Hubungan Bahan Bakar Memasak dengan Resiko ISPA pada Balita

85 Balita di Desa Citeureup, mayoritas mempunyai anggota keluarga yang merokok. Hal ini menunjukkan bahwa kurang kesadaran terhadap bahaya rokok tersebut, bukan hanya untuk perokok namun juga terhadap balita. Upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada masyarakat melalui penyuluhan bahwa merokok tidak baik untuk kesehatan, tidak hanya untuk perokok saja namun juga merugikan bagi orang-orang di sekitarnya. Upaya ini dapat dilakukan dengan bantuan anggota keluarga yang lain di rumah untuk mengingatkan anggota keluarga yang merokok. Selain itu dapat dengan cara memberikan gambaran mengenai dampak positif jika meninggalkan rokok yaitu dapat memperbaiki keuangan keluarga.

6.3.4. Hubungan Bahan Bakar Memasak dengan Resiko ISPA pada Balita

Bahan bakar memasak yang menggunakan kayu bakar dan minyak tanah dapat mencemari udara karena dampaknya dapat berakibat pada kesehatan manusia. Zat pencemar yang dihasilkan dari pemakaian kayu bakar dan minyak tanah sebagai bahan bakar memasak adalah partikulat, sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, fluoride, aldehida dan senyawa hidrokarbon Kusnoputranto, 2000. Masyarakat di Desa Citeureup yang menggunakan kayu bakar untuk memasak hanya 8,7. Namun jika dilihat dari tabel 5.19, ibu balita 86 yang memasak menggunakan kayu bakar, 100 anak balitanya mempunyai gejala ISPA. Sebaran asap dalam proses pembakaran dapat membahayakan kesehatan karena mengandung polutan. Polutan asap di dalam rumah dapat berpotensi menimbulkan fibrosis atau kekakuan jaringan paru, ISPA, serta alergi Depkes 2004. Dalam jangka pendek SO 2 dapat mengiritasi saluran pernapasan, diikuti dengan infeksi saluran pernapasan sehingga timbul gejala berupa rasa tidak enak di saluran pernapasan. Gejalanya seperti batuk, sesak napas, yang dapat berakhir pada kematian. Berdasarkan penelitian di negara berkembang, dilaporkan bahwa ada hubungan antara keterpaparan polusi dalam ruang dengan kejadian ISPA Depkes RI, 2009. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p value 0,191 p- value0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara bahan bakar memasak dengan resiko ISPA pada balita di Desa Citeureup tahun 2014. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Sinaga 2012 yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara bahan bakar memasak dengan resiko ISPA. Tidak adanya hubungan antara bahan bakar memasak dengan resiko ISPA dapat dikarenakan masyarakat yang menggunakan kayu bakar sedikit sehingga kurang mewakili penyebab terjadinya resiko ISPA. Selain itu, balita tidak 87 ikut serta saat ibu balita memasak di dapur sehingga tidak terpajan dengan polusi udara akibat bahan bakar memasak. Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Halim 2012 yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara bahan bakar memasak dengan resiko ISPA. Penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar memasak dapat menyebabkan polusi udara dan gangguan pernapasan. Dalam penelitian ini memang tidak terdapat hubungan, namun harus tetap diperhatikan mengenai dampak negatif penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar dalam memasak. Pada umumnya masyarakat di Desa Citeureup sudah menggunakan gas sebagai bahan bakar memasak, namun ada sebagian masyarakat yang masih menggunakan kayu bakar. Pada masyarakat yang menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar, perlu dilakukan penyuluhan tentang dampak negatif dari kayu bakar terutama jika ventilasi dalam rumah kurang memadai.

6.3.5. Hubungan Penggunaan Obat Anti Nyamuk Bakar dengan Resiko ISPA pada Balita