KEBIJAKAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DILENGKAPI DENGAN BAHAN KAJIAN PERBANDINGAN
78
HAKIKAT PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
2011
horizontal sesama warga dan hubungan vertikal kepada Tuhan. Dengan demikian adat adalah aturan hukum yang mengatur
kehidupan manusia sehingga bisa menciptakan keteraturan, ketentraman dan keharmonisan .
Pada saat sekarang ini dalam setiap pelaksanaan adat Batak Toba seringkali terjadi ketegangan, perbedaan pendapat walaupun
jarang yang menimbulkan konflik, jarang bukan berarti tidak pernah. Kenapa hal ini bisa terjadi? Banyak hal yang dapat menimbulkannya
antara lain, faktor agama, kemajemukan asal dan etnis dalam suatu daerah, defusi adat yaitu percampuran adat antar etnis misalnya
perkawinan berlainan suku, pengaruh era globalisasi dan lain-lain. Faktor-faktor inilah menyebabkan pergeseran pelaksanaan tata
upacara adat Batak Toba pada saat sekarang. Pergeseran yang terjadi pada hukum adat Batak dapat
dijadikan acuan ilmiah, bahwa hukum yang hidup dalam masyarakt hukum adat juga mengalami pergeseran seperti kutipan di atas.
Pergeseranperkembangan demikian
dapat menjadi
bahan pertimbangan penyusunan kebijakan sistem pemidanaan yang
berorientasi pada korban di samping bahan kajian perbandingan.
2.2. Hukum Pidana Islam
Kebijakan sistem pemidanaan yang berorientasi pada korban dalam hukum pidana Islam dikaitkan dengan “Qishaash dan Diyat”.
KEBIJAKAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DILENGKAPI DENGAN BAHAN KAJIAN PERBANDINGAN
79
HAKIKAT PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
2011
Uraian berikut lebih bertumpu pada masalah permaafan dan masalah diyat lebih kepada uraian mengenai pihak yang wajib membayar
diyat, karena diyat merupakan “konsekuensi juridis” dari adanya
permaafan. Analisa mengenai qishaash dilakukan, karena merupakan landasan Firman Allah SWT yang memungkinkan timbulnya upaya
permaafan. Hukum QishaashAl-Qawad diartikan sebagai pembunuhan
terhadap pembunuh karena melakukan pembunuhan dengan sengaja. Makna tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah saw.;”Barangsiapa
yang membunuh dengan sengaja, maka ia dijatuhi al-qawad”. Dengan demikian, barangsiapa membunuh seseorang dengan sengaja
maka ia harus dibunuh. Pembunuhan terhadap pembunuh dilakukan oleh wali korban.
Firman Allah SWT. dalam Surah An Nissa ayat 92; “.........................Dan jika ia si terbunuh dari kaum kafir yang ada
perjanjian damai antara mereka dengan kamu, maka hendaklah si pembunuh membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya si
terbunuh serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin” Nash-nash yang menerangkan qishaash jiwa dengan jiwa
bersifat umum dan diterapkan untuk semua jiwa, kecuali terdapat nash yang mengecualikannya. Dengan merujuk kembali kepada nash-nash,
jelaslah bahwa tidak ada satupun nash yang mengecualikan “hukuman bunuh bagi pembunuh yang disengaja,” kecuali satu nash saja, yakni
KEBIJAKAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DILENGKAPI DENGAN BAHAN KAJIAN PERBANDINGAN
80
HAKIKAT PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
2011
bapak atau ibu jika membunuh anaknya, atau jika kedudukannya lebih ke bawah dan ini berlaku jika bapak atau ibu tidak dibunuh karena
membunuh anaknya. Kakek tidak dibunuh karena membunuh cucunya dan seterusnya jika posisinya lebih ke bawah. Berlaku sama saja
apakah terhadap anak laki-laki maupun perempuan, demikian juga seorang ibu tidak dibunuh karena membunuh anaknya, nenek tidak
dibunuh karena membunuh cucunya, baik laki-laki maupun perempuan, jika posisinya lebih rendah ke bawah.
Firman Allah Swt dalam Surah Al baqarah ayat 178: “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan
wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara
yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diyat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka
baginya siksa yang sangat pedih”.
Firman Allah SWT. di atas membuka kemungkinan adanya “upaya permaafan dan konsekuensinya diyat” .
Dalam hal permaafan, Hukum Pidana Islam sangat bijak dan menjunjung tinggi nilai humanisme. Permaafan oleh ahli waris
korban kepada pembunuh untuk membayar diyat ganti rugi kepada yang memberi maaf, mengandung nilai humanisme tersirat dalam
firman Allah “mengikuti dengan cara yang baik”. Pembayaran diyat
dapat diminta oleh ahli waris korban dengan cara yang baik, seperti;
KEBIJAKAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DILENGKAPI DENGAN BAHAN KAJIAN PERBANDINGAN
81
HAKIKAT PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
2011
tidak mendesak pembunuh dan pembunuhpun hendaknya membayar dengan baik, artinya tidak menangguh-nangguhkan.
Nilai humanisme dalam Hukum Pidana Islam diyakinkan oleh Allah, “bahwa bila ahli waris sikorban sesudah Allah
menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan sipembunuh, atau membunuh sipembunuh setelah menerima diyat, maka
terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.” Uraian di atas juga menunjukkan adanya nilai
keadilan di dalam qishaash dan bahkan bukan hanya itu, bahwa perintah tentang kewajiban qishaash ini ternyata memiliki nilai yang
lebih luas lagi, sebagaimana Allah firmankan dalam surah Al Baqarah ayat 179; “Dalam hal qishaash itu ada jaminan kelangsungan hidup
bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” Abdurrahman al-Maliki dalam “Sistem Sanksi dalam Islam”
memberikan tafsir “jaminan kelangsungan hidup bagimu” secara garis besar mengemukakan, bahwa disyariatkannya hukum qishaash
bagi kalian, yakni membunuh si pembunuh terdapat hikmah yang sangat besar, yaitu menjaga jiwa, artinya jika si pembunuh
mengetahui akan dibunuh lagi, maka ia akan merasa takut untuk melakukan pembunuhan. Bagi orang berakal yang menyadari, bahwa
melakukan pembunuhan akan dibunuh, maka ia tidak akan melakukan pembunuhan. Dengan demikian’uqubatsanksi berfungsi sebagai
zawajirpencegahan. Keberadaannya disebut sebagai zawajir,sebab
KEBIJAKAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DILENGKAPI DENGAN BAHAN KAJIAN PERBANDINGAN
82
HAKIKAT PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
2011
dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan. Kejahatan merupakan perbuatan tercela al-qabihdan merupakan hal yang dicela oleh
syari’Allah. Suatu perbuatan dianggab sebagai kejahatan karena dia ditetapkan oleh syara’ bahwa perbuatan itu tercela. Ketika syara’ telah
menetapkan perbuatan itu tercela, maka sudah pasti perbuatan itu disebut kejahatan, tanpa memandang lagi tingkat tercelanya. Artinya,
tidak lagi dilihat besar kecilnya kejahatan. Syara’ telah menetapkan perbuatan tercela sebagai dosa dzunub yang harus dikenai sanksi.
Jadi, dosa itu substansinya adalah kejahatan. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengemukakan mengenai;
“kelangsungan hidup yang ada dalam qishaash”, bahwa hukuman mati bagi pembunuh mengandung hikmah yang besar, yaitu
kehidupan diri manusia artinya bagi orang-orang yang berakal memahami qishaash pembunuh wajib dibunuh membuka kesadaran
Illahiyahnya untuk menahan diri dari perbuatan yang diharamkan Allah. Taqwa itulah yang harus menjadi landasan kekuatan iman
seseorang karena dia berhubungan dengan segala aktivitas melakukan segala ketaatan dan meninggalkan segala kemunkaran.
Dengan demikian sangat jelas filosofi ditetapkannya qishaash oleh Allah SWT sebagai bentuk sanksi yang dampak prevensinya
sangat luar biasa, berupa jaminan kelangsungan hidup bagi manusia, baik bagi calon pelaku tindak pidana yang mengurungkan niatnya
untuk membunuh, maupun calon korban yang tidak akan pernah
KEBIJAKAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DILENGKAPI DENGAN BAHAN KAJIAN PERBANDINGAN
83
HAKIKAT PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
2011
menjadi korban. Jaminan kelangsungan hidup bagi manusia dalam qishaash tidak sekedar karena difirmankan Allah SWT dalam Kitab
Suci Al Qur’an, justru dalam eksekusinya berkekuatan dahsyat membangkitkan kekuatan keimanan seseorang yang secara fitrah telah
ada dalam setiap jiwa. Kekuatan iman inilah yang berkemampuan mencegah perbuatan keji dan munkar, juga berkemampuan
mendorong perbuatan terpujiamar ma’ruf. Pencantuman qishaash dalam Al Qur’an merupakan Hak
Illahiyah, sedang permaafan merupakan Hak Adami dari Allah SWT karena Rahmad Nya. Hak Adami ini sangat bergantung kepada
manusia untuk memutuskannya. Allah SWT tehadap hak tersebut sama sekali tidak menetapkan dosa bagi yang tidak memaafkan,
bahkan Allah mencatat sebagai amalan terpuji dan tersedia pahala di sisi Nya. Allah SWT mempunyai nama-nama terpujiAsma’ul Husna
di antaranya “Al Ghofur”, artinya Maha Memaafkan. Menjadikan Al Ghofur bersemayam di setiap qolbu insani akan berdampak positif
terhadap sikap terpuji tersebutpermaafan. Dampak permaafan bagi jaminan kelangsungan hidup
manusia, terutama bagi pelaku tindak pidana pembunuhan akan sangat dirasakan dan menyadarkannya untuk menghargai nilai kehidupan.
Memaafkan atau memberi maaf merupakan perbuatan berat, karena jaminannya adalah kelangsungan hidup manusia. Di situlah esensi
perbuatan terpuji dari permaafan. Dengan demikian permaafan sangat
KEBIJAKAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DILENGKAPI DENGAN BAHAN KAJIAN PERBANDINGAN
84
HAKIKAT PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
2011
bergantung pada kualitas keimanan seseorang yang sejatinya merupakan fitrah yang tidak akan pernah berubah, kewajiban manusia
jualah untuk senantiasa meningkatan kualitasnya. Pemaafan dalam hal qishaash diberikan oleh “wali-wali
darah” dari pihak yang terbunuh berupa sesuatu yang menjadi hak mereka di dalam qishaash. Ini menunjukkan bolehnya shahibul haq
untuk memberikan pemaafan dari haknya dalam jinayat. Rasulullah saw
bersabda; “Barangsiapa
ditimpa pembunuhan
atau penganiayaan al-khubl adalah al-jarah, yakni penganiayaan badan,
maka ia berhak memilih salah satu dari tiga hal; menjatuhkan haknya, mengambil diyat, atau memaafkan, maka jika berkehendak
yang keempat ambillah dari kedua tangannya.” Perintah pemaafan lebih dikuatkan oleh sabda Rasulullah
berikut ini; “Tidaklah seseorang memaafkan dari suatu kedzaliman, kecuali Allah akan menambahkannya kemuliaan” dan “Tidaklah
sesuatu perkara yang di dalamnya terdapat qishaash diajukan kepada Rasulullah saw, kecuali beliau saw. memerintahkan untuk memberi
maaf” yang terakhir ini diriwayatkan oleh Anas. Hukum pidana Islam meskipun membenarkan qishaash sebagai sanksi yang bersifat
absolut, namun memberi maaf merupakan perbuatan mulia dan diutamakan. Di sinilah sifat relatif dari absolutnya qishaash, sehingga
dapat dimengerti bahwa sistem pemidanaan yang berorientasi pada
KEBIJAKAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DILENGKAPI DENGAN BAHAN KAJIAN PERBANDINGAN
85
HAKIKAT PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
2011
korban dalam hukum pidana Islam bersifat absolut yang relatif dan lebih mengedepankan sifat relatifnya yaitu permaafan.
KEBIJAKAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DILENGKAPI DENGAN BAHAN KAJIAN PERBANDINGAN
86
KEBIJAKAN PERUMUSAN SISTEM PEMIDANAAN YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DALAM HUKUM POSITIF SAAT INI
2011
BAB III KEBIJAKAN PERUMUSAN SISTEM PEMIDANAAN
YANG BERORIENTASI PADA KORBAN DALAM HUKUM POSITIF SAAT INI
Tabel I : Kebijakan Perumusan Sistem Pemidanaan Dalam Hukum Positif Saat Ini
NO PERUNDANG-
UNDANGAN JENIS PIDANA
TDK N
PEMIDA NAAN
TAHUN
JUMLAH
MT PJR
KRG DND
GR LNY
PID TM
B 1
1946 2
1 2
2 2
_ _
_ _
2 1973
2 _
2 _
2 _
_ _
_
3 1974
1 _
1 _
1 _
_ _
_
4 1975
1 _
_ 1
1 _
_ _
_
5 1980
2 _
2 1
2 _
_ _
_
6 1983
1 _
1 _
1 _
_ _
_
7 1984
1 _
1 1
1 _
1 _
_
8 1985
3 _
3 2
3 _
_ _
_
9 1992
4 _
4 1
4 _
1 _
_
10 1995
2 _
2 _
2 _
1
_ _
11 1996
1 _
1 _
1 _
_ _
_
12 1997
5 1
5 3
5 _
1
2 1
13 1998
3 _
2 1
2 _
_
1 _
14 1999
7 _
6 2
7 _
3
_ _
15 2000
5 1
5 _
4 1
_ _
_
16 2001
4 1
4 2
4 _
3 _
1