakter berbasis bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning secara signifikan tidak efektif meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015.

Hi: implementasi pendidikan karakter berbasis bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning secara signifikan efektif meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis pemimpin OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015.


(64)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, variable penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, validitas dan reliabilitas instrumen, serta teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013:14) penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan pra eksperimen one-group pretest-posttest design, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan cara menginterpretasikan hasil asesmen yang diberikan kepada subjek penelitian, sebelum dan sesudah diberikannya perlakuan tertentu. Penelitian ini menggunakan pendekatan pra eksperimen one-group pretest-posttest design, karena tidak adanya variabel kontrol dan subjek penelitian tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2013:109). Penelitian ini menggunakan pendekatan pra eksperimen one-group pretest-posttest design karena


(65)

peneliti ingin melihat terlebih dahulu dengan cermat tentang ada tidaknya peningkatan karakter kepemimpinan demokratis setelah pemberian treatment pada satu kelompok tertentu. Selama ini implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning di sekolah masih bersifat searah; metode yang digunakan adalah guru memberikan ceramah kepada peserta didik. Ceramah bukan termasuk pendekatan experiential learning, karena pendekatan ini lebih menitikberatkan pada pengalaman nyata; sedangkan ceramah tidak menitikberatkan pada pengalaman nyata. Peneliti ingin menawarkan implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning yang bersifat dua arah; terjadi interaksi timbal balik yang aktif antara fasilitator/guru dengan peserta didik melalui dinamika kelompok. Selain itu, peneliti belum mendapatkan referensi penelitian true experiment terkait implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatanexperiential learninguntuk meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis pada peserta didik. Oleh sebab itu pula, peneliti menggunakan pendekatan pra eksperimen pada penelitian ini.

Penelitian ini menggunakan satu kelompok subjek penelitian, dan bertujuan menguji ada tidaknya perubahan karakter kepemimpinan demokratis dalam diri subjek secara signifikan, antara sebelum dan


(66)

sesudah pemberian treatment (layanan bimbingan klasikal kolaboratif). Pada pelaksanaannya, subjek penelitian diminta mengisi kuesioner karakter kepemimpinan demokratis sebelum mendapatkan treatment, dan akan diminta untuk kembali mengisi kuesioner yang sama, sesudah mendapatkan treatment. Desain penelitian tersebut digunakan dalam rangka mencapai dua tujuan penelitian, yaitu 1) untuk mengetahui seberapa baik kualitas karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015; dan 2) untuk mengetahui efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning, untuk meningkatkan karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta.

Desain penelitian tersebut peneliti gambarkan dalam tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1.

Desain PenelitianOne-GroupPretest Posttest Design

Pretest Treatment Postest

O X O

1 2

Keterangan:

O. 1 : tes awal (pretest) sebelum pemberiantreatment O. 2 : tes akhir (posttest) sesudah pemberiantreatment X :treatment

Selanjutnya, gambar 3.1 di bawah ini merupakan visualisasi dari program penelitian dengan desain pra eksperimenOne-Group


(67)

Pretest-Posttest Design Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan Pendekatan Experiential Learning, untuk mengetahui seberapa baik kualitas karakter kepemimpinan demokratis pengurus OSIS, wakil, dan ketua kelas SMP N 6 Surakarta tahun ajaran 2014/2015; serta untuk mengetahui efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning, yang peneliti gunakan dalam penelitian ini.


(68)

Gambar 3.1. Program Penelitian Pra EksperimenOne-Group Pretest-Posttest DesignImplementasi Pendidikan Karakter Berbasis Layanan Bimbingan Klasikal Kolaboratif dengan


(1)

Dinamika kelompok: Berburu Harta Karun

Tujuan dinamika: Siswa dapat belajar memahami bahwa ketika dirinya menaati peraturan, maka dirinya akan memperoleh kenyamanan dan keselamatan.

Prosedur:

a. Siswa berkelompok sejumlah 5orang perkelompok. Satu anggota kelompok sebagai pemburu harta karun, dan empat lainnya sebagai pengarah. Pemburu harta karun matanya ditutup dengan sapu tangan yang lebar. Kelompok lawan boleh mengganggu dengan cara membuat bunyi-bunyian pengecoh suara pengarah kelompok lawannya.

b. Instruktur menyiapkan arena berburu harta karun, yang terbuat dari jaring tali rafia di tanah. Kemudian, lidi-lidi ditancapkan pada petak-petak tertentu sebagai ranjau. Pemburu harta karun tidak boleh mengenai ranjau, atau jika mengenai akan dianggap kalah.

c. Kelompok yang menang adalah kelompok yang pemburunya paling pertama mendapatkan bendera yang terletak di tempat yang telah ditentukan. Selama permainan berlangsung, tidak boleh ada kontak fisik antara pengarah dan pemburu harta karun.

Ayo mendengarkan!

Aku Terbiasa Menaati Peraturan di Rumahku

Peraturan adalah suatu bentuk pedoman manusia dalam bertingkah laku, baik di rumah, di sekolah, di lingkungan bermain, maupun di masyarakat. Peraturan dibuat dengan tujuan supaya sesama manusia semakin mampu menghargai sesamanya dan merasa nyaman serta aman berada dalam lingkungan hidupnya. Maka peraturan selalu ada di mana saja, di mana berkumpul sekelompok manusia, maka di sana pastilah ditetapkan peraturan tertentu agar penghuni kelompok tersebut dapat hidup nyaman dan harmonis.

Demikian halnya dengan di rumah kita masing-masing, pasti memiliki peraturan tertentu yang hendaknya ditaati oleh semua H. MATERI


(2)

penghuni rumah. Penting bagi kita untuk menaati peraturan di rumah, sebab:

1. Apabila kita telah terbiasa menaati aturan, kita akan membawa perilaku-perilaku yang baik hingga usia dewasa. Tidak akan sulit bagi kita untuk menaati aturan-aturan yang ada di masyarakat atau lingkungan kerja.

2. Apabila kita terbiasa menaati aturan, kelak lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang memiliki peraturan berbeda-beda. Pergaulan kita pun jadi lebih luas. 3. Meski tak selalu menjamin, hidup teratur membuat kita lebih

mudah membuat rencana, menyusun strategi, dan berproses untuk mencapainya. Kita pun mampu memprioritaskan mana yang lebih penting dan harus dilakukan segera.

4. Orang yang tahu aturan akan bercitra positif di mata orang banyak.

5. Pola pikir kita akan lebih dewasa karena sejak kecil kita memahami bahwa aturan itu semata-mata demi kebaikan diri kita, bukan untuk mengekang. Berbeda jika kita tidak pernah kenal aturan. Ada aturan sedikit saja, kita akan merasa tersinggung karena merasa kesenangan kita diganggu


(3)

Ayo membaca!


(4)

Pertanyaan-pertanyaan Panduan Refleksi

(Guru memilih pertanyaan-pertanyaan yang paling sesuai dengan dinamika yang terjadi di kelas)

1. Dalam permainan “Berburu Harta Karun”:

a. Adakah peraturan yang ditetapkan oleh instruktur?

b. Bagaimana sikapmu terhadap peraturan yang ditetapkan itu? 2. Pelajaran berharga apa yang dapat kamu petik dari permainan

tersebut?

3. Apakah kamu menaati peraturan dalam permainan tadi? Ceritakanlah!

4. Apakah sewaktu permainan kamu melanggar peraturan? Ceritakanlah akibat yang kamu alami karena melanggar peraturan itu?

5. Adakah kelompok yang sangat berhasil dalam mengikuti permainan ini? Mengapa mereka berhasil? Apakah mereka mengikuti peraturan yang ditetapkan?

6. Kelompok mana yang tidak berhasil maksimal atau gagal? Mengapa bisa demikian? Apakah mereka mengikuti peraturan yang ditetapkan?

Pernyataan Hasil Belajar

5. Setelah mengikuti bimbingan ini, aku menjadi tahu bahwa... 6. Setelah mengikuti bimbingan ini, aku merasa...sebab...

7. Setelah mengikuti bimbingan ini, aku berniat untuk...supaya... H. EVALUASI


(5)

Asesmen Tilik Diri

No Pernyataan Setuju Ragu-Ragu

Tidak Setuju

1 Saya rasa adanya peraturan di rumah memang diperlukan

2 Saya rasa peraturan memang mampu mendidik saya untuk lebih taat 3 Peraturan memang diperlukan agar

setiap orang menjadi lebih disiplin 4 Peraturan itu mendidik saya secara

perlahan-lahan menjadi pribadi yang lebih baik.

5 Melalui peraturan orang tua saya membuktikan tanda cintanya kepada saya.

6 Saya mampu melihat makna yang terdapat dari adanya peraturan dirumah saya.

7 Dalam merancang peraturan yang ada di rumah sebaiknya perlu dilakukan diskusi keluarga

8 Saya adalah tipe orang yang taat pada aturan yang ada

9 Bagi saya peraturan itu ada bukan untuk dilanggar

10 Saya menerima setiap tanggungjawab yang diberikan kepada saya dengan lapang dada.

… x2 … x1 … x0 …. + .... + …. TOTAL

Keterangan: >17 = tinggi 14-16 = sedang <13 = rendah


(6)

Surat dari Seorang Nenek

Hidup ini penuh dengan banyak hal yang menakjubkan. Nikmatilah, jika tidak engkau akan kehilangan separoh dari kebahagiaan.

Ketika menemukan tantangan, jangan takut tetapi terimalah, karena itu akan menjadikanmu lebih bijak, kuat dan lebih mampu dari sebelumnya.

Taatilah setiap peraturan yang berlaku,sekecil apa pun itu. Ketika engkau taat pada peraturan, maka hidupmu akan mudah. Sengaja menyalahi peraturan yang berlaku adalah tindakan membodoho diri sendiri.

Penting untuk menentukan apa yang benar-benar engkau inginkan. Fokuskan pikiran dan usaha untuk memperoleh apa yang engkau inginkan dan bersiaplah untuk menerimanya.

Buang hal-hal yang membuatmu merasa berat secara emosi dan rohani. Singkirkan dendam dan kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya yang menguras tenagamu.

Ingat bahwa pilihanmu akan menentukan apakah engkau sukses atau gagal. Berhati-hatilah di dalam memilih jalan yang harus engkau tempuh.

Ambilah waktu santai untuk merenung sejenak dan yang lebih penting dari semuanya, jangan pernah menyerah. Jika engkau menetapkan hati untuk menang, maka engkau akan menjadi pemenang. Ketika engkau memberikan sesuatu di dalam hidupmu, maka engkau akan menerima sesuatu.

(sumber: https://murnippkia.wordpress.com/)


Dokumen yang terkait

Pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning.

0 0 15

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan Experiential Learning untuk meningkatkan karakter bertanggung jawab.

0 0 193

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter bela rasa (Compassion) : studi pra eksperimen pada siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakart

0 0 159

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal kolaboratif dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter mandiri : studi pra eksperimen pada siswa kelas VIII F SMP Negeri 31 Purworejo tahun ajaran 20

0 1 141

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter proaktif

2 5 190

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan kecerdasan komunikasi interpersonal

0 2 183

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter penerimaan diri dan sosial

0 3 164

Efektivitas implementasi pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning untuk meningkatkan karakter bergaya hidup sehat

0 0 183

Efektivitas implementasi pendidikan karakter kepemimpinan berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

0 8 152

Efektivitas implementasi pendidikan karakter daya juang berbasis layanan bimbingan klasikal dengan pendekatan experiential learning

0 1 156