Tema Penelitian Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

5

B. Tema Penelitian

Dalam penelitian ini saya akan fokus pada pengalaman penari gandrung, bagaimana mereka memposisikan dirinya ditengah wacana-wacana seputar gandrung yang beredar.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengalaman sehari-hari perempuan penari gandrung di desa Kemiren? 2. Apa posisi gandung dalam konstruksi identitas Banyuwangi, dan bagaimana wacana itu membentuk identitas dan pengalaman penari gandrung?

D. Tujuan Penelitian

1. Mengurai wacana-wacana yang berpengaruh dalam pembentukan identitas para penari gandrung; 2. Melihat cara penari gandrung menyikapi dan menegosiasikan wacana- wacana yang membentuk identitas diri mereka.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan gambaran yang menyeluruh tentang problematika gandrung karena menyorot dari dua sisi: sisi sosial dan sisi individual gandrung. Penelitian ini memberi ‘suara’ pada penari gandrung, khususnya gandrung terop gandrung tradisi yang termarginalkan secara ekonomi maupun politik. 6 F.Tinjauan Pustaka Penelitian terhadap kehidupan masyarakat Using telah dilakukan oleh sejumlah peneliti di Indonesia. Hampir semua aspek yang berkaitan dengan suku Using telah dibahas. Salah satu peneliti yang banyak mengulik tentang gandrung adalah Novi Anoegrajekti. Dalam salah satu esai berjudul Gandrung Banyuwangi: Pertarungan Pasar, Tradisi, dan Agama Memperebutkan Representasi Identitas Using, ia membahas gandrung sebagai obyek yang diperebutkan oleh tiga kekuatan besar: pasar, agama, dan tradisi. Berdasarkan keterangan Anoegrajekti, pertarungan antara pasar, agama, dan tradisi dalam mengkonstruksi identitas gandrung meningkat pada periode 2000 – 2005. 10 Pasar, yang disebut Anoegrajekti sebagai kekuatan yang lebih dominan, mengkonstruksi gandrung sebagai semata-mata hiburan. Pementasan gandrung yang digerakkan oleh kekuatan pasar tidak memiliki aturan baku, melainkan “pentas terbuka, komersial, dan penuh alkohol”. 11 Sementara itu, birokrasi dan elit budayawan Using yang tergabung dalam Dewan Kesenian Blambangan berusaha melakukan pembakuan terhadap gandrung dalam rangka apa yang disebut sebagai ‘konservasi seni tradisi’. Gandrung dikonstruksi seperti apa yang dibayangkan di masa lalu, yaitu: “[...] mengikuti pembabakan Jejer, Paju, Seblang-seblang, menyanyikan lagu-lagu Osing terutama yang bermuatan historis dan heroisme lagu Gandrung dan lagu Banyuwangen, menyajikan tari Ukir dan Prapatan yang berbeda dari tari Jawa dan Bali, mengalunkan musik yang bukan Jawa dan bukan pula Bali, dan bersih dari minuman keras.” 12 Salah satu upaya yang ditempuh Pemerintah Daerah Banyuwangi bersama dengan Dewan Kesenian Blambangan untuk ‘mengembalikan orisinalitas tradisi’ 10 Anoegrajekti, Novi. Op.cit. hal: 26 11 Ibid., hal: 33 12 Ibid., hal: 31 – 32 7 itu yakni dengan membuat aturan baku dalam pementasan gandrung yang kemudian disosialisasikan melalui pelatihan gandrung secara reguler. Dengan begitu, gandrung yang dicetak akan sesuai dengan apa yang mereka bayangkan. 13 Di tengah-tengah kedua kekuatan itu, kaum santri yang berada di seputar Banyuwangi, ikut bersuara. Kaum Santri atau mereka-mereka yang berada di pesantren atau para alumnus pesantren, mendesak supaya pementasan gandrung ditiadakan karena dipandang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islami. Ada pula yang meminta supaya pementasan gandrung di-Islam-kan. Maksudnya antara lain, “tidak erotis, tanpa tari berpasangan, memakai pakaian tertutup, dan bersih dari minuman keras.” 14 Penelitian Anoegrajekti, yang tidak terbatas pada satu tulisan itu saja, kaya akan data yang bisa dipakai dalam mengembangkan penelitian ini, antar lain artikel-artikelnya yang banyak ditulis dalam Media Perempuan Multikultural “SRINTIL”. Akan tetapi, penelitian ini memiliki pemahaman yang berbeda dari yang diajukan Anoegrajekti. Anoegrajekti melihat kekuatan pasar, agama, dan tradisi sebagai terpisah satu sama lain. Ia membayangkan tiga kekuatan itu berada dalam sebuah arena pertarungan, dengan kekuatan pasar keluar sebagai pemenang. Sementara, penelitian ini lebih melihat pada pengalaman hidup sehari-hari perempuan penari gandrung. Saya memotret dan mengamati interaksi sosial perempuan penari gandrung di rumah maupun dipentas gandrung. 13 Ibid., hal: 31 – 32 14 Ibid., hal: 32 8

G. Kerangka Teoretis