74
berjalannya waktu, Legi kembali ke rumah, ia membuka usaha service elektronik di rumah dengan bermodalkan mesin dan alat perlengkapan servive elektronik
yang telah di berikan oleh PSBD. Ibu melihat Legi mengalami banyak perubahan, ia lebih semangat untuk melakukan pekerjaannya, ia juga lebih bertanggung
jawab untuk membantu ekonomi keluarga. Pernyataan tersebut dengan hasil wawancara peneliti dengan informan yaitu:
“Ibu bersyukur sama Allah, sekarang Legi jauh lebih baiklah dari yang sebelumnya, dulu dia kan dirumah-rumah aja, udah dari PSBD itu dia udah bisa
kerja cari duit. Ibu pun liat dia makin semangat kerja, kalo ada yang manggil perbaiki TV, dia di jemput orangnya buat perbaiki kerumah orangnya langsung.
Trus uang penghasilan kerjanya itu pun selalu dikasi sama ibu sebagian, kadang Rp20.000 kadang Rp25.000, katanya buat belanja besok. Senang lah ibu
pokoknya nengoknya, setidaknya Legi udah bertanggung jawab bantu kakaknya untuk ekonomi keluarga, kan dirumah kami bertiga aja, jadi kan lumayan
uangnya bantu-bantu untuk belanja makan kami sehari-hari”. Sekarang Legi banyak dipercaya lingkungan sekitar untuk memperbaiki
barang elektronik mereka karena Legi semangat untuk dipanggil kerumah mereka untuk bekerja.
e. Informan Kunci III
1. Nama : Racha Cahaya
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Status di Keluarga : Anak 1 dari 2 bersaudara
Universitas Sumatera Utara
75
4. Usia : 21 tahun
5. Agama
: Islam
6. Suku : Jawa
7. Alamat : Jln. Nusa Indah Gang. Kenanga
8. Pendidikan : 6 SD
9. Pekerjaan : Berjualan Sembako
10. Pekerjaan Orang tua: a.
Ayah : Almarhum
b. Ibu
: Wiraswasta
Racha Cahaya atau Raka yang kerap dipanggil oleh teman-temannya merupakan seorang anak laki-laki yang memiliki cacat saat ia duduk dibangku
kelas 6 SD. Awal mulanya Raka cacat disebabkan oleh sakit demam yang sangat tinggi. Ketika Raka duduk dibangku kelas 6 SD ia mengalami shock berat karena
tidak lulus UN. Saat itu Raka shock berat dan juga demam tinggi. Pada saat ia sakit demam, ia masih bisa berjalan akan tetapi tidak seperti biasanya, ia berjalan
dengan meyeret-nyeret kaki kirinya. Saat itu ibu Raka tidak mencurigai hal tersebut, karena ia merasa hal tersebut pasti sembuh sebentar lagi. Suatu hari ada
jalur Paket C untuk pelajar yang tidak lulus UN, pelajar ujian lagi dan agar bisa melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya. Raka pun mendaftarkan diri ditemani
oleh ibunya. Namun, beberapa hari kemudian pada saat Raka mau mengikuti ujian Paket C tersebut, Raka sudah tidak bisa lagi untuk berjalan. Kedua kakinya lemah
untuk bisa menopang tubuhnya. Hal tersebut membuat Raka harus menggunakan
Universitas Sumatera Utara
76
kursi roda. Raka pun merasa malu dan sangat minder untuk berjumpa dengan teman-temannya ataupun orang lain. Ia hanya dirumah saja dan selalu dikamar
ketika ada orang lain atau keluarga bertamu kerumah Raka. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu:
“Kalo ada datang keluarga atau orang lain lain bertamu kerumah ku kak, aku pasti langsung nyuruh mamaku untuk ngantar aku ke kamar. Karna malu kali
aku kak nengok keadaan ku yang cacat kek gini kak, yang dulunya bisa jalan trus gak bisa jalan lagi kak. Malu aku kak ditengok-tengok orang lain kak. Trus aku
malas kali keluar rumah kak, karna pernah sekali aku keluar rumah, tetangga- tetangga trus nanya-nanya aku sakit apa kak, kok bisa tiba-tiba kek gini aku”.
Seiring berjalannya waktu teman-teman Raka yang laki-laki pun menjauh dari Raka. Mereka tidak pernah lagi bermain kerumah Raka, justru yang sering
datang untuk melihat Raka adalah teman-teman perempuan yang kompak dengan Raka ketika masih kecil. Hal tersebut memang sangat menyakitkan hati Raka,
namun sang ibu selalu mendukungnya. Tak henti-hentinya ibu Raka selalu memberikan motivasi kepada Raka. Seiring dengan berjalannya waktu, Raka pun
mulai menjalani aktivitasnya. Ia mulai termotivasi untuk sedikit percaya diri. Ia mengisi waktunya dengan memelihara ayam dan membuat kandang ayam.
Kegiatan sehari-hari Raka adalah beternak ayam dan membuat kandang ayam kemudian menjualnya.
Suatu hari Raka dan ibunya pergi ke kantor lurah untuk, mengurus KTP Raka. Disitu ada seorang ibu parubaya yang meilhat kondisi Raka dan mengajak
Raka dan ibunya untuk berbincang-bincang. Si ibu parubaya tersebut memberikan
Universitas Sumatera Utara
77
suatu informasi tentang PSBD, ia menjelaskan semua mengenai PSBD. Si ibu ini mengetahui tentang PSBD karena salah satu keluarganya ada yang masuk PSBD
pada tahun 2010. Kemudian mereka pun saling bertukar nomor ponsel. Suatu hari ibu Raka dan Raka membahas informasi yang diberikan oleh si Ibu parubaya
tersebut, mereka merasa tertarik agar Raka mengikuti bimbingan di PSBD tersebut. Ibu Raka pun setuju agar Raka mengikuti pelatihan di PSBD tersebut. Ia
menghubungi ibu parubaya tersebut untuk bisa menemani Raka dan ibu Raka untuk mendaftar ke PSBD. Raka memilih keterampilan service ponsel.
Setelah itu Raka pun mulai mengikuti pelatihan di PSBD. Di PSBD Raka dikenal anak yang baik dan disiplin. Raka tidak pernah ada masalah dengan
pegawai di PSBD, dan dengan teman-teman lainnya. Dalam mengikuti PBK, ia slalu disiplin mengikuti PBK. Ia merasa tidak mau untuk membuang kesempatan-
kesempatan yang dijalankannya. Raka selalu mengikuti kelas bimbingan psikososial dan kelas bimbingan keterampilan, begitu seterusnya sampai Raka
terminasi dan kembali kerumahnya. Namun, Raka mengatakan bahwa ia sangat kecewa terhadap pelayanan makan PSBD terhadap mereka. Ada kutipan
wawancara antara peneliti dengan informan, yaitu: “Pernah kak waktu kami makan pagi, pernah ada di ikan Raka itu ulatnya
kak, udah gitu sering kali nasi yang kami makan itu mentah kak, pernah juga basi nasinya kak. Ngeri kali lah pokoknya kak, kadang itu yangn buat awak malas
makan kak. Pernah juga Raka waktu sakit kak hampir seminggu cuma dikasi obat aja kak, gak dibawa ke rumah sakit kak. Makanya karna itu lah mama datang
trus permisikan Raka untuk dibawa pulang kak”.
Universitas Sumatera Utara
78
Setelah kembali kerumah, Raka memulai kegiatannya dengan membuka usaha service ponsel. Kemudian usaha tersebut memiliki kendala seperti jarak
yang jauh antara rumah Raka dan pusat penjualan sparepart ponsel yang dibutuhkan Raka untuk memperbaiki ponsel yang rusak. Hal tersebut membuat
ibu Raka mengambil tindakan membuka usaha warung sembako kecil-kecilan di depan rumah Raka. Ada kutipan wawancara antara peneliti dengan informan,
yaitu: “Pertamanya Raka buka service ponsel dulu kak, Raka buka usahanya
dirumah. Memperbaiki hp kan butuh sparepart kak, jadi buat belinya, Raka suruh mama yang belanja ke plaza millenium kalo gak ke pakam kak. Tapi karna bolak-
balik, trus jaraknya jauh, udah gitu sparepart yang dibeli cuma seperlunya aja, dan untungnya pun cuma dikit kak. Ibu bilang udahlah gak usah lagi lah perbaiki
hp itu, biar ibu buka aja kios untuk Raka jualan. Yodahlah Raka gak service hp lagi, karna ibu udah bangun kios buat Raka jualan sembako gitu kak. Di kios itu
Raka tinggal, tempat tidur Raka dibuat dekat dengan kamar mandi, tujuannya biar Raka gak capek harus jauh untuk buang air kecil atau BAB kak. Jadi tiap
hari kerjaan Raka jualan lah kak. Dulu jualan Raka dikit masih kak, tapi lama- lama udah bisa bermacam-macam sembako yang Raka jual kak. Harapan Raka
mudah-mudahan kios Raka makin besar biar bisa bukak grosir kak. Sekarang Raka udah bisa nafkahi hidup Raka sendiri kak, udah gak minta-minta sama
mama lagi kak, udah mandiri lah istilahnya kak”.
Universitas Sumatera Utara
79
f. Informan Utama III