KEBIJAKAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DILENGKAPI DENGAN BAHAN KAJIAN PERBANDINGAN
96
KEBIJAKAN PERUMUSAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DALAM HUKUM POSITIF SAAT INI
2011
NO PERUNDANG-
UNDANGAN KEBIJAKAN
PERUMUSAN PERLINDUNGAN
KORBAN DALAM HUKUM
PIDANA MATERIIL
KEBIJAKAN PERUMUSAN
PERLINDUNGAN KORBAN DALAM
HUKUM PIDANA FORMIL
KEBIJAKAN PERUMUSAN
PERLINDUNGAN KORBAN DALAM
HUKUM PELAKSANAAN
PIDANA
b. korban dan atau saksi meninggal
dunia; atau c. berdasarkan
pertimbangan aparat penegak hukum atau
aparat keamanan, perlindungan tidak
diperlukan lagi. 2 Penghentian
perlindungan sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 huruf c, harus
diberitahukan secara tertulis kepada yang
bersangkutan dalam waktu paling lambat
3 tiga hari sebelum perlindungan
dihentikan. 4
Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Penambahan dan
Perubahan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 :LN 1999-
140; TLN 3874 tentang Tindak
Pidana Korupsi BAB II
TINDAK PIDANA KORUPSI
Pasal 18 1 Selain pidana
tambahan sebagaimana
dimaksud dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, sebagai pidana
tambahan adalah : b. pembayaran uang
pengganti yang jumlahnya sebanyak-
banyaknya sama dengan harta benda
yang diperoleh dari tindak pidana korupsi
2 Jika terpidana tidak membayar uang
BAB II TINDAK PIDANA
KORUPSI
Pasal 18 2 Jika terpidana
tidak membayar uang pengganti
sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 huruf b paling lama dalam waktu 1
satu bulan sesudah putusan pengadilan
yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, maka harta
bendanya dapat disita oleh jaksa dan
dilelang untuk menutupi uang
pengganti tersebut.
Dasar hukum pelaksanaan ganti
rugi pada PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 44
TAHUN 2008 TENTANG
PEMBERIAN KOMPENSASI,
RESTITUSI, DAN BANTUAN
KEPADA SAKSI DAN KORBAN
Bagian Kedua Pemberian
Restitusi Dari ketentuan
Pasal 31 sampai dengan Pasal 33
KEBIJAKAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DILENGKAPI DENGAN BAHAN KAJIAN PERBANDINGAN
97
KEBIJAKAN PERUMUSAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DALAM HUKUM POSITIF SAAT INI
2011
NO PERUNDANG-
UNDANGAN KEBIJAKAN
PERUMUSAN PERLINDUNGAN
KORBAN DALAM HUKUM
PIDANA MATERIIL
KEBIJAKAN PERUMUSAN
PERLINDUNGAN KORBAN DALAM
HUKUM PIDANA FORMIL
KEBIJAKAN PERUMUSAN
PERLINDUNGAN KORBAN DALAM
HUKUM PELAKSANAAN
PIDANA
pengganti sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1
huruf b paling lama dalam waktu 1 satu
bulan sesudah putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa
dan dilelang untuk menutupi uang
pengganti tersebut. 3 Dalam hal
terpidana tidak mempunyai harta
benda yang mencukupi untuk membayar
uang pengganti sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 huruf b, maka
dipidana dengan pidana penjara yang
lamanya tidak melebihi ancaman
maksimum dari pidana pokoknya sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-undang
ini dan lamanya pidana
tersebut sudah ditentukan dalam
putusan pengadilan
.
3 Dalam hal terpidana tidak
mempunyai harta benda yang
mencukupi untuk membayar uang
pengganti sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 huruf b, maka
dipidana dengan pidana penjara yang
lamanya tidak melebihi ancaman
maksimum dari pidana pokoknya
sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-undang ini dan lamanya pidana
tersebut sudah ditentukan dalam
putusan pengadilan. Jika uang pengganti
tersebut berkualifikasi sama
dengan ganti rugi,
maka tata cara
pemberiannya didasarkan pada
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2008
TENTANG PEMBERIAN
KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN
BANTUAN KEPADA SAKSI
DAN KORBAN Bagian Kedua
Pemberian
KEBIJAKAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DILENGKAPI DENGAN BAHAN KAJIAN PERBANDINGAN
98
KEBIJAKAN PERUMUSAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DALAM HUKUM POSITIF SAAT INI
2011
NO PERUNDANG-
UNDANGAN KEBIJAKAN
PERUMUSAN PERLINDUNGAN
KORBAN DALAM HUKUM
PIDANA MATERIIL
KEBIJAKAN PERUMUSAN
PERLINDUNGAN KORBAN DALAM
HUKUM PIDANA FORMIL
KEBIJAKAN PERUMUSAN
PERLINDUNGAN KORBAN DALAM
HUKUM PELAKSANAAN
PIDANA Restitusi
Dari ketentuan Pasal 20 sampai
dengan Pasal 30
5
Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan
BAB XVI KETENTUAN