Gambar 18. Grafik Pengaruh Kadar Air Ampas Tebu terhadap Jumlah Penggunaan IDO PG. Tersana Baru Musim Giling 2007
Gambar 18 menjelaskan bahwa kadar air ampas tebu mempengaruhi peningkatan penggunaan IDO. Oleh karena, semakin banyak kadar air ampas tebu
yang dihasilkan, maka penggunaan IDO cenderung meningkat. Penggunaan IDO untuk setiap periode pembakaran tidak merata, hal ini dipengaruhi oleh jumlah air
imbibisi yang ditambahkan pada proses penggilingan tebu bervariasi, sehingga penggunaan IDO untuk setiap periode bervariasi. Penggunaan IDO sangat
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kalori yang terkandung di dalam ampas tebu. Hal ini disebabkan, kandungan kalori dalam ampas tebu yang digunakan sebagai
bahan bakar utama ketel uap akan mempengaruhi kinerja ketel uap. Apabila kandungan kalori ampas tebu rendah, maka kinerja ketel uap dapat menurun.
Penggunaan ampas tebu dan IDO sebagai bahan bakar sangat mempengaruhi pengeluaran biaya produksi gula. Pada PG. Tersana Baru,
penggunaan IDO relatif besar. Hal ini disebabkan, IDO berperan cukup besar dalam proses produksi gula di setiap periode. Walaupun ampas tebu yang
dihasilkan dari stasiun gilingan juga relatif besar. Penggunaan IDO tidak dapat dihilangkan, hanya dapat dikurangi pada setiap periode. Berdasarkan situs BUMN
online 2007 dan BPK 2007, diketahui bahwa harga IDO sebesar Rp.4.538,00liter dan harga ampas tebu sebesar Rp. 49,00kg. Perbedaan harga
bahan bakar yang sangat jauh memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap biaya produksi gula.
2.2. Penggunaan Energi Uap
Energi uap merupakan energi yang sangat besar dibutuhkan oleh industri. Pada umumnya, energi uap di industri digunakan sebagai energi pembangkit
5.000 10.000
15.000 20.000
25.000 30.000
51 51,2
51,4 51,6
51,8 52
kadar air ampas tebu p
enggu na
an I
D O
kk al
kg t
ebu
tenaga, baik mekanik maupun listrik. Penggunaan uap sebagai pembangkit tenaga, memiliki keuntungan yang cukup besar bagi industri gula. Adapun keuntungan
yang didapat, antara lain : 1 uap dihasilkan dari air yang murah dan mudah didapat; 2 uap tidak berbau; 3 penyaluran dan pengaturan uap sangat mudah
dilakukan; 4 uap memiliki nilai panas yang tinggi; dan 5 panas dari uap dapat dimanfaatkan secara berulang-ulang.
Tenaga uap di PG. Tersana Baru secara langsung digunakan pada proses produksi gula untuk menguapkan air di stasiun penguapan evaporator. PG.
Tersana Baru memiliki tiga unit ketel uap Tekanan Tinggi TT yaitu ketel uap jenis Hitachi dengan kapasitas terpasang 40 ton uapjam, ketel uap jenis Stork
dengan kapasitas terpasang 37,5 ton uapjam, dan ketel uap jenis Maxiterm dengan kapasitas terpasang 70 ton uapjam. Tetapi, untuk ketel uap jenis
maxiterm selama musim giling 2007 tidak digunakan, dikarenakan sedang dalam perbaikan. PG. Tersana Baru juga memiliki ketel uap Tekanan Rendah TR jenis
Weerkspoor dengan kapasitas terpasang 6 ton uapjam berjumlah dua ketel dan dengan kapasitas terpasang 4,5 ton uapjam berjumlah enam ketel. Tetapi, untuk
salah satu kapasitas terpasang 4,5 ton uapjam selama musim giling 2007 tidak digunakan, dikarenakan sedang dalam perbaikan.
Konsumsi uap per periode pada musim giling 2007 di PG. Tersana Baru dapat dilihat pada Tabel 14 dan kecenderungan penggunaan uap selama musim
giling tahun 2007. Tabel 14. Penggunaan Uap di PG. Tersana Baru tahun 2007
Periode Konsumsi Uap
tonjam Waktu Giling
jam Uap
kkalkg Total Konsumsi Uap
kkalton tebu
1 105,27
198 588
518.386 2
105,27 286
586 441.678
3 105,27
286 541
431.685 4
105,27 330
551 435.232
5 105,27
330 546
431.330 6
105,27 352
544 428.412
7 105,27
286 545
414.991 8
105,27 308
545 405.412
9 105,27
220 543
425.745 10
105,27 330
540 430.167
Total 1.052,70
2.926 553
4.363.039
Berdasarkan Tabel 14 terlihat kecenderungan penggunaan energi uap di PG. Tersana Baru dalam kondisi stabil. Kecenderungan ini terjadi karena energi
uap diproduksi secara terus menerus sesuai dengan kapasitas terpasang ketelnya dan seluruh uap yang dihasilkan, akan dihitung sebagai konsumsi uap oleh pabrik.
Walaupun, dalam proses produksi uap yang dihasilkan tidak seluruhnya dapat digunakan karena sebagian kecil uap yang dihasilkan harus dibuang Blow down.
Pembuangan uap terjadi, akibat dari kelebihan uap yang tidak dapat digunakan karena mesin produksi sedang dalam masa tunggu ataupun berhenti, sehingga
pabrik mengalami kesulitan dalam menghentikan ketel uap yang sedang bekerja. Nilai optimal penggunaan energi uap terjadi pada periode ke-VIII yaitu
sebesar 405.412 kkalton tebu dan nilai minimal penggunaan energi uap terjadi
pada periode pertama yaitu sebesar 518.386 kkalton tebu. Perbedaan nilai konsumsi uap dipengaruhi oleh adanya perbedaan jumlah tebu tergiling, lama
giling, dan persentase air imbibisi yang digunakan tiap periode. Semakin banyak jumlah tebu tergiling, maka mesin produksi semakin besar mengonsumsi uap
karena proses produksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan tenaga yang besar. Persentase air imbibisi juga mempengaruhi nilai penggunaan uap,
mengingat bahwa uap juga digunakan secara langsung pada proses produksi gula di stasiun penguapan. Semakin besar prosentasi air imbibisi yang ditambahkan di
stasiun gilingan, maka semakin besar jumlah air yang harus diuapkan di stasiun penguapan. Keterkaitan jumlah terbu tergiling, lama giling dan jumlah
penggunaan air imbibisi terhadap konsumsi uap dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Grafik Hubungan antara Jumlah Penggunaan Air Imbibisi dengan Konsumsi Uap PG. Tersana Baru Musim giling 2007
R
2
= 0,2844
400.000 410.000
420.000 430.000
440.000
21,5 22,0
22,5 23,0
23,5 24,0
24,5 25,0
air imbibisi to
ta l ko
ns um
si ua
p
kka l
ton te
bu
Gambar 19 menjelaskan bahwa semakin banyak air imbibisi yang ditambahkan dalam proses penggilingan, maka konsumsi energi uap akan semakin
besar. Hal ini disebabkan, ampas tebu yang dihasilkan untuk proses pembakaran mengandung kadar air yang cukup tinggi, sehingga energi uap yang digunakan
untuk membakar ampas tebu akan semakin besar. Perhitungan penggunaan energi uap dapat dilihat pada Lampiran 3.
3. Rendemen