Kepadatan Kajian Kepadatan Zooxanthellae pada Tingkat Eutrofikasi yang Berbeda di Perairan Kepulauan Spermonde Kota Makassar Provinsi Sulawesi –Selatan

Sedangkan menurut Perkins 1974 in Erna 2008, kandungan ortofosfat yang terdapat diperairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mgl, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu, ketiga perairan pulau tersebut di atas yang mengandung mengandung unsur N dan P yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme akuatik sehingga berpeluang menyebabkan terjadinya blooming fitoplankton tertentu . Selain kondisi lingkungan yang eutrofik dari ketiga pulau tersebut, juga diduga tercemar, hal ini dibuktikan dengan kehadiran diatom Nitzschia sp di perairan ketiga pulau tersebut, hal ini sesuai dengan Basmi 1999 bahwa sistem saprobik yang dipakai sebagai indikator tingkat pencemaran kondisi perairan berdasarkan organisme fitoplankton termasuk Diatom antara lain Nitzschia sp, Hantzcschia amphioxys, Stephanodiscu hantzschii, merupakan penghuni perairan α-mesosaprobik yang merupakan indikator biologi bahwa perairan yang dihuninya tercemar berat. Jenis dan kelimpahan fitoplankton di pulau Laelae ditemukan hanya 4 jenis fitoplankton lihat tabel 6, hal ini diduga kuat karena terjadi pencemaran perairan di pulau Laelae sehingga mengakibatkan fitoplankton tertentu saja yang mampu beradaptasi, hal ini sesuai dengan Ravera 1979 in Basmi 1999 bahwa keberadaan Diatom di perairan yang terpolusi dan tidak terpolusi akan mem- perlihatkan perbedaan baik dalam jumlah spesies maupun jumlah individu per spesies.

4.5. Kepadatan

zooxanthellae dan nutrien Simbiosis antara karang dan zooxanthellae sangat sensitif dengan gangguan lingkungan, ketika karang terkena gangguan maka karang akan nampak memutih akibat kehilangan zooxanthellae. peristiwa ini disebut bleaching Brown and Ogden 1993 in Hidaka Miyagi 1999. Keluarnya zooxanthellae dari inangnya dapat disebabkan oleh kenaikan suhu, salinitas, dan runoff yang meningkatkan nutrien perairan. Anorganik itu merupakan sisa metabolisme karang dan hanya sebagian kecil anorganik diambil dari perairan. Begitupula sebaliknya kehidupan karang hermatipik sangat tergantung oleh keberadaan zooxanthellae. Tanpa zooxanthellae karang akan mengalami kematian. Dari hasil penelitian ini, diperoleh bahwa nilai rata-rata kepadatan zooxanthellae antar pulau Pulau Laelae, Pulau Barrang Lompo dan Pulau Lanyukang adalah berbeda. Tingginya kepadatan zooxanthellae di Pulau Lanyukang dibandingkan dua pulau lain karena polip karang yang berada di Pulau Lanyukang ini mendapat sumber makanan yang melimpah berupa partikel terlarut dan zooplankton yang berasal dari resuspensi dan upwelling. Kesemuanya ini merupakan sumber makanan, hal ini sangat menguntungkan bagi polip karang karena sifat karang yang heterotrofik di mana karang merupakan predator rakus bagi zooplankton Titlyanov et al. 2000; Grottoli 2002; Ferrier P et al. 2003; Fabricus dan Metzner 2004; Palardy et al 2005 in Haulbreque F dan Ferrier 2008. Perubahan pola makan karang dari autotrofik ke heterotrofik merupakan adaptasi karang yang umumnya hidup di perairan oligotrofik, namun tekanan lingkungan dalam hal ini upwelling dan resuspensi yang terjadi di Pulau Lanyukang di mana kedua faktor ini meningkatkan nutrien dan partikel terlarut yang melimpah di sekitar perairan sehingga karang memakan partikel terlarut Akibat tersedianya nutrien, partikel terlarut, zooplankton dan fitoplankton yang melimpah, menjadikan polip karang active feeding, dengan demikian polip akan tumbuh membesar karena banyaknya sumber makanan yang tersedia dan memberi ruang bagi zooxanthellae untuk berkembangbiak, di sisi lain hasil buangan dari polip karang akan dimanfaatkan oleh zooxanthellae untuk membelah diri. Sifat heterotrofik dari polip karang inilah sehingga polip memiliki kemampuan survive tinggi selain sifat autotrofik yang dimilikinya, dan sifat hererotrofik ini menunjukkan bahwa polip karang tidak mutlak tergantung pada produksi zooxanthellae. Sifat heterotrofik ini di gunakan karang bila perairan melimpah partikel terlarut seperti di Pulau Lanyukang. Berbeda halnya dengan di Pulau Laelae, kepadatan zooxanthellae terendah karena ada pengaruh sedimentasi Anthony Fabricius 2000. yang terbawa runoff dari daratan utama. Hal ini dapat dilihat dari tingginya konsentrasi TSS, dan hasil pengamatan langsung kondisi perairan Laelae yang menunjukkan perairan warna hijau akibat pertumbuhan makroalga. Perbedaan kepadatan zooxanthellae tersebut dapat dilihat dari Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10 Kepadatan zooxanthellae pada lokasi penelitian di Pulau Laelae, Pulau Barrang Lompo dan Pulau Lanyukang n=3. Pulau Jenis Karang Rerata Kepadatan Zooxanthellae selcm 2 Total Laelae Acropora appressa 2.54E+05 Porites lobata 2.76E+05 Acropora sp 1.53E+05 5.57E+05 Barrang Lompo Porites mayeri 5.57E+05 Porites Lobata 2.98E+05 Acropora appressa 6.45E+05 4.50E+06 Lanyukang Acropora appressa 7.89E+05 Acropora formosa 4.83E+05 Montipora sp 7.54E+05 6.08E+06 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dengan ANOVA single factor kepadatan zooxanthellae A. appressa antar pulau adalah tidak berbeda, di mana F- hitung 9,34 F-tabel 5,14 hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kepadatan zooxanthellae antar pulau. Sedangkan perhitungan ANOVA single factor kepadatan antar spesies dari ketiga pulau tersebut di atas di mana diperoleh hasil perhitungan masing-masing pulau yaitu; Pulau Laelae dengan F-hitung 2,57 F-tabel 5,14 , Pulau Barranglompo F-hitung 1,11 F-tabel 5,14 dan Pulau Lanyukang F-hitung 2,94 F-tabel 5,14, dari perhitungan statistic ANOVA ini menunjukkan bahwa ketiga pulau di atas secara keseluruhan adalah berbeda secara signifikan artinya kepadatan zooxanthellae antar spesies pada perairan di pulau yang sama adalah relatif berbeda, hal ini menunjukkan bahwa antar spesies karang walaupun tinggal dilokasi yang sama tetapi respon yang diberikan setiap spesies adalah berbeda. Hal ini disebabkan fisiologi setiap hewan karang terhadap lingkungan sangat variasi, hal ini sesuai pernyataan Hidaka, Miyagi 1999 bahwa dalam satu spesies perbedaan kepadatan zooxanthellae bisa berbeda, umumnya pada bagian tip dari karang lebih besar dari pada pada bagian basal bottom, hal ini bisa diduga karena penetrasi cahaya lebih mudah diperoleh pada bagian tip karang. Adapun rerata kepadatan zooxanthellae antar spesies di masing-masing pulau dapat dilihat dari Gambar 8 sebagai berikut: Gambar 8. Jenis karang dan kepadatan zooxanthellae di Pulau Laelae, Pulau Barrang Lompo dan Pulau Lanyukang n=3. 0,00E+00 5,00E+04 1,00E+05 1,50E+05 2,00E+05 2,50E+05 3,00E+05 3,50E+05 4,00E+05 Acropora appressa Porites lobata Acropora sp ju m la h z o o xa n th e ll a e s e l cm 2 Jenis karang Pulau Laelae 0,00E+00 1,00E+05 2,00E+05 3,00E+05 4,00E+05 5,00E+05 6,00E+05 7,00E+05 8,00E+05 Porites mayeri Porites Lobata Acropora appressa Ju m la h z o o xa n th e ll a e se l m 2 Jenis Karang Pulau Barrang Lompo 0,00E+00 2,00E+05 4,00E+05 6,00E+05 8,00E+05 1,00E+06 1,20E+06 1,40E+06 Acropora appressa Acropora formosa Montipora sp Ju m la h z o o xa n th e ll a e s e l cm 2 Jenis Karang Pulau Lanyukang Active feeding polip karang pada kondisi perairan tidak normal merupakan suatu upaya dari fisiologi polip untuk mempertahankan diri supaya kepadatan zooxanthellae tetap stabil yaitu berkisar 1-2,5 x 10 6 selcm 2 Sifat dan karakter active feeding atau hererotrofik dari karang di perairan non-oligotrofik merupakan sebuah mekanisme adaptasi karang terhadap gangguan, dalam hal ini polip karang menyerap partikel tersuspensi dari perairan, selain untuk kebutuhan energinya juga untuk mengurangi endapan partikel di tubuhnya sehingga zooxanthellae bisa optimal menerima cahaya walaupun penetrasi cahaya di perairan non-oligotrofik adalah rendah. Kondisi adaptasi karang ini akan berlangsung terus sampai kondisi lingkungannya normal. Drew 1972; Muscatine et al. 1989 in Jones Yellewlees 1999 di dalam jaringan polip karang, dengan cara memanfaatkan partikel organik dan zooplankton sebanyak mungkin, hal ini dilakukan agar suplai unsur hara tetap terjaga. Oleh karena itu polip mampu memberi suplai anorganik yang cukup bagi zooxanthellae Hidaka Miyagi 1999. Berdasarkan uraian di atas nampak jelas bahwa kepadatan zooxanthellae di perairan tersebut berada di bawah kondisi normal pristine. Rendahnya kepadatan zooxanthellae di dalam penelitian ini menunjukkan adanya gangguan dari lingkungan perairan terhadap kehidupan karang. Walaupun gangguan atau tekanan dari lingkungan dalam hal ini adalah masukan nutrien di perairan, yang justru meningkatkan kepadatan zooxanthellae namun peningkatan kepadatan zooxanthellae tersebut tidak mampu mencapai kepadatan zooxanthellae pada kondisi normal. hal ini terjadi karena perairan ketiga pulau ini adalah bukan kondisi perairan oligotrofik sesuai yang dibutuhkan oleh karang. Tingginya kadar nitrat dan ortofosfat pada perairan ketiga pulau tersebut merupakan komponen penting bagi zooxanthellae untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya, namun nutrien yang dibutuhkan oleh zooxanthellae hanya sedikit saja karena sebagian besar nutrien berasal dari inangnya. Sebaliknya tingginya kadar nitrat dan fosfat diperairan juga meningkatkan pertumbuhan fitoplankton dan makroalga. Bila kepadatan fitoplankton dan makroalga meningkat tajam maka penetrasi cahaya yang tembus ke dasar perairan dimana karang berada, akan berkurang, sehingga mengurangi kapadatan zooxanthellae pada polip karang. Menurut Glynn 1990 in Thamrin 2006 bahwa sedikit saja perubahan lingkungan perairan maka secara drastis akan mempengaruhi stabilitas kepadatan zooxanthellae di dalam karang.

4.5 Kepadatan Zooxanthellae dan Total Suspended Solid TSS