23
F. Perempuan Gandrung di Masa Sekarang
Di antara hiruk pikuk perdebatan di kalangan elite politik, budayawan, intelektual dan orang biasa, seorang perempuan penari gandrung juga sibuk
berdiskusi dengan kehidupannya sehari-hari. Diantara cacimaki dan sanjungan, eksistensi perempuan penari gandrung masih tetap hidup dan masih menjadi
pilihan banyak perempuan untuk meniti karir. Pada jaman pasca Semi banyak perempuan ingin menjadi gandrung karena
profesi ini dianggap cukup menjanjikan, terutama dari segi ekonomis. Namun tidak pada jaman ini. Sejak beredarnya isu-isu negatif seputar gandrung, jarang
orang mau menggeluti gandrung, khususnya para gandrung yang menjadi nara sumber saya. Kakak beradik Darti dan Wiwik adalah dua dari sekian gandrung
yang saat itu hingga kini memilih seni tradisi gandrung sebagai profesi karena limpahan tradisi keluarga. Sementara, Temu, Reni dan Viroh, memilih gandrung
karena popularitas dan uang yang mudah didapat. Tidak banyak yang bisa benar-benar sukses menjadi penari gandrung.
Rupanya sukses menjadi gandrung bukan hanya bakat yang melekat sejak lahir. Banyak orang meyakini bahwa menjadi gandrung yang digemari oleh banyak
orang memerlukan ritual-ritual khusus untuk memuluskan jalan menjadi primadona. Berbagai macam ritual sebagai salah satu unsur magic, sampai saat ini
ternyata masih banyak dilakukan agar seorang gandrung menjadi terkenal. Pengakuan terhadap eksistensi seorang gandrung menjadi penting untuk
membuktikan kelayakan si gandrung yang dapat tampilmemuaskan dihadapan
24
audiens, ritual pengukuhan disebut meras.
29
Penilaian masyarakat apakah ‘para pendatang baru’ pantas disejajarkan dengan gandrung lain yang lebih senior, juga
sangat ditentukan oleh kelihaian menari dan kemerduan suaranya. Usaha mempercantik diri melalui alat-alat kecantikan yang sudah dibubuhi
mantra memang diakui oleh sebagian gandrung. Bahkan ada sabuk yang diselipi oleh razab mantra tulisan serta susuk yang dimasukan kedalam bagian tubuh
supaya terlihat menarik. Semua ini dilakukan semata-mata untuk terlihat cantik dan memukau penonton. Ada kesadaran bahwa menjadi gandrung bukanlah peran
asal jadi dan dimainkan secara sembarangan. Beban sebagai penari tradisi membuat gandrung harus hati-hati agar tidak menyimpang dari yang diwarisinya.
Meskipun begitu, tampilan mereka juga tidak selalu mulus, seperti dialami Tinah.Pada saat pentas tiba-tiba tangannya tidak dapat digerakan dan untuk
beberapa saat tidak dapat menari, lalu dia menuturkan ,“Namanya juga panggung, persaingan pasti ada, ya untuk menjatuhkan teman bisa saja memakai cara-cara
yang begitu magic.Sejak hari itu saya juga punya pegangan supaya tidak ada orang yang mengganggu saya lagi”.
30
Persaingan antara penari gandrung bukan hanya sebatas pada order yang diterima dan gandrung siapa mengajak gandrung siapa, tetapi juga urusan
persaingan gandrung tua dan muda. Menanggapi soal persaingan tua-muda, Mud, berujar
“Saya sudah ndak perduli, kalau gandrung tua mau bersaing dengan gandrung muda, orang pasti cari gandrung yang lebih
muda”.
31
29
Upacara yang dilakukan terhadap penari gandrung yang dianggp layak manggung dan mendapat bayaran.
30
wawancara tanggal 9 Mei 2011 di rumah Temu.
31
Hasil wawancara 10 Mei 2011,dikediaman Mudaiyah
25
Gandrung tua seperti Darti dan Temu, merasa unggul dalam hal pengalaman pentas.Mereka menjadi guru buat yang muda, dan suara indah
mereka belum ada yang mengalahkan, bahkan gandrung muda sekalipun. Sementara gandrung muda, banggaakan kelincahan geraknya, “seperti kijang”,
dan kepandaian mereka memadukan berbagai jenis alat musik pengiring. Dengan kemampuan ini, suasana pentas gandrung pun akan menjadi lebih hidup,
32
G. Kesimpulan