Kajian Penerapan Produksi Bersih di Stasiun Gilingan pada Proses Produksi Gula

(1)

Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat

PUSPITA YULIANDARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Penerapan Produksi Bersih di Stasiun Gilingan pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit II, PG. Tersana Baru, Jawa Barat) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008

Puspita Yuliandari NRP F351050061


(3)

SUPARNO.

ABSTRACT

The sugar industries are strategic industries indeed to social, economic, and politic sectors for Indonesian government. The development of sugar industries in Indonesia is influenced by the capability of increasing sugar productivity every year. This increasing is important to handle problem that happened. One of the solutions of the problem, such as sugar loss and inefficiency energy was application of the cleaner production. PG. Tersana Baru have been doing efforts to minimise fuel consumption in milling station.

This research objective were to design a processing improvement in milling station through cleaner production approach strategy in reducing sugar loss and increasing energy (steam and fuel) uses efficiency and to build a dinamic model on the influence of imbibition water to water content of bagasse and sucrosse content in milling station at PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, West Java. The results of this research indicated a potency for aplication of a cleaner production approach in PG. Tersana Baru based data collected during 2007 milling season, of which the optimum of imbibition water was 22.64 %. That condition was achieved in the 8th periode of production with fuel energy consumption of 298,466 kcals/ton sugar cane. At this condition, there was possibility for annual energy consumption to be reached by 227,418 kcal/ton sugar cane or equivalent to Rp 764,184,666,153.00. The addition of water imbibition at the milling process in the dynamic system simulation model was carried out at the interval of 21.20 – 35%. The results in water contents of bagasse of 49.21 – 62.74% and its sucrose contents of 0 – 5.18%

Keywords: cleaner production approach, imbibition water, efficiency energy consumtion, dynamic system simulation model


(4)

SUPARNO.

RINGKASAN

Industri gula di Indonesia merupakan industri yang cukup strategis bagi pemerintah Indonesia, baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Perkembangannya dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh kemampuan pabrik-pabrik gula dalam meningkatkan produktivitas gula yang dihasilkan setiap tahunnya. Kejayaan Indonesia sebagai negara eksportir dan produsen gula pernah dialami pada awal abad ke-20. Akan tetapi, di tahun 1975, produktivitas gula mulai menurun. Penurunan dipengaruhi oleh berbagai kendala, diantaranya : kebijakan pemerintah yang memberatkan petani tebu, gagal panen yang sering terjadi, kondisi pabrik di Indonesia yang cukup tua, dan proses produksi gula yang tidak optimal sehingga menyebabkan kekurangan pasokan bahan baku.

Peningkatan produktivitas gula harus terus dilakukan agar dapat mengatasi kendala-kendala tersebut. Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan melakukan pembenahan secara menyeluruh, baik di bidang produksi maupun unit-unit operasi. Pembenahan di bidang produksi bertujuan untuk meminimalisasi kehilangan gula pada proses produksi sehingga nilai rendemen gula meningkat, sedangkan pembenahan pada unit-unit operasi bertujuan untuk mengurangi pemborosan energi (khususnya energi bahan bakar dan energi uap) pada proses produksi. Pembenahan dapat dilakukan melalui pendekatan produksi bersih yang sesuai. Menurut USAID (1997), produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah pada peningkatan efisiensi proses produksi, perbaikan atau meningkatkan sistem operasi dan prosedur kerja. PG. Tersana Baru sebagai pabrik gula yang cukup tua terus melakukan berbagai upaya meminimalisasi limbah khususnya limbah ampas tebu yang dimanfaatkan menjadi bahan bakar stasiun ketel uap.

Penelitian ini bertujuan untuk merancang perbaikan proses di stasiun gilingan melalui strategi pendekatan produksi bersih untuk mereduksi kehilangan gula dan meningkatkan efisiensi penggunaan energi (uap dan bahan bakar) serta merancang model dinamik pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kadar air dan kadar sukrosa ampas tebu pada proses penggilingan di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat. Penelitian ini menghasilkan rancangan perbaikan proses penggilingan di stasiun gilingan dapat dilakukan dengan mengatur penambahan air imbibisi sebesar 22,64% untuk setiap proses penggilingan sehingga peluang penerapan produksi bersih dapat tercapai pada periode ke-VIII musim giling tahun 2007. Rancangan konsumsi ampas tebu dan IDO yang optimum dapat dihasilkan sebesar 4.651.698 kkal/ton gula atau sebesar 297.297 kkal/ton tebu dan sebesar 18.278 kkal/ton gula atau sebesar 1.168 kkal/ton tebu, sehingga menghasilkan konsumsi energi bahan bakar sebesar 298.466 kkal/ton tebu. Penghematan konsumsi energi bahan bakar sebesar 227.418 kkal/ton tebu atau sebesar Rp. 764.184.666.153,00/tahun, dapat terjadi apabila semua proses penggilingan dapat dilakukan selama satu musim giling. Simulasi Model Sistem Dinamik dilakukan untuk mengetahui seberapa besar


(5)

kisaran kadar sukrosa ampas tebu antara 0 % - 5,18%. Hasil dari pemodelan menunjukkan bahwa penambahan air imbibisi sebesar 24,16%, menghasilkan titik maksimum kadar air ampas tebu sebesar 51,90% dan kadar sukrosa sebesar 2,22%.

Kata kunci : pendekatan produksi bersih, penambahan air imbibisi, penghematan konsumsi energi bahan bakar dan simulasi model sistem dinamik


(6)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat

PUSPITA YULIANDARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian Magister Sains pada

Departemen Teknolo gi P

ertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(8)

NRP : F 351040141

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Erliza Noor

Ketua

Prayoga Suryadarma, S.TP. MT

Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian


(9)

pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat)

Nama : Puspita Yuliandari

NRP : F351050061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng Ketua

Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng Anggota

Dr. Ono Suparno, S.TP., MT Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.


(10)

Syukur Alhamdulillah atas segala Ridho, Rahmat dan Hidayah Allah SWT sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan. Tesis yang berjudul Kajian Penerapan Produksi Bersih di Stasiun Gilingan pada Proses Produksi Gula (Studi Kasus di PT. PG. Rajawali II Unit II, PG. Tersana Baru, Jawa Barat) merupakan kelengkapan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana IPB.

Penelitian dan penulisan tesis ini di bawah bimbingan Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng, Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Eng dan Dr. Ono Suparno, S.TP, MT. Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan atas bimbingan dan arahan yang diberikan sejak penyusunan dan perencanaan penelitian hingga selesai penulisan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. E. Gumbira Sa’id, MADev selaku dosen penguji, yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan penyusunan tesis ini.

2. Bapak Mujiono, B.Sc., selaku processing manager dan mas Ivan Ristanto selaku Mill Engineer atas segala petunjuk dan bimbingan yang diberikan selama penelitian, serta karyawan-karyawan di PT. PG. Rajawali II, PG. Tersana Baru, Cirebon atas segala bantuan dan informasinya.

3. Papa, mama, adik-adikku (Heri, Doni dan Lia), keluarga besar di Lampung dan Palembang, serta suamiku tercinta Dendi Eka Putra atas segala bantuan, doa, kesabaran, dorongan dan pengertian yang diberikan secara tulus dan ikhlas.

4. Hendrix, Agung (TIN 40), Mbak Yeni, Teh Fitri, Tri, Fitri, Mbak Leni, Bu Ai, Mbak Dona, Teman-teman Liqo’, Pak Yuli, teman-teman S2 dan S3 TIP angkatan 2005 dan 2006, keluarga besar di Cirebon (Mide, Bapak dan Ibu Anda, Aa’, Teteh’ dan Dede’).

5. Keluarga besar Milenium : Ocha, Esa, Bundo, Vivi, Angel, Didi, Mba Erni, Mba Erna serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.

Bogor, Juli 2008 Puspita Yuliandari


(11)

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 2 Juli 1981 dari ayah Drs. Hi. Kabit Paidiyanto, M.Pd. dan ibu Dra. Hj. Yani Hernawaty. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.

Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Negeri 9 Bandar Lampung dan pada tahun 1999 penulis lulus seleksi masuk Universitas Lampung (UNILA). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan program magister di Departemen Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Pengalaman kerja yang pernah penulis peroleh adalah sebagai surveyor di Sucofindo pada tahun 2007 dan sebagai tenaga olah data di Surveyor Indonesia pada tahun 2007.


(12)

Halaman DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...………..

xiv xv xvi

I PENDAHULUAN ...……… 1

A B C D Latar Belakang ...……… Perumusan Masalah...……… Tujuan Penelitian ...………. Ruang Lingkup Penelitian………... 1 2 3 3 II TINJAUAN PUSTAKA...……… 4

A Industri Gula... 4

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Perkembangan Industri Gula di Indonesia... Tebu... Proses Pengolahan Gula... Nira Mentah... Ampas tebu... Gula... Penggunaan Air Imbibisi... Stasiun Gilingan... Energi... 5 6 8 9 9 10 10 11 12 B Produksi Bersih... 13

1 Alternatif dalam Penerapan Produksi Bersih... 14

1.1 1.2 Penerapan Produksi Bersih... Strategi dalam Penerapan Produksi Bersih... 14 15 2 Kendala Penerapan Produksi Bersih... 16

2.1 2.2 2.3 Kendala Ekonomi... Kendala Teknologi... Kendala Sumber Daya Manusia... 16 16 16 3 4 Penilaian Produksi Bersih suatu Perusahaan... Metode Quick Scan... 17 18 C Pemodelan Sistem Dinamik... 20

1 Stock Flow Diagrams (SFD)... 22

D Penelitian Terdahulu... 22

III METODOLOGI PENELITIAN...…… 24

A Kerangka Pemikiran...…… 24

B Tata Laksana...…... 25

1 Tahapan Penelitian... 25

1.1 1.2 Persiapan... Pengumpulan data primer... 26 26 2 Penentuan Parameter... 26

2.1 Perhitungan Parameter... 27


(13)

4 Tahapan Pemodelan Sistem Dinamik... 30

4.1 4.2 4.3 4.4 Pemilihan Tema dan Identifikasi Variabel Kunci Formulasi Model Simulasi... Verifikasi dan Validasi Model... Sensitivitas... 30 30 31 32 C Pengolahan Data...…. 32

D Tempat dan Waktu Penelitian... 32

E PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat... 32

IV DESKRIPSI PG. TERSANA BARU……….. 35

A Sejarah dan Perkembangan Perusahaan... 35

B Lokasi dan Tata Letak Perusahaan... 37

C Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan Perusahaan... 38

D Pengelolaan Limbah Perusahaan... 40

1 2 3 Limbah Cair... Limbah Padat... Limbah Udara... 41 42 43 IV HASIL DAN PEMBAHASAN...…... 46

A Analisis Neraca Massa Proses Produksi Gula... 46

1 2 3 4 Stasiun Gilingan... Stasiun Pemurnian... Stasiun Penguapan (Evaporator)... Stasiun Putaran dan Masakan... 46 47 48 49 B C Proses Penggilingan di Stasiun Gilingan... Hal-hal yang Mempengaruhi Proses Penggilingan…………... 50 54 1 Penambahan Air Imbibisi... 54

1.1 Ampas Tebu………. 56

2 Energi pada Proses Produksi Gula... 58

2.1 2.2 Penggunaan Energi Bahan Bakar... Penggunaan Energi Uap... 59 62 3 Rendemen...………. 65

D Peluang Pendekatan Produksi Bersih... 66

E Model Sistem Dinamik Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kinerja Mesin Gilingan di PG. Tersana Baru……… 70

1 Simulasi Model Sistem Dinamik (SD)………... 70

1.1 Model SD Proses Penggilingan……… 70

2 Pengujian Model………. 71 2.1 2.2 Verifikasi……….. Validasi……….... 71 72 2.2.1 2.2.2 Validasi Teoretis………. Kondisi Ekstrim……….. 72 72


(14)

2.5 Sensitivitas……… 75 3 Hasil Simulasi Pemodelan... 76 V KESIMPULAN DAN SARAN ...…... 80

A B

Kesimpulan ……...…...…... Saran ………

80 80 DAFTAR PUSTAKA ...…… LAMPIRAN ...……

81 84


(15)

Halaman 1 Komposisi dan Kadar Batang Tebu... 7 2 Beberapa Indikator Efisiensi Teknis Pabrik Gula di Indonesia tahun

2002-2004...……… 9 3 Kriteria Kualitas Gula...………… 10 4 Parameter Kinerja Stasiun gilingan... 12 5 Hasil Pemeriksaan Kualitas Udara Ambien Lokasi Up Wind dan

Down Wind... 44 6 Hasil Pemeriksaan Emisi Cerobong... 45 7 Neraca Massa di Stasiun Gilingan... 46 8 Neraca Massa di Stasiun Pemurnian pada alat Door Clarifier... 47 9 Neraca Massa di Stasiun Pemurnian pada alat Rotary Vacuum Filter 48 10 Neraca Massa di Stasiun Penguapan... 48 11 Neraca Massa di Stasiun Masakan dan Putaran... 49 12 Jumlah Air Imbibisi, Tebu Tergiling, Gula SHS yang dihasilkan dan

Ampas Tebu PG. Tersana Baru Musim Giling Tahun 2007... 56 13 Penggunaan Ampas Tebu dan IDO di PG. Tersana Baru Musim

giling 2007... 60 14 Penggunaan Uap di PG. Tersana Baru tahun 2007...……… 63 15 Hubungan antara Air Imbibisi, Konsumsi Energi, dan Nilai

Penghematan Konsumsi Energi...……… 66

16 Hubungan Air Imbibisi, Penggunaaan IDO, dan Gula yang Hilang

dalam Ampas Tebu……….. 68

17 Hasil Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar

Air Ampas Tebu di PG. Tersana Baru... 74 18 Hasil Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar

sukrosa Ampas Tebu di PG. Tersana Baru... 75 19 Hasil Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar

Air Ampas Tebu yang disimulasikan …..…………... 78 20 Hasil Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar


(16)

Halaman

1 Aliran Massa dan Energi dengan Produk Buangan... 13

2 Teknik Produksi Bersih... 14

3 Diagram Alir Metodologi Penilaian pada Suatu Industri...……… 18

4 Pendekatan Produksi Bersih dengan Metode Quick Scan... 19

5 Pemodelan Sistem Dinamik... 21

6 Stock Flow Diagrams... 22

7 Kerangka Pemikiran Penelitian... 25

8 Diagram Alir Tahapan Penelitian... 34

9 Skema Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PG. Tersana Baru 42 10 Skema Umum Proses Penggilingan Tebu... 51

11 Aliran Neraca Massa di Stasiun Gilingan Tebu...……….…………. 51

12 Jumlah Tebu Tergiling PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 dan PG. Jatitujuh Musim Giling 2006... 52

13 Neraca Massa Stasiun Gilingan PG. Tersana Baru Musim Giling 2007...………...…………... 53

14 Perbandingan Penambahan Air Imbibisi antara PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 dengan PG. Jatitujuh Musim Giling 2006... 55

15 Grafik Hubungan antara Air Imbibisi dengan Kadar Sukrosa Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Musim Giling 2007... 57

16 Grafik Hubungan antara Air Imbibisi dengan Kadar Air Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Musim Giling 2007... 58

17 Grafik Penambahan Air Imbibisi terhadap Nilai Pembakarannya di PG. Tersana Baru Musim Giling 2007... 60

18 Grafik Pengaruh Kadar Air Ampas Tebu terhadap Jumlah Penggunaan IDO PG. Tersana Baru Musim Giling 2007... 61

19 Grafik Hubungan antara Jumlah Penggunaan Air Imbibisi dengan Konsumsi Uap PG. Tersana Baru Musim giling 2007... 64

20 Perbandingan Rendemen Gula antara PG. Tersana Baru Musim Giling 2007 dengan PG. Jatitujuh Musim Giling 2006... 65

21 Grafik Hubungan antara Air Imbibisi dengan Biaya IDO dan Nilai Gula dalam Ampas Tebu di PG. Tersana Baru Musim Giling Tahun 2007... 68

22 Model SD Stasiun Gilingan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru………... 70

23 Peningkatan Kadar Air Ampas Tebu akibat Peningkatan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru………... 71

24 Peningkatan Kadar Sukrosa Ampas Tebu akibat Peningkatan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru... 72

25 Penurunan Kadar Air Ampas Tebu Akibat Penurunan Air Imbibisi di PG. Tersana Baru……... 72

26 Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air Ampas Tebu di PG. Tersana Baru... 73

27 Validasi Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar sukrosa Ampas Tebu di PG. Tersana Baru... 74


(17)

Ampas Tebu Akibat Perubahan Parameter Sensitif... 75 29 Dinamika Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar

Sukrosa Ampas Tebu Akibat Perubahan Parameter Sensitif... 76 30 Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar Air

Ampas Tebu yang disimulasikan... 76 31 Hubungan Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kadar


(18)

Halaman 1 Neraca Massa Proses Produksi Gula PG. Tersana Baru Musim

Giling 2007... 84 2 Neraca Massa Proses Penggilingan pada Mesin Gilingan PG.

Tersana Baru………... 88

3 Perhitungan Neraca Uap...…………... 99 4 Langkah-langkah Pemodelan Sistem Dinamik Pengaruh

Penambahan Air Imbibisi terhadap Kinerja Mesin Gilingan di PG.


(19)

A. Latar Belakang

Industri gula dianggap sebagai industri yang strategis oleh Pemerintah Indonesia baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Kepedulian Pemerintah terhadap industri gula dari waktu ke waktu relatif besar, sehingga industri ini sering disebut sebagai the most regulated commodity (Bakrie, 2003). Indonesia pernah menjadi negara produsen dan eksportir gula di dunia pada awal abad ke-20. akan tetapi, pada tahun 1975, produktivitas gula mulai menurun. Penurunan ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang memberatkan petani tebu, gagal panen yang sering terjadi, kondisi pabrik di Indonesia yang cukup tua, dan proses produksi gula yang tidak optimal sehingga menyebabkan kekurangan pasokan bahan baku. Sementara itu, konsumsi gula nasional setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga ketimpangan antara produksi dan konsumsi gula harus ditutupi dengan gula impor (Prihandana, 2005).

Upaya untuk meningkatkan produktivitas gula di Indonesia adalah dengan melakukan pembenahan secara menyeluruh pada pabrik-pabrik gula, baik di bidang produksi maupun unit-unit operasi. Pembenahan pada bidang produksi bertujuan untuk meminimalisasi kehilangan gula pada proses produksi dalam upaya meningkatkan rendemen gula dan pembenahan pada unit-unit operasi bertujuan untuk mengurangi pemborosan energi (khususnya energi uap) pada proses produksi. Pembenahan dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi baru yang efektif (Prihandana, 2005), memperbaiki dan menggantikan mesin-mesin produksi yang cukup tua, menyiapkan pasokan bahan baku yang berkualitas, mengoptimalkan efisiensi dan kinerja proses pembuatan gula.

Menurut Purwono (2003), kehilangan gula pada proses produksi banyak terjadi pada stasiun gilingan, pemurnian dan pengristalan. Pada stasiun gilingan, kehilangan gula terjadi karena sebagian gula masih bercampur dalam ampas tebu (bagasse). Pada stasiun pemurnian, kehilangan gula terjadi karena sebagian gula masih terikut dalam blotong (filter cake). Pada stasiun pengristalan, kehilangan gula terjadi karena sebagian gula masih larut dalam tetes (molasses).


(20)

Kehilangan gula dan pemborosan energi pada proses produksi dapat diminimalisasi dengan melakukan berbagai pendekatan. Salah satu pendekatan yang sesuai untuk diterapkan dalam proses proses produksi gula adalah pendekatan produksi bersih. Menurut USAID (1997), produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah pada peningkatan efisiensi proses produksi dan perbaikan atau meningkatkan sistem operasi dan prosedur kerja.

Studi ini dilakukan dengan studi khusus di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat. Pengoptimalan pendekatan produksi bersih dari aspek lingkungan, di PG. Tersana Baru dapat ditingkatkan dengan melakukan perbaikan pada proses produksi dan prosedur kerja. Fokus penelitian ini adalah pengaruh penambahan air imbibisi terhadap peningkatan efisiensi proses produksi dengan pendekatan produksi bersih di stasiun gilingan. Stasiun gilingan dipilih, karena tahapan prosesnya paling banyak berinteraksi dengan limbah berupa baggasse. Selama ini, bagasse selain dimanfaatkan sebagai bahan bakar ketel uap, bagasse

juga dimanfaatkan sebagai bahan baku papan partikel, kertas, pulp, dan kanvas rem.

B. Perumusan Masalah

Kegiatan industri gula terdiri dari kegiatan proses produksi dan unit-unit operasi. Kegiatan proses produksi adalah kegiatan proses pengolahan tebu sampai menjadi gula. Proses tersebut diawali, dengan pemotongan batang-batang tebu, kemudian dimasukkan ke stasiun gilingan dan menghasilkan nira mentah. Nira mentah masuk ke stasiun pemurnian dan menghasilkan nira jernih. Nira jernih dihilangkan kandungan airnya melalui proses penguapan dan menghasilkan nira kental. Nira kental dimasak dan selanjutnya dikristalkan. Hasil dari pengkristalan nira kental adalah gula pasir (Moerdokusumo, 1993). Kegiatan unit-unit operasi merupakan kegiatan pendukung proses produksi. Kegiatannya dilakukan di stasiun uap, stasiun listrik dan stasiun air.

Menurut Purwono (2003), kehilangan gula dipengaruhi oleh proses penggilingan, pemurnian dan pengristalan yang kurang baik. Kehilangan gula pada proses penggilingan di PG. Tersana Baru musim giling 2007, rata-rata 2,57% atau senilai dengan 24,85 ton tebu per hari. Tahap penggilingan secara proses merupakan fase pertama proses produksi yang diharapkan memiliki efisiensi


(21)

tinggi. Penentuan efisiensi tersebut dilakukan untuk menentukan jumlah gula yang mampu dipisahkan dari tebu sebelum masuk ke proses lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada perbaikan proses penggilingan.

Proses penggilingan berkaitan erat dengan kehilangan gula dalam ampas tebu. Oleh karena itu, untuk menganalisis dan mendapatkan solusi dalam mengatasi kehilangan gula pada proses produksi di stasiun gilingan, diperlukan analisis pada proses penggilingan terutama berkaitan dengan penambahan air imbibisi.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah merancang perbaikan proses di stasiun gilingan melalui strategi pendekatan produksi bersih untuk mereduksi kehilangan gula dan meningkatkan efisiensi penggunaan energi (uap dan bahan bakar) serta merancang model dinamik pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kadar air ampas tebu dan kadar sukrosa ampas tebu pada proses penggilingan di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan data dilakukan di PG. Tersana Baru selama sepuluh periode musim giling tebu tahun 2007 dari awal bulan Juni sampai dengan akhir bulan Oktober;

2. Pengamatan pada proses produksi dilakukan di stasiun gilingan bertujuan untuk menghitung seberapa besar pengaruh air imbibisi terhadap proses penggilingan;

3. Pengamatan terhadap penggunaan energi dilakukan untuk menganalisis jumlah pemakaian energi (uap dan bahan bakar) selama proses produksi gula; 4. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan produksi bersih dengan

Metode Quick Scan;

5. Perancangan model dinamik menggunakan program komputer Stella versi 8.0. 6. Hasil simulasi adalah penilaian pengaruh penambahan air imbibisi terhadap

kadar air ampas tebu dan kadar sukrosa ampas tebu berdasarkan proses penggilingan gula.


(22)

7. Membandingkan hasil giling tebu dan kinerja mesin giling PG. Tersana Baru dengan hasil giling tebu dan kinerja mesin giling PG. Jatitujuh musim giling tebu tahun 2006.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Gula

1. Perkembangan Industri Gula di Indonesia

Industri gula di Indonesia merupakan industri yang strategis bagi Pemerintah baik secara sosial, ekonomi mapun politik. Perhatian Pemerintah dari waktu ke waktu relatif besar, sehingga industri ini sering disebut sebagai the most regulated comodity (Bakrie, 2003). Pemerintah mulai menetapkan beberapa kebijakan diantaranya : (a) tahun 1971, mengenai Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang bertujuan untuk melakukan pengaturan pada sisi produksi, sistem distribusi sampai dengan sistem penentuan harga gula; (b) tahun 1975, mengenai operasi model Bimas dan kebijakan-kebijakan lain mengenai penetapan harga gula; (c) tahun 1980-an, mengenai peningkatan produksi gula yang berkaitan dengan penyehatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN); dan tahun 1984 dan 1987, mengenai swasembada gula (Tim Studi P3GI, 2005).

Pemerintah sudah tidak membiayai program TRI dan program pergulaan lainnya sejak tahun 1997. Salah satu hal yang mempengaruhinya adalah adanya desakan dari Internasional Monetery Fund (IMF) terhadap monopoli Bulog mengenai persoalan kesejahteraan petani. Penetapkan Inpres No. 5 mengenai penghapusan program TRI dan penghapusan monopoli Bulog dengan SK Menperindag No. 25 dikeluarkan, pada tahun 1998.

Era baru industri gula pasca tahun 1998 mendorong industri gula nasional terlibat dalam perdagangan dunia. Terbukanya pasar gula domestik, menyebabkan masuknya gula impor. Masuknya gula impor mempengaruhi neraca gula nasional, yang melebihi total produksi gula nasional (Tim Studi P3GI, 2005). Dampak terbesar mengakibatkan petani tebu dan perusahaan gula di Indonesia mengalami kerugian dan terancam usahanya. Hampir seluruh produsen gula di Indonesia mengalami kerugian akibat harga gula nasional jauh diatas harga gula impor, pada tahun 1999 (Prihandana, 2005). Tahun 2000-2001, produksi, produktivitas dan efisiensi kinerja industri gula nasional memburuk, karena pabrik gula bekerja di bawah kapasitas dan terjadi kerugian pada tahun-tahun sebelumnya (Tim Studi P3GI, 2005).


(24)

2. Tebu

Bahan baku utama dalam pembuatan gula adalah tebu. Tebu yang baik adalah tebu yang memiliki nilai rendemen tinggi. Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil dipabrik gula adalah rasio antara hasil gula kristal dengan bobot tebu yang digiling. Tebu yang diolah PG. Tersana Baru ditanam oleh petani TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi). Sesuai dengan INPRES No. 9 pada tanggal 22 April 1975, mengenai Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) (PG. Tersana Baru, 2006).

Secara umum tebu terdiri atas nira dan serabut (zat padat yang tidak larut). Nira terbagi lagi menjadi brix dan kadar sukrosa, briks larutan gula menunjukkan kandungan zat kering total yang terdiri dari sukrosa dan zat bukan gula. Akan tetapi, kadar sukrosa larutan hanya menentukan kandungan sukrosa. Perbedaan antara briks dan kadar sukrosa adalah kandungan zat bukan gula yang terdapat dalam larutan. Makin kecil jumlah zat bukan gulanya, makin murni sifat fisis larutan itu. Dengan demikian, kandungan kadar sukrosa tiap 100% brix merupakan angka penilai kemurnian larutan gula, yang dalam perhitungan pengawasan dinamakan HK atau hasil bagi kemurnian.

Parameter tanaman tebu adalah kadar sukrosanya, komposisi tebu bermacam-macam tergantung dari jenis tebu, keadaan tanaman, cara pemeliharaan, dan tingkat kemasakan tebu, komposisi tersebut akan mempengaruhi kandungan gula yang ada didalam tebu. Pada dasarnya proses pembuatan gula di pabrik gula sendiri tidak melalui reaksi kimia, melainkan memisahkan kandungan tebu (nira) dari ampasnya. Oleh karena itu, kualitas tebu sangat berpengaruh terhadap produk gula yang dihasilkan. Tebu yang baik dan sesuai adalah tebu yang memerlukan pengawasan dan pemeriksaan sebelum tebu digiling. Pengawasan ini dilakukan dengan pemeriksaan tebu yang ada di lahan tebu yang akan dipanen. Tebu yang dipanen yaitu tebu yang sudah berumur 11 sampai 16 bulan, pada umur tesebut kadar gula yang terkandung dalam tebu sudah optimal dan siap untuk dipanen. Tebu dikatakan masak apabila telah berhenti tumbuh dan daunnya mulai mengering, pada saat tersebut kadar gula naik sedangkan kadar air berkurang.


(25)

Penebangan tebu yang pertama kali batang tebu yang di pangkas disisakan ± <5 cm dari permukaan tanah. Sisa dari batang tebu tersebut akan tumbuh tunas baru yang biasa disebut dengan Ratoon I, pertumbuhan ini akan terus berlangsung hingga Ratoon IV. Setelah mencapai Ratoon IV, maka pada panen berikutnya dilakukan dengan mencabut tebu beserta akarnya dan kemudian dilakukan penanaman bibit baru.

Tebu dengan kadar sukrosa yang tinggi memerlukan syarat-syarat tumbuh yaitu dibutuhkan banyak curah hujan di waktu muda dan dikurangi curah hujan di waktu tua. Hal ini dimaksudkan bahwa penanaman tebu ini termasuk ke dalam peralihan musim hujan ke musim kemarau. Tipe curah hujan di perkebunan tebu olahan PG. Tersana Baru dengan lokasi kebun tebu yang tidak jauh dari lingkungan pabrik ini rata-rata 1.500 mm per tahun dengan suhu rata-rata tertinggi

30°C di bulan September dan terendah 25°C di bulan Januari, dan kelembaban udara relatif rata-rata berkisar 78% – 82%. Oleh karena itu, tebu biasanya ditanam pada akhir musim penghujan di saat akan memasuki musim kemarau. Kandungan yang terdapat dalam satu batang tebu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi dan Kadar Batang Tebu

Bahan penyusun Kadar (%) Bahan penyusun Kadar (%)

A. Tebu 2. Garam-garam

- Air 73 - 76 - Anorganik 3 - 4,5

- Zat padat 24 - 27 - Organik 1,5 - 4,5

- Zat padat terlarut 10 - 16 3. Asam organik bebas 0,5 - 2,5

- Sabut (kering) 11 - 16 - Asam karboksilat 0,1 - 0,5

B. Nira - Asam amino 0,5 - 0,2

1. Gula 75 - 92 4. Non Organik 0,5

- Sakarosa 70 - 78 - Protein 0,6

- Glukosa 2 - 4 - Pati 0,001 - 0,05

- Fruktosa 2 - 4 - Gum 0,30 - 0,60

3. Proses Pengolahan Gula

Menurut Moerdokusumo (1993), proses pengolahan tebu menjadi gula kristal terdiri dari unit operasi penggilingan (ekstraksi), pemurnian (purifikasi), penguapan (evaporasi), kristalisasi, dan sentrifuse. Unit operasi penggilingan bertujuan untuk mengekstraksi kandungan sukrosa dalam tebu sebanyak mungkin. Sumber: Meade and Chen (1997) dalam Suyudi (1994)


(26)

Unit operasi purifikasi bertujuan untuk memisahkan kotoran seperti partikel kasar (pasir dan ampas yang masih terbawa dalam nira mentah), partikel koloid seperti

non-suspended sugar, dan partikel terlarut (misalnya desinfektan yang ikut terbawa dari stasiun gilingan) dalam nira mentah sebanyak mungkin dengan cara yang efektif. Unit operasi penguapan bertujuan untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada nira jernih (nira encer) dari stasiun pemurnian sehingga dihasilkan nira kental. Unit operasi kristalisasi bertujuan untuk mengkristalkan nira kental sehingga didapatkan kristal gula sesuai yang diinginkan. Unit operasi sentrifuse bertujuan untuk memisahkan kristal gula dengan larutannya dari masakan A, masakan C, dan masakan O dengan cara pemutaran (sentrifugasi).

Variabel yang membentuk rendemen tebu nyata adalah varietas tebu, bibit tebu, pengolahan kebun, perawatan (pemupukan), pengairan, tebang dan angkut, kelancaran giling, penggilingan, pemrosesan, pemasakan, pemutaran atau pengepakan, dan berjalannya sistem kontrol produksi dan kualitas. Koordinasi antara aspek produksi, tanaman, tebang dan angkut, serta penggilingan atau pemrosesan juga diperlukan (IKAGI, 2006).

Rendemen nyata menyatakan gula hanya dalam bentuk kristal. Selama proses berlangsung, tidak semua gula berubah menjadi kristal, tetapi terjadi kehilangan gula di beberapa proses. Hal tersebut akan berpengaruh pada rendahnya rendemen yang dihasilkan apabila dibandingkan dengan kandungan sukrosa yang sebenarnya. Paturau (1982), menjelaskan bahwa proses pengolahan tebu selain menghasilkan gula sebagai hasil akhir, juga menghasilkan beberapa produk samping (by-product), seperti : ampas tebu (bagasse), blotong (filter cake), dan tetes (molasses) (Lembaga Penelitian IPB, 2002). Ketiga produk samping utama tersebut berpeluang masih mengandung gula (sukrosa). Efisiensi proses, diperlukan untuk meminimumkan kehilangan gula melalui produk-produk samping tersebut.

Industri gula memiliki indikator-indikator efisiensi proses produksi, terutama di bagian Pabrikasi. Indikator-indikator efisiensi tersebut antara lain adalah: mill extraction (ME), boiling house recovery (BHR), overall recovery


(27)

Tabel 2. Beberapa Indikator Efisiensi Teknis Pabrik Gula di Indonesia tahun 2002-2004

Komponen Efisiensi (%) Efisiensi Normal (%)

ME (Mill Extraction) 84 - 85 95

BHR (Boiler House Recovery) 70 – 80 90

OR (Overall Recovery) 59 – 79 85

Kadar sukrosa Tebu 8 - 11 14

Rendemen 5 – 8,5 12

Sumber : P3GI (2001)

4. Nira Mentah

Nira mentah dihasilkan dari proses pemerahan tebu dengan air imbibisi. Nira mentah mengandung air sebesar 70% - 90%, gula atau kadar sukrosa sebesar 7% - 10%, brix sebesar 9% - 13%, bukan gula sebesar 2% - 3%, dan kotoran sebesar 0,1% - 0,5%. Berat timbangan untuk nira mentah diusahakan lebih besar dari berat tebu. Rata-rata nira mentah yang dihasilkan pabrik gula di Indonesia sebesar 90% - 100%. Apabila kurang dari 90%, mengindikasikan tebu yang digiling telah kering atau pemberian imbibisi dalam proses penggilingan tidak optimal.

Nira mentah terdiri dari nira mentah netto dan kotoran nira mentah. Nira mentah netto dihasilkan dari air yang terkandung dalam nira mentah dan kandungan brix nira mentah. Air nira mentah berasal dari air yang terkandung dalam tebu dengan air dari imbibisi. Nira asli nira mentah berasal dari air dari tebu, kadar sukrosa nira mentah dan bukan gula nira mentah (PG. Tersana Baru, 2006).

5. Ampas Tebu

Ampas tebu yang dihasilkan dari proses penggilingan mengandung air sebesar 49% - 52%, gula atau kadar sukrosa sebesar 1,5% - 3,0%, brix sebesar 4% - 7%, bukan gula sebesar 2,5% - 4%, dan sabut sebesar 10% - 16%. Dalam 100 % tebu, ampas tebu yang dihasilkan sebesar 28% - 30%. Serat ampas tebu dihasilkan dari zat kering ampas tebu dikurangi brix ampas tebu.

Ampas tebu terdiri atas zat kering ampas tebu dan air ampas tebu. Zat kering ampas tebu dihasilkan dari kotoran ampas tebu dan brix ampas tebu,


(28)

sedangkan air ampas tebu dihasilkan dari air bebas brix, air imbibisi, dan air dari tebu. Nira asli ampas tebu dihasilkan dari kadar sukrosa ampas tebu, bukan gula ampas tebu, dan air dari ampas tebu (PG. Tersana Baru, 2006).

6. Gula

Produk utama yang dihasilkan dari pabrik gula adalah gula SHS (Superior High Sugar) IA. Gula yang dihasilkan memiliki nilai kemurnian sebesar 99,7%. Untuk mengetahui kriteria gula yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Kualitas Gula

Analisa Kualitas

I A I B I Standar

NRD (Nilai Reduksi direduksi) ≥ 70 ≥ 65 ≥ 60

Air ≤ 0,1 ≤ 0,1 ≤ 0,1

% Kadar sukrosa 99,7 99,6 99,5

BJB (Berat Jenis Butiran), mm 0,9 - 1,0 0,9 - 1,0 0,9 - 1,0

Warna (ICUMSA) ≤ 150 ≤ 40 ≤ 8

SO2 (%) ≤ 5 ≤ 1,5 0

Sumber : Suyardi (1994)

7. Penggunaan Air Imbibisi

Mathur (1978) menjelaskan bahwa pertimbangan yang paling penting dalam pemberian air imbibisi adalah pemberian air imbibisi dapat menembus cacahan tebu sehingga air dapat menarik gula yang masih tersisa dalam ampas tebu. Pemberian air imbibisi juga harus dalam jumlah yang optimal agar ampas yang dihasilkan memiliki kadar air sekering mungkin. Selain itu, tekanan dalam gilingan juga harus cukup sehingga ampas yang keluar dari gilingan lebih kering tanpa meninggalkan banyak gula di dalamnya.

Penambahan air imbibisi dilakukan pada gilingan ke-III dan ke-IV. Tujuan penambahan imbibisi adalah agar proses ekstraksi nira dari tebu berlangsung secara optimal, sehingga dapat mengekstrak gula dari tebu sebanyak-banyaknya. Penggunaan air imbibisi yang dilakukan rata-rata sebesar 30 persen. Air imbibisi digunakan pada gilingan III dan gilingan IV dengan jumlah yang berbeda, yakni masing-masing sebesar 30% dan 70%. Jumlah tersebut merupakan rekomendasi dari salah satu bagian Pabrikasi PG. PT. Rajawali Nusantara Indonesia. Perubahan


(29)

jumlah penambahan air imbibisi akan berpengaruh pada parameter nilai brix, kadar sukrosa, .kadar air, dan berat nira mentah dan ampas.

8. Stasiun Gilingan

Menurut Moerdokusumo (1993), stasiun gilingan bertujuan untuk mengekstraksi kandungan sukrosa dalam tebu sebanyak mungkin dengan cara pemerahan atau pembilasan. Hasil penggilingan tebu adalah nira mentah dan ampas tebu. Nira mentah yang dihasilkan, selanjutnya diproses ke stasiun pemurnian. Ampas tebu yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk keperluan energi di stasiun gilingan, proses dan listrik perusahaan.

Stasiun gilingan memiliki empat unit gilingan. Setiap gilingan terdiri atas tiga rol, yaitu : rol depan, rol atas dan rol belakang. Diantara rol depan dan rol belakang terdapat ampas plate yang berfungsi sebagai alat penampung ampas tebu agar tidak jatuh ke bak penampungan bersama nira mentah.

Proses penggilingan dimulai dari masuknya tebu ke unigrator sebagai gilingan sebelum masuk ke gilingan I. Nira yang dihasilkan dari gilingan I disebut nira perahan pertama (NPP), sedangkan ampas dari gilingan I kemudian masuk ke gilingan II untuk diekstraksi kembali. Nira dari gilingan II disebut nira perahan lanjuran (NPL). NPP dan NPL tersebut selanjutnya digabungkan menjadi nira mentah (NM). Pada gilingan III, ampas terperas gilingan II dibantu dengan siraman air imbibisi gilingan IV dan ampas terperas gilingan III menjadi bahan dasar gilingan IV. Hasil perasan gilingan IV adalah nira mentah yang menjadi air imbibisi untuk penyiraman gilingan III dan ampas tebu terperas akan dijadikan sebagai bahan bakar di stasiun boiler.

Menurut Rianggoro dan Daryanto (1984), hasil perahan tiap gilingan berbeda, semakin ke belakang semakin kecil nira yang dihasilkan, karena nira yang terperah sebagian besar % brix terperah pada bagian parensia, sedangkan untuk gilingan selanjutnya yang terperah adalah korteks dan epidermis.


(30)

Tabel 4. Parameter Kinerja Stasiun gilingan

Sumber : Cahyadi (2005)

Proses pengolahan di stasiun gilingan merupakan titik awal keberhasilan proses pengolahan gula tebu. Proses penggilingan yang efisien dan optimal berbanding lurus dengan kualitas maupun kuantitas gula yang dihasilkan. Jika nira mentah yang dihasilkan dari proses penggilingan memiliki nilai brix den kadar sukrosa yang tinggi, maka dapat diperkirakan gula SHS yang akan dihasilkan juga lebih tinggi. Oleh karena itu, pada proses penggilingan diusahakan berjalan secara optimal.

9. Energi

Efisiensi konversi material masukan menjadi material terpakai atau keluaran merupakan faktor penting dalam kaitannya dengan efisiensi pemakaian energi. Kenyataannya, material keluaran dari suatu industri terdiri lebih dari satu macam produk. Hal ini disebabkan oleh adanya produk buangan disamping produk berguna. Pendekatan Hukum Kekekalan Massa dapat dilihat dengan persamaan: Mi = m1 + m2 + mw ...(1)

m1 + m2 + mw = Mo ...(2)

Gambar 1. Aliran Massa dan Energi dengan Produk Buangan

Parameter

Standar

Syarat Nilai

PG. Kecil PG. Sedang PG.Besar

Satuan

Kadar Sabut - 14 – 16 14 – 16 14 – 16 %

Tingkat Pencacahan > 90 90 90 %

Fibre Loading = 200 200 200 g/dm2

Imbibisi % sabut ≥ 200 200 200 %

Persentase nira mentah

tebu ≥ 100 100 100 %

Persentasi ekstraksi

nira mentah > 96 96 96 %

Kapasitas giling ≥ 1.500 3.000 4.500 TDC

Keluaran Energi (E

o)

Material Masukan (M

i) Produk Buangan

(Mw)

Sistem Industri

Masukan Energi (Ei)

Produk (m


(31)

Untuk unit yang menghasilkan produk buangan mempunyai efisiensi konversi material yang dapat dinyatakan sebagai berikut :

...(3)

B. Produksi Bersih

Produksi bersih merupakan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan dan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada proses produksi, produk dan jasa untuk meminimalkan terjadinya resiko terhadap manusia dan lingkungan (UNEP, 2003). Penerapan Produksi Bersih dalam industri dapat dilakukan menurut proses yang berjalan, mulai dari proses produksi, menghasilkan produk sampai dengan konsumen. Produksi bersih juga sebagai suatu upaya positif yang layak dipertimbangkan oleh industri karena disamping mengurangi beban pencemaran terhadap lingkungan, juga dapat meningkatkan pendapatan perusahaan.

Minimalisasi limbah untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan energi. Dengan minimumnya limbah yang terbentuk, maka biaya yang dikeluarkan untuk menangani (treatment) limbah dapat dikurangi, dan ini sama artinya sebagai keuntungan (saving) bagi perusahaan.

i

M m m masukan massa

Jumlah

berguna produk

Jumlah


(32)

Gambar 2. Teknik Produksi Bersih

1. Alternatif dalam Penerapan Produksi Bersih

Menurut USAID (1997), Penerapan Produksi Bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah pada peningkatan efisiensi proses produksi, pengunaan teknik-teknik daur ulang dan pakai ulang, kemungkinan substitusi bahan baku dengan lebih ekonomis dan tidak berbahaya, serta perbaikan atau meningkatkan sistem operasi dan prosedur kerja.

1.1. Penerapan Produksi Bersih a. Proses

Produksi bersih mencakup upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas dalam pemakaian bahan baku, energi dan sumberdaya lainnya serta mengganti atau mengurangi bahan berbahaya dan beracun, sehingga mengurangi jumlah dan toksisitas seluruh limbah dan emisi yang dikeluarkan sebelum meninggalkan proses.

b. Produk

Produksi bersih memfokuskan pada upaya pengurangan dampak dikeseluruhan daur hidup produk, mulai dari ekstraksi bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tidak digunakan.


(33)

c. Jasa

Produksi bersih menitik-beratkan pada upaya penggunaan proses 3R (Recovery, Reuse dan Recycle) diseluruh kegiatannya, mulai dari pengunaan bahan baku sampai ke pembuangan akhir.

1.2. Strategi dalam Penerapan Produksi Bersih a. Substitusi bahan baku

Bahan baku merupakan hal penting yang harus disediakan dalam kegiatan produksi. Saat bahan baku habis, kegiatan industri terhambat. Penerapan Produksi Bersih dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan mengganti atau mensubstitusi bahan baku yang sejenis sehingga menghasilkan produk yang sama.

b. Proses kontrol yang baik

Sistem kontrol yang baik di setiap proses produksi akan menghasilkan produk yang optimal dan dapat meminimumkan limbah yang dihasilkan. Pengontrolan dimulai dari bahan baku masuk sampai diperoleh produk akhir. Sistem kontrol yang baik akan menguntungkan untuk pihak perusahaan.

c. Modifikasi peralatan

Produk yang optimal dihasilkan dengan menekan biaya produksi dan mengurangi limbah. Tindakan yang perlu dilakukan adalah modifikasi atau mengganti peralatan. Mengganti atau modifikasi peralatan memerlukan dana yang besar, tetapi keuntungan yang diperoleh juga besar bagi perusahaan yang bersangkutan, karena dapat menghasilkan output yang optimal, waktu proses cepat dan ramah lingkungan.

d. Memproduksi hasil samping yng dapat digunakan

Setiap kegiatan produksi menghasilkan produk utama dan produk samping. Produk samping ada yang dimanfaatkan dan ada yang tidak. Produk samping yang baik, dapat dimanfaatkan untuk proses lain atau untuk kebutuhan industri lain. Secara ekonomis, produk samping dapat mendatangkan benefit bagi perusahaan.


(34)

e. Reuse (menggunakan kembali)

Reuse merupakan salah satu cara untuk meminimumkan limbah yang keluar. Sebagian besar industri sudah menerapkan sistem reuse dan hasilnya sangat menguntungkan bagi perusahaan.

f. Modifikasi produk

Melakukan modifikasi produk harus memperhatikan beberapa hal yaitu cara menghilangkan bahan toksik atau beracun dari komponen produk, cara menggunakan bahan-bahan yang bersifat biodegradable dan meningkatkan umur simpan produk.

2. Kendala Penerapan Produksi Bersih

2.1. Kendala Ekonomi

Kendala ekonomi terjadi apabila kalangan usaha tidak merasa mendapat keuntungan dalam penerapan produksi bersih. Sekecil apapun konsepnya, apabila tidak menguntungkan bagi perusahaan, maka akan menyulitkan pihak manajemen untuk menerapkan konsep tersebut. Hambatan yang sering terjadi, antara lain : besarnya biaya tambahan peralatan dan modal atau investasi dibandingkan dengan kontrol pencemaran secara konvensional sekaligus penerapan produksi bersih

2.2. Kendala Teknologi

Kendala teknologi sering terjadi disebabkan kurangnya penyebaran informasi mengenai konsep produksi bersih, adanya kemungkinan pendekatan sistem baru yang tidak sesuai, dan tidak memungkinkannya tambahan peralatan, serta terbatasnya ruang kerja atau produksi.

2.3. Kendala Sumber Daya Manusia

Kendala sumber daya manusia dipengaruhi oleh kurangnya dukungan dari pihak manajemen puncak, keengganan untuk berubah baik secara individu maupun organisasi, lemah komunikasi intern tentang proses produksi yang baik, pelaksanaan manajemen organisasi perusahaan yang kurang fleksibel, birokrasi yang sulit, terutama dalam pengumpulan data primer, dan kurangnya dokumentasi dan penyebaran informasi.


(35)

3. Penilaian Produksi Bersih suatu Perusahaan

Banyak organisasi yang mengeluarkan manual metodologi penilaian produksi bersih dengan berbagai macam keragaman dan kelengkapannya, namun dari manual-manual tersebut pada dasarnya mempunyai prinsip yang sama yaitu memusatkan pada ulasan suatu perusahaan mengenai proses produksinya, mengidentifikasi pemakaian sumberdaya, mengurangi bahan-bahan beracun dan munculnya limbah.

Penilaian produksi bersih yang baik akan mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Menyajikan semua informasi yang tersedia pada unit operasi, bahan baku,

produk, air dan penggunaan energi.

2. Menjelaskan sumber, kuantitas dan jenis limbah yang timbul.

3. Mengidentifikasi dimana terjadi proses inefisiensi dan wilayah yang terdapat salah manajemen.

4. Mengidentifikasi ektifitas kerusakan lingkungan.

5. Mengidentifikasi dimana opsi produksi bersih dapat diterapkan dan menghitung jumlah biaya dan manfaat dari implementasi opsi tersebut.

6. Menentukan prioritas opsi produksi bersih yang telah diidentifikasi. Prioritas diukur dari biaya yang rendah atau tidak memerlukan biaya dan yang memberikan pay back periods pendek.

Secara skematis metodologi penilaian yang dikeluarkan UNEP (2003) dapat ditampilkan sebagai berikut :


(36)

4. Metode Quick Scan

Metode Quick Scan terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pendugaan awal, tahap analisis melalui neraca bahan dan tahap sistesis atau implementasi. Secara umum dapat dilihat pada Gambar 4.

FASE 1 : PENDUGAAN AWAL

PERSIAPAN TEKNOLOGI

Step 1 menyiapkan tim audit dan sumber daya

Step 2 membagi proses ke dalam satuan-satuan operasi Step 3 menyusun diagram alir proses sesuai satuan operasi

FASE 2 : NERACA BAHAN

INPUT-INPUT PROSES Step 4 menentukan input-input

Step 5 mencatat penggunaan air Step 6 menentukan level reuse/ recycling limbah

OUTPUT-OUTPUT PROSES

Step 7 kualifikasi produk/hasil samping Step 8 menghitung jumlah limbah cair Step 9 menghitung jumlah emisi gas

MENURUNKAN NERACA BAHAN

Step 11 menyatukan informasi input dan output

Step 12 menurunkan persiapan neraca bahan

Step 13&14 mengevaluasi dan memperhalus neraca bahan

FASE 3 : SINTESA

IDENTIFIKASI PILIHAN REDUKSI LIMBAH Step 15 identifikasi pengukuran reduksi limbah Step 16 tujuan dan karakteristik permasalahan limbah Step 17 investigasi peluang pemisahan limbah Step 18 identifikasi jangka waktu reduksi limbah

EVALUASI PILIHAN REDUKSI LIMBAH

Step 19 mempertimbangkan evaluasi lingkungan dan ekonomi dari pilihan reduksi limbah, mencatat kelayakan pilihan

IMPLEMENTASI REDUKSI LIMBAH

Step 20 desain dan imlementasi reduksi limbah untuk meningkatkan efisiensi proses


(37)

C. Pemodelan Sistem Dinamik

Pemodelan adalah suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual (Eriyatno, 1998). Istilah lainnya disebut tiruan model dunia nyata yang dibuat virtual (Sterman, 2000). Karena bentuknya tiruan, model tidak mesti harus sama persis dengan aslinya, tetapi minimal memiliki keserupaan (mirip). Pemodelan merupakan proses iteratif, dimana hasil pada setiap langkah dikembalikan lagi untuk diperbaiki agar didapatkan hasil yang mendekati model aslinya (dunia nyata) yang cukup ideal untuk dapat dijadikan representasi (Eriyatno, 1998; Sterman, 2000). Proses pemodelan terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (Gamber 5):

1. Perumusan masalah dan pemilihan batasan dunia nyata. Tahap ini meliputi kegiatan pemilihan tema yang akan dikaji, penentuan variabel kunci, rencana waktu untuk mempertimbangkan masa depan yang jadi pertimbangan serta seberapa jauh kejadian masa lalu dari akar masalah tersebut dan selanjutnya mendefinisikan masalah dinamisnya.

2. Formulasi hipotesis dinamis dengan menetapkan hipotesis berdasarkan pada teori perilaku terhadap masalahnya dan bangun peta struktur kausal melalui gambaran model mental pemodel dengan bantuan alat-alat seperti causal loop diagrams (CLD), stock flow diagrams (SFD), dan alat lainnya. Model mental adalah asumsi yang sangat dalam melekat, umum atau bahkan suatu gambaran dari bayangan atau citra yang berpengaruh pada bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan (Senge, 1995).

3. Tahap formulasi model simulasi dengan membuat spesifikasi struktur, aturan keputusan, estimasi parameter dan uji konsistensi dengan tujuan dan batasan yang telah ditetapkan sebelumnya.

4. Pengujian meliputi pengujian membandingkan dari model yang dijadikan referensi, pengujian kehandalan (robustness), dan uji sensitivitas.

5. Evaluasi dan perancangan kebijakan berdasarkan skenario yang telah diujicobakan dari hasil simulasi. Perancangan kebijakan mempertimbangkan analisis dampak yang ditimbulkan, kehandalan model pada skenario yang berbeda dengan tingkat ketidakpastian yang berbeda pula serta keterkaitan antar kebijakan agar dapat bersinergi.


(38)

Sistem dinamik adalah pendekatan yang membantu manajemen puncak dalam memecahkan permasalahan kecil dan dianggap sukar untuk dipecahkan. Kebanyakan orang dalam menetapkan tujuan yang hendak dicapai pada awalnya terlalu rendah. Hal yang diinginkan adalah sebuah peningkatan dengan sikap umum yang dilakukan dalam lingkungan akademis, yaitu dengan menjelaskan perilakunya setelah itu menemukan struktur dan kebijakan untuk hasil yang lebih baik (Forrester, 1961 dalam Sterman, 2000)

Analisis model sistem dinamik menggunakan analisis model simulasi. Simulasi sebagai teknik penunjang keputusan dalam pemodelan, misalnya pemecahan masalah bisnis secara ekonomis dan tepat menghadapi perhitungan rumit dan data yang banyak. Simulasi adalah aktifitas di mana pengkaji dapat menarik kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem melalui penelaahan perilaku model yang selaras, di mana hubungan sebab akibatnya sama dengan atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya (Eriyatno, 1998).

1. Artikulasi masalah (pemilihan batasan)

2. Hipotesis dinamik 5. Formulasi

kebijakan & evaluasi

3. Formulasi 4. Pengujian

Dunia nyata

Keputusan (eksperimen

organisasi

Strategi, susunan, aturan keputusan

Model mental dunia nyata

Informasi umpan balik

Gambar 5. Pemodelan Sistem Dinamik (Sterman, 2000)

Perangkat lunak dalam pemodelan sitem dinamik diantaranya adalah: Vensim, Powersim, Stelladan lainnya sebagai alat bantu yang dapat memudahkan pemodel dalam menerjemahkan bahasa CLD ke dalam SFD. SFD harus dilengkapi persamaan matematik dan nilai awal untuk aktifitas simulasi. Perangkat pemodelan sitem dinamik juga dilengkapi berbagai kemudahan seperti tampilannya yang mudah dimengerti, sehingga memudahkan bagi pemodel ataupun pemakai yang tidak mengerti secara teknis sekalipun. Stella yang dipakai


(39)

dalam penelitian ini merupakan suatu perangkat lunak yang dibuat atas dasar model sitem dinamik dengan kemampuan tinggi dalam melakukan simulasi.

1. Stock Flow Diagrams (SFD)

SFD sebagai konsep sentral dalam teori sitem dinamik. Stock adalah akumulasi atau pengumpulan dan karakterstik keadaan sistem dan pembangkit informasi, di mana aksi dan keputusan didasarkan padanya. Stock digabungkan dengan rate atau flow sebagai aliran informasi, sehingga stock menjadi sumber ketidakseimbangan dinamis dalam sistem. SFD (Gambar 6) secara umum dapat diilustrasikan dengan sebuah sistem bak mandi yang dihubungkan dengan dua kran masukan dan keluaran air. Kedua kran sebagai pengontrol akumulasi air dalam bak. Besar kecilnya nilai dalam stock dan flow berdasarkan perhitungan persamaan matematik integral dan diferensial. Persamaan matematik stock

merupakan integrasi dari nilai inflow dan outflow.

Gambar 6. Stock Flow Diagrams

D. Penelitian Terdahulu

Lestari (2006) menyatakan bahwa sistem imbibisi yang baik adalah sistem yang dapat mengurangi kehilangan gula dalam ampas tebu. Berdasarkan penelitiannya di PG. Pesantren Baru, Kediri, Jawa Timur, Lestari (2006) melakukan penghematan penggunaan residu dengan menurunkan penggunaan air imbibisi sebanyak 6,52% dari 38,88% menjadi 32,36%, sehingga kadar air ampas tebu yang dihasilkan berkurang sebanyak 1,75% dari 53% menjadi 51,25%. Penghematan residu dilakukan dengan cara mensimulasikan pemakaian energi bahan bakar yang dihasilkan dengan beberapa angka percobaan sehingga didapatkan penggunaan residu yang rendah dan penggunaan ampas tebu yang tinggi.

Purnama (2006) menyatakan bahwa air imbibisi digunakan untuk lebih mengoptimalkan nira mentah yang dihasilkan stasiun gilingan sekaligus

? Stock

?

Inf low

?


(40)

mengurangi kehilangan gula dalam ampas tebu. Berdasarkan penelitiannya di PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat, Purnama (2006) melakukan penghematan pemberian air imbibisi sebesar 5% dari 30% air imbibisi yang diberikan menjadi 25%. Dengan penghematan tersebut, kadar air ampas tebu dapat dikurangi sebanyak 1% yaitu dari 51% menjadi 50%, konsentrasi gula meningkat, dan rendemen gula yang dihasilkan meningkat. Penghematan dilakukan dengan cara mensimulasikan neraca massa proses penggilingan dengan beberapa macam angka percobaan untuk mendapatkan kondisi yang optimum.

Laksmana (2007) menyatakan bahwa penambahan air imbibisi akan menurunkan nilai kadar sukrosa yang ikut dalam ampas tebu, sehingga jumlah nira mentah yang dihasilkan semakin tinggi. Pada penelitiannya di PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat, Laksmana (2007) melakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah gula yang terkandung dalam ampas tebu yang kemudian dikonversi ke dalam Rupiah. Kandungan gula dalam ampas tebu pada musim giling 2006 di PG. Jatitujuh adalah sebesar 3.855 ton. Dengan melakukan penurunan persentase kadar sukrosa dalam ampas tebu sebesar 0,2 % dari 2,24% menjadi 2,04% akan menurunkan kehilangan gula dalam ampas tebu sebesar 34,57 ton gula atau sebanding dengan Rp. 165.957.312,00/musim giling.


(41)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran

Kegiatan industri gula terdiri dari kegiatan proses produksi dan kegiatan unit-unit operasi. Kegiatan proses produksi berlangsung pada proses penggilingan, pemurnian, pemasakan, pengristalan, pemutaran hingga pengemasan dengan tujuan untuk menghasilkan produk gula secara maksimal. Sedangkan kegiatan unit-unit operasi berlangsung di stasiun uap, stasiun listrik, dan stasiun air.

PT. PG. Rajawali II Unit PG. Tersana Baru, Jawa Barat sebagai salah satu PG di Indonesia harus melakukan efisiensi di setiap proses produksi. Penelitian ini dikhususkan pada pengkajian proses penggilingan. Hal itu dilakukan, karena proses penggilingan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam menghasilkan gula dan menghasilkan kadar air ampas tebu yang sangat mempengaruhi nira mentah dan ampas tebu yang dihasilkan. Pembenahan dilakukan untuk mengefisienkan proses produksi dengan meminimalisasi kehilangan gula dan menekan pemborosan energi. Pembenahan tersebut dititik-beratkan pada proses ekstraksi di stasiun gilingan.

Berdasarkan dari permasalahan tersebut, PG. Tersana Baru diharapkan dapat melakukan pembenahan secara menyeluruh dengan melakukan penerapan produksi bersih baik pada proses produksi maupun pada unit-unit operasi. Penerapan produksi bersih tersebut diharapkan memberikan pengaruh yang baik pada PG. Tersana Baru sehingga proses produksi dan unit-unit produksi dapat berjalan secara optimal, dapat meningkatkan nilai rendemen gula dan dapat memberikan manfaat ekonomi sekaligus manfaat lingkungan. Secara singkat, kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 7.


(42)

B. Tata Laksana

1. Tahapan Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian adalah metode Quick Scan

yang dimodifikasi untuk memenuhi fungsi tujuan penelitian. Metode Quick Scan

terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pendugaan awal, tahap analisis melalui neraca massa dan energi serta tahap sistesis atau implementasi.

1.1. Persiapan

Tahap persiapan merupakan perwujudan tahap pendugaan awal pada metode quick scan. Pada tahap ini dilakukan kegiatan pengumpulan data sekunder yang terkait dengan kegiatan produksi di industri gula dan telaah pustaka relevan.

Gambar 7. Kerangka Pemikiran Penelitian Industri Gula

Proses Produksi Unit Operasi

Energi Uap

Pemborosan Energi Kehilangan Gula

IDO Penggilingan

Tebu

Ampas tebu Nira Mentah

Air imbibisi

Energi Bahan Bakar

Stasiun Ketel Uap

Pendekatan Produksi Bersih :

Menganalisis Neraca Massa proses penggilingan

dan Neraca Energi di stasiun ketel uap untuk

menekan kehilangan gula dari ampas tebu dan mengurangi pemborosan energi uap

Peningkatan efisiensi proses produksi gula

Simulasi Sistem Dinamik : Pemilihan Tema dan Identifikasi Formulasi Model Simulasi Verifikasi dan Validasi Model Sensitivitas


(43)

Sesuai dengan tujuan penelitian yang difokuskan pada stasiun gilingan, maka telaah pustaka akan banyak diarahkan ke proses tersebut. Selain itu, mengacu pada metode quick scan, beberapa tahapan yang dilakukan adalah membagi proses ke dalam satuan-satuan operasi dan menyusun diagram alir proses sesuai satuan operasi.

1.2. Pengumpulan data primer

Tahap ini merupakan tahap analisis. Pada tahap ini, data pengamatan diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung, wawancara dengan pihak-pihak yang terkait. Pada tahap ini dilakukan analisis pada stasiun gilingan untuk mendapatkan kondisi proses terbaik dari proses penggilingan. Faktor yang diteliti adalah pengaruh penambahan air imbibisi dan penggunaan energi (uap dan bahan bakar) yang digunakan di stasiun gilingan.

2. Penentuan Parameter

Penentuan parameter yang diukur meliputi hal-hal berikut : 1. Kadar sukrosa tebu, sukrosa nira mentah, dan sukrosa ampas tebu

2. Kadar zat kering yang larut dalam air (brix) tebu, brix nira (mentah, encer, kental), brix ampas tebu, dan brix gula SHS.

3. Kadar zat kering yang tidak larut dengan air (serat) tebu dan serat ampas tebu. 4. Kadar kadar air tebu, nira mentah dan kadar air ampas tebu.

5. Kadar rendemen

2.1. Perhitungan Parameter a. Pol (Kadar Sukrosa) * Tebu (ton)

... (4)

* Nira Mentah (ton)

... (5)

* Ampas Tebu (ton)

... (6) 100 % x Tebu tebu pol tebu pol = Mentah Nira x Mentah Nira pol Mentah Nira pol 100 % = Tebu Ampas x Tebu Ampas pol Tebu Ampas pol 100 % =


(44)

b. Brix * Tebu (ton)

... (7)

* Nira Mentah (ton)

... (8)

* Ampas Tebu (ton)

... (9)

c. Serat * Tebu (% ft)

... (10)

* Ampas Tebu (% fa)

... (11)

d. Kadar Air * Tebu

% ka Tebu = 100 – (% brix Tebu + % Serat Tebu) ………... (12)

………... (13)

* Nira Mentah

% ka Nira Mentah = 100 – (% brix Nira Mentah) ..……….. (14)

….………….. (15)

* Ampas Tebu

% ka Ampas Tebu = 100– (% brix Ampas Tebu + % Serat Ampas Tebu) … (16)

….………….. (17) e. Rendemen

* Nilai Nira Perahan Pertama (% N NPP)

……… (18) 100 % x Tebu Ft ft = 100 % x Tebu Fa fa = 100 % x Tebu tebu brix tebu brix = Mentah Nira x Mentah Nira brix Mentah Nira brix 100 % = Tebu Ampas x Tebu Ampas brix Tebu Ampas brix 100 % = Tebu x tebu ka Tebu ka 100 % = Mentah Nira x Mentah Nira ka Mentah Nira ka 100 % = Tebu Ampas 100 Tebu Ampas % Tebu

Ampas ka x

ka =     − − = NPL brix NPP brix NPL brix NM brix NM NPP % % % %


(45)

* Faktor Rendemen (% FR)

FR = WR x HPB x PSHK x Nilai nira ……….. (19) * Hasil Bagi Pemerahan Brix (HPB %)

………. (20)

* Perbandingan Selaras Hasil Kemurnian (% PSHK)

………. (21)

* Winter Rendemen (% WR)

………. (22)

* Hasilbagi Kemurnian Nira Mentah (HKNM)

……… (23)

* Hasilbagi Kemurnian Nira Perahan Pertama (HKNPP)

……… (24)

* Rendemen (%)

Rendemen = N NPP x FR ..………. (25) dimana :

NPL = nira perahan lanjutan

KD = jumlah kehilangan gula yang sebenarnya terjadi pada blotong, molasse, dan kehilangan tidak tentu

KW = kehilangan gula wajar menurut Winter pada HKNM yang sesungguhnya

3. Energi

Setelah menentukan parameter yang diukur, kemudian dilakukan perhitungan terhadap masukan energi yang digunakan dengan memasukkan variabel-variabel pada persamaan yang telah dikonversikan dalam ton/hari. Persamaan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sebagai berikut:

% 100 x Tebu brix NM brix HPBtot =

%) 100 40 4 , 1 ( ) 40 4 , 1 ( x HK x HK x PSHK npp NM − − =             − − − = NM HK KW KD WR 40 4 , 1 100 % % 100 NM pol x NM brix HKNM=

% 100 x NPP brix NPP pol HKNPP =


(46)

3.1. Energi Bahan Bakar

Jumlah energi yang digunakan untuk kegiatan proses produksi digunakan persamaaan Anwar (1990) dalam Amri (1999) :

... (26)

Dimana :

Ebm = Energi Bahan Bakar pada kegiatan proses produksi (MJ/kg)

Ki = Konsumsi Bahan Bakar pada kegiatan proses produksi ke – i (ltr/jam) Neb = Nilai kalor bahan Bakar (KJ/kg)

i = 1,2,3,....

Jg = Jumlah produksi gula (kg)

3.2. Energi Uap pada Ketel Uap

Energi yang diperoleh dari hasil pembakaran bahan bakar ampas tebu diperoleh melalui persamaan Hugot (1986) dalam Indrayana (2001) :

NCV = 4.250 - 4.850w - 1.200s ... (27)

Dimana :

w = Kadar Air Ampas Tebu

s = kadar sukrosa % Ampas Tebu

4. Tahapan Pemodelan Sistem Dinamik

Tahapan Pemodelan SD dalam penelitian ini mengacu pada model tahapan yang dikembangkan oleh Sterman (2000).

4.1. Pemilihan Tema dan Identifikasi Variabel Kunci

Pemilihan tema dan penentuan variabel kunci merupakan bagian dari perumusan masalah penelitian. Tahap ini merupakan tahapan penting agar permasalahan yang dikaji dan batasan-batasan sistemnya jelas. Tema yang dipilih adalah Penilaian Pengaruh Penambahan Air Imbibisi terhadap Kinerja Mesin Gilingan di PG. Tersana Baru. Tujuan dari penilaian ini adalah untuk menelaah pengaruh penambahan air imbibisi terhadap kadar air ampas tebu yang dihasilkan sehingga mempengaruhi kualitas ampas tebu untuk proses pembakaran. Selanjutnya menentukan variabel kunci sebagai parameter utama ukuran proses produksi gula optimum di PG. Tersana Baru.

=

Jg i Neb x Ki


(47)

4.2. Formulasi Model Simulasi

Tahap formulasi model simulasi menggunakan alat bantu program komputer Stella. Model simulasi harus lengkap dengan persamaan matematis yang benar, parameter dan penentuan kondisi nilai awal sehingga mudah untuk dijalankan. Hipotesis dinamis adalah suatu pernyataan mengenai struktur balik yang dianggap memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku masalah. Penentuan variabel atau parameter yang akan dijadikan stock (akumulasi) dan

flow (aliran yang dapat mengubah nilai stock).

4.3. Verifikasi dan Validasi Model

Verifikasi model adalah sebuah proses untuk meyakinkan bahwa program komputer yang dibuat beserta penerapannya adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang dibuat telah menunjukkan perilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari model (Schlesinger, et al. 1979 dalam Sargent, 1998).

Validasi adalah usaha penyimpulan apakah model sistem tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Eriyatno, 1998). Dalam proses pemodelan validasi dan verifikasi dilakukan untuk setiap tahap pemodelan, yaitu validasi terhadap model konseptual, verifikasi terhadap model komputer dan validasi operasional serta validitas data.

Uji validitas teoretis artinya bahwa model yang dibangun valid karena didukung oleh teori yang diadopsi. Uji kondisi ekstrim, yaitu pengujian terhadap salah satu variabel yang dirubah nilainya secara ekstrim. Pemeriksaan konsistensi unit analisis keseluruhan interaksi dari unsur-unsur yang menyusun sistem dengan memeriksa persamaan Stella. Pemeriksaan konsistensi keluaran model untuk mengetahui sejauhmana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem aslinya. Prosedurnya dengan mengeluarkan nilai hasil simulasi variabel utama dan membandingkan dengan pola perilaku data aktual. Uji statistik dilakukan setelah secara visual meyakinkan dengan mengecek nilai error antara data simulasi dan data aktual dalam batas penyimpangan yang diperkenankan antara 5-10%. Ukuran relatif untuk menentukan nilai mean error dari nilai absolute percentage error


(48)

(APE) yang didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut (Markidakis, et al. 1992) :

% 100 x X

F X n 1 MAPE

n

1

t t

t t

=

= ... (27)

di mana Xt = nilai aktual dan Ft = nilai simulasi atau peramalan.

4.4. Sensitivitas

Sensitivitas berarti respon model terhadap stimulus yang ditujukan dengan perubahan atau kinerja model. Tujuan utama analisis ini adalah untuk mengetahui variabel keputusan yang cukup penting (leverage point)untuk ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Metode umum yang digunakan adalah skenario terbaik-terburuk (Sterman, 2000). Jenis uji sensitivitas yang dilakukan pada penelitian ini berupa intervensi fungsional. Intervensi fungsional, yaitu intervensi terhadap parameter tertentu atau kombinasinya. Intervensi ini setiap perubahan nilai parameter atau variabel (dinaikkan atau dikurangkan 10%) akan memperlihatkan kinerja model yang berbeda terhadap nilai parameter utama.

C. Pengolahan Data

Analisis perhitungan menggunakan Microsoft Office Excel 2003 dan model dinamik menggunakan analisis simulasi Sistem Dinamik yang diolah menggunakan software Stella versi 8.0.

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan November 2007 di PG. Tersana Baru, kemudian dilanjutkan dengan analisis data primer dan sekunder hingga penyusunan tesis pada bulan Desember 2007 sampai dengan Maret 2008.

E. PG. Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat

PG. Jatitujuh merupakan unit produksi PT. PG. Rajawali II yang berlokasi di Desa Sumber Kulon, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat dengan luas areal pabrik sebesar 28 hektar. PG. Jatitujuh merupakan pabrik gula yang memproduksi gula SHS I. Areal pabrik tersebut terbagi atas


(49)

areal perkantoran, bangunan pabrik, gudang, bangunan mekanisasi dan bengkel, timbangan tebu, cane yard, dan bangunan fasilitas penunjang.

PG. Jatitujuh memiliki beberapa stasiun proses produksi, diantaranya : stasiun pendahuluan (emplasement), stasiun gilingan, stasiun pemurnian (sulfitasi I), stasiun penguapan, stasiun pemurnian (sulfitasi II), stasiun masakan, stasiun putaran, stasiun penyelesaian dan pengemasan. Pada stasiun gilingan, PG. Jatitujuh memiliki satu mesin gilingan yang berkapasitas tebu tergiling sebanyak ± 5.000 ton tebu per hari. Pada musim giling tahun 2006, PG. Jatitujuh selama sepuluh periode telah menggiling tebu sebanyak 522.386,30 ton tebu dan menghasilkan gula SHS I sebanyak 37.775,90 ton gula. Periode ke-VI ( tanggal 16 – 31 Juli 2006) merupakan periode terbanyak menggiling tebu yaitu sebesar 64.460 ton tebu dan menghasilkan gula SHS I sebanyak 4.378,20 ton gula serta menghasilkan nilai rendemen gula tertinggi yaitu sebesar 7,3 %.


(50)

Gambar 8. Diagram Alir Tahapan Penelitian Pustaka yang

relevan Mulai

Persiapan

Pengumpulan data di lapangan

Data/informasi dengan

Metode Quick Scan pada

proses produksi gula

Pendugaan awal Neraca Massa Analisis

Analisis proses penggilingan tebu dan energi

Identifikasi proses penggilingan dan energi yang dapat diefisienkan

Penyusunan alternatif Pendekatan Produksi Bersih

Analisis alternatif terpilih

Layak ?

Selesai Ya

Tidak

Rekomendasi

Analisis Empiris Simulasi


(51)

IV. DESKRIPSI PG. TERSANA BARU

A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Pabrik gula Tersana Baru didirikan pada tahun 1937 (zaman penjajahan Belanda) oleh NV. Nederland Handles Maatscappij di Rotterdam. PG Tersana Baru semula bernama Suiker Onderneming Neuw Tersana. PG Tersana Baru ini berdiri sejak tahun 1901, namun tahun yang menjadi patokan pendirian pabrik gula ini adalah tahun 1937, karena pada tahun tersebut PG Tersana Baru mengadakan renovasi peningkatan kapasitas pabrik dan menjadi penggabungan dari pabrik gula lain seperti Leuwing gajah dan pabrik gula yang sudah tidak beroperasi lagi, seperti Suiker Onderneming Ketanggungan West yang berdiri sejak 1911 yang rusak akibat peperangan.

Dalam perkembangannya, pabrik milik Belanda ini tidak terlepas dari masalah-masalah politik, khususnya hubungan antara RI dengan Belanda yang saat itu sedang mempersengketakan Irian Barat. Pemerintah RI memutuskan hubungan diplomatis dalam segala hal (hubungan dagang dan politik) dengan kerajaan Belanda. Memburuknya hubungan yang diikuti dengan peningkatan konfrontasi antara pemerintah RI dengan kerajaan Belanda yang ada di Indonesia dimana perusahaan tesebut mengalami nasionalisasi termasuk PG. Tersana Baru, kemudian diambil oleh pemerintah RI berdasarkan UU Nasionalisasi perusahaan milik Belanda No. 86 pada tanggal 31 Desember 1958. Penguasaan pabrik gula telah diserahkan oleh NV. Nederland Handels Maatschappij kepada pusat perkebunan Negara Jawa Barat pada tanggal 31 Januari 1960.

Menurut catatan timbang terima, penyerahan pabrik gula tersebut didasarkan atas surat-surat keputusan, sebagai berikut :

1. Surat keputusan Menteri Pertanian RI No. 372/MP/1959 dan instruksi penguasa perang pusat No. Inst/perpu/0101/1959 tertanggal 22 Oktober 1959. 2. Naskah timbang terima antar Badan Urusan Dagang Pusat dan PPN Pusat

No. 2047/Dir/BUD/59 tanggal 8 Desember 1959.

Setelah diambil alih pemerintah RI, kemudian PG Tersana Baru menjadi salah satu pabrik gula yang tergabung dalam Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) kesatuan Jawa Barat VI yang didirikan pada tanggal 1 Januari 1961 sesuai


(52)

dengan ketetapan peraturan pemerintah No. 159 tahun 1961. Dengan demikian, maka mulai waktu itu segala hak dan kewajiban kekayaan dan perlengkapan termasuk para karyawan dan pimpinan pabriknya beralih kepada perusahaan perkebunan negara kesatuan Jawa Barat VI. Selain itu pabrik gula Tersana Baru adalah anggota persatuan pengusaha pabrik gula Indonesia (PPGI) yang dahulu bernama Algement Syndicat Van Suikerfabrikaten in Indonesia (ASSI).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.1 tahun 1963 tentang pendirian perusahaan-perusahaan perkebunan negara dalam pertimbangannya, mengatakan, bahwa untuk menambah daya guna dan daya hasil perusahaan-perusahaan negara sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat 1 UU No.19 perpu tahun 1961 dengan nama “Perusahaan Perkebunan Negara Tersana Baru” yang merupakan badan hukum yang berlokasi di Babakan, kabupaten Cirebon. Dengan demikian, maka mulai waktu itu segala hak dan kewajiban kekayaan dan perlengkapan termasuk para karyawan dan pimpinan pabriknya beralih kepada perusahaan perkebunan gula negara Tersana Baru.

Meskipun pabrik tersebut memiliki tugas dan tanggung jawab atas kehidupan sendiri, akan tetapi, demi kesatuan tindakan pengurusan diantara perusahaan perkebunan gula negara, maka dibentuk “Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Gula Negara (BPU-PPN Gula)” yang didirikan dengan peraturan pemeritah NP. 2 tahun 1963 tentang Pendirian Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Gula Negara, dan Perusahaan Negara Karung Goni di serahi tugas untuk melaksanakaanya. Disamping tugas itu, BPU-PPN gula juga melakukan pengawasan pekerjaan, menguasai dan mengurus perusahaan-perusahaan tersebut. Tetapi oleh karena dirasa tidak mungkin mengurus 54 pabrik pada saat itu, maka dibentuklah inspeksi-inspeksi yang mempunyai daerah wilayah tertentu. Kepada inspeksi-inspeksi tersebut diberi wewenang untuk bertindak atas nama BPU-PPN GULA, kecuali dalam hal-hal tersebut yang sifatnya nasional dan strategis, misalnya:

1) Financiering yang dapat mempengaruhi keadaan moneter. 2) Pemasaran yang bersifat nasional.

3) Import dan eksport.


(1)

Air yang diuapkan =

= 5,666 ton/h

Air siraman = 5 % x jumlah massecute C = 5 % x 5,56 ton/h = 0,28 ton/h Lampiran 3. (Lanjutan)

Total jumlah air yang diuapkan dalam pan masakan C : Pan masakan C = Air yang diuapkan + air siraman

= 5.67 ton/h + 0,29 ton/h = 5,94 ton/h

Jumlah air yang diuapkan dalam pan masakan D: Air yang diuapkan =

=

Air yang diuapkan = 18,22 ton/h

Air siraman = 15 % x jumlah massecute D = 15 % x 14,11 ton/h

= 2,12 ton/h

Total jumlah air yang diuapkan dalam pan masakan D : Pan masakan D = Air yang diuapkan + air siraman

= 18,22 ton/h + 2,12 ton/h = 20,34 ton/h

Total jumlah air yang diuapkan diseluruh pan masakan :

Total jumlah air = Pan masakan A + Pan masakan C + Pan masakan D = 33,90 ton/h + 5,94 ton/h + 20,34 ton/h

= 60,18 ton/h

Jumlah uap pemanas yang diperlukan untuk pan masakan (suhu masakan 55oC) Total jumlah uap pemanas =

h ton x5,328 / ) 9582 , 0 1 4746 , 0 1 ( − D masakan brix ton x D masakan akhir brix D masakan awal brix ) 1 1 ( − h ton x13,866 / ) 9827 , 0 1 4289 , 0 1 ( − kg kkal kg kkal x masakan pan air jumlah total / 540 / 566


(2)

Lampiran 3. (Lanjutan) Total jumlah uap pemanas =

= 63,08 ton/h Jumlah Uap Bekas seluruhnya:

Jumlah uap bekas = Pemanas Pendahuluan I + Pemanas Pendahuluan II + Pemanas Pendahuluan III + Stasiun Penguapan + Stasiun Masakan = 10,17 ton/h + 4,77 ton/h + 2,32 ton/h + 24,21 ton/h + 63,08 ton/h = 105,27 ton/h

Berdasarkan angka-angka di atas :

Uap yang diperlukan proses adalah sebesar 105,27 ton/h

Uap yang didapat dari mesin-mesin penggerak adalah 60,22 ton/h

Untuk memenuhi kekurangan sebesar 45,05 ton/h harus diberi suplesi yang diambil dengan header uap baru.

kg kkal

kg kkal x

h ton

/ 540

/ 566 /

182 , 60


(3)

PG. Tersana Baru

Proses Penggilingan di Stasiun Gilingan total_ai(t) = total_ai(t - dt) + (ai) * dt INIT total_ai = 0

INFLOWS:

ai = tebu*persen_ai/persen_tebu

total_air_bebas_brix(t) = total_air_bebas_brix(t - dt) + (air_bebas_brix) * dt INIT total_air_bebas_brix = 0

INFLOWS:

air_bebas_brix = ((100-persen_kotoran_T-NK-persen_sabut_AT)/NK)*100 total_air_dari_imbibisi(t) = total_air_dari_imbibisi(t - dt) + (air_dari_imbibisi) *

dt

INIT total_air_dari_imbibisi = 0 INFLOWS:

air_dari_imbibisi = 51262.7287*persen_air_dari_imbibisi/130.563 total_air_dari_tebu(t) = total_air_dari_tebu(t - dt) + (air_dari_tebu) * dt INIT total_air_dari_tebu = 0

INFLOWS:

air_dari_tebu = ka_NM-air_dari_imbibisi

total_air_imbibisi(t) = total_air_imbibisi(t - dt) + (air_imbibisi_total) * dt INIT total_air_imbibisi = 0

INFLOWS:

air_imbibisi_total = ai+air_dari_imbibisi total_AT(t) = total_AT(t - dt) + (AT) * dt INIT total_AT = 0

INFLOWS:

AT = tebu*persen_AT/persen_tebu

total_BG_AT(t) = total_BG_AT(t - dt) + (BG_AT) * dt INIT total_BG_AT = 0

INFLOWS:

BG_AT = AT*persen_BG_AT/100

total_BG_NM(t) = total_BG_NM(t - dt) + (BG_NM) * dt INIT total_BG_NM = 0

INFLOWS:

BG_NM = NM*persen_BG_NM/100

total_brix_AT(t) = total_brix_AT(t - dt) + (brix_AT) * dt INIT total_brix_AT = 0


(4)

Lampiran 4. (Lanjutan) INFLOWS:

brix_AT = AT*persen_brix_AT/100

total_brix_NM(t) = total_brix_NM(t - dt) + (brix_NM) * dt INIT total_brix_NM = 0

INFLOWS:

brix_NM = NM*persen_brix_NM/1

total_brix_T(t) = total_brix_T(t - dt) + (brix_T) * dt INIT total_brix_T = 0

INFLOWS:

brix_T = tebu*persen_brix_T/persen_tebu

total_kadar_nira_tebu(t) = total_kadar_nira_tebu(t - dt) + (kadar_nira_tebu) * dt INIT total_kadar_nira_tebu = 0

INFLOWS:

kadar_nira_tebu = nira_asli_AT_dari_tebu+nira_asli_NM_dari_tebu total_ka_AT(t) = total_ka_AT(t - dt) + (ka_AT) * dt

INIT total_ka_AT = 0 INFLOWS:

ka_AT = AT*persen_ka_AT/100

total_ka_NM(t) = total_ka_NM(t - dt) + (ka_NM) * dt INIT total_ka_NM = 0

INFLOWS:

ka_NM = NM*persen_ka_NM/100

total_ka_T(t) = total_ka_T(t - dt) + (ka_T) * dt INIT total_ka_T = 0

INFLOWS:

ka_T = tebu*persen_ka_T/persen_tebu

total_kotoran_NM(t) = total_kotoran_NM(t - dt) + (kotoran_NM) * dt INIT total_kotoran_NM = 0

INFLOWS:

kotoran_NM = NM-NM_netto

total_kotoran_T(t) = total_kotoran_T(t - dt) + (kotoran_T) * dt INIT total_kotoran_T = 0

INFLOWS:

kotoran_T = sabut_AT+kotoran_NM

total_nira_asli_AT_dari_tebu(t) = total_nira_asli_AT_dari_tebu(t - dt) + (nira_asli_AT_dari_tebu) * dt


(5)

INFLOWS:

nira_asli_AT_dari_tebu = air_dari_tebu+BG_AT+pol_AT

total_nira_asli_NM_dari_tebu(t) = total_nira_asli_NM_dari_tebu(t - dt) + (nira_asli_NM_dari_tebu) * dt

INIT total_nira_asli_NM_dari_tebu = 0 INFLOWS:

nira_asli_NM_dari_tebu = air_dari_tebu+BG_NM+pol_NM total_NM(t) = total_NM(t - dt) + (NM) * dt

INIT total_NM = 0 INFLOWS:

NM = tebu*persen_NM/persen_tebu

total_NM_netto(t) = total_NM_netto(t - dt) + (NM_netto) * dt INIT total_NM_netto = 0

INFLOWS:

NM_netto = brix_NM*ka_NM

total_pol_AT(t) = total_pol_AT(t - dt) + (pol_AT) * dt INIT total_pol_AT = 0

INFLOWS:

pol_AT = AT*persen_pol_AT/100

total_pol_NM(t) = total_pol_NM(t - dt) + (pol_NM) * dt INIT total_pol_NM = 0

INFLOWS:

pol_NM = NM*persen_pol_NM/1

total_pol_T(t) = total_pol_T(t - dt) + (pol_T) * dt INIT total_pol_T = 0

INFLOWS:

pol_T = tebu*persen_pol_T/persen_tebu

total_sabut_AT(t) = total_sabut_AT(t - dt) + (sabut_AT) * dt INIT total_sabut_AT = 0

INFLOWS:

sabut_AT = 5756.30

total_sabut_T(t) = total_sabut_T(t - dt) + (sabut_T) * dt INIT total_sabut_T = 0

INFLOWS:

sabut_T = tebu*persen_sabut_T/persen_tebu total_tebu(t) = total_tebu(t - dt) + (tebu) * dt INIT total_tebu = 0


(6)

Lampiran 4. (Lanjutan) INFLOWS:

tebu = (39259.811*persen_tebu)/100 total_ZK(t) = total_ZK(t - dt) + (ZK) * dt INIT total_ZK = 0

INFLOWS: ZK = AT-ka_AT NK = 19.09 persen_ai = 24

persen_air_dari_imbibisi = 38.62 persen_AT = 32.82

persen_BG_AT = 1.21

persen_BG_NM = persen_brix_NM-persen_pol_NM persen_brix_AT = 100-(persen_ka_AT+persen_sabut_AT) persen_brix_NM = 12.735

persen_brix_T = 8.954

persen_ka_AT = (persen_ai+persen_ka_T+persen_air_dari_imbibisi)-persen_ka_NM

persen_ka_NM = 100-(persen_brix_NM)

persen_ka_T = 100-(persen_brix_T+persen_sabut_T) persen_kotoran_T = kotoran_T*tebu/persen_tebu persen_NM = 91.027

persen_pol_AT = persen_brix_AT-persen_BG_AT persen_pol_NM = 8.249

persen_pol_T = 9.093

persen_sabut_AT = (sabut_AT/AT)*100 persen_sabut_T = 14.662

persen_tebu = 100