38
Sementara itu ibu-ibu di Kemiren sehabis melakukan pekerjaan rumah, biasanya ngobrol dengan tetangga. Ada juga yang sambil mencabut uban, atau
mungkin sambil mencari kutu.Aktivitas sosial seperti inipun hanya terlihat sekitar jam 11an. Perempuan kemiren sejauh pengamatan saya adalah perempuan pekerja
keras. Jauh dari gambaran yang saya dengar dari Ibu Nur tentang kemalasan orang-orang Using yang setelah bekerja, mendapat uang lalu menghabiskan hari
itu juga.
C. Profil Gandrung di Kemiren
Pekerja seni gandrung yang berhasil saya temui dan wawancara adalah sosok perempuan mandiri serta bertanggung jawab.Penghasilan menggandrung
yang mereka dapatkan, dipakai untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau membantu keluarga lain. Jelas mereka tidak hidup untuk diri mereka sendiri.
Dalam sub bab ini saya akan memamparkan kisah hasil wawancara tiga orang penggandrung, dua asal Kemiren dan satu dari Cungking.Masing-masing
memiliki kisah dan pengalaman, yang –saya pikir- dapat menjawab sejumlah rumusan masalah di atas.
1. Gandrung Darti
Saat saya temui dikediamannya didesa Kluncing, dalam bincang-bincang hari itu Darti didampingi suaminya. Didinding ruang tamu ada foto hitam putih
Darti dengan kostum gandrung.Riasan wajah hanya menggunakan bedak tipis, pemerah bibir dan riasan tipis disekitar mata.Jika dibandingkan dengan riasan
wajah gandrung sekarang, terlihat perbedaan yang mencolok.Riasan gandrung
39
yang saya lihat sekarang menggunakan riasan yang tebal sehingga wajah asli penari hampir tidakbisa dikenali.
Darti adalah cucu dari mbah Semi.Usia Dartisekarang sekitar 50-an, jadi kira-kira dia lahir tahun 1960an.Diusianya yangke-50, Darti masih menerima
tawaran manggung dibeberapa tempat. Bahkan, ikut serta dalam satu projek karya tari seorang koreografer tari bernama Dedy Lutan. Darti juga beberapa kali ikut
latihan tari di Jakarta serta melakukan pentas besar di Jakarta. Selain itu, Darti juga sering melakukan tour ke luar Banyuwangi
43
. Kelincahan gerak tubuh dan keindahan suaranya telah membawa dirinya hingga ke panggung-panggung
internasional. Ia bercerita, sejak usia sekolah dasar ia sudah tertarik pada kesenian
gandrung.Dimanapun, kapanpun jika terdengar alunan musik, tanpa malu dan ragu Darti akan menari gandrung. Bahkan ia sering melakukannya di jalanan,
bersama teman-temannya. Darti sempat menceritakan pengalamannyaketika ia masih bersekolah. Dahulu, jika Darti pulang dari sekolah dan tiba-tiba mendengar
alunan musik gandrung, tubuh Darti akan langsung menari tanpa henti sampai ia tiba dirumah.
Darti yang pada waktu wawancara ditemani oleh suami, mengatakan bahwa menjadi gandrung mendatangkan banyak keuntungan. Selain ia bisa
terkenal, gandrung pun mendatangkan banyak uang. Apalagi ketika gandrung telah dijadikan ikon kota, gandrung pun makin dikenal sebagai kesenian hiburan.
Namun semakin terkenalnya kesenian gandrung ini, tentu membuat banyak sekali gandrung-gandrung muda bermunculan. Kesempatan Darti
43
Hasil wawancara 7 Mei 2011
40
menggandrung pun semakin terbatas. Tapi hal ini tidak terlalu dipikirkan Dartiyang penting kesenian itu tetap ada. Menurut Darti, gandrung-gandrung
muda itu masih perlu banyak latihan baik gerak maupun suara. Karena sebenarnya banyak diantara mereka hanya suka menari tapi tidak berbakat menjadi gandrung.
Bagi Darti, gandrung adalah kesenian yang harus punya dua kebisaan yaitu nyanyi dan gerak tari, kalau hanya bisa menari tetapi tidak bisa menyanyi, tentu akan
percuma. Karena ketika menggandrung, seorang penari gandrung juga harusmenyanyi. “Jika hanya bisa nyanyi tetapi tidak bisa menari, ya bukan
gandrung namanya. Jadi penyanyi saja” ujarnya. Menanggapi stereotipe negatif seputar gandrung yang katanya
sukamenggoda laki-laki Darti berkomentar, “Itu tidak benar, bisa jadi hanya karangan orang-orang yang memang tidak suka terhadap gandrung. Kalaupun
gandrung bekerja didunia malam toh belum tentu menjadi perempuan gampangan yang bisa dibawa kemana-mana”. Menurutnya memang ada gandrung yang
beberapa kali kawin cerai, tapi bukan berarti semua gandrung senang kawin cerai atau tidak setia.
Mukhlis suami Darti bekerja di Dinas Kesenian Blambangan. Sebagai suami seorang gandrung ia sangat mendukung profesi istrinya. Prinsipnya ia tidak
akan ikut campur urusan sang istri supaya Darti memiliki kebebasan untuk berekspresi sepenuhnya di arena gandrung.
44
Pasangan ini tidak dikaruniai anak dan mereka terlihat bisa menerima keadaan ini dan bahagia.
44
Wawancara tanggal 11 Mei 2011 di Desa cungking rumah Kediaman Gandrung Darti
41
Saya bersama Gandrung Darti dan Mukhlis suami Darti, di rumah kediamannya-foto koleksi pribadi
Menyandang tanggung jawab sebagai penerus gandrung Semi adalah pilihannya. Mulai dari lagu-lagu dan gerakan hingga ornament amprok semuanya
masih original seperti yang ada sejak jaman Semi. Terlihat foto Semiberukuran kurang lebih 30 x 35 cmterpajang diruang tamu pasangan Darti dan Mukhlis.
2. Gandrung Temu