Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat Batasan Studi Aspek Sosial

III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan pada Daerah Aliran Sungai DAS Ciliwung bagian hulu yang meliputi wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor Gambar 5. Penelitian akan dilaksanakan selama enam bulan efektif dimulai dari bulan Juni 2010 sampai dengan Desember 2010.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa data sekunder yang berasal dari instansi-instansi terkait. Jenis data fisik yang diambil berupa data wilayah administrasi, hidrologi, topografi dan data penutupan lahan. Sedangkan data sosial yang digunakan berupa data kependudukan. Alat yang digunakan berupa kamera digital dan Global Positioning System GPS sebagai alat ukur untuk meninjau ulang data sekunder dengan keadaan Gambar 5 Lokasi Penelitian Kawasan Hulu DAS Ciliwung eksisting di lapang, kalkulator scientific untuk mengolah data serta seperangkat komputer dengan perangkat lunak Microsoft Office 2007, ArcView 3.2, ERDAS IMAGE 9.1, dan STELLA 9.0.2 untuk mengolah data.

3.3 Tahapan Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode dangan pendekatan sistem dinamik Listyanti, 2009. Tahapan penelitian dapat dilihat pada gambar 6.

3.3.1 Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahapan awal dari penelitian, meliputi penetapan latar belakang, tujuan dan kegunaan penelitian, rencana kerja, persiapan alat dan bahan, perijinan pengambilan data serta menentukan konsep model dalam penelitian ini, yaitu hubungan antara pertumbuhan penduduk terhadap perubahan pemanfaatan ruang dan jumlah aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung.

3.3.2 Pengumpulan Data

Pada tahap ini kegiatan meliputi pengumpulan data dan informasi pembentuk tapak, serta data dan informasi lain yang mempengaruhi tapak. Pengumpulan data dan informasi dilakukan secara langsung melalui survey lapang ground check penutupan lahan di kawasan hulu DAS Ciliwung data primer dan pengumpulan data dan informasi dari instansi-instansi tekait data sekunder berupa data fisik dan sosial. Data sekunder yang digunakan adalah data jumlah penduduk, data hidrologi berupa curah hujan dan debit air, peta administrasi wilayah studi, peta penutupan lahan, dan peta topografi. Tabel 1 menunjukkan jenis data yang dikumpulkan termasuk cara pengumpulan dan sumber data. Gambar 6 Alur Tahapan Penelitian Pengumpulan Data Persiapan Analisis Data Pemodelan Tabel 1 Jenis, Cara Pengumpulan, dan Sumber Data. Jenis Data Pengumpulan data Sumber Data Data wilayah administrasi Studi pustaka Bappeda Kabupaten Bogor dan literatur Data hidrologi curah hujan dan debit air Studi pustaka BPSDA Ciliwung-Cisadane Data penutupan lahan Studi pustaka dan survei lapang BPDAS Citarum-Ciliwung, BIOTROP dan literatur Data topografi Studi pustaka dan survei lapang Literatur Data kependudukan Studi pustaka BPS Kabupatan Bogor dan BPS Kota Bogor

3.3.3 Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis sesuai tujuan yang diinginkan. Analisis dilakukan pada data kependudukan, data penutupan lahan, dan data hidrologi. 1. Jumlah penduduk Data kependudukan dianalisis dengan metode ekstrapolasi. Metode ekstrapolasi adalah melihat kecenderungan pertumbuhan penduduk di masa lalu dan melanjutkan kecenderungan tersebut untuk masa yang akan datang sebagai proyeksi. Metode ekstrapolasi mengansumsikan laju pertumbuhan penduduk di masa lalu akan berlanjut di masa yang akan datang Tarigan, 2006. Metode ini dapat dibagi dua, yaitu teknik grafis dan metode trend. Pada penelitian ini metode ekstrapolasi yang digunakan adalah metode trend. Rumus dari metode trend adalah Log Pt = Log α + T.Log β dengan : Pt = jumlah penduduk pada tahun proyeksi t α = intercept penduduk pada tahun dasar β = koefisien laju pertumbuhan penduduk T = periode waktu proyeksi Hasil analisis data kependudukan ditabulasi untuk memperlihatkan laju pertumbuhan penduduk di wilayah Sub DAS Hulu Ciliwung. 2. Penutupan lahan Data penutupan lahan ditabulasi berdasarkan klasifikasi penutupan lahan agar dapat diketahui perubahan penutupan lahannya. Data penutupan lahan yang dianalisis adalah data penutupan lahan dari tahun 1994 - 2010, hasil analisis ditabulasi untuk melihat perubahannya dari tahun ke tahun. Data penutupan lahan didapat dengan cara mengolah citra Landsat kawasan hulu DAS Ciliwung Landsat 7 EMT + , PatchRow : 122065 tahun 2005, foto udara tahun 2010 yang diunduh dari http:\\www.wikimapia.org dan peta penutupan lahan kawasan hulu DAS Ciliwung tahun 1994 dan 2001 hasil penelitian Janudianto 2004. Citra Landsat merupakan data digital dengan format raster dengan ketelitian satu piksel mewakili 30m² pada luas sebenarnya. Proses pengolahan citra Landsat dimulai dengan menyatukan saluran warna band dan selanjutnya dilakukan koreksi geometri. Tahap tersebut dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ERDAS IMAGINE 9.1. Selanjutnya dilakukan interpretasi dan digitasi tiap jenis penutupan lahan dengan menggunakan perangkat lunak ArcView 3.2. proses digitasi dilakukan secara onscreen. Pengolahan foto udara tahun 2010 juga dilakukan dengan cara koreksi geometri, interpretasi dan digitasi. Seluruh tahap tersebut dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ArcView 3.2. 3. Komponen hidrologi Data curah hujan dan debit sungai Ciliwung diperoleh dari Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air BPSDA wilayah sungai Ciliwung-Cisadane. Komponen hidrologi berupa data curah hujan dan debit aliran digunakan untuk menentukan nilai koefisien aliran permukaan C. Koefisien aliran permukaan menunjukkan kemampuan lahan dalam menginfiltrasi curah hujan yang jatuh untuk mempertahankan kualitas lingkungannya. Selanjutnya data tersebut ditabulasi dan dibuat grafik untuk melihat perubahannya dari tahun ke tahun.

3.3.4 Pemodelan

Pemodelan dilakukan untuk mengetahui pengaruh hubungan antara perubahan penggunaan ruang terhadap koefisien aliran permukaan menggunakan sistem dinamik. Menurut Hartrisari 2007, metodologi dalam sistem dinamik yaitu: 1. Analisis kebutuhan Kebutuhan dari penduduk adalah ruang kehidupan, seperti tempat tinggal, sarana sosial, ekonomi dan lain-lain. Sedangkan pemerintah harus menjaga ketersediaan ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan air di kawasan hulu DAS Ciliwung. 2. Formulasi masalah Pengalihfungsian RTH berhubungan dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun. Perubahan luas RTH akan mempengaruhi kemampuan infiltrasi di kawasan hulu DAS Ciliwung. Kemampuan infiltrasi lahan dapat dilihat dari koefisien aliran permukaan yang merupakan perbandingan debit aliran terhadap curah hujan 3. Identifikasi sistem Berdasarkan mekanisme sistem yang diketahui, maka ruang lingkup model hanya dibatasi terkait dengan hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan. Pendekatan yang digunakan adalah dengan menyusun diagram lingkar sebab-akibat causal loop diagram. Gambar 7 merupakan gambar struktur model causal loop berdasar hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan. 4. Pemodelan sistem Berdasarkan causal loop tersebut, diketahui bahwa jumlah penduduk mempengaruhi tiap jenis RTH. Sementara luas RTH mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan. Dari hubungan tersebut akan dibuat suatu persamaan fungsi. Persamaan matematik yang memungkinkan kita meramal nilai-nilai satu atau variabel tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan regresi Walpole, 1995. Gambar 7 Struktur Model Causal Loop Sebelum membuat persamaan, perlu dibuat diagram pencar untuk melihat derajat korelasi antara variabel bebas X dan variabel terkait Y. Berdasarkan Walpole 1995, analisis korelasi mecoba mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi. Koefisien korelasi linear merupakan ukuran hubungan linear antara dua variabel acak X dan Y, dan dilambangkan dengan r. Jadi, r mengukur sejauh mana titik-titik menggerombol sekitar sebuah garis lurus. Selanjutnya menurut Walpole, jika titik-titik memggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka ada korelasi positif yang tinggi antara kedua variabel. Namun, jika titik-titik menggerombol megikuti sebuah garis dengan kemiringan negatif, maka antara kedua variabel itu terdapat korelasi negatif yang tinggi. Korelasi antara variabel semakin menurun secara numerik dengan semakin memencarnya dan menjauhnya titik-titik dari suatu garis lurus. Hubungan linear sempuna antara nilai X dan Y dalam contoh, apabila r = +1 atau r = -1. Rumus koefisien korelasi linear r yaitu Jumlah Penduduk RTH Hutan Kebun Campuran Kebun Teh Sawah Tegalan Lahan Terbuka - - - - + - + - Laju Pertumbuhan Penduduk Koefisien Aliran Permukaan r = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ − − y² - ² ²][ ² [ y n x x n y x xy n Kemudian berdasarkan Walpole, hubungan X dan Y tersebut dinyatakan secara matematik dengan sebuah persamaan garis lurus yang disebut garis regresi linear. Persamaan garis lurus tersebut adalah ŷ = a + bx pada rumus di atas, a dan b dapat dihitung sebagai berikut a = y – bx dan b = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ − ² x - ² x n y x xy n berdasarkan causal loop tersebut, diketahui bahwa hubungan antar jumlah penduduk dengan tiap jenis RTH, jumlah penduduk dengan luas RTH secara keseluruhan serta luas RTH dengan koefisien aliran permukaan. Dari hubungan tersebut akan dibuat suatu persamaan fungsi. 5. Validasi dan uji model Berdasarkan data jumlah penduduk dan luas tiap jenis RTH tahun 1994 hingga tahun 2010 diperoleh laju pertumbuhan penduduk per tahun dan koefisien laju desakan luas tiap jenis RTH akibat penambahan jumlah penduduk. Nilai-nilai laju tersebut digunakan dalam simulasi model. Selanjutnya, nilai-nilai laju tersebut serta persamaan regresi linear luas RTH dengan nilai koefisien aliran permukaan diaplikasikan ke dalam model simulasi dengan bantuan STELLA 9.0.2. tahapan simulasi model yang dilakukan yaitu a. membuat model simulasi; b. memasukkan nilai koefisien dari fungsi persamaan pada model simulasi tersebut dengan lima skenario; c. membuat simulasi model untuk 25 tahun ke depan; d. memilih skenario terbaik atau paling ideal. Terdapat enam skenario untuk memprediksi keadaan pada 25 tahun mendatang. Dari keenam skenario tersebut akan dianalisis secara deskriptif untuk menentukan skenario terbaik sebagai dasar pertimbangan rekomendasi kebijakan. Keenam skenario tersebut adalah a. Skenario 1, merupakan skenario agresif. Pada skenario 1, diasumsikan bahwa penambahan jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 2,91 , akan mendesak semua jenis RTH. Jadi, setiap jenis RTH akan mengalami konversi penutupan lahan akibat desakan dari penambahan ruang terbangun. b. Skenario 2, merupakan skenario semi-agresif. Pada Skenario 2, laju pertumbuhan penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung diasumsikan diturunkan menjadi 2,5 dan luas hutan diproteksi sesuai dengan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, sehingga luas hutan tetap dari tahun ke tahun sebesar 3.042,17 Ha. Penambahan ruang terbangun hanya akan mendesak kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawahtegalan. c. Skenario 3, merupakan bentuk skenario dengan konsep konservasi. Pada skenario 3, diasumsikan bahwa laju pertumbuhan penduduk diturunkan secara drastis hingga hanya 1 dan luas RTH jenis hutan, kebun campuran, kebun teh dan sawahtegalan diproteksi, sehingga penambahan luas ruang terbangun hanya akan mendesak lahan terbuka atau dengan kata lain, pengurangan luas RTH seluruhnya dibebankan pada lahan terbuka. d. Skenario 4, merupakan pengembangan dari skenario 2. Pada skenario ini diasumsikan laju pertumbuhan penduduk diturunkan lagi menjadi 2. Luas hutan tetap diproteksi sesuai dengan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, sehingga penambahan ruang terbangun hanya akan mendesak kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawahtegalan. e. Skenario 5, merupakan bentuk pengembangan dari skenario 4. Pada skenario ini diasumsikan laju pertumbuhan penduduk sama dengan skenario 4 yaitu sebesar 2. Selain hutan, luas kebun teh dan sawahtegalan juga diproteksi dengan pertimbangan pertanian merupakan salah satu mata pencaharian utama bagi penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Sehingga, luas hutan, kebun teh dan sawahtegalan tetap dari tahun ke tahun dan penambahan luas ruang terbangun hanya akan mendesak luas kebun campuran dan lahan terbuka. f. Skenario 6, merupakan bentuk pengembangan dari skenario 5. Pada skenario ini diasumsikan hutan, kebun teh dan sawahtegalan tetap diproteksi. Laju pertumbuhan penduduk diturunkan lagi menjadi 1,5 dengan harapan penambahan luas ruang terbangun tidak terlalu besar sehingga luas kebun campuran dan lahan terbuka dapat dipertahankan hingga tahun akhir skenario. 6. Rencana alternatif kebijakan Berdasarkan hasil pada tahapan sebelumnya, rencana alternatif kebijakan dibuat berdasarkan skenario terbaik, guna meringankan masalah yang terkait dengan jumlah penduduk, luas RTH serta kualitas lingkungan sebagai daerah konservasi air.

3.3.5 Penyusunan Rekomendasi

Berdasarkan hasil pada tahapan sebelumnya, rencana alternatif kebijakan dibuat berdasarkan skenario terbaik guna meringankan masalah yang terkait dengan jumlah penduduk, luas RTH serta kualitas lingkungan.

3.4 Batasan Studi

Penelitian ini difokuskan pada kawasan hulu DAS Ciliwung. Penekanan pengkajian permasalahan penelitian pada aspek kependudukan, aspek penutupan lahan dan aspek kualitas hidrologi dengan asumsi adanya variabel waktu sehingga dipergunakan sistem dinamik. Aspek kualitas hidrologi yang digunakan adalah nilai koefisien aliran permukaan yaitu perbandingan debit aliran yang dihasilkan dan curah hujan yang diterima sebagai parameter kemampuan lahan dalam meresapkan air. Pada dasarnya, masing-masing tipe penutupan lahan memiliki kemampuan meresapkan air yang berbeda-beda. Namun pada penelitian ini, perubahan nilai koefisien aliran permukaan hanya dihitung berdasarkan perubahan luas ruang terbuka hijau secara keseluruhan. IV KONDISI UMUM

4.1 Aspek Fisik

4.1.1 Wilayah Administrasi

Daerah Aliran Sungai DAS Ciliwung secara geografis terletak pada 6º 05’ 51” - 6º 46’ 12” Lintang Selatan LS dan 106º 47’ 09” - 107º 0’ 0” Bujur Timur BT. Wilayah DAS Ciliwung di sebelah Barat dibatasi oleh DAS Cisadane dan di sebelah Timur dibatasi DAS Citarum dengan bagian hulu di sebelah Selatan yaitu berada di Gunung Gede-Pangrango dan bermuara di Teluk Jakarta. Luas wilayah DAS Ciliwung berdasarkan peta Batas DAS Ciliwung adalah seluas 49.033 Ha. Wilayah DAS Ciliwung secara administratif berada pada delapan KabupatenKota, yaitu Kabupaten Bogor, Kota bogor, Kota Depok, Kota Jakarta Selatan, Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Timur dan Kota Jakarta Utara. Sungai Ciliwung mengalir dari arah Selatan menuju Utara, melintasi Wilayah Provinsi Jawa Barat Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok dan Provinsi DKI Jakarta dengan delineasi sebagai berikut a. bagian hulu DAS Ciliwung mulai dari hulu sampai Stasiun Pengamat Arus Sungai SPAS Katulampa di Kecamatan Bogor Timur; b. bagian tengah DAS Ciliwung mulai dari SPAS Katulampa hingga SPAS Ratujaya meliputi wilayah Kota bogor dan Kota Depok; c. bagian hilir sampai dengan Pintu Air Manggarai, termasuk dalam wilayah administrasi pemerintahan Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Lebih ke hilir dari Pintu Air Manggarai, termasuk saluran buatan Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur. Sungai Ciliwung ini melintasi wilayah Kota Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur dan Jakarta utara. Penelitian dilakukan di kawasan hulu DAS Ciliwung yang terletak pada koordinat geografis 6º 37’ 48” - 6º 46’ 12” LS dan 106º 49’ 48” - 107º 0’ 0” BT. luas daerah penelitian adalah 15.191 Ha, yang meliputi wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Pada kabupaten Bogor mencakup beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cisarua, Kecamatan Megamendung, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Babakan Madang dan kecamatan Sukamakmur. Sedangkan pada Kota Bogor hanya mencakup Kecamatan Bogor Timur.

4.1.2 Morfometri

Bentuk DAS Hulu Ciliwung secara keseluruhan adalah menyerupai kipas dengan bentuk topografi umumnya bergelombang dan bentuk lereng yang agak terjal, dengan aliran air turbulen dan mengalir sepanjang tahun. Anak-anak sungai yang mengalir ke sungai utama dari bagian kiri dan kanan terkonsentrasi ke suatu titik di sekitar Katulampa, dengan bentuk outlet menyerupai leher botol. Gambar 8 a dan b Anak Sungai Ciliwung; c Sungai Ciliwung; d Bendung Katulampa Outlet Kawasan hulu DAS Ciliwung Sub DAS yang terdapat di DAS Ciliwung Hulu adalah 1 Sub DAS Tugu, dengan anak sungai diantaranya Cilember, Cimandala, Cimegamendung, Cikoneng, Cicambana, Cicameang dan Cisampai; 2 Sub DAS Cisarua, dengan anak sungai, Citeko, Cisarua dan Cijulung; 3 Sub DAS Cibogo; 4 Sub DAS Cisukabirus; 5 Sub DAS Ciesek, dengan anak sungai pada ketiga Sub DAS tersebut adalah Cinangka, Cirangrang, Ciguntur, Ciesek dan Cipasepaban; 6 Sub a b c d DAS Ciseuseupan, dengan anak sungai antara lain, Cigadog, Cijambe dan Ciseureupan; dan 7 Sub DAS Katulampa. Tabel 2 Parameter Morfometri DAS Ciliwung Hulu. No. Nama Sub DAS Luas Ha Panjang Sungai m Kemiringan Sungai Kemiringan DAS 1. Tugu 5.028 10.450 16 36 2. Cisarua 1.522 11.500 15 32 3. Cibogo 1.843 10.500 14 34 4. Cisukabirus 2.429 12.330 15 34 5. Ciesek 2.453 10.200 13 36 6. Ciseuseupan 1.120 9.500 13 31 7. Katulampa 401 5.000 13 25 Sumber: BPDAS Citarum-Ciliwung

4.1.3 Topografi

Berdasarkan bentuk topografinya, wilayah DAS Ciliwung bagian Hulu bervariasi antara bentuk datar, landai, agak curam sampai dengan sangat curam. Pembagian wilayah DAS Ciliwung Hulu berdasarkan topografi dan bentuk wilayah diklasifikasikan ke dalam bentuk kelas lereng seperti dapat dilihat pada tabel 3. Wilayah dengan kelerengan 0-15 menyebar di bagian tengah dan barat Wilayah DAS sedangkan kelerengan lebih dari 15 menyebar di bagian Utara, Timur dan Selatan DAS. Ketinggian lokasi mulai dari 400 m dpl sampai dengan 2.640 m dpl. Tabel 3 Klasifikasi Luas Kawasan Hulu DAS Ciliwung Berdasarkan Kelas Kelerengan Lahan. No Kelas kelerengan Keterangan Luas 1 0 – 8 Datar 35,34 2 8 – 15 Landai 21,26 3 15 – 25 Agak Curam 17,95 4 25 – 40 Curam 12,77 5 40 Sangat Curam 12,68 Jumlah 100,00 30 Gambar 9 Peta Administrasi Kawasan Hulu DAS Ciliwung 31 Gambar 10 Peta Kemiringan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung

4.1.4 Iklim

Iklim di kawasan hulu DAS Ciliwung ini termasuk ke dalam iklim tropika. Suhu berkisar antara 23-24ºC dengan kelembaban nisbi antara 73-82. Radiasi minimum terjadi pada bulan Januari 27,36 dan maksimum pada bulan September 81,85. Rata-rata penguapan minimum sebesar 2,08 mm terjadi pada bulan Januari sedangkan rata-rata penguapan maksimum sebesar 3,56 mm terjadi pada bulan Oktober Jurusan Tanah IPB, 1990 Tipe iklim hulu DAS Ciliwung menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson 1951 yang didasarkan pada besarnya curah hujan Tabel 4, yaitu Bulan Basah 200 mm dan Bulan Kering 100 mm adalah termasuk ke dalam zona Agroklomat A. Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1999- 2009 pada stasiun pengamat Gunung Mas adalah 3.722 mm dan pada stasiun pengamat Katulampa 3.974 mm BPSDA Ciliwung-Cisadane, 2010. Tabel 4 Curah Hujan Rata-rata Bulanan dalam mm Hulu DAS Ciliwung Tahun 1999-2000 No Stasiun Elevasi Bulan Jml mdpl J F M A M J J A S O N D 1 Katulampa 347 486 480 362 355 291 204 173 127 258 389 463 386 3974 2 Gunung Mas 1150 595 694 398 349 260 145 97 77 108 251 365 383 3722 Sumber : Data curah hujan BPSDA Ciliwung-Cisadane, 2010

4.1.5 Geologi dan Geomorfologi

Geologi yang menyusun kawasan hulu DAS Ciliwung ini umumnya merupakan produk gunung api muda dari Gunung Salak dan Gunung Gede- Pangrango yang terdiri dari breksi, lahar, lava dan tufa. Selain itu juga merupakan produk gunung api tua dari Gunung Limo dan Gunung Kencana berupa batuan yang sulit untuk dipisahkan seperti breksi dan lava Riyadi, 2003 dalam Janudianto, 2004. Selanjutnya Jurusan Tanah IPB 1990 menyatakan bahwa kondisi geologi daerah penelitian dapat dibagi atas empat formasi geologi yang dapat diihat pada Tabel 5. Menurut Riyadi 2003, dalam Janudianto, 2004, jika ditinjau dari kondisi geomorfologinya, Sub DAS Hulu Ciliwung didominasi oleh dataran vulkani tua cengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil merupakan dataran aluvial. Geomorfologi kawasan ini dibentuk oleh gunung api muda dari Gunung Salak 2.211 m dan Gunung Gede-Pangrango 3.019 m serta rangkaian pegunungan api tua dari Gunung Malang, Gunung Limo, Gunung Kencana dan Gunung Gedongan. Tabel 5 Formasi Geologi di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Jenis formasi Keterangan Formasi Qvu Terletak pada bagian atas dari Sub DAS Hulu Ciliwung yang mempunyai lereng rata-rata di atas 40. Formasi ini merupakan endapan lahar, aliran lava, breksi gunung api dan batu pasir tufa Formasi Qvba Terletak pada bagian atas Sub DAS, formasi ini merupakan aliran basal dari Geger Bentang Formasi Qvb Terdiri dari breksi gunung api dan lahar Formasi Qv Formasi ini terletak pada outlet dengan luasan yang kecil, merupakan lempeng tufa, pasir tufa, konglomerat dan endapan lahar Sumber: Jurusan Tanah IPB, 1990 Menurut Riyadi 2003, dalam Janudianto, 2004, jika ditinjau dari kondisi geomorfologinya, Sub DAS Hulu Ciliwung didominasi oleh dataran vulkani tua cengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil merupakan dataran aluvial. Geomorfologi kawasan ini dibentuk oleh gunung api muda dari Gunung Salak 2.211 m dan Gunung Gede-Pangrango 3.019 m serta rangkaian pegunungan api tua dari Gunung Malang, Gunung Limo, Gunung Kencana dan Gunung Gedongan.

4.1.6 Tanah

Tanah-tanah yang terbentuk di daerah penelitian ini umumnya berasal dari bahan induk abu volkan dan batuan piroklastik. Jenis tanahnya meliputi order Inceptisol 48, Andisol 38,9, Ultisol 11 dan Entisol 2,1. Inceptisol adalah tanah yang mulai berkembang tapi belum matang yang ditandai oleh perkembangan profil yang lemah dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya Rachim dan Suwardi, 1999 dalam Janudianto, 2004. Inceptisol di daerah penelitian dijumpai dalm bentuk Asosiasi Andic Humitropepts-Typic Dystropepts, Konsosiasi Typic Dystropepts dan Konsosiasi Typic Eutropepts. Umumnya ditemukan di daerah lereng tengah hingga lereng bawah dari area penelitian. Andisol terbentuk dari pelapukan bahan induk volkan yang menghasilkan bahan amorf. Bahan amorf terdiri dari alofan, ferihidrit dan senyawa kompleks humus-alumunium. Tanah ini berwarna hitam kelam, berbobot isi rendah 0,85 gcm³ dan dikenal terasa berminyak bila diremas karena mengandung bahan organik antara 8-30. Andisol banyak ditemukan di daerah berelevasi tinggi seperti lereng atas dan sekitar puncak Gunung Mandalawangi, Gunung Joglog, Gunung Sumbul dan Gunung Mas. Umumnya Andisol berada dalam bentuk Konsosiasi Typic Hapludands, Asosiasi Typic Haplundands dan Typic Tropopsamments. Ultisol merupakan tanah yang memiliki horison argilik dengan kejenuhan basa kurang dari 35. Ultisol terbentuk di daerah dengan bahan induk yang berumur lebih tua, diakibatkan oleh proses liksiviasi lebih lanjut yang akan membentuk horison argilik. Di daerah penelitian, Ultisol berada dalam bentuk konsosiasi Typic Hapludults, ditemukan di bagian utara daerah penelitian. Entisol merupakan tanah-tanah yang tingkat perkembangannya relatif baru. Di daerah penelitian, entisol menyebar di sepanjang bantaran sungai Ciliwung dalam bentuk kompleks Typic Troporthents-Typic Fluvaquents Janudianto, 2004.

4.2 Aspek Sosial

Secara keseluruhan jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung adalah sebanyak 240.685 jiwa Tabel 6 yang terdiri dari 124.775 jiwa laki-laki dan 115.910 jiwa perempuan BPS Kabupaten dan Kota Bogor, 2009. Mata pencaharian penduduk terbesar pada kawasan ini adalah sebagai petani, buruh tani dan pedagang. Mata pencaharian lainnya adalah sebagai pedagang, Pegawai Negeri Sipil dan TNI, Buruh Industri Kecil, sopir angkutan, peternak dan lain- lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketergantungan penduduk akan sumber daya alam berupa tanahlahan demikian besar dimana penghidupan penduduk didominasi oleh pemanfaatan sumber daya alam berupa pertanian. Tabel 6 Data Kependudukan Kawasan Hulu DAS Ciliwung No Desa Jumlah penduduk Luas Ha Kepadatan penduduk 1 Batu layang 8.611 226 38,10 2 Bojong Murni 4.737 161 29,42 3 Cibeureum 14.628 1.129 12,96 4 Cilember 8.816 200 44,08 5 Cipayung Datar 22.922 775 29,58 6 Cipayung Girang 9.272 235 39,45 7 Cisarua 8.773 200 43,86 8 Citeko 11.644 461 25,26 9 Gadog 6.650 192 34,63 10 Jogjogan 7.549 154 49,02 11 Kopo 19.595 453 43,26 12 Kuta 5.902 180 32,79 13 Leuwimalang 6.886 135 51,01 14 Megamendung 6.103 637 9,58 15 Pandansari 8.421 186 45,27 16 Sindang Rasa 13.657 10.600 1,29 17 Sindang Sari 8.421 9.000 0,94 18 Sukagalih 7.497 237 31,63 19 Sukakarya 6.571 339 19,38 20 Sukamahi 8.288 196 42,29 21 Sukamaju 6.382 210 30,39 22 Sukamanah 6.921 182 38,03 23 Sukaresmi 4.556 151 30,17 24 Tugu Selatan 17.372 1.712 10,15 25 Tugu Utara 10.511 1.702 6,17 Total Penduduk 240.685 29.653 8,12 Sumber : BPS Kabupaten dan Kota Bogor, 2009

4.3 Penutupan Lahan