70
berganti-ganti suami seperti ganti baju. Hal ini berbeda dengan gandrung di jamannya yang setia pada pasangannya.
G. Kesimpulan
Pluralitas masyarakat di Bumi Blambangan adalah realitas yang ada sejak jaman gandrung Semi. Keberagaman inilah yang membuat seni tradisi gandrung
mengalami perubahan dari jaman ke jaman.Mobilitas penduduk serta arus global juga menjadi salah satu faktor perubahan itu.
Keniscayaan akan seni gandrung yang berubah ini juga diimbangi dengan permintaan pasar yang begitu deras mendera. Inilah yang membuat gandrung
tidak hanya ditarikan untuk alasan kepuasan batin atau pelestarian tradisi. Tidak bisa dipungkiri, uang telah menjadi salah satu alasan para gandrung ini menari.
Tanpa motivasi uang, jarang yang ingin repot-repot menggandrung, apalagi banyak penggandrung yang tingkat ekonominya jauh dari cukup. Oleh karena itu,
ketika permintaan pasar akan gandrung meningkat, berkah yang melimpah pun akan mengalir kepada para penari gandrung ini.
Semakin besar pasar masuk dalam ranah tradisi gandrung, semakin tinggi pula komersialisasi pada seni gandrung. Kondisi ini lah yang membuat gandrung
harus beradaptasi dengan jaman. Para penari gandrungnya pun pada umumnya menyadari bahwa mereka harus memiliki kemampuan self control. Mereka
harusmampu melindungi diri sendiri dari godaan-godaan para tamu dan pemaju yang hendak mempermainkan atau sekedar memanfaatkan para penari gandrung
ini.
71
Satu hal yang bisa disimpulkan adalah nasib penari gandrung, salah satunya, memang berada di tangan masyarakat yang memberi penilaian terhadap
kesenian ini. Keberadaan gandrung hingga kini sering menjadi polemik. Berbagai perdebatan terjadi diantara beberapa orang atau kelompok yang memiliki persepsi
berbeda tentang keberadaan gandrung. Dan seringkali perempuan penari gandrung ini dijadikan obyek oleh orang-orang yang mengklaim diri sebagai pelestari
budaya. Selanjutnya, akan dijelaskan bagaimana perempuan penari gandrung ini
mempertahankan profesi mereka di tengah tarik menarik wacana seputar gandrung. Serta bagaimana proses negosiasi para perempuan penari gandrung ini
di tengah realitamasyarakat Banyuwangi yang menstigma mereka secara negatif.
72
BAB IV KONSTRUKSI IDENTITAS GANDRUNG
A.Pendahuluan
Bab ini berisi analisa tentang perempuan penari gandrung yang identitasnya terkonstruk oleh imaji masyarakat. Analisa dalam bab ini akan
membicarakan tentang pengalaman para perempuan gandrung berhadapan dengan berbagai imaji tersebut. Pembicaraan ini dilakukan sepabagai upaya untuk
menemukan apa saja yang mempengaruhi terbentuknya identitas gandrung terop. Sebuah identitas yang kental dengan stereotipe ‘perempuan maskiat’.
B. Sebagai Maskot Pariwisata Banyuwangi
Berefleksi dari sejarah, Kabupaten Banyuwangi kemudian melakukan berbagai upaya untuk menciptakan sebuah program kerja yang dapat
meningkatkan citra pariwisata daerah. Lewat kerjasama antara pemerintah daerah dengan Dewan kesenian Blambangan, pemerintah Kabupaten Banyuwangi
menciptakan sebuah maskot pariwisata Kabupaten melalui representasi perempuan gandrung.
Proses rekonstruksi dilakukan setiap saat, mulai dari tingkat kesadaran hingga pada tingkat ketidaksadaran, bahwa segala yang terdengar, terlihat, dan
tersentuh seputar gandrung adalah sebuah proses konstruksi. Misalnya, diruang- ruang publik seperti terminal, sekolah-sekolah, kantor-kantor pemerintah, pinggir