1
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang
Mi telah menjadi salah satu makanan pokok bagi kebanyakan negara- negara di Asia, termasuk Indonesia. Profil mi terigu telah melekat kuat pada
masyarakat, sehingga terobosan-terobosan mi baru selalu dibandingkan dengan mi terigu, terutama dari sisi penerimaan sensorinya. Eviandaru dkk
mensitir data dari majalah Asian Week 25 Mei 2001 seperti dikutip oleh Sawit 2003 menyatakan bahwa Indonesia telah menjadi negara ke dua
terbesar di dunia setelah Cina dalam tingkat konsumsi mi instan, padahal Indonesia bukanlah negara penghasil gandum. Secara tidak langsung,
kebutuhan terigu Indonesia dicukupi dengan impor. Indonesia sendiri menurut Sawit 2003 menduduki posisi 6 importir gandum dunia dengan total impor 4
juta ton tahun 20012. Salah satu produk mi terigu yang banyak menjadi sorotan akhir-akhir ini
adalah mi basah. Produksi mi basah cukup besar dan semakin meningkat. Data tahun 2001 menunjukkan produksi mi basah mencapai 8.561.173 kg BPS,
2001.dan tahun 2002 produksinya meningkat menjadi 92.492.696 kg BPS, 2002. Peningkatan jumlah produksi ini menunjukkan tingginya permintaan
konsumen terhadap mi basah. Data lain menyebutkan konsumsi mi basah orang minggu pada tahun 2001, 2002, 2003, dan 2004 berturut-turut adalah
0.003, 0.004, 0.003, 0.003 kg BPS, 2004. Mi basah yang dikonsumsi berupa produk olahan mi basah seperti mi ayam mi basah mentah, mi bakso dan
taoge goreng mi basah matang. Namun akhir-akhir ini mi basah banyak dikhawatirkan keamanannya karena rentan mengandung bahan kimia
berbahaya, seperti formalin dan boraks. Kedua hal diatas mendorong pemikiran untuk melakukan diversifikasi
pangan, mencari alternatif bahan baku lain sebagai bahan dasar pembuatan mi basah yang aman. Salah satu bahan pangan alternatif yang berpotensi
dikembangkan adalah jagung. Jagung memiliki nilai gizi yang cukup memadai dan di beberapa daerah di Indonesia digunakan sebagai makanan
pokok. Rachman 2004 menyatakan berdasarkan data permintaan komoditas
2 tanaman pangan utama untuk konsumsi rumah tangga, jagung menempati
urutan kedua setelah beras. Meskipun pada perkembangannya konsumsi total jagung mengalami penurunan karena pergeseran pola konsumsi masyarakat di
beberapa wilayah. Hasil penelitian Erwidodo dan Ariani 1997 seperti dikutip oleh Rachman 2004 pergeseran terjadi pada kelompok pendapatan
menengah ke atas terutama di wilayah perkotaan ke arah pangan yang siap saji, seperti instan, mi lainnya, roti, dan kue-kue yang banyak dibuat dengan
menggunakan bahan baku gandum terigu. Pemilihan jagung sebagai bahan baku pada penelitian kali ini sejalan
dengan rencana aksi pemantapan ketahanan pangan 2005-2010 yang dicanangkan pemerintah. Aksi pemantapan ketahanan pangan kali ini
memfokuskan pada peningkatan kapasitas produksi nasional untuk lima komoditas pangan strategis, yaitu padi, jagung, kedelai, tebu dan daging sapi.
Arah pengembangan komoditas jagung sendiri adalah menuju swasembada pada tahun 2007 dan daya saing ekspor pada tahun 2008. Untuk mewujudkan
arah pengembangan di atas, salah satu upaya peningkatan kapasitas produksi jagung akan dilakukan dengan peningkatan nilai tambah jagung. Salah satu
aksi yang direncanakan dalam peningkatan nilai tambah jagung adalah pengembangan industri berbasis jagung produk untuk dalam negeri Deptan,
2005. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mensukseskan
pengembangan industri berbasis jagung adalah dengan mengarahkan diversifikasi pangan menggunakan jagung atau produk olahan jagung sebagai
bahan baku. Beberapa penelitian sebelumnya telah merintis diversifikasi pangan dengan jagung atau produk olahan jagung sebagai bahan baku utama.
Penelitian-penelitian sebelumnya telah banyak membahas tentang pembuatan mi jagung instan. Juniawati 2003 membuat mi jagung instan
dengan bahan dasar tepung jagung. Budiyah 2005 melakukan diversifikasi pembuatan mi jagung instan dengan bahan dasar pati jagung dan Corn Gluten
Meal CGM. Fadlilah 2005 melakukan perbaikan proses metode Budiyah 2005 dan memperbaiki elastisitas mi dengan mensubtitusi sebagian CGM
dengan gluten.
3 Selain itu, jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit,
subtitusi bagi industri mie pengguna terigu. Hal tersebut cukup penting dalam usaha lebih memasyarakatkan jagung, sebab menurut kajian preferensi
konsumen terhadap produk-produk pangan non beras, mie merupakan produk yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar konsumen sebagai makanan
sarapan maupun sebagai makanan selingan Juniawati, 2003. Oleh karena itu usaha diversifikasi pangan mi berbahan dasar jagung cukup berpotensi untuk
dikembangkan. Salah satu produk olahan jagung yang banyak dikenal dan digunakan
oleh masyarakat adalah pati jagung. Pati jagung bisa dikatakan sebagai produk utama olahan jagung untuk industri pangan. Penggunaan pati jagung sebagai
bahan baku produk pangan dapat menjamin ketersediaan bahan baku. Hal ini yang mendasari penggunaan pati jagung sebagai bahan baku pembuatan mi
basah pada penelitian kali ini. Pembuatan mi basah jagung didasarkan pada penelitian sebelumnya. Namun tetap harus dilakukan perbaikan desain proses
dan perbaikan karakteristik mi untuk mendapatkan produk dengan karakteristik yang optimum.
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan desain proses dan formulasi mi basah optimum berbahan dasar pati jagung dan CGM.
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam aplikasi pembuatan mi basah non terigu. Selain
itu penelitian ini dapat dijadikan tambahan wawasan adanya alternatif bahan baku selain terigu yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi
basah.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. PATI