pasir putih mengelilingi pulau, lalu padang lamun dan rataan terumbu. Pada
bagian utara Pulau Lanyukang yang terlindung oleh pengaruh musim barat, sebaliknya pada musim timur hanya bagian selatan yang terlindung dari pengaruh
yang ditimbulkan oleh angin musim tersebut, namun hasil pengamatan langsung saat penelitian adalah jarang ditemukan karang pada kedalaman 2-3 meter dan
pada kedalaman ini didominasi pasir putih.
3.2 Kondisi Perairan Pulau Laelae, Pulau Barang Lompo dan Pulau
Lanyukang Kondisi Perairan saat penelitian masih berada pada musim peralihan dari
musim Timur ke Musim Barat yaitu bulan Maret – Mei 2010, namun masih sering terjadi hujan. Lokasi pengambilan sampel hanya dibatasi pada kedalaman
2-3 meter, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh pengaruh maksimum dari
kegiatan masyarakat pulau tersebut terhadap kualitas perairan.
Adapun kondisi perairan hasil perhitungan laboratorium dapat dilihat dari Tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6 Kondisi Perairan Pulau Laelae, Barrang Lompo dan Lanyukang Kota Makassar
No Parameter
Pulau Laelae
Barrang Lompo
Lanyukang 1
TSS mgl
7 4
6 2
NO
3
0.022
mgl
0.010 0.011
3
PO
4
0.91
mgl
0.68 1.05
4
Jarak Dari Kota Makassar km
2 12.77
40.17 5
Rata-rata Kepadatan Zooxanthellae selcm
2
2.28 x 10 5 x 10
5
6.75 x 10
5
6
5
Rata-rata Kepadatan Fitoplankton selliter
187.2 417.6
828
3.2.1 Total Suspended Solid TSS
Salah satu sumber terbesar dari pencemaran air adalah padatan tersuspensi. Ketika partikel ini menetap di dasar badan air, mereka menjadi sedimen. Istilah
sedimen dan lumpur sering digunakan untuk merujuk pada padatan tersuspensi.
Padatan sedimen terdiri dari fraksi anorganik silts, tanah liat, dan lain-lain dan fraksi organik ganggang, zooplankton, bakteri, dan detritus yang terbawa dari
runoff dari daratan. Padatan tersuspensi mempengaruhi sepanjang siklus hidup hewan karang mulai dari saat larva seperti mortalitas larva planula, penempelan
planula, fekunditas sampai kelangsungan hidup karang. termasuk mempengaruhi pembelahan zooxanthellae yang membutuhkan cahaya matahari untuk proses
fotosinesis Thamrin 2004. Adapun hasil pengukuran konsentrasi Total Suspended Solid
TSS dari masing-masing pulau dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Konsentrasi TSS mgl di Pulau Laelae, Pulau Barrang Lompo dan Pulau Lanyukang.
Air laut memiliki nilai padatan terlarut yang tinggi, tetapi tidak berarti kekeruhannya tinggi pula Effendi 2003. Padatan tersuspensi menciptakan resiko
tinggi terhadap kehidupan dalam air pada aliran air yang menerima tailings di kawasan dataran rendah, ini dapat dilihat bahwa padatan tersuspensi dalam jumlah
yang berlebihan diukur sebagai total suspended solids – TSS akan memiliki dampak langsung yang berbahaya terhadap kehidupan dan bisa mengakibatkan
kerusakan ekologis yang signifikan melalui beberapa mekanisme seperti: 1 Abrasi langsung terhadap insang binatang air atau jaringan tipis dari tumbuhan
air; 2 Penyumbatan insang ikan atau selaput pernapasan lainnya; 3 Menghambat tumbuhnyasmothering telur atau kurangnya asupan oksigen karena terlapisi oleh
padatan; 4 Gangguan terhadap proses makan, termasuk proses mencari mangsa dan menyeleksi makanan terutama bagi predation dan filter feeding; 5 Gangguan
1 2
3 4
5 6
7 8
Laelae Barrang lompo
Lanyukang
K o
ns e
nt ra
si m
g l
Pulau
terhadap proses fotosintesis oleh ganggang atau rumput air karena padatan tersuspensi menghalangi cahaya matahari yang masukke perairan; 6 Terjadi
perubahan integritas habitat akibat perubahan ukuran partikel. Apabila konsentrasi TSS yang tinggi di Pulau Laelae 7 mgl dibiarkan terus maka akan
terjadi perubahan struktur komunitas perairan. Tingginya kadar TSS di pulau Laelae runoff dari daratan utama Kota Makassar, di mana jaraknya dekat dari
kota Makassar. Sumber TSS berasal dari Sungai Jeneberang yang bermuara ke laut dekat pulau Laelae. Sedangkan kadar TSS pulau Barrang Lompo 4 mgliter
lebih rendah dari TSS pulau Lanyukang. Tinggi konsentrasi TSS pulau Lanyukang ini karena adanya sumber TSS dari upwelling di selat Makassar dan
resuspensi. Sementara rendahnya kadar TSS pulau Barrang Lompo dibandingkan pulau Lanyukang diduga karena rendahnya pengaruh runoff dari daratan utama. .
Terjadinya resuspensi di Pulau Lanyukang akibat aksi gelombang yang cukup besar, hal ini disebakan karena letaknya berada di wilayah laut terbuka
offshore sehingga tiupan angin juga lebih besar, dibandingkan pulau Barang Lompo yang berada di wilayah inshore. Dampak dari adanya resuspensi sedimen
ini adalah mengangkat endapan nutrient dan sedimen di dasar perairan ke permukaan, hal ini sesuai dengan Cristiansen et al, 1997; Phillips et al, 2005;
Dzialowski et al, 2008 in Prasena, Hasena 2009 bahwa resuspensi sedimen merupakan salah satu proses yang berpotensi memberikan kontribusi masukkan
nutrien penting seperti nitrat, ammonium dan fosfat dari sedimen ke kolom air sehingga berdampak pada naiknya nilai TSS utamanya di perairan dangkal.
Resuspensi terjadi karena gelombang laut yang dibangkitkan oleh angin atau arus pasut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecepatan angin di atas 4 mdet
mampu meningkatkan organik partikel secara nyata dari sedimen ke kolom air yang dapat memasok kehidupan produktivitas sekunder. Arfi et al. 1994 in
Prasena, Hasena 2009 menyatakan pada kecepatan angin di atas 3 mdet mampu menimbulkan resuspensi sedimen yang diikuti dengan peningkatan seston mineral
dan amoniak. Hal lain yang menyebabkan tingginya nilai TSS pulau Lanyukang adalah
diduga terjadi upwelling diperairan sekitar pulau Lanyukang karena letaknya
dekat selat Makassar yang membawa massa air yang mengandung partikel anonrganik dan organik.
Berdasarkan klasifikasi derajat pencemaran baku mutu air laut Menteri Negara Lingkungan Hidup 2004 bahwa kualitas perairan ketiga pulau tersebut;
pulau Laelae, pulau Barrang Lompo dan pulau Lanyukang masih dikategorikan belum tercemar karena nilai TSS kurang dari 20 ppm mgliter.
3.2.2 Nitrat