Identifikasi Masalah Rumusan Masalah Penelitian yang Relevan

8 Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti berminat untuk mengadakan penelitian dengan judul “Keefektifan Metode Matematika Gasing Terhadap Minat dan Hasil Belajar Keliling Bangun Datar Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri 1 Kalipancur Kabupaten Pekalongan”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1 Pembelajaran matematika materi keliling bangun datar di kelas III SD Negeri 1 Kalipancur cenderung menggunakan metode pembelajaran konvensional dengan metode ceramah yang berpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif dan mudah bosan. 2 Minat belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika rendah karena siswa merasa kesulitan untuk memahami materi yang bersifat abstrak. 3 Metode konvensional kurang efektif dalam pembelajaran matematika materi keliling bangun datar di kelas III SD Negeri 1 Kalipancur ditandai dengan hasil belajar yang kurang optimal. 4 Guru kelas III SD Negeri 1 Kalipancur belum pernah mengimplementasikan metode matematika gasing dalam pembelajaran matematika materi keliling bangun datar sehingga perlu diuji keefektifannya.

1.3 Pembatasan Masalah

9 Dalam pembatasan masalah akan dibahas mengenai pembatasan masalah dan paradigma penelitian. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1.3.1 Pembatasan Masalah

Untuk menyederhanakan permasalahan agar pembahasan masalah mengarah pada tujuan yang akan dicapai maka perlu pembatasan masalah sebagai berikut: 1 Penelitian difokuskan pada keefektifan penerapan metode matematika gasing terhadap minat dan hasil belajar siswa kelas III SD Negeri 1 Kalipancur Kabupaten Pekalongan. 2 Populasi dalam penelitian ini terbatas pada siswa kelas IIIA dan IIIB semester II SD Negeri 1 Kalipancur yang berjumlah 46 siswa, terdiri dari 23 siswa kelas IIIA dan 23 siswa kelas IIIB. 3 Variabel bebas independen pada penelitian ini adalah metode matematika gasing, sedangkan variabel terikatnya dependen adalah minat dan hasil belajar siswa kelas III SD Negeri 1 Kalipancur Kabupaten Pekalongan. 4 Materi yang dipelajari terbatas pada materi keliling bangun datar mata pelajaran matematika dengan cakupan bahasan yaitu menghitung keliling bangun datar persegi dan persegi panjang. 5 Metode yang digunakan sebagai pembanding dalam mengukur keefektifan metode matematika gasing adalah metode konvensional yaitu metode ceramah.

1.3.2 Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian yang diterapkan pada penelitian ini adalah model hubungan variabel ganda dengan dua variabel dependen Sugiyono, 2013: 72. 10 Variabel independen dalam penelitian ini adalah metode matematika gasing X sedangkan variabel dependennya yaitu minat Y 1 dan hasil belajar siswa Y 2 . Hubungan tersebut digambarkan sebagai berikut: Keterangan: X : Metode matematika gasing Y 1 : Minat Belajar Y 2 : Hasil Belajar

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1 Apakah terdapat perbedaan minat belajar siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan metode matematika gasing pada materi keliling bangun datar dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan metode konvensional? Bagan 1.1 Paradigma Penelitian. X Y 2 Y 1 11 2 Apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan metode matematika gasing pada materi keliling bangun datar dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan metode konvensional? 3 Apakah metode matematika gasing lebih efektif untuk meningkatkan minat belajar siswa dibandingkan metode konvensional? 4 Apakah metode matematika gasing lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan metode konvensional?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini mencakup tujuan umum dan tujuan khusus, sebagai berikut:

1.5.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dilaksanakannya penelitian ini ialah untuk mengetahui keefektifan metode matematika gasing sebagai alternatif yang dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional dalam pembelajaran matematika materi keliling bangun datar kelas III semester 2.

1.5.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dilaksanakannya penelitian ini, yaitu: 12 1 Memperoleh informasi perbedaan minat belajar siswa pada materi keliling bangun datar antara yang diajarkan dengan metode matematika gasing dan yang diajarkan dengan metode konvensional. 2 Memperoleh informasi perbedaan hasil belajar siswa pada materi keliling bangun datar antara yang diajarkan dengan metode matematika gasing dan yang diajarkan dengan metode konvensional. 3 Memperoleh informasi keefektifan metode matematika gasing dalam meningkatkan minat belajar siswa pada materi keliling bangun datar. 4 Memperoleh informasi keefektifan metode matematika gasing dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada materi keliling bangun datar.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi siswa, guru, dan sekolah. Manfaat tersebut antara lain sebagai berikut.

1.6.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis adalah manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan kaitannya dengan pembelajaran Matematika. Manfaat teoritis dalam penelitian ini yaitu: 1 Memberikan kontribusi khasanah ilmu pengetahuan terlebih pada jenjang pendidikan dasar. 13 2 Memberikan informasi mengenai metode matematika gasing yang dapat digunakan pada pembelajaran matematika materi keliling bangun datar. 3 Sebagai rujukan bagi para guru dan peneliti lain untuk menerapkan metode matematika gasing dalam pembelajaran matematika di sekolah.

1.6.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini meliputi manfaat bagi siswa, guru, dan sekolah. Ketiga manfaat tersebut lebih lanjut akan dijelaskan sebagai berikut: 1.6.2.1 Bagi Siswa Penelitian ini bermanfaat bagi siswa, diantaranya: 1 Memudahkan siswa kelas III SD Negeri 1 Kalipancur dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi keliling bangun datar. 2 Meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas III SD Negeri 1 Kalipancur dalam pembelajaran matematika khususnya pada materi keliling bangun datar.

1.6.2.2 Bagi Guru

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat bagi guru, meliputi: 1 Memberikan informasi kepada guru tentang pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan metode matematika gasing. 2 Mengembangkan keterampilan dan motivasi guru dalam mengembangkan proses pembelajaran matematika yang gampang, asyik, dan menyenangkan.

1.6.2.3 Bagi Sekolah

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat bagi sekolah, meliputi: 14 1 Sebagai acuan penggunaan metode pembelajaran alternatif dalam pembelajaran matematika. 2 Meningkatkan motivasi sekolah dalam menciptakan pembelajaran matematika yang gampang, asyik, dan menyenangkan sehingga dapat meningkatkan kualitas sekolah. 15 BAB 2 LANDASAN TEORI Landasan teori merupakan kajian kedua dalam penelitian. Pada landasan teori memuat tentang kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis. Pembahasan lebih mendalam mengenai bab landasan teori akan diuraikan dalam penjelasan dibawah ini.

2.1 Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka akan dijelaskan tentang: hakikat belajar, faktorfaktor yang mempengaruhi belajar, pengertian mengajar, pengertian pembelajaran; minat belajar; minat hitung-menghitung; hasil belajar; karakteristik siswa sekolah dasar; matematika di sekolah dasar; teori belajar matematika; metode pembelajaran konvensional; metode matematika gasing; materi keliling bangun datar; penerapan metode matematika gasing pada materi keliling bangun datar. Uraian selengkapnya sebagai berikut:

2.1.1 Hakikat Belajar

Dalam hakikat belajar dibahas mengenai pengertian belajar dan faktorfaktor yang mempengaruhi belajar, sebagai berikut:

2.1.1.1 Pengertian Belajar

Surna dan Pandeirot 2014: 6 mengemukakan bahwa “belajar adalah upaya kreatif untuk menciptakan dan bukan menyerap informasi. Proses belaja 16 terjadi bila peserta didik berupaya dan memiliki keterampilan mengintegrasikan dan menginternalisasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitifnya”. Slameto 2013: 2 berpendapat bahwa “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi pada individu. Perubahan perilaku itu terjadi karena pengalaman yang dialami sehingga diperoleh berbagai perubahan dan pemantapan yang terjadi pada aspek pengetahuan atau kognitif yang ditempuh dengan melibatkan siswa dalam suatu proses belajar pengenalan dan atau penemuan, aspek sikap dan nilai dengan proses belajar yang berusaha untuk menghubungkan pengetahuan baru yang diperoleh sehingga dapat dipakai dalam hal-hal baru, serta keterampilan atau psikomotorik dimana proses belajar harus dapat mengendalikan aktivitas jasmaninya dan memperhatikan berbagai faktor internal dari dalam diri siswa dan eksternal dari luar diri siswa sebagai faktor yang mempengaruhi belajar siswa. 2.1.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Pada hakikatnya faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Wasliman 2007 dalam Susanto 2013: 12, berpendapat bahwa “hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun faktor eksternal”. 17 Susanto 2013: 12 mengemukakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu diri siswa maupun lingkungan tempat tinggal. Pertama, faktor yang berasal dari diri siswa meliputi kemampuan berfikir, motivasi, minat, dan kesiapan siswa. Kedua, faktor yang berasal dari lingkungan meliputi sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode dukungan lingkungan, keluarga, dan lingkungan. Syah 2010: 129 berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar approach to learning. Faktor internal merupakan faktor dari dalam diri siswa meliputi keadaankondisi jasmani dn rohani siswa. Faktor eksternal merupakan faktor dari luar siswa meliputi kondisi lingkungan di sekitar siswa. Faktor pendekatan belajar merupakan jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. Bloom 1982 dalam Kiranawati 2007 mengemukakan bahwa “tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi berprestasi, dan kualitas pembelajaran” https:gurupkn.wordpress.com. Kualitas pembelajaran dipengaruhi oleh metode pembelajaran yang digunakan. Syah dan Bloom memiliki pandangan yang hampir sama tentang faktor yang mempengaruhi belajar yaitu penggunaan strategi, model, dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran. Hal ini dikarenakan tidak setiap metode pembelajaran efektif diterapkan pada semua materi pelajaran. Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar yaitu minat siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Berdasarkan penjelasan diatas maka penerapan metode 18 pembelajaran selain memperhatikan kesesuaian dengan materi pelajaran juga harus dapat membangkitkan minat siswa untuk belajar. 2.1.2 Pengertian Mengajar Dequeliy dan Gazali 1974 dalam Slameto 2013: 30 mengemukakan bahwa “mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat”. Sementara Nasution 2005 dalam Susanto 2013: 23 berpendapat “mengajar merupakan segenap aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar”. Pengertian mengajar dipandang menjadi dua aspek jika dilihat dari aspek kegunaannya, yaitu pengertian mengajar secara tradisional dan modern. Pengertian mengajar secara tradisional artinya menyampaikan pengetahuan kepada siswa di sekolah dengan makna pengajaran adalah sebagai persiapan hidup dengan bertujuan proses dan penguasaan penyampaian dimana guru selalu berperan aktif dan siswa selalu bertindak pasif serta hanya berlangsung di dalam kelas saja. Pengertian mengajar dalam konteks dunia modern oleh Howard 2003 dalam Susanto 2013: 20 bahwa “mengajar adalah suatu aktivitas membimbing atau menolong seseorang untuk mendapatkan, mengubah, atau mengembangkan keterampilan, sikap attitude, cita-cita ideals, pengetahuan knowledge, dan penghargaan appreciation ”. Dari berbagai pengertian mengajar yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa dalam proses belajar siswa yang harus terlibat aktif, sedangkan guru hanya bertugas membimbing, menunjukkan jalan, serta memperhatikan aspek kepribadian siswa. 19

2.1.3 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Gagne 1977 dalam Rifa‟i dan Anni 2011: 192, “merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar”. Orientasi pembelajaran mencakup perubahan stimulus yang diperoleh dari lingkungan yang diubah menjadi informasi sehingga tercipta hasil belajar berupa ingatan jangka panjang yang seluruhnya didapat melalui suatu proses pembelajaran akibat adanya proses komunikasi antara guru dengan siswa. Terdapat tujuh k omponen dalam proses pembelajaran. Rifa‟i dan Anni 2011: 194 menjelaskan bahwa komponen-komponen tersebut, terdiri dari: 1 tujuan, 2 subjek belajar, 3 materi pelajaran, 4 strategi pembelajaran, 5 media pembelajaran, 6 penunjang, 7 evaluasi. Ketujuh komponen saling berkaitan dan membentuk satu sistem pembelajaran. Guru membimbing siswa yang merupakan subjek sekaligus objek pembelajaran supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Perencanaan sangat diperlukan sebelum dilaksanakannya pembelajaran. Perencanaan dalam pembelajaran matematika merupakan langkah awal menyusun kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan secara efektif dan efisien.

2.1.4 Minat Belajar

Pengertian minat yang disampaikan oleh Sudaryono, Margono dan Rahayu 2013: 90, adalah “kesadaran yang timbul bahwa objek tertentu sangat disenangi dan melahirkan perhatian yang tinggi bagi individu terhadap objek tersebut”. Musrofi 2010: 43 berpendapat bahwa terdapat tiga pertanyaan yang melandasi 20 minat seseorang untuk mempelajari sesuatu hal, yaitu: 1 apa saja daya tariknya yang dia pelajari itu; 2 apa saja relevansinya bagi dirinya; 3 apa saja hasilnya setelah mempelajari sesuatu itu. Minat terdiri dari berbagai macam jenis, Purwaningrum 1996 dalam Susanto 2013: 61 mengelompokkan jenis-jenis minat ini menjadi sepuluh macam, yaitu: 1 minat terhadap alam sekitar; 2 minat mekanis; 3 minat hitung menghitung; minat terhadap ilmu pengetahuan; 4 minat persuasif; 5 minat seni; 6 minat leterer; 7 minat musik; 8 minat layanan sosial; 9 minat klerikal. Segala sesuatu yang diminati dapat menjadi motivasi alamiah bagi diri siswa. Motivasi alamiah dalam diri siswa akan mendorong siswa untuk melakukan sesuatu yang benar-benar ingin dilakukannya. Guru harus dapat memunculkan motivasi alamiah di kalangan para siswa pada saat mereka belajar, guru dapat menjelaskan keterkaitan tujuan pembelajaran dengan kepentingan atau kebutuhan siswa. Tanner dan Tanner 1975 dalam Slameto 2013: 181, menyarankan agar para pengajar juga berusaha membentuk minat-minat baru pada diri siswa. Ini dapat dicapai dengan jalan memberikan informasi pada siswa mengenai hubungan antara suatu bahan pengajaran yang akan diberikan dengan bahan pengajaran yang lalu, menguraikan kegunaannya bagi siswa di masa yang akan datang. Jika guru mampu untuk memunculkan minat siswa untuk belajar, maka guru telah menjadikan minat sebagai pintu masuk proses belajar. Sehingga siswa akan belajar dengan sebaik-baiknya karena adanya daya tarik pada materi yang dipelajari, sehingga kepuasan belajar juga dapat diperoleh. 21 Tugas guru selain memunculkan minat belajar siswa, juga harus memelihara minat siswa dalam belajar. Nurkancana 1993 dalam Susanto 2013: 67-8 mengemukakan cara-cara yang dapat ditempuh guru dalam memelihara minat belajar siswa, yaitu: 1 meningkatkan minat anak-anak; 2 memelihara minat yang timbul; 3 mencegah timbulnya minat terhadap hal-hal yang tidak baik; 4 sebagai persiapan untuk memberikan bimbingan kepada anak-anak tentang lanjutan studi atau pekerjaan yang sesuai baginya. Berdasarkan pemaparan mengenai minat belajar, dapat disimpulkan bahwa pengertian minat belajar adalah berbagai pilihan kesukaan dalam melakukan aktivitas pembelajaran yang membangkitkan gairah individu untuk mempelajari suatu mata pelajaran yang dapat diukur dari beberapa dimensi antara lain: kesukaan, ketertarikan, perhatian, serta keterlibatan.

2.1.5 Minat Hitung-Menghitung

“Minat hitung-menghitung merupakan minat terhadap pekerjaan yang membutuhkan perhitungan” Susanto, 2013: 61. Mempelajari hitung-menghitung melalui mata pelajaran matematika sangat penting karena matematika banyak diaplikasikan dan dikembangkan sehingga memunculkan kesadaran tentang nilainilai esensial. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mulyana 2004: 180 bahwa matematika selain dapat memperluas cakrawala berpikir peserta didik juga dapat mengembangkan kesadaran tentang nilai-nilai yang secara esensial terdapat di dalamnya. Minat siswa terhadap matematika adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak terhadap suatu konsep atau objek matematika. Siswa yang menerima matematika akan menunjukkan sikap menyenangi matematika 22 dan bersungguh-sungguh dalam belajar matematika ditandai dengan selalu aktif, dan mengerjakan setiap tugas yang diberikan. Sedangkan bagi siswa yang menolak matematika maka sikap yang ditunjukkan adalah selalu cemas saat mengikuti pelajaran matematika dan malas untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Meningkatkan minat hitung-menghitung melalui pelajaran matematika pada siswa sekolah dasar dapat dilakukan apabila guru mampu mengenali tipe gaya belajar matematika siswa. Silver, dkk 2013: xxiv, berpendapat bahwa “terdapat empat tipe gaya belajar matematika siswa antara lain: 1 siswa dengan gaya belajar penguasaan; 2 siswa dengan gaya belajar matematika interpersonal; 3 siswa dengan gaya belajar pemahaman; 4 siswa dengan gaya belajar ekspresi diri”. Sangat penting untuk menumbuhkan minat hitung-menghitung pada siswa, tugas guru dalam memunculkan minat siswa pada pelajaran matematika yaitu guru harus mampu mengemas pembelajaran matematika menjadi suatu pembelajaran yang lebih mudah dipelajari, mengasyikkan, dan menyenangkan.

2.1.6 Hasil Belajar

Slameto 2013: 138 mengemukakan bahwa “hasil belajar dalam kecakapan kognitif itu mempunyai hierarki atau bertingkat-tingkat. Adapun tingkat-tingkat yang dimaksud adalah: a informasi non verbal; b informasi fakta dan pengetahuan verbal; c konsep dan prinsip; d pemecahan masalah dan kreativitas”. “Hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar” Susanto, 2013: 5. Kegiatan belajar yang diperoleh 23 siswa mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil belajar dengan tujuan pembelajaran adalah dengan mengadakan evaluasi atau penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berhubungan dengan mata pelajaran yang diberikan kepada siswa. Setelah melakukan evaluasi guru dapat memberikan tindak lanjut kepada siswa. Oleh karena itu, guru sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan belajar siswa harus mampu menghadirkan metode pembelajaran yang tepat agar hasil belajar yang diperoleh siswa optimal.

2.1.7 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Siswa kelas rendah masih tergolong anak usia dini. Pada masa ini merupakan masa yang paling tepat untuk menggali potensi siswa. Karakteristik siswa sekolah dasar yaitu mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental. Perkembangan mental meliputi perkembangan intelektual, emosi, bahasa, sosial, dan moral keagamaan. Piaget 1950 dalam Susanto 2013: 77 membagi tingkat perkembangan kognisi pada setiap individu menjadi beberapa tahapan, tahapan tersebut antara lain: 1 tahap sensorik-motorik 0-2 tahun tahapan dimana kematangan seseorang terjadi karena adanya suatu interaksi sosial dengan lingkungan dan berbagai tindakan bergantung melalui indrawi; 2 tahap berpikir praoperasional 2-7 tahun pada tahap ini kemampuan individu berkembang dari sensorikmotorik menuju sebuah kemampuan baru ditambah dengan meningkatnya perkembangan egosentris; 3 tahap berpikir operasional konkret 7-11 tahun tahap ini anak 24 mulai berpikir secara logis serta berpikir secara konkret, sehingga harus selalu diamati perkembangan kognitif dan afektifnya; 4 tahap berpikir operasional formal 11-15 tahun pada tahap ini individu dapat menerapkan berpikir logis karena mengembangkan pikiran formalnya serta dapat menggunakan abstraksi. Berdasarkan tingkat perkembangan kognisi yang telah dipaparkan oleh Piaget, maka karakteristik siswa sekolah dasar berada pada tahap berpikir operasional konkret, masih senang bermain, bergerak, melakukan sesuatu secara langsung dan belum mampu berpikir secara abstrak dan masih terikat dengan objek yang bersifat konret. Oleh karena itu, pembelajaran harus dirancang supaya siswa terlibat secara aktif dan diusahakan materi dapat ditampilkan kepada siswa dengan mudah, asyik, dan menyenangkan sesuai dengan karakteristik dan tahap perkembangan anak.

2.1.8 Matematika di Sekolah Dasar

“Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di satuan pendidikan dengan materi matematika dan pola pikir matematika terpilih yang disesuaikan dengan kebutuhan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dan perkembangan ilmu pengetahuan” Hamzah dan Muhlisrarini 2014: 67. Satuan pendidikan di Indonesia terdiri dari sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah tinggi. Dari ketiga satuan pendidikan tersebut, pendidikan sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang paling tepat untuk membekali siswa dengan ilmu matematika. Matematika di sekolah dasar berusaha untuk menyajikan materi yang sesuai dengan karakteristik matematika yaitu berorientasi kepada kepentingan pendidikan serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembelajaran matematika di sekolah dasar bertujuan supaya siswa 25 terampil dan cakap untuk mengaplikasikan berbagai konsep matematika yang telah diajarkan dalam kehidupan sehari-hari. Heruman 2007: 2 menyatakan bahwa pembelajaran dan materi matematika di sekolah dasar disesuaikan dengan perkembangan siswa serta memperhatikan aspek-aspek teori psikologi perkembangan anak, sehingga tahapan belajar matematika di sekolah dasar sesuai dengan kognitif dan perkembangan jiwa siswa. Oleh karena itu, kurikulum matematika sekolah dasar dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu penanaman konsep dasar penanaman konsep, pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Setiap konsep dalam matematika yang abstrak dan baru dipahami oleh siswa perlu segera diberi penguatan, hal ini bertujuan supaya konsep tersebut mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Siswa sekolah dasar berada pada fase berpikir opersional konkret dan masih terikat dengan objek yang bersfat konkret, sehingga diperlukan suatu metode dan media yang tepat untuk memahami matematika yang bersifat abstrak supaya apa yang disampaikan oleh guru lebih cepat dipahami oleh siswa.

2.1.9 Teori Belajar Matematika

Memahami suatu teori belajar matematika merupakan dasar untuk melakukan pendekatan pembelajaran matematika yang sesuai dengan materi yang menjadi bahan pembahasan sehingga guru dapat berhasil dalam menyampaikan materi dimana pembelajaran dapat berrjalan secara efektif, efisien, menyenangkan, dan bermakna. Terdapat beberapa teori belajar perkembangan dalam pembelajaran matematika antara lain: 26

2.1.9.1 Teori Belajar Piaget

Piaget dalam Rifa‟i dan, Anni 2011: 26-30 membagi tingkat perkembangan kognisi pada setiap individu menjadi empat tahapan yaitu tahap sensori motorik 0-2 tahun, tahap praoperasional 2-7 tahun, tahap operasional konkrit 7-11 tahun, dan tahap operasional formal 11-15 tahun. Tahap sensori motorik yaitu tahapan dimana kematangan seseorang terjadi karena adanya suatu interaksi sosial dengan lingkungan dan berbagai tindakan bergantung melalui inderawi. Tahap praoperasional yaitu tahapan dimana kemampuan individu berkembang dari sensorik-motorik menuju sebuah kemampuan baru ditambah dengan meningkatnya perkembangan egosentris. Tahap operasional konkrit yaitu tahapan dimana anak mulai berpikir secara logis serta berpikir secara konkret, sehingga harus selalu diamati perkembangan kognitif dan afektifnya. Tahap operasional formal yaitu tahapan dimana anak dapat menerapkan berpikir logis karena mengembangkan pikiran formalnya serta dapat menggunakan abstraksi. 2.1.9.2 Teori Belajar Thorndike Teori belajar ini disebut juga teori conectionisme. Thorndike dalam Rifa‟i dan Anni 2011: 113 menyatakan jika belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus dan respon merupakan salah satu usaha untuk mengaktifkan siswa secara utuh dan menyeluruh baik pikiran, perasaan, dan perbuatan. Stimulus adalah sesuatu yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran maupun perasaan atau hal-hal lain yang dapat diterapkan 27 melalui alat indera, sedangkan respon adalah reaksi yang muncul yang dapat berupa pikiran, perasaan, maupun gerakan. Terdapat tiga hukum dalam teori koneksionisme yaitu hukum kesiapan law of readiness, hukum latihan law of exercise, dan hukum akibat law of effect. Hukum kesiapan law of readiness adalah hukum yang menyatakan jika belajar akan berhasil apabila siswa telah benar-benar siap untuk belajar, sebab jika suatu materi diajarkan kepada anak yang belum siap untuk menerima materi tersebut maka pembelajaran akan sia-sia dan tujuan pembelajaran tidak akan tercapai. Hukum latihan law of exercise adalah hukum yang menyatakan jika terjadi ikatan antara stimulus dan respon dalam intensitas yang sering, maka ikatan tersebut akan semakin kuat karena semakin sering suatu pengetahuan dan pengalaman yang terbentuk antara stimulus dan respon yang dilatihkan. Hukum ini menunjukkan bahwa prinsip utama belajar yaitu pengulangan, semakin sering suatu materi pelajaran diulangi maka akan semakin kuat tersimpan dalam memori. Hukum akibat law of effect adalah hukum akibat dapat diartikan jika suatu tindakan yang diikuti menyenangkan, maka tindakan tersebut akan cenderung terus menerus diulangi pada kesempatan lain, dan begitu pula sebaliknya. 2.1.9.3 Teori Belajar Gagne Teori belajar ini menyatakan bahwa terdapat dua objek dalam belajar matematika, yaitu objek langsung belajar matematika dan objek tidak langsung dari belajar matematika. Karso, dkk. 2000: 1.28-9 mengemukakan bahwa objek langsung meliputi fakta, operasi, konsep, dan prinsip. Sedangkan objek tidak langsung mencakup kemampuan menyelidiki, memecahkan masalah, disiplin diri, bersikap positif, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Pada teori belajar Gagne 28 dalam Karso, dkk 2000: 1.30, terdapat delapan urutan tipe belajar, yaitu: belajar isyarat, belajar stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, belajar membedakan, belajar konsep, belajar aturan, dan pemecahan masalah. Kedelapan tipe belajar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Belajar isyarat merupakan tahap belajar sesuatu yang tidak disengaja sebagai akibat adanya rangsangan, guru dapat bertindak atau mengucapkan sesuatu yang menyenangkan tentang matematika sehingga membangkitkan sikap positif siswa dalam belajar matematika. Belajar stimulus-respon merupakan tahap belajar yang sudah disengaja dan responnya adalah jasmaniah, siswa mampu menyebutkan atau menuliskan apa yang diperintahkan oleh guru setelah guru memberikan penjelasan. Rangkaian gerak adalah kegiatan belajar dalam bentuk perbuatan jasmaniah yang berurutan dan terdiri dari dua atau lebih stimulus respon. Rangkaian verbal merupakan tahap belajar yang berupa perbuatan lisan terurut yang terdiri dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Tahapan rangkaian verbal mendorong siswa untuk menyatakan pendapat tentang simbol, definisi, aksioma, maupun dalil. Belajar membedakan merupakan kegiatan melatih siswa untuk memisah-misahkan rangkaian yang bervariasi. Terdapat dua macam belajar membeda-bedakan, yaitu membedakan tunggal berupa pengertian siswa terhadap suatu lambang, serta membedakan jamak yaitu membedakan beberapa lambang tertentu misalnya lambang-lambang ruas garis, sinar, dan garis. Belajar konsep disebut juga tahap belajar pengelompokkan, siswa belajar mengenal sifat dari suatu peristiwa untuk memahami suatu konsep. Belajar aturan merupakan tahapan dimana siswa mampu memberikan respon terhadap semua stimulus yang telah diberikan, respon yang ditunjukkan berupa segala macam 29 perbuatan. Pemecahan masalah merupakan tahap yang paling tinggi, sesuatu yang baru menjadi masalah bagi siswa karena belum mengetahui proses penyelesaiannya.

2.1.9.4 Teori Belajar Ausubel

Ausubel 1963 dalam Mikarsa, dkk 2009: 6.13-5 mengelompokkan belajar berdasarkan cara menyajikan materi berupa penerimaan dan penemuan, sedangkan berdasarkan cara siswa menerima pelajaran yaitu dengan belajar bermakna dan belajar hafalan. Prinsip-prinsip pembelajaran berdasarkan teori belajar Ausubel ada empat yaitu pengatur awal, diferensiasi progesif, belajar superodinat, dan penyesuaian integratif. Pengatur awal merupakan bahan yang dapat digunakan guru untuk mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang mempunyai makna lebih tinggi yang dapat menyebabkan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Diferensiasi progresif merupakan proses pengembangan dan kolaborasi antar konsep dengan cara memperkenalkan unsur yang paling umum terlebih dahulu baru yang lebih khusus atau mendetail. Belajar superordinat merupakan proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan perolehan konsep dan informasi baru yang ditemukan selama proses belajar. Belajar superordinat terjadi apabila konsep-konsep itu dibahas lebih mendetail atau spesifik. Penyesuaian integratif merupakan penyesuaian yang digunakan untuk mengatasi pertentangan kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih dari satu konsep. Oleh karena itu, guru harus bisa menghubungkan setiap konsep selama penyajian informasi kepada siswa. 30

2.1.9.5 Teori Belajar Bruner

Bruner 1960 dalam Karso, dkk 2009: 1.11-2, membagi proses belajar menjadi tiga tahapan, meliputi: tahap enaktif, ikonik, dan simbolik. Tahap enaktif atau tahap kegiatan yaitu tahap siswa belajar menggunakan atau memanipulasi objek konkret secara langsung seperti memanipulasikan, menyusun, menjejerkan, dan bentuk-bentuk gerak lainnya. Tahap ikonik atau tahap gambar bayangan adalah tahap siswa sudah dapat membayangkan kembali atau memberikan gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialami atau yang telah dikenalnya pada tahap enaktif. Tahap Simbolik adalah tahap siswa sudah dapat memahami simbol-simbol dan mampu menjelaskan dengan bahasanya, hal ini seperti pada tahap operasi konkret dan formal dari Piaget.

2.1.10 Metode Pembelajaran Konvensional

Metode ceramah merupakan salah satu bentuk pembelajaran konvensional. Majid 2013: 165 mengemukakan bahwa pembelajaran konvensional dapat diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan dan terpusat pada guru. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan melalui mendengarkan lecture, tanya jawab, dan membaca. Suryosubroto 2011: 20 menjelaskan bahwa penggunaan metode ceramah sudah tidak memadai jika diterapkan pada kondisi sekarang. Metode ceramah juga tidak memberi banyak mafaat dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Minat belajar siswa cenderung rendah dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode ceramah. Cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan minat belajar siswa adalah dengan menerapkan suatu metode mengajar yang tepat, efektif, dan efisien. 31 Metode ceramah jika diterapkan secara benar dapat memberikan beberapa keunggulan. Keunggulan metode ceramah yaitu tidak membutuhkan biaya besar dan mudah untuk dilakukan. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas dan dapat menonjolkan materi pokok yang sedang dipelajari. Melalui ceramah guru dapat mengontrol keadaan kelas karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang sedang mengajar. Selain itu, organisasi kelas dengan menggunakan metode ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Setiap metode memiliki keunggulan dan kelemahan. Metode ceramah memiliki beberapa kelemahan dibandingkan dengan metode yang lain. Dengan metode ceramah, materi yang dapat dikuasai siswa terbatas pada pengetahuan yang dikuasai oleh guru. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan akan menimbulkan verbalisme dan membosankan, apalagi jika guru tidak memiliki kemampuan bertutur yang baik. Melalui ceramah sulit untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa walaupun siswa sudah diberi kesempatan untuk bertanya. 2.1.11 Metode Matematika Gasing Metode matematika “GAmpang, aSyIk, dan menyenaNGkan” yang selanjutnya disebut dengan metode matematika gasing merupakan inovasi yang dikembangkan oleh Yohanes Surya. Metode matematika gasing membantu siswa belajar matematika menjadi lebih mudah dipahami dengan berbagai kegiatan asyik dan menyenangkan di dalamnya. Metode matematika gasing telah diperkenalkan ke berbagai penjuru Indonesia. Berbagai pelatihan telah digelar dan diikuti oleh banyak calon guru atau guru yang sudah mengajar di sekolah dasar. Tidak hanya diperkenalkan saja, 32 metode ini telah diterapkan pada siswa sekolah dasar di wilayah Papua dan terbukti berhasil dalam waktu enam bulan. Surya 2011: 1 mengemukakan bahwa metode matematika gasing merupakan suatu metode belajar matematika dengan menggunakan cara yang lebih sederhana dan dipadukan dengan pendekatan logika dan meminimalisir penggunaan rumus serta menekankan kepada suatu pembelajaran yang berupa kegiatan eksplorasi nyata konkret dari materi-materi yang disesuaikan dengan kurikulum sekolah. Prinsip dasar dalam metode matematika gasing seperti yang dikemukakan oleh Surya 2011: 2 yaitu siswa belajar matematika dari konsep yang termudah hingga tersulit, perhitungan lebih banyak dilakukan di luar kepala mencongak dengan pemberian latihan secara terus menerus drill. Penguatan dengan pemberian pujian oleh guru dilakukan sesering mungkin ketika siswa mampu menghitung, sikap optimis dan kasih sayang guru juga diperlukan dalam mengimplementasikan metode ini di dalam kelas. Kegiatan belajar mengajar menggunakan metode matematika gasing dirancang secara sistematis dan sistemik dengan mengurutkan materi dari kegiatan yang mudah sampai pada kegiatan yang sulit dengan tetap memperhatikan pada ketercapaian tujuan, sehingga memberikan kebermaknaan kepada siswa dalam belajar matematika. Aniey 2013 mengemukakan bahwa langkah pembelajaran dalam metode matematika gasing terdiri dari lima tahapan, meliputi: 1 Tahap pertama: Dialog sederhana Setiap pelaksanaan pembelajaran penting adanya sebuah interaksi yang dapat memunculkan S stimulus dan R respon sehingga apa yang 33 menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai. Tahapan dialog sederhana dalam metode matematika gasing melibatkan interaksi antara guru dan siswa sesuai dengan teori belajar connectionsm yang dikemukakan oleh Thorndike. 2 Tahap Kedua: Berimajinasi atau berfantasi Pada tahap ini, guru dapat membantu siswa untuk berimajinasi atau berfantasi dengan membahas kejadian-kejadian di kehidupan nyata serta melaksanakan suatu kegiatan permulaan sesuai dengan materi yang akan dipelajari. Namun, aspek ini seringkali diabaikan oleh guru. Padahal jika tahap berimajinasi atau berfantasi ini dilaksanakan maka dapat melahirkan sebuah konsep, kreativitas, inovasi dan perilaku yang aktual dalam kehidupan. 3 Tahap ketiga: Menyajikan contoh-contoh soal yang relevan Pemberian contoh-contoh soal yang relevan bertujuan supaya siswa berlatih menggunakan logika sederhana sehingga mempertegas kemampuan penguasaan matematika siswa. Sehingga dengan semakin seringnya disajikan contoh-contoh soal yang relevan siswa mampu meningkatkan ketangkasan dan keterampilan pada mata pelajaran matematika. 4 Tahap keempat: Menyajikan materi secara mendalam Pada tahap ini siswa mulai mampu untuk mengetahui fenomenafenomena apa saja yang dibahas dalam materi matematika yang sedang dipelajari dengan pemberian makna pada setiap soal-soal yang telah disajikan pada tahap sebelumnya. Pemberian jembatan keledai oleh 34 guru kepada siswa diharapkan dapat membantu menambah pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan. 5 Tahap kelima: Memberikan variasi soal Pemberian variasi soal dalam pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan metode matematika gasing dapat meningkatkan kualitas belajar siswa. Selain itu, variasi soal yang diberikan juga bertujuan untuk memperdalam dan mengecek bahan pelajaran yang telah dipelajari id.scribd.com. Roestiyah 1996 dalam Hamzah 2014: 268, mengemukakan bahwa teknik pemberian tugas memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melakukan latihan-latihan selama melakuan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu menjadi lebih terintegrasi. Metode matematika gasing memiliki beberapa keunggulan. Tuga 2013 dalam Sirait 2013: 7, menjelaskan keunggulan metode matematika gasing, meliputi: 1 metode gasing dapat dipelajari oleh segala lapisan umur, cocok untuk anak-anak hingga orang dewasa; 2 dalam praktiknya, metode ini selalu mengawali segala hal dengan sesuatu yang nyata bukan abstrak, sehingga sangat mudah dimengerti; 3 menghitung cepat tambah, kali, kurang, bagi tanpa alat; 4 menghitung dengan mencongak, sehingga peserta didik harus membayangkan hasil-hasil yang telah dihitung, hal ini akan memacu kerja otak kanan, dengan banyaknya imajinasi, peserta didik akan lebih kreatif. Setiap metode memiliki keunggulan dan kelemahan. Mayoritas penelitian sebelumnya memaparkan jika kelemahan metode matematika gasing yaitu pada 35 saat ulangan berupa soal esai, jika siswa tidak menyertakan perhitungan dengan rumus, meski hasil jawabannya benar akan tetap dinyatakan salah, dan secara umum strategi pembelajaran gasing belum bisa diterapkan untuk menyelesaikan soal-soal matematika di perguruan tinggi, karena umumnya mahasiswa dituntut untuk bisa menurunkan berbagai rumus.

2.1.12 Materi Keliling Bangun Datar

Penelitian ini difokuskan pada mata pelajaran matematika kelas III semester 2 materi bangun datar yang memiliki alokasi waktu sebanyak 8 jam pelajaran yang dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Penjelasan materi keliling bangun datar didasarkan pada KTSP 2006 yang dijabarkan kedalam standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator. Materi keliling bangun datar termasuk dalam standar kompetensi menghitung keliling, luas persegi dan persegi panjang, serta penggunaannya dalam pemecahan masalah pada kompetensi dasar menghitung keliling persegi dan persegi panjang. Dalam pembelajaran materi keliling bangun datar akan diterapkan model matematika gasing. Materi yang akan dibahas yaitu materi menghitung keliling bangun datar persegi dan persegi panjang. Ringkasan materi yang akan disampaikan adalah sebagai berikut:

2.1.12.1 Menghitung Keliling Bangun Datar Persegi Panjang

Surya 2011: 74, mengemukakan bahwa “persegi panjang adalah bangun datar yang keempat sudutnya 90°, ada 2 pasang sisi yang sejajar”. Keliling persegi panjang dapat dicari dengan menjumlahkan panjang keempat sisinya. 36 Gambar 2.1 Bangun Datar Persegi Panjang Jadi, keliling persegi panjang ABCD = panjang AB + panjang BC + panjang CD + panjang AD

2.1.12.2 Menghitung Keliling Bangun Datar Persegi

Menurut Surya 2011: 74, “persegi adalah bangun datar yang keempat sudutnya 90°, ada 2 pasang sisi sejajar, semua sisi sama panjang”. Keliling persegi dapat dicari dengan menjumlahkan panjang keempat sisinya. A B C D Gambar 2.2 Bangun Datar Persegi Pada persegi, keempat sisinya sama panjang, sehingga jika panjang salah satu sisi diketahui, maka kelilingnya dapat ditentukan. Keliling persegi ABCD = AB + BC + CD + DA.

2.1.13 Penerapan Metode Matematika Gasing pada Materi Keliling Bangun

Datar Surya 2011: 76-86 mengemukakan bahwa aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran matematika materi keliling bangun datar dengan menggunakan metode matematika gasing, meliputi: D C A B 37 1 Tahap pertama: Dialog sederhana Pada tahap ini guru melaksanakan tanya jawab dengan siswa mengenai materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya, memberikan pertanyaan pancingan kepada siswa berkaitan dengan materi yang akan dipelajari, membangkitkan semangat siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan yel-yel matematika seru, menjelaskan tujuan pembelajaran, serta menyampaikan rencana kegiatan pembelajaran. Siswa memberikan umpan balik dengan menjawab pertanyaan mengenai materi yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, menjawab pertanyaan pancingan yang diberikan oleh guru, bersama-sama menyanyikan yel-yel matematika seru, dan mendengarkan tujuan pembelajaran dan rencana kegiatan yang disampaikan oleh guru. 2 Tahap Kedua: Berimajinasi atau berfantasi Aktivitas guru pada tahap berimajinasi atau berfantasi untuk mencari keliling bangun datar persegi panjang, yaitu: menyuruh siswa membentuk suatu persegi panjang dengan menggunakan 14 batang korek api, bertanya kepada siswa apa keistimewaan persegi panjang yang dibuat, menyuruh siswa menghitung berapa batang korek api keliling dari bangun tersebut, menunjukkan kepada siswa bahwa persegi panjang yang dibuat mempunyai keliling yang sama tapi panjang dan lebarnya berbeda, serta menjelaskan bahwa jumlah panjang korek api disebut keliling, satuan keliling disini adalah panjang korek api. Siswa memberikan umpan balik dengan membentuk suatu persegi panjang dengan menggunakan 14 batang korek api, menjawab pertanyaan 38 tentang keistimewaan persegi panjang yang dibuat, menghitung berapa batang korek api keliling dari bangun tersebut, memperhatikan penjelasan guru bahwa persegi panjang yang dibuat mempunyai keliling yang sama tapi panjang dan lebarnya berbeda, serta memperhatikan penjelasan guru bahwa panjang korek api disebut keliling, satuan keliling disini adalah panjang korek api. Aktivitas guru pada tahap berimajinasi atau berfantasi untuk mencari keliling bangun datar persegi, yaitu: menyuruh siswa membentuk suatu persegi panjang dengan menggunakan 16 batang korek api, menyuruh siswa menghitung berapa batang korek api keliling dari bangun tersebut, memberikan penjelasan bahwa keempat persegi panjang mempunyai keliling yang sama tetapi panjang dan lebarnya berbeda, menyuruh siswa untuk memperhatikan bahwa salah satu bentuk adalah persegi, memberikan informasi kepada siswa bahwa persegi termasuk persegi panjang, menyuruh siswa membentuk suatu persegi dengan menggunakan 12 batang korek api, dan menjelaskan pada siswa bahwa jumlah panjang korek api itu yang disebut dengan keliling, satuan keliling disini adalah panjang korek api. Siswa memberikan umpan balik dengan membentuk suatu persegi panjang dengan menggunakan 16 batang korek api, menghitung berapa batang korek api keliling dari bangun tersebut, memperhatikan penjelasan guru bahwa persegi panjang yang dibuat mempunyai keliling yang sama tapi panjang dan lebarnya berbeda, mengamati bahwa salah satu bentuk yang dibuat adalah persegi, mendengarkan penjelasan guru bahwa persegi 39 termasuk persegi panjang, membentuk suatu persegi dengan menggunakan 12 batang korek api, memperhatikan penjelasan guru bahwa panjang korek api disebut keliling, satuan keliling disini adalah panjang korek api. 3 Tahap ketiga: Menyajikan contoh-contoh soal yang relevan Pada tahap ini untuk mencari keliling bangun datar persegi panjang maupun persegi, guru memberikan contoh-contoh soal yang relevan dengan menggunakan media geoboard dan menyuruh siswa untuk bersama-sama membacakan jawaban. Siswa memberikan umpan balik dengan membentuk kelompok untuk mengerjakan tugas dengan menggunakan bantuan media geoboard dan membacakan jawaban pekerjaan masing-masing. 4 Tahap keempat: Menyajikan materi secara mendalam Aktivitas guru pada tahap keempat ini yaitu: menyuruh siswa menuliskan rumus mencari keliling persegi panjang dan persegi, memperkenalkan satuan keliling kepada siswa, seperti menunjukkan kepada siswa seberapa 1 cm itu, dan menuliskan sebuah lagu tentang rumus mencari keliling persegi panjang dan persegi, lagu ini berfungsi sebagai jembatan keledai. Siswa memberikan umpan balik dengan menuliskan rumus mencari keliling persegi panjang dan persegi, mendengarkan penjelasan guru tentang satuan keliling, mengamati seberapa panjang 1 cm menggunakan mistar, dan menyanyikan lagu rumus mencari keliling persegi panjang dan persegi. 5 Tahap kelima: Memberikan variasi soal 40 Pada tahap ini guru memberikan berbagai macam variasi soal tentang menghitung keliling bangun datar persegi panjang dan persegi, serta memberikan berbagai contoh keliling persegi panjang dan persegi dengan cara mencongak. Siswa menanggapi dengan menghitung keliling bangun datar persegi panjang, serta melakukan kegiatan mencongak.

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan berfungsi sebagai landasan dalam sebuah penelitian. Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah kajian hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menggunakan metode matematika gasing. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Josephine Kusuma dan Sulistiawati 2014 dengan judul penelitian “Teaching Multiplication Of Numbers From 1 To 10 To STKIP Surya Students Using Matematika Gasing”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa matematika gasing dapat membantu mahasiswa dalam memahami perkalian bilangan 1 sampai 10 dan mampu mengajarkan perkalian bilangan 1 sampai 10 dengan lebih baik. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Johannes Hamonagan Siregar, Wiwik Wiyanti, Nur Safitri Wakhyuningsih, dan Ali Godjali 2014 dengan judul penelitian “Learning The Critical Points For Addition In Matematika Gasing”. Hasil penelitian yang berupa penelitian tindakan kelas ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar pada kelas matrikulasi di STKIP Surya dengan 41 fokus penelitian yaitu titik kritis untuk materi penambahan dua angka antara 1-10 dengan jumlah kurang dari 20. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Nenden Octavarulia Shanty dan Surya Wijaya 2012 dengan judul penelitian “Rectangular Array Model Supporting Students’ Spatial Structuring In Learning Multiplication”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rectangular array model dengan menggunakan strategi metode matematika gasing dapat mendukung siswa untuk menghitung sesuatu menjadi lebih efisien, mampu melihat kesamaan struktural array, dan menciptakan struktur spasial untuk suatu kesatuan benda. Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Petra Suwasti 2013 dengan judul penelitian “The Use Of Gasing Method For Teaching Two Digit Substraction For 2nd Grade Students Of SDN Cihuni II Tangerang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode matematika gasing dapat merangsang siswa untuk mengerti konsep pengurangan serta dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan operasi pengurangan dengan lebih cepat dan mudah. Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Rully Charitas Indra Prahmana 2013 dengan judul penelitian “Designing Division Operation Learning In The Mathematics Of Gasing”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode matematika gasing dapat mempermudah siswa dalam memahami konsep operasi pembagian. Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi 2012 dengan judul penelitian “Peningkatan Prestasi Belajar Perkalian Siswa Kelas II SDN 1 42 Kalibeber Wonosobo Melalui Pembelajaran Matematika Gasing”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pembelajaran Matematika dengan menggunakan metode Matematika gasing dapat meningkatkan prestasi belajar perkalian siswa kelas II SDN 1 Kalibeber. Jumlah siswa yang mencapai KKM pada pre test sebesar 42, akhir siklus I sebesar 65, dan akhir siklus II sebesar 84, sedangkan nilai rataratat es sebelum tindakan adalah 60,48, akhir siklus I 70,42, dan akhir siklus II sebesar 76,13. Ketujuh, penelitian yang dilakukan oleh Lilisula 2012 dengan judul penelitian “Penerapan Metode Gasing Gampang Asyik dan Menyenangkan Cara Coret Materi Perkalian Pecahan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri 3 Mamala Kecamatan Leihitu”. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran materi perkalian bangun datar dengan menggunakan metode matematika gasing cara coret dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 3 Mamala Kecamatan Leihitu. Dari 26 siswa, nilai hasil belajar menggunakan metode matematika gasing terdapat 24 siswa atau 92,30 berada diatas nilai KKM yaitu 60, sedangkan 2 siswa atau 7,69 berada dibawah nilai KKM yaitu 60. Kedelapan, penelitian yang dilakukan oleh Wiyanti dan Wakhyuningsih 2013 dengan penelitian yang berju dul “Penerapan Matematika Gasing Gampang, Asyik, menyenaNGkan pada Materi Penjumlahan Dua Digit dengan Dua Digit untuk Siswa Kelas I Sekolah Dasar Negeri Cihuni II Kelapa Dua Tangerang”. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan rata-rata nilai post test, yaitu pada kelas yang menggunakan metode matematika Gasing memperoleh nilai 43 rata-rata sebesar 66,9 dan kelas yang menggunakan metode konvensional sebesar memperoleh nilai rata-rata sebesar 50. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang relevan dapat ditarik kesimpulan bahwa metode matematika gasing dapat memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa, namun belum terdapat penelitian eksperimen yang membahas keefektifan metode matematika gasing terhadap minat dan hasil belajar siswa pada jenjang sekolah dasar. Mayoritas penelitian tentang matematika gasing merupakan penelitian tindakan kelas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian mengenai keefektifan metode matematika gasing pada pembelajaran matematika materi keliling bangun datar pada siswa kelas III sekolah dasar. Hal ini diperkuat dengan fakta di lapangan jika metode matematika gasing belum pernah dilaksanakan pada pembelajaran matematika di SD Negeri 1 Kalipancur Kabupaten Pekalongan.

2.3 Kerangka Berpikir

Dokumen yang terkait

KEEFEKTIFAN MODEL JIGSAW TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR SIFAT SIFAT BANGUN DATAR PADA SISWA KELAS V SDN RANJINGAN BANYUMAS

1 24 254

KEEFEKTIFAN PENERAPAN METODETALKING STICK TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 01 SANGKANJOYO KABUPATEN PEKALONGAN

27 132 302

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TGT TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR STRUKTUR BUMI PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI MARGA AYU 01 KABUPATEN TEGAL

1 17 365

KEEFEKTIFAN MEDIA SLIDE PRESENTASI TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI BANGUN DATAR DI KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI 06 TEGALSARI KABUPATEN PEMALANG

0 9 281

KEEFEKTIFAN MODEL QUANTUM TEACHING TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR BANGUN DATAR PADA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI TUNON 2 KOTA TEGAL

0 7 327

KEEFEKTIFAN MODEL THINK PAIR SHARE TERHADAP HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI KALIGIRI 2 KABUPATEN BREBES

0 17 292

KEEFEKTIFAN STRATEGI CROSSWORD PUZZLE TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR AWAN DAN CUACA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI PEGIRIKAN 03 KABUPATEN TEGAL

0 21 186

KEEFEKTIFAN MODEL THINK PAIR SHARE TERHADAP HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS III SEKOLAH DASAR NEGERI KALIGIRI 2 KABUPATEN BREBES.

0 0 584

KEEFEKTIFAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS TEORI BELAJAR BRUNER TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATERI BANGUN DATAR SISWA KELAS III SDN MANYARAN OTA SEMARANG

0 0 78

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN MEDIA BANGUN DATAR SEDERHANA DI KELAS I SEKOLAH DASAR

0 0 8