Sebagai Benteng Perlindungan bagi Keberadaan Masyarakat

SOSIOLOGI Kelas X 42 Secara umum, pelanggaran norma dapat terjadi di mana pun tempatnya tanpa terkecuali. Terjadinya pelanggaran norma disebabkan karena sikap apatis masyarakat dalam melaksanakan nilai dan norma masyarakat. Sehingga wibawa nilai dan norma sebagai pedoman tingkah laku menjadi memudar. Alhasil timbullah perilaku yang melanggar norma. Menurut Robert M.Z. Lawang 1985, perilaku pelanggaran norma dibedakan menjadi empat macam, yaitu: a. Pelanggaran nilai dan norma yang dilihat dan dianggap sebagai kejahatan, misalnya: pemukulan, pemerkosaan, penodongan, dan lain-lain. b. Pelanggaran nilai dan norma yang berupa penyimpangan seksual, yaitu perzinahan, homoseksualitas, dan pelacuran. c. Bentuk-bentuk konsumsi yang sangat berlebihan, misalnya alkohol, candu, morfin, dan lain-lain. d. Gaya hidup yang lain dari yang lain, misalnya penjudi profesional, geng-geng, dan lain-lain. Sebagaimana telah diungkapkan di depan, bahwa adanya norma secara singkat selalu muncul untuk mempertahankan atau memelihara nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu, pelanggaran terhadap norma berarti juga pelanggaran terhadap nilai- nilai yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat. 2. Solusi Pelanggaran Norma Apabila kita berbicara tentang pelanggaran norma, secara otomatis kita akan berbicara tentang solusi yang tepat bagi pelanggaran norma tersebut. Sebagaimana kita ketahui bersama, dewasa ini pelanggaran norma kerap terjadi. Sebagai generasi yang peduli situasi bangsa, cobalah temukan satu contoh solusi tepat dalam mengatasi pelanggaran norma yang terjadi di sekolahmu pada khususnya dan masyarakat sekitarmu pada umumnya. Dalam Sosiologi, solusi tepat dalam menangani pelanggaran norma menggunakan pengendalian sosial. Lantas, apa yang dimaksud dengan pengendalian sosial itu? Seorang ahli sosial yang bernama Peter L. Berger 1978 mengartikan pengendalian sosial adalah cara- cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang. Sedangkan menurut Roucek 1965, pengendalian sosial mengacu pada proses terencana di mana individu dianjurkan, dibujuk ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok. Dengan demikian, pengendalian sosial adalah cara dan proses pengawasan yang direncanakan atau tidak direncanakan, guna mengajak, mendidik, serta memaksa warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan norma sosial. Selain melalui pengendalian sosial, seorang ahli sosial bernama Koentjaraningrat mengemukakan pula beberapa usaha agar masyarakat menaati aturan-aturan yang ada, seperti: a. Mempertebal keyakinan para anggota masyarakat akan kebaikan adat istiadat yang ada. Jika warga yakin pada kelebihan yang terkandung dalam aturan sosial yang berlaku, maka dengan rela warga akan mematuhi aturan itu. Pada dasarnya, pengendali- an sosial sebagai solusi pelanggaran norma dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu: • sosialisasi, • secara persuasif atau memengaruhi, • koersif atau memaksa, dan • kekuatan. 43 Nilai dan Norma dalam Masyarakat Sumber: Kompas, 15 Februari 2006 Gambar 2.16 Pemberian hukuman dilakukan sebagai solusi tepat bagi masalah pelanggaran norma. b. Memberi ganjaran kepada warga masyarakat yang biasa taat. Pemberian ganjaran melambangkan penghargaan atas tindakan yang dilakukan individu. Hal ini memotivasi individu untuk tidak mengulangi tindakan tersebut. c. Mengembangkan rasa malu dalam jiwa masyarakat yang menyeleweng dari adat istiadat. Individu yang menyimpang dari aturan dihukum agar jera dan tidak mengulangi kembali. d. Mengembangkan rasa takut dalam jiwa warga masyarakat yang hendak menyeleweng dari adat istiadat dengan berbagai ancaman dan kekuasaan. Rasa takut itu mencegah individu untuk melakukan pelanggaran aturan. Perhatikanlah kasus-kasus di bawah ini 1. Dalam sebuah tayangan Reality Show di stasiun TV swasta menggambarkan bahwa remaja-remaja sekolah saat ini mulai bergaya hidup glamor, stylist, modis, dan tentunya konsumtif, snob, dan hedonis. Untuk menunjang life style, tidak jarang mereka menjadi ”teenage whore” PSK belia, bahkan ada pula yang menjadi ”young mommy”. Padahal, mereka adalah pelajar yang berusia 16 sampai dengan 18 tahun www.kpi.go.id. Inilah realitas sosial saat ini. Para generasi tumpuan bangsa mudah terbawa arus modernisasi yang cenderung berupa pelanggaran nilai dan norma. 2. Momen kelulusan merupakan momen penting pelajar. Bagi pelajar yang lulus, keceriaan diluapkan dengan cara mencoret-coret baju seragam dengan menggunakan cat semprot warna-warni hingga berubah menjadi warna ”pelangi”. Selanjutnya, baju seragam dihiasi tanda tangan atau kata-kata dari rekan mereka. Tidak hanya itu, untuk melengkapi keceriaannya, para pelajar mengecat rambut mereka. Puncak keceriaan mereka diluapkan secara bersama-sama melakukan konvoi keliling kota. Dalam aksi ini cenderung mengabaikan peraturan lalu lintas, seperti tidak mengenakan helm dan berboncengan tiga. Ada juga yang ugal-ugalan berdiri di atas motor. Tidak jarang aksi ini menyulut terjadinya perkelahian pelajar. Aksi pelanggaran norma ini, seolah-olah telah menjadi budaya kelulusan yang setiap tahun selalu ada. Dengan melihat kasus di atas, apa yang ada dalam benakmu sebagai seorang yang peduli dengan masa depan bangsa? Cobalah menganalisis gejala sosial di atas. Menyedihkan memang melihat generasi penerus bangsa mengalami keterpurukan moral hingga mudah sekali terlibat dalam tindakan pelanggaran norma. Sebenarnya, apa yang terjadi pada mereka apabila dilihat dari materi yang sedang kita pelajari saat ini? Serta nilai dan norma apakah yang telah dilanggar? Bagaimana solusi terbaik dalam penanganannya? Belajarlah menganalisis suatu fenomena sosial dengan menjawab pertanyaan di atas. Diskusikanlah dengan teman sekelompokmu. Hasilnya bacakan di depan kelas.