daya alam berupa tanahlahan demikian besar dimana penghidupan penduduk didominasi oleh pemanfaatan sumber daya alam berupa pertanian.
Tabel 6 Data Kependudukan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
No Desa Jumlah
penduduk Luas
Ha Kepadatan
penduduk
1 Batu layang
8.611 226
38,10 2 Bojong
Murni 4.737
161 29,42
3 Cibeureum 14.628
1.129 12,96
4 Cilember 8.816
200 44,08
5 Cipayung Datar
22.922 775
29,58 6 Cipayung
Girang 9.272
235 39,45
7 Cisarua 8.773
200 43,86
8 Citeko 11.644
461 25,26
9 Gadog 6.650
192 34,63
10 Jogjogan 7.549
154 49,02
11 Kopo 19.595
453 43,26
12 Kuta 5.902
180 32,79
13 Leuwimalang 6.886
135 51,01
14 Megamendung 6.103
637 9,58
15 Pandansari 8.421
186 45,27
16 Sindang Rasa
13.657 10.600
1,29 17 Sindang
Sari 8.421
9.000 0,94
18 Sukagalih 7.497
237 31,63
19 Sukakarya 6.571
339 19,38
20 Sukamahi 8.288
196 42,29
21 Sukamaju 6.382
210 30,39
22 Sukamanah 6.921
182 38,03
23 Sukaresmi 4.556
151 30,17
24 Tugu Selatan
17.372 1.712
10,15 25 Tugu
Utara 10.511
1.702 6,17
Total Penduduk 240.685
29.653 8,12
Sumber : BPS Kabupaten dan Kota Bogor, 2009
4.3 Penutupan Lahan
Penutupan lahan terkait dengan vegetasi, struktur dan fitur-fitur lain yang menutupi lahan. Kondisi penutupan lahan di kawasan hulu DAS Ciliwung dapat
diketahui melalui pengolahan citra landsat dan foto udara yang menghasilkan peta penutupan lahan. Gambar 11 merupakan contoh penggunaan lahan di kawasan
hulu DAS Ciliwung yang berimplikasi pada kenampakkan penutupan lahannya.
Gambar 11 Contoh Penggunaan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung b Ruang Terbangun
a Hutan
d Kebun Campuran c Kebun Teh
f Lahan Terbuka e SawahTegalan
V PEMBAHASAN
5.1 Data dan Analisis
5.1.1 Penghitungan Komponen Penduduk
Kependudukan merupakan salah satu komponen yang penting dalam perencanaan suatu kawasan. Faktor penduduk juga memberi pengaruh yang besar
dalam perubahan kualitas lingkungan suatu DAS karena dengan bertambahnya penduduk maka turut terjadi penambahan ruang kehidupan seperti perumahan,
sarana sosial, sarana ekonomi dan sarana lain yang tentunya akan mengkonversi penggunaan ruang seperti ruang terbuka hijau RTH. Menurut Badan Pusat
Statistik BPS Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung mengalami kenaikan dari tahun 1993 sebesar 156.546 jiwa
menjadi 240.685 jiwa pada tahun 2008 atau dengan kata lain dalam kurun lima belas tahun terjadi panambahan jumlah penduduk sebesar 84.139 jiwa. Jumlah
penduduk yang dihitung berasal dari total jumlah penduduk per desakelurahan dengan pertimbangan bahwa desakelurahan tersebut wilayah administrasinya
berada di dalam kawasan hulu DAS Ciliwung atau sebagian besar wilayah administrasinya masuk ke dalam kawasan hulu DAS Ciliwung. Data jumlah
penduduk dan kepadatan penduduk di wilayah DAS Hulu Ciliwung dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.
Berdasarkan Tabel 7, laju pertumbuhan penduduk rata-rata di kawasan hulu DAS Ciliwung adalah sebesar 2,91 per tahun. Kenaikan jumlah penduduk ini
berkorelasi positif terhadap kenaikan tingkat kepadatan penduduk dengan pertimbangan bahwa luas wilayah tetap, sehingga didapatkan kenaikan kepadatan
penduduk dari 15,27 jiwaHa pada tahun 1993 menjadi 23,48 jiwaHa di tahun 2008 Tabel 8. Berdasarkan nilai laju pertumbuhan penduduk setiap tahun, maka
dapat dilakukan prediksi jumlah penduduk pada tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010. Penghitungan ini menggunakan metode trend yang didasarkan atas asumsi
bahwa laju pertumbuhan penduduk pada masa lalu akan berlanjut di masa yang akan datang Tarigan,2006. Hasil dari penghitungan menunjukkan jumlah
penduduk pada tahun 1994 adalah 161.100 jiwa, tahun 2001 berjumlah 196.912
jiwa, tahun 2005 berjumlah 220.845 jiwa dan pada tahun 2010 adalah berjumlah 254.892 jiwa.
Tabel 7 Jumlah Penduduk di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Menurut Desa Tahun 1993, 2000 dan 2008
No Nama Desa
Jumlah Penduduk Jiwa Tahun 1993
Tahun 2000 Tahun 2008
1 Batu layang
5.677 5.672
8.611 2 Bojong
Murni 2.704
3.579 4.737
3 Cibeureum 9.156
10.804 14.628
4 Cilember 5.499
5.683 8.816
5 Cipayung Datar
16.659 19.702
22.922 6 Cipayung
Girang 6.329
7.320 9.272
7 Cisarua 6.297
6.744 8.773
8 Citeko 7.425
8.503 11.644
9 Gadog 5.049
5.101 6.650
10 Jogjogan 4.534
5.182 7.549
11 Kopo 12.127
16.863 19.595
12 Kuta 3.723
4.543 5.902
13 Leuwimalang 5.271
5.511 6.886
14 Megamendung 4.543
4.575 6.103
15 Pandansari 4.709
6.595 8.421
16 Sindang Rasa
5.576 7.969
13.657 17 Sindang
Sari 5.950
5.822 8.421
18 Sukagalih 4.818
6.252 7.497
19 Sukakarya 4.296
5.266 6.571
20 Sukamahi 5.318
6.448 8.288
21 Sukamaju 5.048
5.287 6.382
22 Sukamanah 5.059
6.408 6.921
23 Sukaresmi 3.175
3.456 4.556
24 Tugu Selatan
10.933 12.218
17.372 25 Tugu
Utara 6.671
7.123 10.511
Total Penduduk
156.546 182.626
240.685
Sumber: BPS Kabupaten dan Kota Bogor, 2009
Salah satu masalah kependudukan yang terdapat di wilayah DAS Hulu Ciliwung adalah penyebaran penduduk yang tidak merata. Jika ditinjau dari tiap
desa, dapat diamati bahwa jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di wilayah ini belum terdistribusi secara merata. Jumlah penduduk tertinggi pada tahun 2008
berada pada desa Cipayung Datar yaitu sebesar 22.922 jiwa dan jumlah penduduk terendah pada tahun yang sama berada pada desa Sukaresmi sebesar 4.556 jiwa.
Desa yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi dibandingkan dengan desa lainnya adalah desa Sindang Rasa yaitu sebesar 128,84 jiwaHa, sedangkan desa
yang memiliki kepadatan penduduk terendah adalah desa Tugu Utara sebesar 6,18 jiwaHa.
Distribusi penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung relatif tetap dari tahun 1993 hingga tahun 2008, dengan laju pertumbuhan yang berbeda tiap desa.
Berdasarkan penghitungan, desa yang laju pertumbuhannya paling tinggi adalah Desa Sindang Rasa yaitu dengan persentase sebesar 6,15 per tahun. Sedangkan
desa yang paling rendah laju pertumbuhan penduduknya adalah Desa Leuwimalang sebesar 1,80 per tahun.
Tabel 8 Kepadatan Penduduk di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1993, 2000 dan 2008
No Nama Desa
Luas Ha
Kepadatan Penduduk JiwaHa Tahun
1993 Tahun
2000 Tahun
2008
1 Batu layang
226 25,12
25,01 38,10
2 Bojong Murni
161 16,79
22,23 29,42
3 Cibeureum 1.129
8,11 9,57
12,96 4 Cilember
200 27,49
28,41 44,08
5 Cipayung Datar
775 21,49
25,42 29,58
6 Cipayung Girang
235 26,93
31,15 39,45
7 Cisarua 200
31,48 33,72
43,86 8 Citeko
461 16,11
18,44 25,26
9 Gadog 192
26,30 26,57
34,63 10 Jogjogan
154 29,44
33,65 49,02
11 Kopo 453
26,77 37,22
43,26 12 Kuta
180 20,68
25,24 32,79
13 Leuwimalang 135
39,04 40,82
51,01 14 Megamendung
637 7,13
7,18 9,58
15 Pandansari 186
25,32 35,46
45,27 16 Sindang
Rasa 106
52,60 75,18
128,84 17 Sindang
Sari 90
66,11 64,69
93,57 18 Sukagalih
237 20,33
26,38 31,63
19 Sukakarya 339
12,67 15,53
19,38 20 Sukamahi
196 27,13
32,9 42,29
21 Sukamaju 210
24,04 25,18
30,39 22 Sukamanah
182 27,80
35,20 38,03
23 Sukaresmi 151
21,03 22,89
30,17 24 Tugu
Selatan 1.712
6,39 7,17
10,15 25 Tugu
Utara 1.702
3,92 4,18
6,18
Total 10.249
15,27 17,82
23,48
Sumber: BPS Kabupaten dan Kota Bogor, 2009
5.1.2 Interpretasi Penutupan Lahan Dari Citra Landsat ETM
+
2005 dan Foto Udara 2010
Interpretasi citra Landsat ETM
+
2005 dan foto udara 2010 dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakkan masing-masing penutupan lahan pada
citra dan foto udara yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi. Masing-masing penutupan lahan memiliki unsur interpretasi yang unik. Pada daerah penelitian,
tipe penutupan lahan dibagi menjadi enam, yaitu ruang terbangun, hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka, dan sawahtegalan.
Ruang terbangun di dalam foto udara menunjukkan bentuk persegispot kecil dengan pola menyebar, memanjang di kiri-kanan jalan dengan ukuran relatif
kecil. Berwarna abu-abu atau cokelat tua dengan tekstur relatif kasar. Pada citra Landsat, ruang terbangun memiliki tekstur halus sampai kasar, berwarna magenta
atau ungu kemerahan, pola disekitar jalan utama. Hutan mempunyai kenampakkan bentuk dan pola yang tidak teratur dengan
ukuran cukup luas, menyebar, kadang-kadang bergerombol di tengah kebun teh. Berwarna hijau gelap, tekstur relatif kasar, memiliki bayangan igir-igir puncak
gunung yang menunjukkan sebaran hingga daerah yang curam, identik dengan letak di sekitar puncak gunung. Sedangkan dalam citra Landsat, ditemukan
dengan bentuk, ukuran dan pola yang tidak jauh berbeda dengan di foto udara, berwarna hijau tua sampai gelap dengan tekstur relatif kasar.
Kebun campuran memiliki ciri-ciri bentuk dan pola yang menyebar. Umumnya dijumpai di sepanjang aliran sungai, terkadang bercampur dengan
kawasan ruang terbangun. Berwarna gelap dengan tekstur relatif kasar. Kenampakkan pada citra Landsat memiliki tekstur yang relatif kasar, berwarna
hijau bercampur dengan sedikit magenta, bentuk dan pola memanjang dijumpai pada lembah dan sepanjang tanggul sungai, seringkali bercampur dengan ruang
terbangun. Kebun teh memiliki kenampakkan bentuk dan pola yang lebih teratur,
berwarna hijau agak kelabu dengan tekstur relati halus dan seragam pada lereng- lereng yang landai hingga curam. Pada citra Landsat, kebun teh memiliki tekstur
halus dan berwarna hijau muda.
Lahan terbuka mempunyai bentuk dan pola yang menyebar di antara ruang terbangun dan sawahtegalan. Berwarna abu-abu terang dengan tekstur halus. Di
dalam citra Landsat menunjukkan warna putih hingga merah jambu dengan tekstur halus. Keberadaannya cukup sulit dideteksi mengingat luas sebarannya
relatif kecil. Sawahtegalan memiliki warna abu-abu agak gelap, bentuk berpetak-petak
dan berteras dengan pola sebaran di daerah dataran dengan lereng yang landai dan dekat dengan tubuh air. Di dalam citra Landsat menunjukkan tekstur kasar
berwarna hijau tua bercampur dengan sedikit magenta, biru dan kuning. Tubuh air sungai utama di dalam foto udara berbentuk garis memanjang,
pola berkelok-kelok berwarna abu-abu gelap. Jalan ditemui berwarna gelap dengan bentuk garis yang relatif lurus. Di dalam citra Landsat, tubuh air berwarna
biru dengan bentuk berkelok-kelok, sedangkan jalan berwarna ungu dengan bentuk garis yang relatif lurus dan pola lebih teratur.
Sebelum melakukan proses digitasi, saluran warna band citra Landsat ETM
+
2005 terlebih dahulu digabungkan dan kemudian dilakukan koreksi geometri dengan bantuan perangkat lunak ERDAS IMAGINE 9.1. proses digitasi
dilakukan secara on screen dengan menggunakan perangkat lunak ARC VIEW 3.2 dan kemudian menghasilkan peta penutupan lahan kawasan hulu DAS Ciliwung.
5.1.3 Pola Penutupan Lahan
Pola penutupan lahan di daerah penelitian hasil pengamatan tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010 masing-masing digambarkan pada Gambar 12, Gambar 13,
Gambar 14, dan Gambar 15. Berdasarkan gambar tersebut, daerah penelitian
memiliki luas total 15.191 Ha dengan 6 tipe penutupan lahan yaitu ruang terbangun, hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawahtegalan.
Fenomena penutupan lahan yang terjadi di wilayah DAS Hulu Ciliwung adalah adanya kecenderungan perubahan penggunaan lahan dari area tak terbangun
menjadi area terbangun. Hal ini turut mempengaruhi kualitas lahan dalam menginfiltrasi curah hujan karena area resapan yang semakin berkurang. Luas
masing-masing kelas dan persentase penutupan lahan tersebut disajikan pada Tabel 9.
42
Gambar 12 Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994 Janudianto, 2004
43
Gambar 13 Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 2001 Janudianto, 2004
44
Gambar 14 Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 2005
45
Gambar 15 Peta Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 2010
Data pada tabel menunjukkan bahwa pada tahun 1994, pola penutupan lahan di wilayah DAS Hulu Ciliwung didominasi oleh lahan kebun teh dan hutan. Luas
kebun teh pada tahun ini adalah 3852,51 Ha atau sama dengan 25,36 dari total luas daerah penelitian. Luas lahan hutan sebesar 3801,49 Ha atau 25,05 dari
total luas. Selanjutnya adalah area sawahtegalan, ruang terbangun dan kebun campuran yang memiliki luasan yang cukup besar dengan luas masing-masing
3166,91 Ha 20,85, 2663,13 Ha 17,53 dan 1655,86 Ha 10,90. Sisanya adalah lahan terbuka yang memiliki luas lebih kecil dibanding tipe penutupan
lahan lainnya yaitu sebesar 50,89 Ha atau 0,33 dari total luas keseluruhan. Tabel 9 Luas Penutupan Lahan di Kawasan Hulu DAS Ciliwung Tahun 1994,
2001, 2005 dan 2010
Klasifikasi Penutupan
Lahan
Luas 1994 Luas 2001
Luas 2005 Luas 2010
Ha Ha
Ha Ha
Ruang Terbangun
2663,13 17,53 3627,79 23,88 4244,63 27,94 4656,85 30,66 Hutan
3801,49 25,03 3204,24 21,09 3071,02 20,22 3042,17 20,02 Kebun
Campuran 1655,86 10,90 1757,98 11,57 1609,22 10,59 1592,83 10,49
Kebun Teh
3852,51 25,36 3264,59 21,49 3090,63 20,34 3001,26 19,76 Lahan
Terbuka 50,89 0,33 2,15 0,02 10,55 0,07
1,93 0,01 SawahTegalan 3166,91 20,85 3334,02 21,95 3164,73 20,84 2895,74 19,06
Total 15190,79 100
15190,77 100 15190,78 100
15190,78 100
Pada tahun 2001, area ruang terbangun mengalami peningkatan luas yang cukup besar yaitu sebesar 964,66 Ha dari tahun 1994 sehingga menjadikannya
sebagai area penutupan lahan terluas yaitu sebesar 3627,79 Ha atau 23,88 dari total luas DAS Hulu Ciliwung. Selanjutnya berturut-turut adalah lahan
sawahtegalan, kebun teh dan hutan yang memiliki luasan relatif sama yaitu sebesar 3334,02 Ha 21,95, 3264,59 Ha 21,49 dan 3204,24 Ha 21,09.
area lahan kebun campuran mengalami kenaikan luas yang relatif kecil dengan luas pada tahun ini sebesar 1757,98 Ha atau 11,57 dari total luas. Area lahan
terbuka mengalami penurunan luas yang cukup drastis sehingga cukup sulit ditemukan, luas lahan terbuka pada tahun 2001 adalah sebesar 2,15 Ha atau 0,02
dari total luas DAS Hulu Ciliwung. Penutupan lahan pada tahun 2005 masih didominasi oleh area ruang
terbangun yang terus mengalami tren peningkatan, luas area ruang terbangun yaitu
sebesar 4244,63 Ha atau 27,94 dari total luas, diikuti oleh sawahtegalan, kebun teh dan hutan yang sedikit mengalami penurunan luas dengan luas masing-masing
sebesar 20,84, 20,34 dan 20,22. Sisanya adalah kebun campuran 10,59 dan lahan terbuka 0,07.
Pada tahun 2010, area ruang terbangun masih mendominasi sebagai area dengan luas terbesar dari tipe penutupan lahan lainnya yaitu sebesar 4656,85 Ha
atau 30,66 dari total luas DAS Hulu Ciliwung. Selanjutnya adalah area hutan, kebun teh, sawahtegalan dan kebun campuran dengan luas masing-masing
20,02, 19,76, 19,06 dan 10,49 dari total luas. Area lahan terbuka semakin mengalami penurunan luas sehingga keberadaannya sudah semakin sulit
ditemukan. Luas lahan terbuka pada tahun ini adalah sebesar 1,93 Ha atau hanya 0,01 dari total luas keseluruhan.
5.1.4 Perubahan Penutupan Lahan
Perubahan pola penutupan lahan dalam periode tahun 1994 sampai dengan 2010 dapat diamati melalui proses tumpang tindih overlay peta pada ArcView.
Data perubahan tipe dan luas penutupan lahan dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15. Berdasarkan data-data tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada
periode 1994-2001 terjadi perubahan penutupan lahan yang cukup cepat, yaitu meningkatnya area ruang terbangun, kebun campuran dan sawahtegalan, serta
berkurangnya luas hutan, lahan terbuka dan kebun teh. Area ruang terbangun meningkat seluas 964,66 Ha atau 6,35 dari total luas keseluruhan yang
merupakan hasil konversi lahan dari hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawahtegalan. Kebun campuran juga mengalami peningkatan luas
sebesar 102,12 Ha atau 0,67 dari total luas daerah penelitian, merupakan hasil konversi lahan dari hutan, kebun teh, sawahtegalan dan lahan terbuka. Luas area
sawahtegalan mengalami peningkatan sebesar 167,11 Ha atau 1,1 dari total luas yang merupakan hasil konversi dari lahan terbuka, hutan, kebun campuran, dan
kebun teh. Di sisi lain, area hutan dan kebun teh mengalami penurunan luas yang
cukup besar. Luas hutan berkurang sebesar 597,25 Ha atau 3,94 yang terkonversi menjadi kebun campuran, kebun teh, dan sawahtegalan. Sementara
luas kebun teh juga berkurang sebesar 587,92 Ha atau 3,87 dari total luas yang
terkonversi menjadi kebun campuran, ruang terbangun dan sawahtegalan. Demikian juga halnya dengan lahan terbuka yang ruang terbangun, sawahtegalan
dan kebun campuran sebesar 48,74 Ha atau 0,31 dari total luas keseluruhan.
Gambar 16 Perubahan Luas Penutupan Lahan Ha di Kawasan Hulu DAS Ciliwung pada Periode Tahun 1994-2001, 2001-2005 dan 2005-2010.
Pada periode tahun 2001-2005 kembali terjadi peningkatan luas yang cukup besar pada area ruang terbangun dan penurunan luas pada hutan, kebun campuran,
kebun teh dan sawahtegalan, sementara lahan terbuka mengalami sedikit peningkatan luas setelah pada periode sebelumnya mengalami penurunan. Area
ruang terbangun mengalami peningkatan luas sebesar 616,84 Ha atau 4,06 dari total luas wilayah DAS Hulu Ciliwung yang merupakan hasil konversi dari kebun
campuran, kebun teh dan sawahtegalan. Lahan terbuka mengalami peningkatan luas sebesar 8,4 Ha 0,05 yang merupakan hasil konversi dari ruang terbangun,
kebun campuran dan sawahtegalan. Sementara itu, hutan terus mengalami penurunan luas sebesar 133,22 Ha
atau 0,87 dari total luas keseluruhan yang terkonversi menjadi kebun campuran, sawahtegalan dan kebun teh. Kebun campuran mengalami penurunan luas
sebesar 148,76 Ha atau 0,98, yang terkonversi menjadi ruang terbangun, sawahtegalan dan kebun teh. Kebun teh mengalami penurunan luas sebesar
173,96 Ha atau 1,15 dari total luas, terkonversi menjadi kebun campuran,
‐800 ‐600
‐400 ‐200
200 400
600 800
1000
Luas Ha
Periode Tahun
Ruang Terbangun
Hutan Kebun
Campuran Kebun
Teh Lahan
Terbuka SawahTegalan
1994-2001 2001-2005
2005-2010
sawahtegalan dan ruang terbangun. Area lain yang mengalami penurunan luas adalah lahan sawahtegalan sebesar 169,29 Ha atau 1,11 dari total luas yang
terkonversi menjadi lahan terbuka, kebun campuran, kebun teh dan ruang terbangun.
Periode tahun 2005-2010, area ruang terbangun masih terus mengalami peningkatan luas sebesar 412,22 Ha atau 2,72 dari total luas daerah penelitian
yang merupakan hasil konversi dari kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka dan sawahtegalan. Selain ruang terbangun, tipe penutupan lahan lain yang
mengalami peningkatan luas adalah kebun campuran yaitu sebesar 94,33 Ha atau 0,62 yang merupakan hasil konversi dari kebun teh, lahan terbuka, ruang
terbangun dan sawahtegalan. Pada periode ini sejumlah area penutupan lahan mengalami penurunan luas,
diantaranya adalah hutan, kebun teh, lahan terbuka dan sawahtegalan. Luas hutan berkurang sebesar 28,85 Ha atau 0,2 dari total luas yang terkonversi menjadi
kebun teh dan kebun campuran. Kebun teh mengalami penurunan luas sebesar 89,37 Ha atau 0,58 dari total luas keseluruhan yang terkonversi menjadi kebun
campuran, sawahtegalan dan ruang terbangun. Lahan terbuka mengalami penurunan sebesar 8,62 Ha atau 0,06 yang terkonversi menjadi kebun
campuran, ruang terbangun dan sawahtegalan. Sementara sawahtegalan juga mengalami penurunan luas sebesar 379,7 Ha atau 2,5 dari total luas wilayah
DAS Hulu Ciliwung, terkonversi menjadi ruang terbangun, kebun campuran dan kebun teh.
5.1.5 Pengaruh Tipe Penutupan Lahan Terhadap Fungsi Hidrologi
DAS merupakan suatu sistem yang di dalamnya terjadi interaksi antara komponen penyusunnya. Curah hujan dan tipe penutupan lahan sebagai salah satu
komponen penyusun sistem DAS pada akhirnya akan mempengaruhi karakteristik aliran sungai. Salah satu karakteristik aliran sungai yang dapat mengalami
perubahan adalah debit aliran sungai yang merupakan akumulasi dari aliran permukaan di seluruh areal DAS. Vegetasi penutup dan tipe penutupan lahan
mempengaruhi besarnya aliran permukaan karena memiliki fungsi konservasi air yang berbeda-beda. Oleh karena itu, adanya konversi penutupan lahan akan
berdampak pada perubahan aliran permukaan.
Kebun campuran merupakan lahan yang ditanami berbagai jenis tanaman baik tanaman tahunan, buah-buahan maupun tanaman semusim secara bersama-
sama. Kebun campuran memiliki kondisi penutupan tanah yang rapat sehingga butiran air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah. Kerapatan tanaman
mampu mengurangi laju aliran permukaan. Tanaman tahunan mempuyai luas penutupan daun yang relatif lebih besar dalam menahan energi kinetik air hujan,
sehingga air yang sampai ke tanah dalam bentuk aliran batang stemflow dan aliran tembus throughfall tidak menghasilkan dampak erosi yang begitu besar.
Sedangkan tanaman semusim atau tanaman bawah mampu memberikan efek penutupan dan perlindungan tanah dari butiran hujan yang mempunyai energi
perusak. Penggabungan keduanya dapat memberi keuntungan ganda baik dari tanaman tahunan maupun tanaman semusim atau tanaman bawah.
Gambar 17 Tipe Penutupan Lahan Kebun Campuran Lahan sawah pada kawasan ini umumnya dalam keadaan jenuh air Gambar
18 sehingga jika terjadi hujan maka air hujan tersebut hampir seluruhnya akan menjadi aliran permukaan dan debit aliran sungai dengan cepat dapat meningkat.
Areal tegalan memiliki tajuk tanaman semusim yang sempit sehingga membuat kemampuannya untuk mengintersepsi air rendah. Selain itu, sistem perakaran
tanaman semusim yang dangkal dan terbatas tidak mampu menahan air dalam jumlah besar, sehingga menyebabkan sebagian besar jumlah air hujan yang jatuh
di atasnya akan mengalir di permukaan tanah dan masuk ke dalam sungai. Kelebihan air hujan yang menjadi aliran permukaan pada areal tegalan ini akan
mengalir dengan cepat karena kurangnya hambatan dari semak atau sisa-sisa tanaman. Secara umum sebagian besar lahan sawahtegalan di kawasan ini telah
diteras Gambar 19 sehingga air hujan yang jatuh akan tertahan dan tergenang pada bidang teras dan secara perlahan-lahan air akan terinfiltrasi dalam waktu
yang lama.
Gambar 18 Kondisi Lahan Sawah yang Jenuh Air
Gambar 19 Lahan Sawah yang Berteras-teras Kebun Teh juga memiliki tajuk tanaman semusim yang sempit sehingga
membuat kemampuannya untuk mengintersepsi air rendah. Sistem perakaran tanaman teh dangkal dan terbatas sehingga tidak mampu menahan air dalam
jumlah besar. Perakaran teh yang hanya satu lapis dari vegetasi homogen tumbuhan teh sulit menahan lapisan tanah sehingga potensi terjadinya longsor
cukup besar Gambar 20. Namun pada beberapa tempat, terdapat pohon yang ditanam diatasnya agar sistem perakaran di dalam tanah tersusun berlapis-lapis
heterogen sehingga lebih kuat mencengkeram tanah dan dapat menangkap air hujan dalam jumlah yang lebih besar Gambar 21.
Gambar 20 Lahan Kebun Teh dengan Perakaran Homogen
Gambar 21 Lahan Kebun Teh dengan Perakaran Homogen Hutan pada kawasan ini merupakan hutan lindung dan sebagian merupakan
hutan produksi. Dengan adanya hutan, air hujan yang jatuh akan diterima dahulu oleh tajuk hutan sebelum jatuh pada lahan hutan sehingga volume air hujan yang
jatuh akan berkurang dan potensinya untuk menjadi aliran permukaan memerlukan waktu yang relatif lama. Selain itu air hujan yang jatuh pada lahan
tersebut akan mengalami infiltrasi dan perkolasi. Permukaan tanah pada lahan hutan tertutup oleh serasah dan humus yang membuat tanah menjadi gembur
sehingga air dengan mudah meresap ke dalam tanah dan mengisi persediaan air tanah. Dengan demikian, vegetasi hutan dapat menyimpan air dan melepaskan air
tersebut ke sungai lebih terkendali di musim kering dibandingkan wilayah yang tidak berhutan.
Gambar 22 Tipe penutupan Lahan Hutan Pada lahan terbuka, tidak adanya vegetasi penutup membuat curah hujan
seluruhnya akan langsung jatuh ke permukaan tanah. Karena tidak adanya sistem perakaran maka sebagian besar curah hujan akan langsung menjadi aliran
permukaan. Pada sebagian areal memiliki vegetasi penutup berupa rumput ataupun semak. Namun, sistem perakaran yang dangkal tidak mampu menahan air
dalam jumlah besar.
Gambar 23 Tipe Penutupan Lahan Terbuka Area ruang terbangun berupa pemukiman, jalan dan infrastruktur lain
umumnya memiliki perkerasan yang menutupi permukaan tanah sehingga curah hujan yang jatuh seluruhnya akan menjadi aliran permukaan yang melalui sistem
drainase dan selanjutnya mengalir ke sungai. Ruang terbangun berpengaruh besar terhadap jumlah aliran permukaan pada kawasan hulu DAS Ciliwung ini.
Keberadaan pemukiman pada daerah bantaran sungai akan meningkatkan potensi terjadinya erosi yang dapat menyebabkan pendangkalan pada dasar sungai
Gambar 24.
Gambar 24 Pemukiman pada Bantaran Sungai
5.1.6 Penghitungan Komponen Hidrologi
Komponen hidrologi yang menjadi parameter kualitas lingkungan pada kawasan hulu DAS Ciliwung ini adalah nilai koefisien aliran permukaan C.
Nilai C menunjukkan perbandingan antara besar debit aliran terhadap besar curah hujan. Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk
menentukan apakah DAS Ciliwung mengalami gangguan fisik. Nilai curah hujan didapatkan dari stasiun pengamat Panjang, Pasir Muncang, Gunung Mas
dan Katulampa. Sedangkan nilai debit aliran didapatkan dari Stasiun Pengamat Arus Sungai SPAS Katulampa yang merupakan outlet dari wilayah DAS
Ciliwung bagian hulu ini. Berdasarkan Tabel 11 dan Gambar 25, dapat dilihat bahwa nilai koefisien
aliran permukaan C di kawasan hulu DAS Ciliwung dari tahun ke tahun mengalami tren peningkatan. Hal ini dikarenakan banyaknya perubahan
penggunaan ruang yang awalnya merupakan ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun. Semakin tinggi nilai C menandakan bahwa kualitas lahan di kawasan
hulu DAS Ciliwung semakin berkurang. Potensi terjadinya banjir dan erosi pun menjadi semakin besar. Sehingga diperlukan adanya perbaikan lingkungan dan
tata ruang lanskap pada area terbangun agar laju kenaikan nilai C dapat ditekan. Perbaikan lingkungan ini dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan
penanaman vegetasi terutama pepohonan dan penataan ruang pada area terbangun, sehingga area yang berfungsi sebagai daerah resapan air dapat dilestarikan untuk
menjaga kualitas lingkungan secara keseluruhan.
Tabel 10 Prakiraan Angka Koefisien Aliran permukaan C DAS Ciliwung Hulu
Tahun Curah hujan
rata-rata mm Volume
Curah Hujan 10
6
m
3
Volume Aliran
permukaan 10
6
m
3
Volume ET + L
10
6
m
3
Koefisien Aliran
permukaan C
1998 4.828 552 28,57
704,43 0,0518
1999 4.651 567 41,56
665,44 0,0733
2000 3.631 521 21,01
530,99 0,0403
2001 4.422 600 51,54
620,46 0,0859
2002 3.656 441 77,36
477,64 0,1756
2003 3.374 455 11,37
501,63 0,0250
2004 3.891 487 45,18
545,82 0,0929
2005 4.212 462 64,49
575,51 0,1396
2006 2.932 321 8,69
436,31 0,0271
2007 3.744 436 33,43
535,57 0,0767
2008 3.843 448 82,35
501,65 0,1837
Gambar 25 Grafik Perbandingan Nilai C Rata-rata DAS Ciliwung Hulu Berdasarkan data nilai C tahun 1998 hingga tahun 2008 pada Tabel 11,
dapat dilakukan penghitungan untuk memprediksi nilai C pada tahun 1994 dan 2010 karena data pada tahun tersebut diperlukan pada proses pemodelan.
Penghitungan dilakukan dengan metode regresi linear yang memungkinkan kita meramalkan nilai-nilai variabel tak bebas dalam hal ini adalah nilai C pada tahun
1994 dan 2010 dari nilai satu atau lebih variabel bebas nilai C pada Tabel 11 Walpole, 1995. Dari hasil penghitungan, diperoleh prediksi nilai C pada tahun
1994 adalah 0,0345 dan pada tahun 2010 adalah 0,1302.
y = 0,006x ‐ 11,89
R² = 0,126
0,02 0,04
0,06 0,08
0,1 0,12
0,14 0,16
0,18 0,2
1996 1998
2000 2002
2004 2006
2008 2010
Nilai C
Tahun
5.2 Model Dinamik
Berdasarkan struktur model casual loop yang telah dibuat, diketahui bahwa jumlah penduduk mempengaruhi luas tiap jenis RTH serta luas RTH secara
keseluruhan. Kemudian, luas RTH mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan. Tahapan awal pada pengujian model sistem dinamik adalah
menentukan persamaan fungsi regresi linear antara variabel X dan Y unteuk melihat apakah persamaan-persamaan yang digunakan sudah benar. Sebelumnya
perlu dibuat diagram pencar yang menggambarkan hubungan antara variabel X dan Y. diagram pencar antar variabel dapat dilihat pada Gambar 26, Gambar 27,
Gambar 28, Gambar 29, Gambar 30, Gambar 31, dan Gambar 32. Tabel 11 Jumlah Penduduk, Nilai C dan Perubahan RTH Kawasan hulu DAS
Ciliwung tahun 1994, 2001, 2005 dan 2010
Tahun 1994 2001 2005 2010 Jml Penduduk
161.100 Jiwa 196.912 Jiwa
220.845 Jiwa 254.892 Jiwa
Nilai C 0.0345 0,0767 0,1008 0,1302
Klasifikasi RTH Luas Ha
Luas Ha Luas Ha
Luas Ha
Hutan 3.801,49 3.204,24
3.071,02 3.042,17
Kebun Campuran 1.655,86
1.757,98 1.609,22
1.592,83 Kebun Teh
3.852,51 3.264,59
3.090,63 3.001,26
Lahan Terbuka 50,89
2,15 10,55
1,93 SawahTegalan 3.166,91 3.334,02 3.164,73 2.895,74
Total RTH 12.527,66
11.562,98 10.946,15
10.533,93 Luas DAS
15.190,79 15.190,77
15.190,78 15.190,78
Gambar 26 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk X dan Luas Hutan Y
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
50.000 100.000
150.000 200.000
250.000 300.000
Luas Hutan
Ha
Jumlah Penduduk Jiwa
Gambar 27 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk X dan Luas Kebun Campuran Y
Gambar 28 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk X dan Luas Kebun Teh Y
Gambar 29 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk X dan Luas Lahan Terbuka Y
500 1000
1500 2000
50.000 100.000
150.000 200.000
250.000 300.000
Luas Kebun
Campuran Ha
Jumlah Penduduk Jiwa
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
50.000 100.000
150.000 200.000
250.000 300.000
Luas Kebun
Teh Ha
Jumlah Penduduk Jiwa
10 20
30 40
50 60
50.000 100.000
150.000 200.000
250.000 300.000
Luas Lahan
Teruka Ha
Jumlah Penduduk Jiwa
Gambar 30 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk X dan Luas SawahTegalan Y
Gambar 31 Diagram Pencar Hubungan Linear Jumlah Penduduk X dan Luas RTH Y
Gambar 32 Diagram Pencar Hubungan Linear Luas RTH X dan Koefisien Aliran permukaan Y
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500
50.000 100.000
150.000 200.000
250.000 300.000
Luas SawahTegalan
Ha
Jumlah Penduduk Jiwa
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000
50.000 100.000
150.000 200.000
250.000 300.000
Luas RTH
Ha
Jumlah Penduduk Jiwa
2.000 4.000
6.000 8.000
10.000 12.000
14.000
50.000 100.000
150.000 200.000
250.000 300.000
Koefisien Aliran
Permukaan
Luas RTH Ha
Berdasarkan gambar diagram pencar, diketahui bahwa hubungan linear antara jumlah penduduk dengan luas tiap jenis RTH dan luas RTH secara
keseluruhan adalah negatif. Artinya, semakin banyak jumlah penduduk, luas hutan, kebun campuran, kebun teh, lahan terbuka, dan sawahtegalan semakin
berkurang sehingga luas total RTH juga ikut berkurang. Begitu pula hubungan luas RTH dengan nilai koefisien aliran permukaan juga berkorelasi negatif. Jadi,
semakin berkurangnya luas RTH, nilai koefisien aliran permukaan di wilayah DAS Hulu Ciliwung semakin meningkat. Dari hubungan linear antara variabel X
dan Y tersebut dapat diketahui nilai koefisien korelasi serta persamaan fungsinya yang dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 12 Nilai Koefisien Korelasi dan Persamaan Fungsi dari Hubungan Linear Variabel X dan Y
Variabel Bebas X Variabel Terikat Y
r r
2
Persamaan
Jumlah Penduduk Hutan
-0,999 0,997
y=4.945,85-7,99510
-3
x Jumlah Penduduk
Kebun Campuran -0,532
0,283 y=1.862,32-9,99510
-4
x Jumlah Penduduk
Kebun Teh -0,930
0,866 y=5.180,46-9,01110
-3
x Jumlah Penduduk
Lahan Terbuka -0,799
0,639 y=114,83-4,72310
-4
x Jumlah Penduduk
SawahTegalan -0,677
0,458 y=3.787,6-3,10510
-3
x Jumlah Penduduk
Luas RTH -0,984
0,968 y=15.891,06-2,1510
-2
x Luas RTH
Koefisien Aliran permukaan
-0,994 0,988 y=0,61-4,640610
-5
x
Nilai r pada tabel tersebut menunjukkan kekuatan hubungan antara variabel X dan Y, sedangkan r² menunjukkan persentase keragaman dalam nilai-nilai Y
yang dapat dijelaskan oleh hubungan linear dengan X. Jadi, nilai r yang semakin mendekati -1 atau +1 dikatakan memiliki hubungan linear yang sangat kuat.
Sedangkan, nilai r² yang mendekati 1 menunjukkan hampir 100 di antara keragaman nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan linearnya dengan X.
Oleh karena itu, berdasarkan koefisien korelasi dan persamaan regresi linear yang diperoleh, diketahui bahwa secara umum pertambahan jumlah penduduk di
wilayah DAS Hulu Ciliwung berpengaruh terhadap penurunan tiap jenis RTH serta luas total RTH di wilayah tersebut. Pengaruh terkuat terjadi pada lahan hutan
dan pengaruh terendah adalah pada lahan kebun campuran. Selanjutnya, diketahui pula bahwa penurunan luas total RTH berpengaruh kuat terhadap penurunan
kemampuan lahan menginfiltrasi curah hujan dalam hal ini dinyatakan dalam nilai koefisien aliran permukaan.
Berdasarkan tabel 12, diperoleh laju pengurangan luas RTH akibat penambahan jumlah penduduk per tahun adalah sebesar 0,021256. Artinya, setiap
penambahan penduduk sebesar 10.000 jiwa dibutuhkan 212,56 Ha dari luas RTH untuk dikonversi menjadi ruang terbangun seperti tempat tinggal dan infrastruktur
lainnya. Selanjutnya dibuat struktur model yang memperlihatkan hubungan antara pertumbuhan penduduk terhadap luas jenis tiap RTH dan RTH secara
keseluruhan, dan luas RTH terhadap nilai koefisien aliran permukaan. Berikut adalah gambar struktur model yang dibuat Gambar 33.
Gambar 33 Struktur Model Simulasi Struktur model tersebut selanjutnya disimulasikan dengan skenario yang
telah dibuat. Dasar dari simulasi penentuan daerah RTH yang terkonversi menjadi ruang terbangun diantaranya yaitu mengacu pada peta kemiringan lahan kawasan
hulu DAS Ciliwung. Diasumsikan perubahan RTH menjadi ruang terbangun diprioritaskan terjadi pada area kemiringan 0-15. Berdasarkan hasil
penghitungan luas melalui proses overlay peta tutupan lahan kawasan hulu DAS Ciliwung tahun 2010 dan peta kemiringan lahan, diketahui luas RTH yang berada
pada kemiringan 0-15 adalah 4.382,01 Ha, sehingga alih guna lahan yang akan terjadi diharapkan tidak melebihi luasan tersebut.
Proporsi RTH di kawasan hulu DAS Ciliwung saat ini adalah sebesar 79,34 dari luas total. Berdasarkan RTRW Kabupaten Bogor, RTH perkotaan
dialokasikan sebesar 30 dari luas kawasan. Sedangkan menurut Danoedjo 1990, sebagai kawasan resapan air diperlukan RTH yang sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan yaitu antara 40-60 agar keseimbangan lingkungan suatu daerahkota tetap terjaga. Asumsi yang digunakan pada simulasi
adalah batas minimal RTH sebesar 40 luas kawasan atau sebesar 6.076,31 Ha pada akhir simulasi, karena keberadaan RTH sangat penting dalam proses
infiltrasi curah hujan sehingga dapat meminimalisir besarnya aliran permukaan yang terjadi di kawasan hulu DAS Ciliwung ini.
Proses simulasi model menggunakan program STELLA 9.0.2 yang dapat membantu penyusunan konstruksi model simulasi serta running model
simulasinya. Model disimulasikan untuk melihat kondisi pada masa 25 tahun mendatang dengan skenario yang berbeda. Berdasarkan struktur model simulasi,
terdapat laju penambahan dan pengurangan pada setiap veriabel. Laju penambahan dan pengurangan dipengaruhi oleh koefisien laju desakan pada tiap
variabel. Pada penelitian ini, laju desakan luasan tiap jenis RTH merupakan hasil pembagian dari pengurangan luas RTH keseluruhan yang dipengaruhi oleh
penambahan penduduk setiap tahun. Nilai laju desakan tiap jenis RTH didapatkan dari hasil penghitungan Tabel 14 yaitu, perbandingan proporsi luas tiap jenis RTH
yang berkurang terhadap total luas RTH yang berkurang. Tabel 13 Koefisien Laju Desakan Tiap Jenis RTH dan Laju Pertumbuhan
Penduduk Per Tahun Pada Tiap Skenario
Skenario Ke-
Laju Pertumbuhan
Penduduk per Tahun
Koefisien Laju Desakan Tiap Jenis RTH Hutan
Kebun Campuran
Kebun Teh
Lahan Terbuka
Sawah Tegalan
Total
1 0,0291 0,3808
0,0316 0,4270
0,0246 0,1360
1 2 0,0250 0
0,1268 0,5222
0,1198 0,2312
1 3 0,0100 0 0 0 1 0 1
4 0,0200 0 0,1268
0,5222 0,1198
0,2312 1
5 0,0200 0 0,5035
0,4965 0 1
6 0,0150 0 0,5035
0,4965 0 1
Berikut adalah penjelasan dari setiap skenario: A.
Skenario 1 Skenario 1 merupakan skenario agresif. Pada skenario 1, diasumsikan
bahwa penambahan jumlah penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 2,91 , akan mendesak semua jenis RTH. Jadi, setiap
jenis RTH akan mengalami konversi penutupan lahan akibat desakan dari penambahan ruang terbangun.
Model tersebut disimulasikan untuk keadaan 25 tahun mendatang. Berdasarkan hasil simulasi terlampir, pada tahun ke 25 luas total RTH adalah
4.853.08 Ha 31,95 dengan nilai koefisien aliran permukaan sebesar 0,38. Berikut adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara jumlah
penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2.91.
Gambar 34 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2,91
Berdasarkan grafik, dapat dilihat bahwa luas RTH menurun sejak tahun pertama yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk pada kawasan ini.
Nilai koefisien aliran permukaan cenderung beranjak naik seiring dengan berkurangnya luas RTH. Pada skenario ini, luas RTH 40 hanya dapat bertahan
hingga tahun ke-20. Hasil simulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 36. Peta penutupan lahan hasil skenario ini merupakan hasil pengolahan peta
penutupan lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung tahun 2010 yang menggambarkan kondisi penutupan lahan pada tahun ke-25 simulasi yang bersifat ilustrasi dan
tidak merepresentasikan kondisi penutupan lahan sebenarnya. B.
Skenario 2 Skenario 2 merupakan skenario semi-agresif. Pada Skenario 2, laju
pertumbuhan penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung diasumsikan diturunkan menjadi 2,5 dan luas hutan diproteksi sesuai dengan RTRW Kabupaten Bogor
2005-2025, sehingga luas hutan tetap dari tahun ke tahun sebesar 3.042,17 Ha. Penambahan ruang terbangun hanya akan mendesak kebun campuran, kebun teh,
lahan terbuka dan sawahtegalan. Struktur model yang telah dibuat tersebut kemudian disimulasikan untuk
keadaan 25 tahun ke depan. Berdasarkan hasil simulasi terlampir, pada tahun ke- 25 luas RTH adalah 5.907,27 Ha 38,88 dengan nilai koefisien aliran
permukaan 0,34. Gambar 35 adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara jumlah
penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,5.
Gambar 35 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2,5
64
Gambar 36 Skenario 1 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
65
Gambar 37 Skenario 2 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
Berdasarkan grafik Skenario 2 pada Gambar 35, luas RTH menurun cenderung lebih lambat dari grafik Skenario 1. Luas RTH 40 hanya dapat
bertahan hingga tahun ke-24. Gambar 37 merupakan Ilustrasi penutupan lahan hasil simulasi secara spasial.
C. Skenario 3
Skenario 3 merupakan bentuk skenario dengan konsep konservasi. Pada skenario 3, diasumsikan bahwa laju pertumbuhan penduduk diturunkan secara
drastis hingga hanya 1 dan luas RTH jenis hutan, kebun campuran, kebun teh dan sawahtegalan diproteksi, sehingga penambahan luas ruang terbangun hanya
akan mendesak lahan terbuka atau dengan kata lain, pengurangan luas RTH seluruhnya dibebankan pada lahan terbuka.
Kemudian struktur model yang telah dibuat tersebut disimulasikan untuk kondisi 25 tahun ke depan. Berdasarkan hasil simulasi terlampir, luas lahan
terbuka tidak dapat dipertahankan untuk menahan desakan akibat penambahan luas ruang terbangun. Pada tahun ke-1 luas lahan terbuka tidak dapat memenuhi
kebutuhan lahan akibat peningkatan jumlah penduduk. Hal itu diakibatkan karena lahan terbuka di kawasan hulu DAS Ciliwung ini memiliki luasan yang sangat
kecil yaitu hanya 0,01 dari total luas seluruhnya. Gambar 38 adalah grafik hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan
di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.
Gambar 38 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 1
67
Gambar 39 Skenario 3 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
Gambar 39 merupakan hasil simulasi secara spasial yang mengilustrasikan konversi lahan terbuka menjadi ruang terbangun pada tahun pertama.
D. Skenario 4
Skenario 4 merupakan pengembangan dari skenario 2. Pada skenario ini diasumsikan laju pertumbuhan penduduk diturunkan lagi menjadi 2. Luas hutan
tetap diproteksi sesuai dengan RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025, sehingga penambahan ruang terbangun hanya akan mendesak kebun campuran, kebun teh,
lahan terbuka dan sawahtegalan. Struktur model tersebut disimulasikan untuk kondisi 25 tahun ke depan.
Berdasarkan hasil simulasi terlampir, pada tahun ke-25 luas RTH adalah sebesar 7.063,14 dengan nilai koefisien aliran permukaan 0,28.
Gambar 40 adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS
Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 2. Ilustrasi penutupan lahan hasil simulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 41.
Gambar 40 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2
69
Gambar 41 Skenario 4 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
E. Skenario 5
Skenario 5 merupakan bentuk pengembangan dari skenario 4. Pada skenario ini diasumsikan laju pertumbuhan penduduk sama dengan skenario 4 yaitu sebesar
2. Selain hutan, luas kebun teh dan sawahtegalan juga diproteksi dengan pertimbangan pertanian merupakan salah satu mata pencaharian utama bagi
penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Sehingga, luas hutan, kebun teh dan sawahtegalan tetap dari tahun ke tahun dan penambahan luas ruang
terbangun hanya akan mendesak luas kebun campuran dan lahan terbuka. Struktur model tersebut kemudian disimulasikan untuk kondisi 25 tahun ke
depan. Berdasarkan hasil simulasi terlampir, luas kebun campuran hanya dapat bertahan hingga tahun ke-16 sedangkan luas lahan tebuka sudah habis sejak tahun
pertama. Hal itu berarti, kebun campuran dan lahan terbuka tidak dapat memenuhi kebutuhan lahan akibat peningkatan jumlah penduduk selama 25 tahun.
Gambar 42 menujukkan grafik hubungan antara jumlah penduduk, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan
laju pertumbuhan penduduk 2 dengan tidak memperhatikan laju desakan dari tiap jenis RTH. Ilustrasi penutupan lahan hasil simulasi secara spasial dapat
dilihat pada Gambar 43.
Gambar 42 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 2
71
Gambar 43 Skenario 5 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
F. Skenario 6
Skenario 6 merupakan bentuk pengembangan dari skenario 5. Pada skenario ini diasumsikan hutan, kebun teh dan sawahtegalan tetap diproteksi. Laju
pertumbuhan penduduk diturunkan lagi menjadi 1,5 dengan harapan penambahan luas ruang terbangun tidak terlalu besar sehingga luas kebun
campuran dan lahan terbuka dapat dipertahankan hingga tahun akhir skenario. Struktur model tersebut kemudian disimulasikan untuk kondisi 25 tahun ke
depan. Berdasarkan hasil simulasi terlampir, luas kebun campuran ternyata hanya dapat dipertahankan hingga tahun ke-20 sedangkan luas lahan terbuka
sudah habis sejak tahun pertama. hal itu berarti luas kebun campuran dan lahan terbuka tidak dapat memenuhi kebutuhan lahan akibat peningkatan jumlah
penduduk meskipun laju pertumbuhannya diturunkan sampai 1,5. Gambar 44 menujukkan grafik hubungan antara jumlah penduduk, luas
RTH dan nilai koefisien aliran permukaan di kawasan hulu DAS Ciliwung dengan laju pertumbuhan penduduk 1,5 dengan tidak memperhatikan laju desakan dari
tiap jenis RTH. Ilustrasi penutupan lahan hasil simulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 45.
Gambar 44 Grafik Hubungan Jumlah Penduduk, Luas RTH, dan Nilai Koefisien Aliran Permukaan Pada Laju Pertumbuhan Penduduk 1,5
73
Gambar 45 Skenario 6 Penutupan Lahan Kawasan Hulu DAS Ciliwung
Berdasarkan hasil dari skenario-skenario yang telah dibuat, dipilih skenario terbaik sebagai dasar penyusunan rekomendasi. Pada skenario 1, pertumbuhan
penduduk akan menekan semua jenis RTH. Hal itu mengakibatkan luas hutan juga ikut bekurang, padahal hutan berfungsi penting dari sisi ekologi dan perlindungan
tata air di kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Pada waktu akhir simulasi, luas RTH yang tersisa pun masih dibawah harapan 40. Sehingga skenario 1 kurang baik
untuk digunakan. Pada skenario 2, luas hutan diproteksi dan laju pertumbuhan penduduk
diturunkan menjadi 2,5. Hasil dari skenario 2 lebih baik dari skenario 1 jika dilihat dari luas total RTH dan nilai koefisien aliran permukaannya. Namun, luas
kebun campuran, kebun teh dan sawahtegalan mengalami pengurangan luas per tahun yang lebih besar sehingga tidak menutup kemungkinan jenis RTH tersebut
akan habis dalam jangka waktu lebih cepat. Luas RTH yang tersisa pada akhir simulasi masih di bawah harapan 40
Skenario 3 dengan konsep konservasi merupakan skenario terbaik untuk melindungi RTH sehingga fungsi hidrologis DAS Ciliwung hulu juga dapat
terjaga. Namun skenario ini tidak dapat digunakan karena luas lahan terbuka tidak dapat mengakomodasi kebutuhan ruang akibat kenaikan jumlah penduduk
meskipun laju pertumbuhannya dikurangi hingga hanya 1. Skenario 4, 5 dan 6 merupakan pengembangan dari skenario 2. Pada
skenario 4, luas hutan tetap diproteksi sedangkan laju pertumbuhan penduduk diturunkan menjadi 2 sehingga luas kebun campuran, kebun teh dan
sawahtegalan mengalami penurunan luas per tahun yang lebih kecil dari skenario 2 dan luas jenis RTH tersebut masih bisa dipertahankan dalam jangka waktu yang
lebih lama. Luas total RTH pada tahun ke-25 juga masih berada di atas 40 dari total luas kawasan sehingga kawasan hulu DAS Ciliwung ini masih memiliki
fungsi hidrologis yang lebih baik karena nilai koefisien aliran permukaannya lebih kecil dibanding dengan skenario 1 dan 2.
Skenario 5 merupakan pengembangan lanjutan dari skenario 4 dimana laju pertumbuhan penduduk tetap sebesar 2. Namun, pada skenario ini luas jenis
RTH yang diproteksi ditambahkan kebun teh dan sawahtegalan sehingga luas jenis RTH yang mengalami desakan akibat penambahan luas ruang terbangun
hanya dibebankan kepada kebun campuran dan lahan terbuka. Asumsi tersebut dibuat dengan mempertimbangkan lahan pertanian sebagai salah satu mata
pencaharian utama bagi penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung. Hasil skenario menunjukkan bahwa model tersebut hanya mampu bertahan hingga tahun ke-16
sehingga skenario ini tidak dapat dipergunakan. Skenario 6 dibuat atas dasar hasil dari skenario 5 dimana laju pertumbuhan
penduduk diturunkan lagi menjadi 1,5 dan luas jenis RTH yang diproteksi sama dengan skenario 5 yaitu hutan, kebun teh dan sawahtegalan. Struktur model
tersebut dibuat dengan harapan luas kebun campuran dan lahan terbuka masih dapat bertahan hingga tahun akhir skenario. Hasil dari skenario menunjukkan
bahwa ternyata kedua jenis RTH tersebut hanya mampu bertahan hingga tahun ke- 20 sehingga skenario ini pun tidak dapat dipergunakan.
Dari semua skenario yang dibuat, skenario yang paling baik adalah skenario 4. Pada skenario ini, luas RTH dan nilai koefisien aliran permukaan setelah
disimulasikan untuk kondisi 25 ahun mendatang adalah 7.063,14 Ha 46,49 dan 0,26. Luas RTH pada skenario ini merupakan yang terbaik dibanding dengan hasil
skenario lainnya dan nilai koefisien aliran permukaan pada skenario ini merupakan yang terkecil dibanding dengan skenario lain sehingga memiliki fungsi
hidrologis yang lebih baik. Rekomendasi kebijakan yang dapat diberikan terkait dengan penurunan laju
pertumbuhan penduduk antara lain adalah dengan pengendalian tingkat kelahiran yaitu dengan menggalakkan program Keluarga Berencana KB. Selain itu,
diperlukan pembatasan jumlah migrasi penduduk ke dalam kawasan hulu DAS Ciliwung ini. Kebijakan lain yang dapat diterapkan adalah pembangunan secara
vertikal, sehingga ruang terbangun tidak terlalu memerlukan lahan yang luas. Namun kebijakan ini perlu mendapat perhatian khusus dalam penentuan lokasi,
jumlah dan tinggi bangunannya agar tidak melebihi daya dukung lahan setempat atau dapat mempengaruhi fungsi hidrologis di lokasi tersebut.
Selanjutnya, kebijakan yang dapat dibuat dengan mempertimbangkan luas lahan pertanian dan perkebunan yang semakin berkurang adalah dengan
memberikan pelatihan ketenagakerjaan kepada penduduk di kawasan hulu DAS Ciliwung yang memiliki keahlian terbatas pertanian sehingga dapat
mendapatkan pekerjaan pada bidang keahlian yang lain. Kebijakan ini diperlukan untuk mengantisipasi besarnya tingkat pengangguran dan kemiskinan pada
wilayah ini. Meskipun skenario 4 memiliki pencapaian hasil yang lebih baik dari
skenario lainnya, ancaman bencana banjir di daerah hilir maupun di daerah hulu itu sendiri tetap dapat terjadi. Hal itu turut disebabkan oleh kondisi penutupan
lahan di daerah hilir yang sangat didominasi oleh ruang terbangun dan hilangnya daerah-daerah resapan air. Oleh karena itu, untuk mewujudkan perbaikan fungsi
hidrologi DAS Ciliwung secara keseluruhan diperlukan partisipasi secara keseluruhan pula dari kawasan hulu hingga hilir dalam hal ini adalah peran serta
masyarakat serta penerapan kebijakan yang tegas dan konsisten dari pihak-pihak terkait terutama dalam hal ini adalah pemerintah.
VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan