Kesimpulan SEJARAH GANDRUNG BANYUWANGI

25 Gandrung tua seperti Darti dan Temu, merasa unggul dalam hal pengalaman pentas.Mereka menjadi guru buat yang muda, dan suara indah mereka belum ada yang mengalahkan, bahkan gandrung muda sekalipun. Sementara gandrung muda, banggaakan kelincahan geraknya, “seperti kijang”, dan kepandaian mereka memadukan berbagai jenis alat musik pengiring. Dengan kemampuan ini, suasana pentas gandrung pun akan menjadi lebih hidup, 32

G. Kesimpulan

Gandrung Banyuwangi yang berkembangdi Bumi Blambangan diduga berasal dari kerajaan Majapahit, yang dibawa oleh pejabat kerajaan yang memberontak dan lari untuk kemudian membuka lahan baru. Di Bumi Blambangan inilah mereka memulai satu pemerintahan baru dan membangun tatanan sosial yang baru, keturunan mereka inilah yang disebut orang Using. Gandrung, merupakan tarian yang menurut sejarah juga diadopsi dari keraton Majapahit. Kesenian gandrung tidak bisa melepaskan diri dari perubahan sosial pada setiap jamannya. Pembukaan lahan perkebunan baru membawa perubahan yang cukup mendasar.Para pendatang dan orang-orang perkebunan ‘memaksa’ terjadinya perubahan pada tatanan sosial penduduk asli Using, yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada kesenian ini. Gandrung Semi adalah salah satu pencetus yang menjadi titik balik dari berubahnya kesenian gandrung. Lewat gandrung Semi, gandrung lanang berganti menjadi gandrung perempuan.Peristiwa ini menandai, betapa penduduk 32 ibid 26 Banyuwangi khususnya Using, memiliki karakeristik terbuka dan bersahabat. Datanganya migran dari Jawa, Madura, Sulawesi dan Bali telah menandai masuknya era globalisasi ke tanah Balmbangan. Bergeser pada pemaskotan gandrung, sebagian besar politisi, budayawan dan kelompok agama menganggapnya sebagai bentuk politik yang menggunakan identitas ke-Using-an. Sebuah identitas dari Suku Using yang dianggap sebagai suku asli Banyuwangi. Identifikasi ini kemudian melahirkan pro dan kontra. Banyak yang melihat dari berbagai sudut pandang sesuai kepentingan masing- masing.Kaum agamawan menyinggung soal gandrung yang tidak Islami, sementara itu wakil rakyat yang duduk di DPRD menganggap tidak adil jika gandrung yang hanya mewakili etnis Osing diangkat sebagai maskot kota, karena yang perlu diangkat adalah tentang pluralitas di Banyuwangi. Namun apakah tarik menarik gandrung Banyuwangi dirisaukan penari gandrung sendiri? Apa pengaruh perdebatan itu bagi hidup mereka sendiri?Ataukah tampil sebagai gandrung professional menjadi lebih penting bagi mereka? Hal itu akan dijawab pada bab selanjutnya. 27

BAB III GANDRUNG: REALITAS DAN KEBERAGAMAN