63 Pengukuran derajat gelatinisasi secara kualitatif bisa dilakukan
menggunakan mikroskop polarisasi. Granula pati yang belum tergelatinisasi memperlihatkan sifat birefringence, yaitu sifat
merefleksikan cahaya terpolarisasi, sehingga terlihat kristal gelap terang biru-kuning. Semakin banyak granula pati yang tidak lagi
menunjukkan sifat birefringence menunjukkan semakin besar derajat gelatinisasi. Gambar 15 dan 16 menunjukkan pengaruh penambahan
bahan tambahan pada bagian pati yang dikukus terhadap derajat gelatinisasi pati adonan mi. Panah hitam pada Gambar 15
menunjukkan granula pati yang telah kehilangan sifat birefringence. Sedangkan panah biru pada Gambar 16 menunjukkan granula yang
masih memiliki sifat birefringence. Granula yang tergelatinisasi terlihat transparan dan tidak lagi memancarkan cahaya terpolarisasi
biru-kuning. Hasil pengamatan menunjukkan penambahan bahan tambahan pada bagian adonan yang dikukus menyebabkan
berkurangnya jumlah granula pati yang tergelatinisasi. Hal ini dapat terlihat dari masih banyaknya granula pati yang masih memiliki sifat
birefringence Gambar 16.
3. Proses pembuatan mi jagung basah
Tujuan utama penentuan desain proses penambhan BTP pada adonan yang dikukus adalah untuk memperbaiki cooking loss. Hasil
pengamatan menunjukkan penambahan BTP pada bagian adonan yang dikukus berpengaruh nyata menurunkan cooking loss. Oleh karena itu,
penambahan BTP pada bagian adonan yang dikukus digunakan untuk tahapan proses selanjutnya.
Proses pembuatan mi basah jagung dimulai dengan metode Budiyah 2005 namun dalam pelaksanaannya metode ini menghasilkan
mi dengan KPAP yang sangat tinggi. Selanjutnya desain proses pembuatan mi basah jagung dibuat dengan prosedur seperti pada Gambar 17.
Pembuatan mi basah jagung diawali dengan pembagian pati menjadi dua bagian sama besar. Sebagian pati dicampur dengan CGM dan CMC dan
64 diaduk hingga homogen. Garam dan baking powder dilarutkan dalam air
kemudian ditambahkan pada pati yang telah dicampur dengan CGM dan CMC.
Air ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diuli untuk memastikan hidrasi air yang merata dan homogen. Selanjutnya adonan
tersebut dikukus selama 3 menit dan suhu inti adonan mencapai 75
o
C. Proses pengukusan bertujuan untuk menggelatinisasi pati, agar terbentuk
matriks sebagai pengganti gluten terigu. Matriks yang terbentuk berfungsi sebagai pengikat dalam pembentukan adonan.
Setelah tiga menit, adonan yang tergelatinisasi dicampurkan dengan sisa pati yang tidak digelatinisasi. Adonan dicampur dan diuli
hingga homogen. Proses ini bertujuan agar matrik pati yang tidak digelatinisasi terikat dalam matriks yang tergelatinisasi, terbentuk adonan
yang baik, bisa dibentuk lembaran dan tidak lengket di mesin mi. Tahap selanjutnya adalah pengepresan. Adonan yang telah
homogen dibentuk lembaran dengan melewatkan adonan pada dua roll pengepres pada ketebalan tertentu. Lembaran dipress setahap demi setahap
dari roll ukuran besar hingga roll dengan ukuran ketebalan yang diinginkan. Ukuran roll terkecil yang digunakan pada pembuatan mi kali
ini adalah adalah 1.4. Ukuran roll ini menghasilkan lembaran mi dengan ketebalan 1.5-1.7 mm. Setelah mencapai tebal lembaran yang diinginkan,
lembaran mi masuk ke tahap slitting. Tahap ini adalah tahap dimana lembaran mi dipotong menjadi untaian mi. Ketajaman roll pemotong
sangat penting untuk diperhatikan. Roll pemotong yang kurang tajam menyebabkan untaian mi tidak terpotong denga rapi dan bergerigi. Hasil
potongan yang kurang rapi akan berpengaruh terhadap cooking quality mi. Potongan yang kurang rapi dapat meningkatkan KPAP.
Mi yang telah dipotong harus segera direbus karena penundaan perebusan menyebabkan mi menjadi keras, kering dan mudah patah. Hal
ini disebabkan air dalam matriks gel pati menguap retrogradasi. Proses perebusan bertujuan mematangkan untaian mi. Selama perebusan, pati
yang belum tergelatinisasi akan tergelatinisasi dan membentuk tekstur mi
65 yang lembut, lunak, dan kenyal. Hou dan Kruk 1998 menyebutkan
beberapa hal yang harus diperhatikan selama perebusan mi antara lain : 1. Bobot air rebusan minimal adalah sepuluh kali bobot mi mentah, 2.
Wadah perebus bisa merendam semua bagian mi, 3. pH air rebusan berkisar 5.5-6.0, 4. Waktu perebusan harus dikontrol untuk mendapatkan
hasil rebusan yang optimum, 5. Suhu perebusan harus dipertahankan pada suhu 98-100
o
C selama perebusan. Waktu perebusan termasuk salah satu tahapan proses yang
penting. Oleh karena itu dilakukan percobaan untuk menentukan waktu perebusan mi yang optimum. Kruger et al., 1996, menyatakan bahwa
waktu pemasakan tergantung pada lebar dan ketebalan untaian mi. Waktu pemasakan optimum menurut Kruger et al., 1996 adalah waktu ketika
bagian putih di tengah diameter untaian mi tepat menghilang. Hou dan Kruk menyatakan perebusan mi basah terigu biasanya berlangsung selama
45-90 detik hingga tercapai 80-90 pati tergelatinisasi. Moss 1982 seperti dikutip oleh Miskelly 1996 menyatakan bahwa mi Hokkien mi
basah cina direbus selama 1-2 menit selama proses dan masih meninggalkan bagian yang tidak tergelatinisasi di bagian tengah mi.
Astawan 1999 melakuakan perebusan mi basah matang selama 2 menit, dengan catatan api yang digunakan harus besar. Api yang besar
mempersingkat waktu perebusan mi. Waktu perebusan yang terlalu lama menyebabkan tekstur mi terlalu lembek.
Tabel 11 menunjukkan waktu perebusan optimum yang digunakan pada pembuatan mi kali ini. Pemilihan waktu perebusan awal, 2
menit, didasarkan pada standar waktu perebusan mi basah terigu. Waktu perebusan 2 menit masih menghasilkan mi yang belum matang dan keras.
Hal ini terlihat dari bagian putih di tengah mi masih cukup besar. Perebusan hingga 2.5 menit terlihat memberikan hasil yang paling
optimum, meskipun bagian putih ditengah mi masih terlihat. Bagian putih di tengah mi masih terlihat hingga waktu pemasakan 3 menit masih.
Tekstur mi yang dihasilkan pada waktu perebusan ini terlihat lembek dan kurang menarik.
66 Tabel 11. Hasil pengamatan waktu perebusan mi yang optimum
Waktu perebusan menit
Hasil pengamatan
2 Mi belum matang, bagian putih ditengah masih
cukup besar dan mi masih keras 2.5
Mi sudah matang, bagian putih mengecil dan mi cukup kenyal
3 Mi matang, bagian putih masih ada, tetapi
tekstur mi terlihat terlalu lembek Tahap selanjutnya setelah perebusan adalah pelumasan mi dengan
minyak sayur. Tahap ini dilakukan untuk mencegah untaian mi menempel satu sama lain. Setelah perebusan, untaian mi ditiriskan dari air rebusan,
dibilas dengan air kurang lebih 15 detik, ditiriskan, dan dilumuri minyak. Pembilasan untaian mi dengan air dimaksudkan untuk membersihkan sisa
fraksi pati di permukaan mi yang dapat menyebabkan kelengketan. Selanjutnya mi dilumuri minyak. Jumlah minyak yang digunakan adalah
2 dari total bobot mi yang telah ditiriskan. Jumlah minyak yang ditambahkan didasarkan pada jumlah minyak yang biasa digunakan pada
mi basah. Hou dan Kruk 1998 menyatakan setelah direbus, mi basah cina dilumuri dengan 1-2 minyak sayur untuk mencegah untaian mi
menempel satu sama lain. Miskelly 1996 menyatakan jumlah minyak yang ditambahkan bisa lebih besar jika mi tidak cukup dibilas atau
didinginkan. Pelumuran minyak juga berfungsi untuk memperbaiki penampakan mi agar mengkilap Mugiarti 2001; Bogasari, 2005. Proses
pembuatan mi basah jagung matang lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 17. Sedangkan gambar produk mi jagung basah matang dapat
dilihat pada Gambar 18.
67 Pengadukan hingga homogen
Pengukusan 3 menit Pencampuran dengan sisa maizena 45 g
Pengadukan hingga homogen Pembentukan lembaran dan pemotongan
Perebusan 2.5 menit Perendaman dalam air dingin sambil digoyang
selama 15 detik Penirisan
Penambahan minyak 2
Gambar 17. Desain proses pembuatan mi jagung basah
Gambar 18. Mi jagung basah matang
C. Perbaikan Elastisitas Mi Jagung Basah Matang
Perbaikan elastisitas dilakukan dengan mensubstitusi sebagian maizena yang dikukus dengan pati kacang hijau. Substitusi dilakukan adalah 5, 10,
Air 30 ml + garam 1 + baking
powder 0.3 45 g maizena + 10 g
CGM + CMC 1
Mi jagung basah mentah
Mi jagung basah matang