32
Media Informasi Kerugian Negara
D
alam rangka pelaksanaan strategi penanganan penyelesaian kerugian negara
di Kementerian Keuangan dan untuk mengatasi kendala dan permasalahan yang terjadi
selama ini, Biro Perencanaan dan Keuangan akan melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
1. Penyusunan Peraturan Pengganti KMK 508 KMK.011999
Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan
Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara, maka Undang- Undang Perbendaharaan Indonesia atau
Indische Comptabiliteitswet ICW dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini mengakibatkan tata
cara penyelesaian kerugian negara yang diatur dalam KMK Nomor 508KMK.011999 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Kerugian Negara Bukan Kekurangan Perbendaharaan
di Lingkungan Kementerian Keuangan, perlu direvisi dan disesuaikan dengan paket
Undang-Undang tersebut. Disamping itu beberapa substansi yang diatur dalam KMK
508KMK.011999 tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Seiring dengan proses penyusunan RPP terkait penyelesaian kerugian negara bukan
kekurangan perbendaharaan, pada tahun 2012 telah dilakukan identiikasi serta pembahasan
pokok-pokok perubahan aturan teknis mekanisme penyelesaian kerugian negara yang
berlaku di lingkungan Kementerian Keuangan KMK 508KMK.011999. Selanjutnya pada
tahun 2013 telah ditindaklanjuti dengan tersususunnya draft awal peraturan pengganti
KMK 508KMK.011999 untuk dibahas secara intensif dalam rapat koordinasi pembahasan
draft rancangan pengganti KMK Nomor 508 KMK.11999. Pada TA 2014, rapat koordinasi
tersebut direncanakan akan diadakan dengan mengundang anggota TPPKN dengan
mendatangkan narasumber dari pihak-pihak lain terkait yang memiliki kompetensi dalam
bidang kerugian negara.
Beberapa ketentuan dalam KMK Nomor 508KMK.011999 yang diusulkan untuk
diubah meliputi pelaporan kerugian negara, penetapan besarnya kerugian negara, proses
tuntutan ganti rugi, tata cara penagihan, dan penatausahaan kasus kerugian negara.
2. Penyelesaian Kasus-Kasus Lama
Terdapat kasus kerugian Negara yang dikelola Biro Perencanaan dan Keuangan
yang mengalami kendala dalam proses penyelesaiannya sehingga mengakibatkan
kerugian negara tidak dapat terselesaikan. Kasus-kasus tersebut sampai dengan
saat ini masih tercantum dalam Laporan Perkembangan Kerugian Negara di Lingkungan
Kementerian Keuangan dan Laporan Keuangan Kementerian Keuangan. Kasus-kasus yang
mengalami kendala antara lain kasus yang masih dalam proses banding kepada Presiden
yang sampai saat ini belum mendapat putusan, kasus yang belum dilakukan penuntutan
pembebanan ganti rugi hingga batas waktu kadaluarsa terlampaui, dan kasus yang belum
dapat terselesaikan karena masih menunggu eksekusi aset sitaan yang saat ini ditangani
oleh Kejaksaan.
Masih tercatatnya beberapa piutang negara lingkup Kementerian Keuangan yang belum
terselesaikan sehingga piutang negara yang disajikan pada Laporan Keuangan dinilai belum
mencerminkan kondisi piutang yang ada. Hal tersebut dikarenakan kasus-kasus tersebut
diantaranya tidak memenuhi kaidah pelaporan kerugian Negara, namun telah dicatat dalam
Daftar Kerugian Negara. Atas kasus-kasus tersebut Kementerian Keuangan secara resmi
telah meminta rekomendasi kepada BPK terkait penyelesaian kasus-kasus kerugian
negara yang mengalami kendala tersebut dapat dikeluarkan dari Daftar Kerugian Negara
Kementerian Keuangan, mengingat piutang atas kasus tersebut tidak dapat dihapuskan
melalui prosedur yang saat ini berlaku karena tidak dapat memenuhi ketentuan penghapusan
yang dipersyaratkan.
Untuk mendapatkan solusi terhadap masalah tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan
merencanakan akan mengadakan rapat pembahasan dengan pihak-pihak terkait
melibatkan anggota TPPKN, Bagian Keuangan, Bagian Kepegawaian, Unit Kepatuhan Internal,
dan mengundang narasumber perwakilan BPK.
3. Rekonsiliasi Data Kerugian Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan
Dalam rangka penyelesaian kerugian negara terkait dengan Piutang Tuntutan Ganti Rugi
dan Tuntutan Perbendaharaan perlu dilakukan rekonsiliasi data kerugian negara antara Biro
Perencanaan dan Keuangan dengan unit
6.c. Pelaksanaan Kegiatan Penyelesaian Kerugian Negara
33
Media Informasi Kerugian Negara eselon I lingkup Kementerian Keuangan. Terkait
hal tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan dan unit eselon I perlu mempunyai pemahaman
yang sama dalam pengklasiikasian dan penyajian kualitas piutang Tuntutan Ganti Rugi
dan Tuntutan Perbendaharaan pada Laporan Keuangan Semester I Tahun 2013. Hal ini
dilakukan sesuai pedoman teknis Perdirjen Perbendaharaan Nomor 82PB2011 tentang
Pedoman Akuntansi Penyisihan Piutang Tak Tertagih Pada KementerianLembaga
dan Perdirjen Perbendaharaan Nomor 85 PB2011 tentang Penatausahaan Piutang
Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Satuan Kerja KementerianLembaga. Dari kegiatan
rekonsiliasi data kerugian negara akan diperoleh hasil sebagai berikut :
a.
Mempercepat penyampaian informasi perkembangan penyelesaian kasus
kerugian negara. b. Mengetahui kendala dan permasalahan
kasus-kasus pada unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan.
c. Mengupayakan penyelesaian kasus secara optimal dengan menyampaikan saran
tindak lanjut penanganan kasus. d. Rekapitulasi data kerugian negara dan
menyajikannya pada Laporan Keuangan Semester I Tahun 2013 terutama terkait
saldo piutang dan kualitas piutang TPTGR.
4. Peningkatan Koordinasi Biro Perencanaan dan Keuangan dengan Inspektorat Jenderal
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan selaku pengawas internal di Kementerian
Keuangan merupakan salah satu sumber informasi untuk mengetahui terjadinya kasus
kerugian negara di Kementerian Keuangan. Selama ini beberapa kasus kerugian negara
diketahui dan diproses dari adanya laporan temuan dari Inspektorat Jenderal. Temuan-
temuan itjen atas kasus kerugian negara sangat diperlukan mengingat masih kurangnya
tingkat kepatuhan Satuan Kerjakantor.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut hal tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan
akan melaksanakan koordinasi dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan
terutama terkait temuan-temuan Itjen menyangkut kerugian negara baik TPTGR
agar informasi tersebut dapat segera diproses oleh Biro Perencanaan dan Keuangan
sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu, Biro Perencanaan dan Keuangan juga akan
berkoordinasi dengan Itjen terkait pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern di Kementerian
Keuangan. Hal ini diperlukan mengingat salah satu faktor penyebab terjadinya kasus kerugian
negara terkait dengan pelaksanaan Sistim Pengendalian Internal yang belum optimal.
5. Peningkatan Kepatuhan Pelaporan Kasus Kerugian Negara
Secara umum, informasi kasus kerugian negara di Kementerian Keuangan, dapat diketahui dari
hasil : a. Temuan Inspektorat Jenderal dimana
kasus tersebut belum dilaporkan; b.
Kegiatan monitoring dan evaluasi data kasus kerugian negara oleh Biro
Perencanaan dan Keuangan; c. Kegiatan pendataan aset oleh Biro
Perlengkapan; dan d. SK Pemberhentian Dengan Tidak Hormat
oleh Biro SDM yang didalamnya terdapat unsur kerugian negara akibat pelanggaran
kontrak kerjaikatan dinas.
Dari informasi tersebut di atas, dapat diindikasikan bahwa tingkat kepatuhan
pelaporan kasus kerugian negara di Kementerian Keuangan yang seharusnya
dilakukan oleh satuan kerja selama ini masih rendah. Latar belakang masih rendahnya
tingkat kepatuhan pelaporan kasus kerugian negara oleh Satuan Kerjakantor di Kementerian
Keuangan disebabkan antara lain: 1.
Kurangnya pemahaman tentang penangananpenyelesaian kerugian negara
termasuk pemahaman atas kelengkapan dokumen yang diperlukan;
2. Adanya persepsi yang keliru atas
terjadinya kasus kerugian negara, dimana terdapat anggapan bahwa terjadinya
kerugian negara mengakibatkan penilaian yang kurang baik terhadap kinerja Satuan
Kerjakantor tersebut termasuk pegawai yang bertanggung jawab sehingga hal ini
merupakan hal yang perlu “disembunyikan” agar tidak diketahui oleh pihak lainnya; dan
3. Belum optimalnya fungsi kepatuhan internal untuk mendorong proses dilaporkannya
kasus kerugian negara. Dampak dari kurangnya kepatuhan oleh
Satuan Kerjakantor unit eselon tersebut adalah adanyanya temuan dari Badan Pemeriksa
Keuangan yang mengakibatkan penilaian atas tingkat kepatuhan pelaporan dan penyelesaian
kasus keuangan negara di Kementerian Keuangan di Kementerian Keuangan kurang
optimal sehingga adanya catatan rekomendasi atas hal ini.