Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM

mempengaruhi pertambahan jumlah masyarakat miskin dan pengangguran di Indonesia.

2.1.2. Kenaikan Harga BBM dan Subsidi BBM

Bahan Bakar Minyak BBM merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia, yang dalam pengolahan dan penyalurannya dikuasai oleh negara. Hal ini sesuai dengan pasal 33 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. BBM adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, yang berasal dari endapan sisa-sisa jasad hidup yang halus dan mengandung minyak. BBM merupakan energi sekunder yang dihasilkan dari proses transformasi minyak bumi. Menurut pasal 3 Undang-undang No. 4 Perpu tahun 1960, bahan galian minyak dan gas bumi adalah kekayaan nasional, dikuasai oleh negara sedangkan usaha pertambangan dilaksanakan oleh perusahaan negara. Pasal tersebut menjelaskan dalam pengolahan minyak mentah dan BBM dikuasai sepenuhnya oleh negara yang penguasaannya diwakili oleh pemerintah. Penguasaan yang dilakukan tersebut dijalankan oleh Pertamina, selaku Badan Usaha Milik Negara. Menurut Undang-undang No.8 tahun 1971 Pertamina mempunyai tugas meliputi kegiatan ekplorasi, eksploitasi, pemurnian, dan pengolahan. Dalam kenyataannya Pertamina belum mampu melaksanakan sendiri kegiatan tersebut. Sehingga dalam memproduksi BBM pihak pertamina melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dalam bentuk Contrak Production Sharing atau yang lebih dikenal dengan KPK. Dari kerjasama tersebut hasil produksi minyak Indonesia dibagi dengan KPK, dengan hasil yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kerjasama antara Pertamina dan pihak ketiga tersebut dibenarkan dalam pasal 12 UU No.8 tahun 1971. Menurut UU No.22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi dinyatakan bahwa migas merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara dan pemerintah yang ditetapkan sebagai pemegang kuasa pertambangan. Dikatakan pula bahwa harga BBM dan gas bumi diserahkan kepada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar. Dikeluarkannya UU tersebut untuk memperbaiki kondisi yang ada selama ini, agar pengelolaan migas lebih mengacu kepada mekanisme pasar. Tingginya harga minyak dunia akibat krisis energi keempat yang lalu membuat pemerintah kesulitan menutupi besarnya subsidi BBM yang semakin meningkat seiring peningkatan harga minyak dunia. Subsidi BBM yang diberikan pemerintah membuat harga domestik menjadi murah, hal ini mendorong tingkat konsumsi yang sangat tinggi. Tingginya penggunaan BBM di Indonesia tidak hanya dikarenakan peningkatan konsumsi BBM tetapi didukung oleh maraknya penyelundupan BBM ke luar negeri. Sumber : Dartanto 2005 Gambar 2.1. Perbandingan Harga Premium di Berbagai Negara Dari Gambar 2.1 terlihat perbandingan harga BBM Indonesia yang rendah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti India. Harga jual BBM di Indonesia tergolong lebih murah bila dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, adanya tingkat perbedaan harga ini memunculkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Oknum- oknum tersebut mencari keuntungan lebih dengan menjual BBM ke negara lain, karena harga jual yang lebih tinggi sehingga memberikan keuntungan yang lebih besar. Dalam hal ini pemerintah menjadi pihak yang dirugikan, karena nilai subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan meningkat yang menyebabkan defisit APBN. Tujuan pemberian subsidi BBM untuk membantu orang-orang miskin di Indonesia, ternyata telah salah sasaran. Pada kenyataannya penikmat terbesar subsidi BBM yang diberikan pemerintah adalah kelompok orang mampu. Karena pemberian subsidi BBM tidak membeda- bedakan golongan masyarakat. Alasan keadilan terhadap masyarakat miskin dan defisit anggaran membuat pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk Germany UK Japan India Brazil Rusia China Nigeria Indonesia Egypt USA 0 50 100 150 Harga Premium Euro sen per liter mengurangi subsidi BBM, dengan cara menaikan harga BBM dalam negeri, pada 1 Oktober 2005 dengan kenaikan BBM yang mencapai rata-rata 100 persen. Pengurangan subsidi BBM tersebut kemudian dialihkan ke sektor lain berupa program kompensasi kenaikan harga BBM. Program ini bertujuan agar subsidi tepat sasaran kepada masyarakat miskin. Program yang baru diluncurkan oleh pemerintah adalah berupa Bantuan Langsung Tunai BLT sebesar Rp. 100.000 per bulan per keluarga miskin. Namun bila dilihat dari Tabel 2.1 mengenai program kompensasi BBM yang sudah ada, tingkat efektivitasnya amat rendah, untuk program kartu sehat tingkat efektivitasnya mencapai 26,53 persen, program raskin tingkat efektivitasnya hanya mencapai 25,93 persen, program beasiswa tingkat efektivitasnya cukup tinggi dari program lainya yang mencapai 37,99 persen, sedangkan dana bergulir tingkat efektivitasnya paling rendah yaitu 9,89 persen. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa program kompensasi yang selama ini berjalan tidak efektif dan tidak menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Hal ini disinyalir karena terjadinya penyalahgunaan dana kompensasi oleh oknum terkait, karena salah satu faktor penyebabnya terkait dengan tingkat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKN di Indonesia yang masih tinggi. Tabel 2.1. Skema Tingkat Efektivitas Kompensasi Harga BBM Persen Tingkat Efektivitas Kompensasi Harga BBM Program Bantuan 2002 2003 2004 Kartu Sehat 28,07 27,14 26,53 Raskin Beras Miskin 27,55 26,97 25,93 Beasiswa 38,59 39,46 37,99 Dana Bergulir - 7,68 9,89 Sumber : Prihandana 2006. Tujuan pemerintah untuk menyentuh secara langsung masyarakat miskin melalui program BLT mendapat kritikan. Karena uang sebesar Rp. 100.000 yang diberikan per bulan hanya dalam tempo yang singkat akan habis, setelah itu masyarakat miskin tersebut akan kembali menjadi miskin. Pemberian subsidi seperti ini dapat menimbulkan mental miskin terhadap sebagian masyarakat, mereka akan berebut dikatakan miskin agar mendapat bantuan. Pemerintah seharusnya membangun mental masyarakat untuk maju, kreatif, mandiri dan inovatif dengan menciptakan berbagai iklim kerja yang kondusif. Sehingga program kompensasi BBM dapat membawa masyarakat miskin keluar dari kemiskinannya.

2.1.3. Transportasi