Indonesia merupakan negara yang berperan penting dalam perikanan tuna di Samudera Hindia. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan negara
lainnya, secara umum kinerja perikanan cakalang Indonesia masih rendah apabila melihat luasnya perairan ZEEI yang dimiliki di Samudera Hindia yang memiliki
potensi cakalang besar Proctor et al. 2007. Pengertian umum berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan adalah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ZEEI adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan
berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200
mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia. Laut lepas adalah bagian dari laut yang tidak termasuk dalam ZEEI, laut teritorial Indonesia,
perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesia. Pada tahun 2008 total produksi nelayan dari ZEEI Samudera Hindia
selatan Jawa Timur yang di daratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai PPP Pondokdadap sekitar 4.163,227 ton dengan nilai Rp.47.840.711.085. Dari total
produksi ikan tersebut sebagian besar di dominasi oleh cakalang dan tuna yaitu sebesar 3.690,634 ton 89 dengan nilai Rp.44.689.781,465 dan sisanya ikan
pelagis lainnya. Untuk jenis tuna besar komposisi yang dominan tertangkap berturut-turut adalah madidihang Thunnus albacares sekitar 92, tuna
matabesar Thunnus obesus sekitar 7 dan albakora Thunnus allalunga sekitar 3. Total tangkapan tuna besar mencapai 47 1.732,515 ton, sementara
cakalang Katsuwonus pelamis sebesar 39 1.444,1 ton, dan sisanya dari jenis tongkol sebesar 14 514,019 ton PPP Pondokdadap 2008.
2.4 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan
Pengelolaan aspek ekologi lingkungan dan sumberdaya alam pada dasarnya adalah kegiatan pengelolaan perilaku manusia, sebagaimana perikanan
tangkap yang merupakan sebuah kegiatan multidimensi yang berhubungan dengan alat tangkap, armada, pasar, aspek biologi dan ekonomi, pengelolaan dan alokasi
sumberdaya, serta perbaikan stok yang sudah mengalami kelebihan tangkap Pitcher 1999. Pengelolaan perikanan secara berkelanjutan adalah sebuah konsep
multidimensi yang mengintegrasikan dimensi ekonomi, sosial, dan ekologi Murillas et al. 2008 in Allahyari 2010.
Keberlanjutan perikanan secara keseluruhan merupakan pencapaian simultan dalam empat komponen keberlanjutan yaitu ekologi, sosio-ekonomi,
komunitas, dan kelembagaan. Dengan demikian sebuah kegiatan perikanan tidak boleh menyebabkan dampak yang negatif terhadap komponen lainnya Charles
2001. Selanjutnya dikatakan bahwa hubungan berbagai komponen keberlanjutan dapat digambarkan dalam bentuk segitiga keberlanjutan yang meliputi
keberlanjutan ekologi, sosio-ekonomi, dan komunitas sebagai komponen dasar, dan komponen kelembagaan yang berinteraksi dengan ketiganya serta menopang
tingkat keberlanjutan ketiga komponen dasar tersebut.
Gambar 3 Hubungan antar komponen dalam segitiga keberlanjutan. Sumber: Charles 2001
Pembangunan perikanan secara berkelanjutan akan terwujud jika pengelolaan dilakukan secara terpadu integrated. Pembangunan berkelanjutan di
sektor perikanan memiliki empat dimensi yakni: ekologis, sosial ekonomi budaya, sosial politik serta hukum dan kelembagaan Dahuri et al. 1996.
Pendekatan dalam pengkajian keberlanjutan terdiri atas 4 empat tahapan, yaitu: 1 Penentuan komponen-komponen keberlanjutan yang relevan untuk
sistem perikanan sehingga secara bersama dapat merefleksikan keberlanjutan sistem secara keseluruhan, 2 Menyusun seperangkat kriteria konkrit yang akan
dievaluasi dalam pengkajian keberlanjutan setiap komponen, 3 Menentukan
Keberlanjutan Ekologi
Keberlanjutan Sosio-Ekonomi
Keberlanjutan Komunitas
Keberlanjutan Kelembagaan
indikator keberlanjutan yang sesuai dan dapat dikuantifikasi sehingga status dari setiap kriteria dapat terukur dan dapat dibandingkan, dan 4 Formulasi indeks
keberlanjutan dari agregat status indikator pada setiap komponen keberlanjutan Charles 2001.
2.4.1 Aspek Ekologi
Keberlanjutan ekologis adalah suatu kondisi dimana kualitas dan kesehatan ekosistem perairan terpelihara dengan baik agar sumber daya ikan yang
hidup di dalamnya dapat tumbuh dan berkembang biak secara optimal, dan tingkat penangkapan sumber daya ikan tidak melampaui kemampuan pulihnya
renewable capacity sehingga hasil tangkapan secara keseluruhan pada berbagai tingkatan pemerintahan dan negara dapat berlangsung secara berkelanjutan
Dahuri 2007.
Ketersediaan stok ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kelahiran, pertumbuhan, kematian, emigrasi dan imigrasi ikan. Pertumbuhan pada
tingkat individu dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan populasi, diartikan sebagai
pertambahan jumlah dalam populasi. Faktor dalam dan luar yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya ialah jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah
individu yang menggunakan makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur dan ukuran ikan serta kematangan gonad Effendie 1979.
Menurut Charles et al. 2002, atribut dalam dimensi ekologi merupakan perpaduan antara a jaminan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya dalam arti
mencegah terjadinya pengurasan stok, b perhatian yang lebih luas terhadap upaya memelihara basis sumberdaya, spesies non komersil dan biodiversitas
secara keseluruhan sebagai pilihan masa depan, dan c tugas mendasar untuk memelihara resiliensi dan kesehatan ekosistem. Selanjutnya dikatakan bahwa
upaya untuk mengukur kemajuan masyarakat dalam kegiatan perikanan tangkap harus secara jelas memasukkan atribut yang menjelaskan kondisi sumberdaya
perikanan dan ekosistem perairannya, walaupun merupakan hal yang rumit mengingat lingkungan perairan laut merupakan salah satu lingkungan yang paling
kompleks dan belum dipahami secara menyeluruh.