Sosialisasi Peraturan TGR dan Bimbingan Teknis tentang Mekanisme Penyelesaian

34 Media Informasi Kerugian Negara Menindaklanjuti hal tersebut, Biro Perencanaan dan Keuangan akan melaksanakan kegiatan: 1. Monitoring dan evaluasi data kasus kerugian negara di unit eselon I berdasarkan data informasi dari unit terkait seperti Biro Perlengkapan, Biro Sumber Daya Manusia, dan Inspektorat Jenderal berupa temuan atas terjadinya kasus kerugian Negara; 2. Melakukan perbaikan terhadap peraturan yang mendukung dilaksanakan kepatuhan pelaporan kasus kerugian negara di Satuan Kerjakantor unit eselon I Kementerian Keuangan.

6. Optimalisasi Penagihan Piutang TPTGR

Untuk mendorong percepatan penyelesaian kerugian negara, diperlukan monitoring dan evaluasi terkait perkembangan penagihan piutang yang telah diserahkan pengurusannya kepada Panitia Urusan Piutang Negara PUPN. Dalam database kerugian negara Kementerian Keuangan, tercatat penagihan piutang Tuntutan Ganti RugiTuntutan Perbendaharaan yang telah dilimpahkan penagihannya ke DJKN sebagian besar tidak mengalami perkembangan yang signiikan. Proses penagihan paksa yang dilaksanakan oleh unit vertikal DJKN belum efektif untuk menyelesaikan masalah piutang TPTGR yang mengalami kemacetan. Hal tersebut terlihat dari beberapa kasus yang telah lama diserahkan penagihannya ke DJKN hingga saat ini belum terselesaikan dan tidak ada perkembangan. Pelimpahan penagihan piutang ke DJKN yang diharapkan menjadi jalan keluar terhadap piutang yang mengalami kemacetan, ternyata belum banyak membantu dalam memecahkan permasalahan tersebut. Lebih jauh lagi, terhadap kasus-kasus yang mengalami kemacetan tidak dapat dilakukan proses penghapusan kerugian negara karena belum diterbitkan Piutang Sementera Belum Dapat Tertagih PSBDT. Penerbitan PSBDT oleh PUPN tidak dapat dipastikan, mengingat syarat diterbitkannya PSBDT yaitu apabila penagihan dinilai telah optimal oleh PUPN. Pengertian “optimal” disini tidak terbatas oleh jangka waktu tertentu sehingga berpotensi menghambat tindak lanjut kasus kerugian negara dalam rangka “membersihkan” Daftar Kerugian Negara Kementerian Keuangan dari kasus- kasus yang terindikasi tidak akan tertagih. Terkait hal tersebut, upaya yang dilakukan Biro Perencanaan dan Keuangan adalah: a. Melakukan rekonsiliasi data secara periodik dengan DJKN dalam rangka mencocokkan data realisasi dan status penanganan piutang Negara yang telah diserahkan. b. Menyampaikan datainformasi performance penagihan piutang negara kepada DJKN sebagai dasar bagi DJKN untuk melakukan konsolidasi dan koordinasi internal dengan KPKNL-KPKNL yang menangani kerugian Negara. c. Melakukan koordinasi dengan Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain, agar pembayaran angsuran kerugian Negara melalui potongan uang pensiun oleh PT Taspen Persero dapat dioptimalkan. Disamping itu, diperlukan pula pembahasan antara Biro Perencanaan dan Keuangan dengan DJKN, adapun pokok-pokok materi pembahasan adalah: a. Penanganan Piutang Negara yang telah lama dilimpahkan dan perlu dioptimalkan pengurusannya; dan b. Pengajuan usulan penghapusan piutang negara secara bersyarat terhadap piutang lama yang macet dan proses penagihannya sulit dilakukan. D alam rangka menindaklanjuti unit eselon I yang belum secara optimal menindaklanjuti hasilkesepakatan kegiatan monitoring dan evaluasi tahun sebelumnya dan belum menanggapi surat terkait saran tindak lanjut penyelesaian kasus yang telah disampaikan oleh Biro Perencanaan dan Keuangan, maka direncanakan kegiatan monitoring dan evaluasi kepada unit-unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan. Pelaksanaan kegiatan tersebut bertujuan untuk: 1. Meningkatkan koordinasi antara Biro Perencanaan dan Keuangan dengan unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan. 2. Mengetahui permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam penyelesaian kerugian negara. 3. Mengupayakan penyelesaian terhadap kasus- kasus yang belum terselesaikan, dengan didasarkan pada prosesmekanisme pemulihan piutang kerugian negara sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Meningkatkan kualitas penanganan kasus dan penatausahaan dokumen kerugian negara pada satuan kerja vertikal dan Kantor Pusat unit eselon I agar penyelesaian kasus kerugian negara tersebut memperoleh hasil yang lebih optimal. 6.d. Monitoring dan Evaluasi 35 Media Informasi Kerugian Negara Penyelesaian ganti kerugian negara dikehendaki kembalinya kerugian negara kepada negara. Pada prakteknya, upaya mengembalikan kerugian negara tidak mudah dan menemui beberapa kendala. Kendala-kendala tersebut berbeda antara satu kasus dengan kasus lainnya, hal ini S alah satu pokok penyelesaian kerugian negaradaerah dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang mengadopsi pengaturan dalam Undang-Undang Perbendaharaan Indonesia yang diperbaharui ICW adalah penyelesaian kerugian negara yang dilakukan oleh pihak lain pengampu yang memperoleh hakahli waris. Ketentuan tentang hal tersebut termasuk di dalamnya penjelasan tentang perhitungan ex-oficio diatur secara rinci dan berurutan dalam ketentuan Pasal 74 84 dan 86 ICW. Dimana dalam Pasal 86 ICW disebutkan bahwa “Bila seorang Bendaharawan berada dalam pengampuan kuartil, atau melarikan diri atau mati, maka perhitungan yang seharusnya ia bikin, akan dibuat ex-oficio oleh seorang pegawai yang ditunjuk untuk itu oleh atau atas nama Pemerintah”. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 66, pengaturan mengenai perhitungan ex-oficio tersebut justru tidak dijelaskan. Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 Pasal 34 ayat 1 mengatur bahwa tata cara penyelesaian kerugian terhadap Bendahara berlaku pula terhadap kasus kerugian negara yang diketahui berdasarkan perhitungan ex-oficio . Secara praktek, dengan adanya kasus-kasus kerugian negara yang penanggungjawabnya melarikan diri setelah melakukan perbuatan melawan hukum, atau meninggal dunia atau berada di bawah pengampuan, menjadikan perhitungan ex-oficio sebagai salah satu alat utama untuk membuktikan terjadinya kerugian negara maupun memastikan jumlah kerugian negara yang terjadi. Pada Kementerian Keuangan terdapat kasus penyalahgunaan uang hasil pengurusan piutang dan lelang oleh Bendahara Penerima KPKNL. Selama menjalankan tugas sebagai bendahara, penanggungjawab kerugian negara diketahui dikarenakan karakterisitik penyelesaian setiap kasus kerugian negara juga berbeda. Berikut ini, beberapa hal yang menghambat penyelesaian ganti kerugian negara di Keamenterian Keuangan sepanjang tahun 2013. tidak pernah melakukan pembukuan. Hal ini mengakibatkan jumlah pasti kerugian negara tidak dapat diperoleh dan kelengkapan dokumen pelaporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193PMK.012009 dan Peraturan BPK Nomor 3 tahun 2007 tidak dapat dipenuhi. Sebagai upaya penyelesaian kasus kerugian negara, KPKNL berkoordinasi dengan Biro Perencanaan dan Keuangan mencoba melakukan perhitungan ex-oficio atas kasus tersebut. Pada prakteknya perhitungan ex-oficio sulit dilakukan, hal ini dikarenakan sumber uang yang diterima oleh Bendahara Penerima baik secara tunai maupun melalui transfer ke rekening penampungan berasal dari berbagai macam sumber dan pada akhirnya sulit diidentiikasi. Permasalahan ini kemungkinan besar tidak akan ditemukan dalam kasus Bendahara Pengeluaran, mengingat pada Bendahara Pengeluaran sumber uang yang masuk ke rekening Bendahara hanya satu yaitu Rekening Kas Negara. Jika Bendahara Pengeluaran menyalahgunakan uang, maka jumlah uang yang disalahgunakan dapat diidentiikasi dengan cara melakukan rekonsiliasi crosscheck dengan KPPN atas jumlah uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, hal ini tidak dapat serta merta dilakukan dalam kasus Bendahara Penerimaan. Hal lain yang mengakibatkan munculnya kendala dalam melaksanakan perhitungan ex-oficio yaitu karena minimnya informasi serta ketentuan yang mengatur secara rinci tata cara pelaksanaan perhitungan ex-oficio . Tidak adanya best practice pelaksanaan perhitungan ex- oficio di lingkungan Kementerian Keuangan juga mengakibatkan KPKNL tidak memiliki acuan tentang bagaimana melaksanakan perhitungan ex-oficio yang baik dan benar.

7. Kendala Penyelesaian Ganti Kerugian Negara

7.1. Implementasi Perhitungan ex-oficio Pada Bendahara Penerima