Sekolah Penerapan Ilmu Pengetahuan Sosiologi dalam Kehidupan Masyarakat, 126
SOSIOLOGI Kelas X
84
Glamoritas dan Kekerasan dalam Sinetron Indonesia
”Orang terhadap televisi sudah tidak hanya melihat atau menonton lagi, tetapi sudah terlibat di dalamnya” McLuhan.
Pernyataan di atas mengukuhkan betapa kuatnya pengaruh televisi bagi kehidupan para penontonnya. Jelas, separuh hidup kita dibenamkan
dalam tayangan-tayangan yang membuai imaji, ilusi, dan impresi kita. Nikmat memang menjalani hidup dengan ”si kotak ajaib” ini, ia membantu kita
melepaskan realitas yang terjadi pada diri kita. Bius program-programnya mengantarkan kita ke alam antah berantah yang tidak pernah kita sentuh,
bahkan kita bayangkan. Lihat saja si Clara dalam sinetron ”Dara Manisku” yang ditayangkan di RCTI setiap Rabu pukul 08.00 malam yang hidup
dalam limpahan materi, bergaya hidup bak putri raja yang keinginannya selalu bisa dipenuhi. Ini memang sengaja dihadirkan televisi hanya untuk
meraih rating yang tinggi, tanpa melihat dampaknya yang luas bagi generasi bangsa ini. Akibatnya, tidak jarang kehidupan remaja saat ini terpengaruh.
Kehidupan glamor, merebaknya hp, hedonisme, konsumerisme menjadi paham yang dipegang teguh. Terlebih budaya shooping menjadi hobi utama
para remaja saat ini.
Selain program-program sinetron glamor yang mencengangkan di atas, tayangan kekerasan violence berupa pembunuhan, perkelahian, perkosaan,
pelecehan seksual, dan sejenisnya yang mengandung adegan-adegan antisosial meneror anak-anak yang masih labil dan berpotensi tinggi
melakukan peniruan terhadap adegan-adegan tersebut. Coba saja kita tengok sejenak tayangan sinetron ”Tangisan Anak Tiri” yang diperankan Dea Imut
di SCTV. Sinetron tersebut memang berkategori anak-anak, tetapi sangat tidak layak dikonsumsi anak-anak, bahkan cenderung mengarah pada
praktik-praktik kekerasan pada anak-anak child abuse. Adegan-adegan kekerasan, yang tersaji di layar kaca kita selama ini tampaknya memang
sengaja mengeksploitasi ketegangan dan kengerian kepada para penontonnya. Imbasnya, pada tahun lalu kita dikejutkan oleh sebuah berita
kriminal dari program ”Sergap” di RCTI yang menyiarkan tragedi memilukan tentang seorang bocah yatim berumur 5 tahun yang babak belur, bahkan
beberapa tulangnya patah akibat ”dismack-down” oleh dua kakak angkat laki-lakinya gara-gara meniru adegan perkelahian di sinetron.
Sumber: httpwww.kpi.idindex.php? Categoryid = 10P 2000_articleid = 22
Himmelewipert dalam Televi- sion and Child menyatakan,
siaran televisi mengajari anak untuk mengenal ke-
hidupan masyarakatnya dan masyarakat lain. Siaran
televisi berfungsi sebagai wahana proses sosialisasi.
Anak-anak diajari mengenal nilai-nilai luhur tetapi mereka
juga disuguhi nilai-nilai buruk. Oleh karena itu, hendaknya
kita selalu menyeleksi tayangan-tayangan apa
yang harus ditonton dan yang tidak perlu ditonton?
5. Macam-Macam Sosialisasi
Proses sosialisasi dilakukan oleh setiap individu sejak ia lahir di muka bumi. Bahkan, seorang bayi yang baru lahir melakukan
sosialisasi, belajar membuka mata untuk melihat dunia, belajar memegang sesuatu dan belajar merasakan sesuatu. Bersamaan dengan
berjalannya waktu, pembelajaran bayi mengenai dunia terus Namun di lain pihak, media massa dapat pula mengubah perilaku
masyarakat. Iklan-iklan yang ditayangkan media cetak dan elektronik mempunyai potensi untuk mengubah pola konsumsi
atau bahkan gaya hidup masyarakat. Media massa dapat pula dipergunakan untuk memengaruhi bahkan mengubah pendapat
umum.
85
Proses Sosialisasi dalam Pembentukan Kepribadian
berlangsung. Belajar berjalan, belajar berbicara, belajar makan, belajar mengenal sesuatu. Pada intinya, sosialisasi tidak mungkin terhenti
selama individu tersebut masih hidup. Berdasarkan tahapannya, sosialisasi dapat dibedakan menjadi dua tahap, yaitu sosialisasi
primer dan sekunder Mayor Polak: 1979. a.
Sosialisasi Primer Sosialisasi primer terjadi pada anak berusia di bawah
lima tahun. Pada saat sosialisasi primer, seseorang akan dapat mengenal lingkungan terdekatnya, misalnya ibu,
bapak, kakak, adik, paman, bibi, nenek, kakek, teman sebaya, tetangganya, dan bahkan dirinya sendiri.
Dengan demikian, proses sosialisasi primer adalah proses sosialisasi di lingkungan keluarga. Pada proses
ini, seorang anak akan melakukan pengenalan akan dirinya sendiri, yang pada akhirnya si anak akan me-
miliki jati diri yang berbeda dengan orang lain.