d 31 Desember 2013 A. Jenis Kasus Kerugian Negara Melalui Mekanisme TP d. 31 Desember 2013

14 Media Informasi Kerugian Negara Tabel 7 Perbandingan Jumlah Kerugian Negara dan Jumlah Penyelesaian Kerugian Negara Di Lingkungan Kementerian Keuangan Periode TA 2008 S.D. TA 2013 Berdasarkan Tabel 6, nilai kerugian negara meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan nilai penyelesaiannya luktuaktif. Nilai penyelesaian terbesar pada TA 2012 dikarenakan terdapat penyelesaian atas 3 kasus dengan nilai yang cukup signiikan. Nilai penyelesaian terendah pada TA 2010 dikarenakan jumlah kasus yang terselesaikan juga paling rendah di TA 2010 lihat Tabel 7. Dari segi jumlah kasus kerugian negara yang terjadi dan jumlah kasus kerugian negara yang terselesaikan Tabel 7, keduanya konsisten mengalami kenaikan pada tiga tahun terakhir. Jumlah penyelesaian kasus tertinggi pada TA 2013. Namun hal ini tidak sejalan dengan total nilai yang terselesaikan pada TA 2013, karena pada TA 2013 nilai yang kasus-kasus yang terselesaikan tidak terlalu signiikan. Data di atas mengindikasikan bahwa kesadaran dan pengetahuan satker di Kementerian Keuangan terhadap adanya proses Tuntutan Ganti Rugi untuk menyelesaikan kerugian negara juga meningkat. Hal ini ditandai dengan meningkatnya laporan dan pengurusan kasus- kasus kerugian negara yang terjadi. Di lain sisi, data di atas juga perlu menjadi perhatian karena dengan meningkatnya jumlah dan nilai kerugian negara dari tahun ke tahun, maka perlu ditinjau kembali, apakah pengelolaan aset dan pengawasan keuangan di satker-satker Kementerian Keuangan telah berjalan optimal. Untuk menjawab hal ini tentunya perlu dilakukan peninjauan kembali atas data-data yang ada dari sudut pandang lain yang lebih mendetail. 15 Media Informasi Kerugian Negara Tabel 8 Perbandingan Jumlah Kasus Baru Per Unit Eselon I Periode TA 2008 s.d TA 2013 Catatan: Pada Tahun 2013 sudah tidak terdapat unit BAPEPAM-LK. Tabel 9 Jumlah Kasus Baru TA 2008 s.d TA 2013 16 Media Informasi Kerugian Negara Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan jumlah kasus baru yang masuk tiap tahunnya dari TA 2008 s.d. TA 2013. Kasus baru berarti kasus yang baru dilaporkan oleh Satker kepada Menteri Keuangan pada tahun bersangkutan. Tampak dari data per Tabel 10 menunjukkan perbandingan nilai kasus baru yang masuk tiap tahunnya dari TA 2008 s.d. TA 2013. Tampak bahwa nilai kasus baru meningkat secara signiikan pada TA 2010 jika dibandingkan dengan TA 2009. Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah kasus baru yang masuk dan terdapat beberapa kasus baru yang masuk dengan Unit Eselon I Tabel 8 bahwa sejak tahun 2010 DJP adalah unit yang paling banyak memiliki kasus baru tiap tahunnya. DJPU, Bapepam LK, dan BKF adalah unit yang tidak terdapat kasus baru sejak TA 2008 s.d. saat ini. nilai yang cukup besar serta terdapat kasus baru dengan nilai dalam mata uang Dolar Amerika. Pada TA 2013 juga terjadi peningkatan nilai kasus baru yang masuk, hal ini disebabkan karena terdapat 8 kasus baru yang masuk dengan nilai yang cukup signiikan. Tabel 10 Perbandingan Nilai Kasus Baru Yang Dilaporkan TA 2008 s.d. TA 2013 No. Tahun Anggaran Nilai Kasus Baru 1. 2008 304,500,000.00 2. 2009 273,083,977.00 3. 2010 1,156,071,971.00 85,998.58 4. 2011 918,800,670.00 5. 2012 717,493,901.00 169,062.78 6. 2013 2,326,945,524.00 17 Media Informasi Kerugian Negara Tabel 11 s.d. Tabel 16 menampilkan perbandingan jumlah kasus dan jumlah kasus terselesaikan lunas pada TA 2008 s.d. Ta 2013 per Unit Eselon I lingkup Kementerian Keuangan. Jumlah kasus kerugian negara terbanyak konsisten dipegang oleh DJP. Beberapa Unit Eselon I, memiliki kasus yang telah lama tercatat dalam laporan perkembangan tuntutan ganti ruginya dari tahun ke tahun . Kasus-kasus ini sulit diselesaikan karena mengalami beberapa kendala dan pada umumnya kendala yang dihadapi adalah karena kasus-kasus lama tersebut sudah tidak berada di bawah pengurusan Kepala kantor atau Menteri Keuangan sebagai COO. Kasus-kasus tersebut antara lain kasus yang telah dilimpahkan pengurusannya ke DJKN, kasus yang mengajukan banding kepada Presiden, kasus yang masih menunggu hasil eksekusi dari Kejaksaan, dan kasus yang masih menunggu rekomendasi penghapusan dari BPK. Selain itu ada juga beberapa kasus yang terkendala pada proses penyelesaian internalnya. Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 18 Media Informasi Kerugian Negara Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 19 Media Informasi Kerugian Negara Tabel 17 Perbandingan Jumlah Kasus Per Tahapan Penanganan TA 2008 s.d TA 2013 Tabel 17 menunjukkan perbandingan jumlah kasus kerugian negara pada tiap-tiap tahapan penanganan. Terlihat bahwa sebagian besar kasus kerugian negara diselesaikan dengan penyelesaian damai SKTM. Jumlah kasus terbesar kedua ada pada tahap pengurusan piutang di DJKN. Kasus yang dilimpahkan pengurusannya ke DJKN ini konsisten mengalami penurunan jumlah pada tiga tahun terakhir. Hal ini menandakan bahwa pengurusan piutang TGR di DJKN mulai sedikit menunjukkan hasil jika dibandingkan TA 2008 s.d. TA 2010. Selanjutnya, terdapat jumlah yang konstan pada tahap banding Presiden dan tahap di pengurusan eksekusi di Kejaksaan. Hal ini dikarenakan terdapat sebagian besar kasus banding Presiden belum mendapatkan putusan dari Presiden untuk TA 2013 ada satu kasus yang baru diajukan bandingnya kepada Presiden telah mendapatkan putusan dari Presiden, sedangkan untuk 13 kasus yang lain masih dalam proses pembahasan untuk mendapatkan putusan Presiden. Sedangkan untuk 1 kasus yang masih menunggu hasil eksekusi dari Kejaksaan, belum mendapatkan informasi perkembangan terakhirnya. 20 Media Informasi Kerugian Negara P engetahuan tentang tata cara penyelesaian kerugian negara pada satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan pada umumnya belum dipahami secara menyeluruh meskipun telah terdapat peraturan yang dengan rinci mengaturnya. Indikasi bahwa mekanisme penyelesaian kerugian negara belum dipahami secara baik dapat dilihat dari laporan kerugian negara kepada Menteri Keuangan yang diterima Biro Perencanaan dan Keuangan. Dalam hal ini, terdapat beberapa laporan kasus kerugian negara yang belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku misalnya terkait kelengkapan dan ketepatan dokumen pendukung, hal ini menyebabkan proses penyelesaiannya menyita waktu yang cukup panjang. Selain itu, terdapat beberapa kasus kerugian negara yang tidak dilaporkan kepada Menteri Keuangan, dimana Biro Perencanaan dan Keuangan memperoleh informasi Kerugian Negara dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan, tembusan hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal ataupun berdasarkan sumber informasi lainnya. Di sisi lain ada kalanya terdapat perbedaan data kerugian negara pada tingkat Kementerian yang dikelola oleh Biro Perencanaan dan Keuangan dengan data pada unit-unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan, baik menyangkut jumlah kasus kerugian negara ataupun outstanding nilai kerugian negara. Kondisi tersebut dapat dipahami bahwa pada umumnya pengetahuan terkait penyelesaian kerugian negara bukan merupakan hal yang menarik bagi satuan kerja, karena tidak bersentuhan langsung dengan tugas dan fungsi satuan kerja dan tidak diharapkan untuk diterapkan. Memperhatikan masih belum menyeluruhnya pemahaman satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan terkait mekanisme penyelesaian kerugian negara, pada tahun 2013 telah dilaksanakan kegiatan sosialisasi mekanisme penyelesaian kerugian negara pada satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan dalam bentuk Focus Group Discussion FGD. Sasaran dari kegiatan tersebut adalah agar petunjuk pelaksanaan tata cara penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan dapat dilaksanakan secara efektif sekaligus sebagai upaya preventif apabila terjadinya permasalahan. Materi yang menjadi bahan sosialisasi adalah memberikan pemahaman tentang penanganan atas terjadinya kerugian Negara di lingkungan Kementerian Keuangan baik oleh pegawai negeri bukan bendahara atapun bendahara, memberikan pemahaman tentang penatausahaan Piutang TP TGR atas penyelesaian kerugian Negara, dan diskusi terkait upaya praktis yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kerugian negara di lingkup satuan kerjanya. Dalam kegiatan tersebut

5. Reportase Kinerja 2013

5.a. Kegiatan Focus Group Discussion FGD Mekanisme Penyelesaian Kerugian Negara 21 Media Informasi Kerugian Negara juga dibahas materi KMK Nomor 21KMK.012012 tentang Pedoman Pengamanan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan yang berguna untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan tanggung jawab pengelolaan BMN. Kegiatan tersebut diikuti oleh pejabatpegawai yang mempunyai tugas dan fungsi terkait pengelolaan keuangan dan aset yaitu Kepala Bagian UmumKepala Sub Bagian Keuangan dan Bendahara pada satuan kerja lingkup Kementerian Keuangan. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada 9 kota dengan total peserta 84 Satuan kerja, yaitu: Jambi, Balikpapan, Gorontalo, Yogyakarta, Pangkalpinang, Kupang, Banjarmasin, Bengkulu, dan Pontianak. Dalam kesempatan tersebut, Tim Biro Perencanaan dan Keuangan menekankan pentingnya masalah penyelesaian kerugian negara dengan peran aktif Kepala Kantor untuk mengupayakan penyelesaian kerugian negara secara damai melalui SKTM atau penyelesaian seketika. Berdasarkan penelaahan data statistik penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan, terdapat kecenderungan bahwa apabila penyelesaian secara damai tidak dapat dilaksanakan maka penagihan piutang negara akan mengalami kemacetan dan selanjutnya pengurusan piutang tuntutan ganti rugi diserahkan ke PUPNDJKN. Berdasarkan data pada Biro Perencanaan dan Keuangan, persentase ketertagihan atas piutang TPTGR di lingkungan Kementerian Keuangan yang telah diserahkan pengurusannya ke PUPN hanya mencapai 3.18. Terjadinya kerugian negara di satuan kerja daerah merupakan suatu beban tersendiri. Supaya beban tersebut tidak berkelanjutan dan menimbulkan permasalahan yang lain maka proses penyelesaiannya harus dengan cara yang benar. Ada kecenderungan Satuan Kerja daerah melakukan pembiaran sehingga berpotensi menambah permasalahan jika kerugian negara tersebut menjadi temuan aparat pemeriksaan dan penanggung jawab kerugian negara telah mengalami mutasi penempatan kerja atau telah memasuki masa pensiun. Tantangan yang dihadapi dalam rangka penyelesaian kerugian negara dari tahun ke tahun akan semakin berat seiring bergulirnya transformasi kelembagaan dan semakin meningkatnya jumlah alokasi anggaran dan aset BMN di Kementerian Keuangan. Oleh sebab itu, dibutuhkan upaya preventif dan pemahaman terkait tata cara penyelesaian kerugian negara yang menyeluruh agar penyelesaian kerugian negara pada masa yang akan datang dapat dilaksanakan secara efektif, cepat, tepat, dan taat pada peraturan. S alah satu kendala umum dalam penyelesaian kerugian negara secara nasional di Kementerian Negaralembaga adalah Peraturan Pemerintah PP mengenai penyelesaian ganti rugi bukan kekurangan perbendaharaan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang sampai saat ini belum ditetapkan. Akibatnya, penyelesaian kerugian negara internal lingkup Kementerian Keuangan, sampai dengan saat ini masih mendasarkan pada KMK 508 KMK.011999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Ganti Rugi Bukan Kekurangan Perbendaharaan di Lingkungan Departemen Keuangan. Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 508KMK.011999 memang masih relevan, namun di sisi lain terdapat pula beberapa substansi perlu disesuaikan disempurnakan. Mengingat Keputusan Menteri Keuangan masih berdasarkan pada ketentuan ICW maka KMK tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dalam rangka menyelesaikan kasus- kasus kerugian negara. Selain itu terdapat beberapa permasalahan yang ternyata belum cukup jelas diatur sehingga masih dijumpai kasus kerugian negara yang terjadi pada unit-unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan belum dapat memperoleh penyelesaian secara tuntas. Sebagai respon atas ketidakjelasan nasib Rancangan Peraturan Pemerintah RPP TGR dan kebutuhan yang mendesak akan adanya pedoman teknis penyelesaian kerugian negara yang relevan dengan kondisi yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku saat ini, Biro Perencanaan dan Keuangan setelah berkoordinasi dengan Biro Hukum berinisiatif menyusun RKMK Perubahan atas KMK Nomor 508KMK.011999. RKMK tersebut merubah beberapa ketentuan yang sudah tidak relevan dan urgent untuk disesuaikan, dimana hal tersebut selama ini menjadi kendala dalam penyelesaian kerugian negara, adapun untuk penyusunan RPMK pengganti KMK Nomor 508KMK.011999 menunggu penetapan PP TGR. 5.b. Studi Banding BPK dan Kementerian Hukum dan HAM 22 Media Informasi Kerugian Negara Dalam konsep draft ketentuan pengganti KMK 508 KMK.011999 yang disusun oleh Biro Perencanaan dan Keuangan masih terdapat beberapa alternatif perubahan substansi teknispengaturan dan alternatif solusi permasalahan atas KMK 508 KMK.011999 yang belum disepakati dan perlu disempurnakan kembali. Mengingat revisi petunjuk pelaksanaan penyelesaian kerugian negara bukan kekurangan perbendaharaan memiliki kompleksitas yang cukup tinggi dan untuk mempercepat proses revisi, serta dapat menghasilkan petunjuk pelaksanaan yang aplicable, pada tahun 2013 telah dilaksanakan kegiatan studi banding guna mempelajarimelakukan kajian terhadap proses penyelesaian kasus TGR di BPK dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kegiatan studi banding penyelesaian kerugian negara telah dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap pertama dilakukan pada Badan Pemeriksa Keuangan tanggal 23 Oktober 2013 sedangkan kegiatan studi banding pada Kementerian Hukum dan HAM dilaksanakan tanggal 3 Desember 2013. Kegiatan dilaksanakan dengan metode diskusi dengan narasumber pejabatanggota TPKN KementerianLembaga, yang difokuskan pada proses penyelesaian kasus TGR mulai dari upaya damai sampai tahap penuntutan. Tujuan dari kegiatan dimaksud adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai mekanisme penyelesaian kerugian negara pada Kementerian Lembaga lainnya, dan memperoleh informasi penanganan kerugian negara yang tidak dapat diselesaikan secara administratif yang selama ini menjadi kendala di Kementerian Keuangan. Beberapa materi yang menjadi pertanyaandiskusi antara lain sebagai berikut: a. Struktur dan mekanisme kerja Tim Penyelesaian Kerugian Negara TPKN; b. Upaya pengajuan pembelaankeberatan banding yang dilakukan penanggung jawab kerugian negara; c. Tata cara penetapan nilai kerugian negara; d. Penentuan unsur-unsur lalai atau melawan hukum dari perbuatan yang menimbulkan kerugian negara; e. Penanganan atas kasus yang keberadaan penanggung jawab kerugian negaranya tidak diketahui; f. Ketentuan terkait perlunya jaminan dalam Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak SKTM SKTM; dan g. Penyelesaian kerugian negara yang dilakukan oleh pihak ketiga. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dalam mekanismetata cara penyelesaian kerugian negara pada masing- masing Kementerian NegaraLembaga. Perbedaan mendasarnya adalah tata cara penyelesaian kerugian negara pada BPK dan Kemenkum HAM telah disesuaikan dengan ketentuan dalam paket undang-undang Keuangan Negara Kementerian Keuangan masih mengadopsi ketentuan ICW, adapun mekanismetata cara pelaksanaan 23 Media Informasi Kerugian Negara S alah satu tugas dan fungsi yang dilaksanakan oleh Biro Perencanaan dan Keuangan sesuai Pasal 23 dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 184 PMK.012010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan adalah menyiapkan bahan pertimbangan dan menindaklanjuti pelaksanaan penyelesaian kerugian negara dan penagihan. Dalam rangka melaksanakan kegiatan tersebut telah dilakukan beberapa kegiatan dan rangkaian proses penyelesaian kerugian negara terhadap kasus-kasus kerugian negara yang terjadi di lingkup Kementerian Keuangan, yaitu: a. Monitoring dan Evaluasi pada Kantor Pusat Unit Eselon I Kegiatan Monitoring dan Evaluasi pada Kantor Pusat Unit Eselon I merupakan agenda tahunan Biro Perencanaan dan Keuangan sebagai salah satu upaya agar tercapai efektiitas dan koordinasi yang baik dalam rangka penyelesaian kasus kerugian negara. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk rapat koordinasi pembahasan penyelesaian kerugian negara dengan unit kerja yang menangani penyelesaian kerugian negara pada kantor pusat unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas penanganan kasus dan penatausahaan dokumen kerugian negara agar penyelesaian kasus kerugian negara dapat membawa hasil yang lebih baik dan optimal. Secara garis besar hasil yang didapat dari kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : 1 Terhadap kasus-kasus kerugian negara yang belum dilaporkan kepada Menteri Keuangan sebagai tindak lanjutnya, unit eselon I akan melaporkan kerugian negara beserta dokumen pendukung sesuai ketentuan yang diatur dalam KMK Nomor 508KMK.011999 maupun PMK 193 KMK.012009. 2 Atas kasus-kasus baru yang masih aktif, unit eselon I akan menindaklanjuti sesuai prosedur dengan mendasarkan pada saran dan tindak lanjut hasil rekonsiliasi dan melaporkan perkembangannya kepada Biro Perencanaan dan Keuangan. 3 Terhadap kasus-kasus kerugian negara yang telah dilimpahkan ke DJKN sebagai upaya mempercepat penyelesaian piutang macet untuk penagihan paksa diperlukan koordinasidukungan antara unit eselon Ipenyerah piutang dengan PUPN yang menangani piutang macet. Hasil kegiatan tersebut dituangkan dalam Risalah Kegiatan Monitoring dan Evaluasi yang berisi rencana tindak lanjut yang konkret terkait penanganan penyelesaian kerugian negara dan disepakati oleh perwakilan Biro Perencanaan dan Keuangan dan perwakilan unit eselon I. b. Kegiatan Bimbingan Teknis Penyelesaian Kerugian Negara Berdasarkan hasil inventarisasi data kasus kerugian negara di lingkungan Kementerian diketahui bahwa terdapat beberapa kasus yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Agar upaya penyelesaian kasus kerugian negara dapat dilaksanakan secara optimal, tertib dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, Biro Perencanaan dan Keuangan berinisiatif melakukan bimbingan teknis kepada satuan kerja. Pada tahun 2013 kegiatan bimbingan teknis penyelesaian kerugian negara dilaksanakan pada KPP Pratama Balikpapan, KPKNL Kendari, KPP Pratama Kepanjen, KPPBC Palembang, Kanwil DJBC Sumbagsel, Kanwil DJKN Denpasar, dan Kanwil DJPB Jawa Tengah. 5.c. Monitoring dan Evaluasi Penyelesaian Kerugian Negara penyelesaian kerugian negara pada masing- masing Kementerian NegaraLembaga berbeda- beda disesuaikan dengan struktur dan kultur organisasi masing-masing Kementerian Negara Lembaga dalam rangka penyelesaian kerugian negara yang efektif dan eisien. Atas beberapa perbedaan mekanisme penyelesaian kerugian negara tersebut, pihak pemeriksa Auditor BPK tidak mempermasalahkannya karena belum terdapat penafsiran yang standar terkait pelaksanaan penyelesaian kerugian negara sesuai paket Undang-undang Keuangan Negara yang diharapkan diatur dalam PP TGR. Sejauh ini, fokus pihak auditor masih sebatas jika terjadi kasus kerugian negara maka harus segera diselesaikan, adapun tata cara penyelesaiannya diserahkan pada standar yang berlaku di masing- masing KementerianLembaga. Hasil studi banding tersebut memberikan keyakinan yang lebih bagi internal Kementerian Keuangan untuk segera menetapkan ketentuan penyelesaian kerugian negara bukan kekurangan perbendaharaan tanpa menunggu penetapan Peraturan Pemerintah PP mengenai TGR.