14
Media Informasi Kerugian Negara
Tabel 7 Perbandingan Jumlah Kerugian Negara dan Jumlah Penyelesaian Kerugian Negara
Di Lingkungan Kementerian Keuangan Periode TA 2008 S.D. TA 2013
Berdasarkan Tabel 6, nilai kerugian negara meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan nilai
penyelesaiannya luktuaktif. Nilai penyelesaian terbesar pada TA 2012 dikarenakan terdapat
penyelesaian atas 3 kasus dengan nilai yang cukup signiikan. Nilai penyelesaian terendah pada TA
2010 dikarenakan jumlah kasus yang terselesaikan juga paling rendah di TA 2010 lihat Tabel 7.
Dari segi jumlah kasus kerugian negara yang terjadi dan jumlah kasus kerugian negara yang
terselesaikan Tabel 7, keduanya konsisten mengalami kenaikan pada tiga tahun terakhir.
Jumlah penyelesaian kasus tertinggi pada TA 2013. Namun hal ini tidak sejalan dengan total nilai yang
terselesaikan pada TA 2013, karena pada TA 2013 nilai yang kasus-kasus yang terselesaikan tidak
terlalu signiikan. Data di atas mengindikasikan bahwa kesadaran dan pengetahuan satker di
Kementerian Keuangan terhadap adanya proses Tuntutan Ganti Rugi untuk menyelesaikan kerugian
negara juga meningkat. Hal ini ditandai dengan meningkatnya laporan dan pengurusan kasus-
kasus kerugian negara yang terjadi.
Di lain sisi, data di atas juga perlu menjadi perhatian karena dengan meningkatnya jumlah
dan nilai kerugian negara dari tahun ke tahun, maka perlu ditinjau kembali, apakah pengelolaan
aset dan pengawasan keuangan di satker-satker Kementerian Keuangan telah berjalan optimal.
Untuk menjawab hal ini tentunya perlu dilakukan peninjauan kembali atas data-data yang ada dari
sudut pandang lain yang lebih mendetail.
15
Media Informasi Kerugian Negara
Tabel 8 Perbandingan Jumlah Kasus Baru Per Unit Eselon I
Periode TA 2008 s.d TA 2013
Catatan: Pada Tahun 2013 sudah tidak terdapat unit BAPEPAM-LK.
Tabel 9 Jumlah Kasus Baru TA 2008 s.d TA 2013
16
Media Informasi Kerugian Negara Tabel 8 dan Tabel 9 menunjukkan jumlah kasus
baru yang masuk tiap tahunnya dari TA 2008 s.d. TA 2013. Kasus baru berarti kasus yang baru
dilaporkan oleh Satker kepada Menteri Keuangan pada tahun bersangkutan. Tampak dari data per
Tabel 10 menunjukkan perbandingan nilai kasus baru yang masuk tiap tahunnya dari TA 2008
s.d. TA 2013. Tampak bahwa nilai kasus baru meningkat secara signiikan pada TA 2010 jika
dibandingkan dengan TA 2009. Hal ini disebabkan meningkatnya jumlah kasus baru yang masuk dan
terdapat beberapa kasus baru yang masuk dengan Unit Eselon I Tabel 8 bahwa sejak tahun 2010
DJP adalah unit yang paling banyak memiliki kasus baru tiap tahunnya. DJPU, Bapepam LK, dan BKF
adalah unit yang tidak terdapat kasus baru sejak TA 2008 s.d. saat ini.
nilai yang cukup besar serta terdapat kasus baru dengan nilai dalam mata uang Dolar Amerika. Pada
TA 2013 juga terjadi peningkatan nilai kasus baru yang masuk, hal ini disebabkan karena terdapat 8
kasus baru yang masuk dengan nilai yang cukup
signiikan.
Tabel 10 Perbandingan Nilai Kasus Baru Yang Dilaporkan
TA 2008 s.d. TA 2013
No. Tahun Anggaran
Nilai Kasus Baru 1.
2008 304,500,000.00
2. 2009
273,083,977.00 3.
2010 1,156,071,971.00
85,998.58 4.
2011 918,800,670.00
5. 2012
717,493,901.00 169,062.78
6. 2013
2,326,945,524.00
17
Media Informasi Kerugian Negara
Tabel 11 s.d. Tabel 16
menampilkan perbandingan jumlah
kasus dan jumlah kasus terselesaikan
lunas pada TA 2008 s.d. Ta 2013
per Unit Eselon I lingkup Kementerian
Keuangan. Jumlah kasus kerugian negara
terbanyak konsisten dipegang oleh DJP.
Beberapa Unit Eselon I, memiliki kasus yang
telah lama tercatat dalam laporan
perkembangan tuntutan ganti ruginya
dari tahun ke tahun
. Kasus-kasus ini sulit
diselesaikan karena mengalami beberapa
kendala dan pada umumnya kendala
yang dihadapi adalah karena kasus-kasus
lama tersebut sudah tidak berada di bawah
pengurusan Kepala kantor atau Menteri
Keuangan sebagai COO. Kasus-kasus
tersebut antara lain kasus yang
telah dilimpahkan pengurusannya
ke DJKN, kasus yang mengajukan
banding kepada Presiden, kasus yang
masih menunggu hasil eksekusi dari
Kejaksaan, dan kasus yang masih menunggu
rekomendasi penghapusan dari BPK.
Selain itu ada juga beberapa kasus yang
terkendala pada proses penyelesaian
internalnya.
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
18
Media Informasi Kerugian Negara
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
19
Media Informasi Kerugian Negara
Tabel 17 Perbandingan Jumlah Kasus Per Tahapan Penanganan
TA 2008 s.d TA 2013
Tabel 17 menunjukkan perbandingan jumlah kasus kerugian negara pada tiap-tiap tahapan
penanganan. Terlihat bahwa sebagian besar kasus kerugian negara diselesaikan dengan penyelesaian
damai SKTM. Jumlah kasus terbesar kedua ada pada tahap pengurusan piutang di DJKN. Kasus
yang dilimpahkan pengurusannya ke DJKN ini konsisten mengalami penurunan jumlah pada
tiga tahun terakhir. Hal ini menandakan bahwa pengurusan piutang TGR di DJKN mulai sedikit
menunjukkan hasil jika dibandingkan TA 2008 s.d. TA 2010.
Selanjutnya, terdapat jumlah yang konstan pada tahap banding Presiden dan tahap di pengurusan
eksekusi di Kejaksaan. Hal ini dikarenakan terdapat sebagian besar kasus banding Presiden
belum mendapatkan putusan dari Presiden untuk TA 2013 ada satu kasus yang baru diajukan
bandingnya kepada Presiden telah mendapatkan putusan dari Presiden, sedangkan untuk 13 kasus
yang lain masih dalam proses pembahasan untuk mendapatkan putusan Presiden. Sedangkan untuk
1 kasus yang masih menunggu hasil eksekusi dari Kejaksaan, belum mendapatkan informasi
perkembangan terakhirnya.
20
Media Informasi Kerugian Negara
P
engetahuan tentang tata cara penyelesaian kerugian negara pada satuan kerja di
lingkungan Kementerian Keuangan pada umumnya belum dipahami secara menyeluruh
meskipun telah terdapat peraturan yang dengan rinci mengaturnya. Indikasi bahwa mekanisme
penyelesaian kerugian negara belum dipahami secara baik dapat dilihat dari laporan kerugian
negara kepada Menteri Keuangan yang diterima Biro Perencanaan dan Keuangan. Dalam hal
ini, terdapat beberapa laporan kasus kerugian negara yang belum
sesuai dengan ketentuan yang berlaku misalnya
terkait kelengkapan dan ketepatan dokumen
pendukung, hal ini menyebabkan proses
penyelesaiannya menyita waktu yang cukup
panjang. Selain itu, terdapat beberapa kasus
kerugian negara yang tidak dilaporkan kepada
Menteri Keuangan, dimana Biro Perencanaan
dan Keuangan memperoleh informasi
Kerugian Negara dari temuan Badan Pemeriksa
Keuangan, tembusan hasil pemeriksaan
Inspektorat Jenderal ataupun berdasarkan
sumber informasi lainnya. Di sisi lain ada kalanya
terdapat perbedaan data kerugian negara pada
tingkat Kementerian yang dikelola oleh
Biro Perencanaan dan Keuangan dengan
data pada unit-unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan, baik menyangkut jumlah
kasus kerugian negara ataupun outstanding nilai kerugian negara. Kondisi tersebut dapat dipahami
bahwa pada umumnya pengetahuan terkait penyelesaian kerugian negara bukan merupakan
hal yang menarik bagi satuan kerja, karena tidak bersentuhan langsung dengan tugas dan fungsi
satuan kerja dan tidak diharapkan untuk diterapkan. Memperhatikan masih belum menyeluruhnya
pemahaman satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan terkait mekanisme
penyelesaian kerugian negara, pada tahun 2013 telah dilaksanakan kegiatan sosialisasi mekanisme
penyelesaian kerugian negara pada satuan kerja di lingkungan Kementerian Keuangan dalam
bentuk Focus Group Discussion FGD. Sasaran dari kegiatan tersebut adalah agar petunjuk
pelaksanaan tata cara penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan dapat
dilaksanakan secara efektif sekaligus sebagai upaya preventif apabila terjadinya permasalahan.
Materi yang menjadi bahan sosialisasi adalah memberikan pemahaman tentang penanganan
atas terjadinya kerugian Negara di lingkungan Kementerian Keuangan baik oleh pegawai negeri
bukan bendahara atapun bendahara, memberikan pemahaman tentang penatausahaan Piutang TP
TGR atas penyelesaian kerugian Negara, dan diskusi terkait upaya praktis yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya kerugian negara di lingkup satuan kerjanya. Dalam kegiatan tersebut
5. Reportase Kinerja 2013
5.a. Kegiatan Focus Group Discussion FGD Mekanisme Penyelesaian
Kerugian Negara
21
Media Informasi Kerugian Negara juga dibahas materi KMK Nomor 21KMK.012012
tentang Pedoman Pengamanan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan
yang berguna untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan tanggung jawab pengelolaan
BMN.
Kegiatan tersebut diikuti oleh pejabatpegawai yang mempunyai tugas dan fungsi terkait
pengelolaan keuangan dan aset yaitu Kepala Bagian UmumKepala Sub Bagian Keuangan dan
Bendahara pada satuan kerja lingkup Kementerian Keuangan. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada
9 kota dengan total peserta 84 Satuan kerja, yaitu: Jambi, Balikpapan, Gorontalo, Yogyakarta,
Pangkalpinang, Kupang, Banjarmasin, Bengkulu, dan Pontianak.
Dalam kesempatan tersebut, Tim Biro Perencanaan dan Keuangan menekankan pentingnya masalah
penyelesaian kerugian negara dengan peran aktif Kepala Kantor untuk mengupayakan penyelesaian
kerugian negara secara damai melalui SKTM atau penyelesaian seketika. Berdasarkan penelaahan
data statistik penyelesaian kerugian negara di lingkungan Kementerian Keuangan, terdapat
kecenderungan bahwa apabila penyelesaian secara damai tidak dapat dilaksanakan maka
penagihan piutang negara akan mengalami kemacetan dan selanjutnya pengurusan piutang
tuntutan ganti rugi diserahkan ke PUPNDJKN. Berdasarkan data pada Biro Perencanaan dan
Keuangan, persentase ketertagihan atas piutang TPTGR di lingkungan Kementerian Keuangan
yang telah diserahkan pengurusannya ke PUPN hanya mencapai 3.18.
Terjadinya kerugian negara di satuan kerja daerah merupakan suatu beban tersendiri.
Supaya beban tersebut tidak berkelanjutan dan menimbulkan permasalahan yang lain maka
proses penyelesaiannya harus dengan cara yang benar. Ada kecenderungan Satuan Kerja daerah
melakukan pembiaran sehingga berpotensi menambah permasalahan jika kerugian negara
tersebut menjadi temuan aparat pemeriksaan dan penanggung jawab kerugian negara telah
mengalami mutasi penempatan kerja atau telah memasuki masa pensiun.
Tantangan yang dihadapi dalam rangka penyelesaian kerugian negara dari tahun ke tahun
akan semakin berat seiring bergulirnya transformasi kelembagaan dan semakin meningkatnya jumlah
alokasi anggaran dan aset BMN di Kementerian Keuangan. Oleh sebab itu, dibutuhkan upaya
preventif dan pemahaman terkait tata cara penyelesaian kerugian negara yang menyeluruh
agar penyelesaian kerugian negara pada masa yang akan datang dapat dilaksanakan secara
efektif, cepat, tepat, dan taat pada peraturan.
S
alah satu kendala umum dalam penyelesaian kerugian negara secara nasional di
Kementerian Negaralembaga adalah Peraturan Pemerintah PP mengenai penyelesaian
ganti rugi bukan kekurangan perbendaharaan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang
nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang sampai saat ini belum ditetapkan.
Akibatnya, penyelesaian kerugian negara internal lingkup Kementerian Keuangan, sampai dengan
saat ini masih mendasarkan pada KMK 508 KMK.011999 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penyelesaian Ganti Rugi Bukan Kekurangan Perbendaharaan di Lingkungan Departemen
Keuangan.
Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 508KMK.011999 memang
masih relevan, namun di sisi lain terdapat pula beberapa substansi perlu disesuaikan
disempurnakan. Mengingat Keputusan Menteri Keuangan masih berdasarkan pada ketentuan ICW
maka KMK tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dalam rangka menyelesaikan kasus-
kasus kerugian negara. Selain itu terdapat beberapa permasalahan yang ternyata belum cukup jelas
diatur sehingga masih dijumpai kasus kerugian negara yang terjadi pada unit-unit organisasi di
lingkungan Kementerian Keuangan belum dapat memperoleh penyelesaian secara tuntas.
Sebagai respon atas ketidakjelasan nasib Rancangan Peraturan Pemerintah RPP TGR
dan kebutuhan yang mendesak akan adanya pedoman teknis penyelesaian kerugian negara
yang relevan dengan kondisi yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku saat ini, Biro
Perencanaan dan Keuangan setelah berkoordinasi dengan Biro Hukum berinisiatif menyusun RKMK
Perubahan atas KMK Nomor 508KMK.011999. RKMK tersebut merubah beberapa ketentuan yang
sudah tidak relevan dan urgent untuk disesuaikan, dimana hal tersebut selama ini menjadi kendala
dalam penyelesaian kerugian negara, adapun untuk penyusunan RPMK pengganti KMK Nomor
508KMK.011999 menunggu penetapan PP TGR.
5.b. Studi Banding BPK dan Kementerian Hukum dan HAM
22
Media Informasi Kerugian Negara Dalam konsep draft ketentuan pengganti KMK 508
KMK.011999 yang disusun oleh Biro Perencanaan dan Keuangan masih terdapat beberapa alternatif
perubahan substansi teknispengaturan dan alternatif solusi permasalahan atas KMK 508
KMK.011999 yang belum disepakati dan perlu disempurnakan kembali. Mengingat revisi petunjuk
pelaksanaan penyelesaian kerugian negara bukan kekurangan perbendaharaan memiliki kompleksitas
yang cukup tinggi dan untuk mempercepat proses revisi, serta dapat menghasilkan petunjuk
pelaksanaan yang aplicable, pada tahun 2013 telah dilaksanakan kegiatan studi banding guna
mempelajarimelakukan kajian terhadap proses penyelesaian kasus TGR di BPK dan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kegiatan studi banding penyelesaian kerugian negara telah dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap
pertama dilakukan pada Badan Pemeriksa Keuangan tanggal 23 Oktober 2013 sedangkan
kegiatan studi banding pada Kementerian Hukum dan HAM dilaksanakan tanggal 3 Desember
2013. Kegiatan dilaksanakan dengan metode diskusi dengan narasumber pejabatanggota
TPKN KementerianLembaga, yang difokuskan pada proses penyelesaian kasus TGR mulai dari
upaya damai sampai tahap penuntutan. Tujuan dari kegiatan dimaksud adalah untuk menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai mekanisme penyelesaian kerugian negara pada Kementerian
Lembaga lainnya, dan memperoleh informasi penanganan kerugian negara yang tidak dapat
diselesaikan secara administratif yang selama ini menjadi kendala di Kementerian Keuangan.
Beberapa materi yang menjadi pertanyaandiskusi antara lain sebagai berikut:
a. Struktur dan mekanisme kerja Tim Penyelesaian Kerugian Negara TPKN;
b. Upaya pengajuan pembelaankeberatan
banding yang dilakukan penanggung jawab kerugian negara;
c. Tata cara penetapan nilai kerugian negara; d. Penentuan unsur-unsur lalai atau melawan
hukum dari perbuatan yang menimbulkan kerugian negara;
e. Penanganan atas kasus yang keberadaan penanggung jawab kerugian negaranya tidak
diketahui; f. Ketentuan terkait perlunya jaminan dalam
Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak SKTM SKTM; dan
g. Penyelesaian kerugian negara yang dilakukan oleh pihak ketiga.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dalam mekanismetata cara
penyelesaian kerugian negara pada masing- masing Kementerian NegaraLembaga. Perbedaan
mendasarnya adalah tata cara penyelesaian kerugian negara pada BPK dan Kemenkum HAM
telah disesuaikan dengan ketentuan dalam paket undang-undang Keuangan Negara Kementerian
Keuangan masih mengadopsi ketentuan ICW, adapun mekanismetata cara pelaksanaan
23
Media Informasi Kerugian Negara
S
alah satu tugas dan fungsi yang dilaksanakan oleh Biro Perencanaan
dan Keuangan sesuai Pasal 23 dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 184
PMK.012010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan adalah menyiapkan bahan
pertimbangan dan menindaklanjuti pelaksanaan penyelesaian kerugian negara dan penagihan.
Dalam rangka melaksanakan kegiatan tersebut telah dilakukan beberapa kegiatan dan rangkaian
proses penyelesaian kerugian negara terhadap kasus-kasus kerugian negara yang terjadi di
lingkup Kementerian Keuangan, yaitu:
a. Monitoring dan Evaluasi pada Kantor Pusat Unit Eselon I
Kegiatan Monitoring dan Evaluasi pada Kantor Pusat Unit Eselon I merupakan agenda
tahunan Biro Perencanaan dan Keuangan sebagai salah satu upaya agar tercapai
efektiitas dan koordinasi yang baik dalam rangka penyelesaian kasus kerugian negara.
Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk rapat koordinasi pembahasan penyelesaian
kerugian negara dengan unit kerja yang menangani penyelesaian kerugian negara pada
kantor pusat unit eselon I lingkup Kementerian Keuangan. Kegiatan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kualitas penanganan kasus dan penatausahaan dokumen kerugian negara
agar penyelesaian kasus kerugian negara dapat membawa hasil yang lebih baik dan
optimal. Secara garis besar hasil yang didapat dari kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :
1 Terhadap kasus-kasus kerugian negara
yang belum dilaporkan kepada Menteri Keuangan sebagai tindak lanjutnya, unit
eselon I akan melaporkan kerugian negara beserta dokumen pendukung sesuai
ketentuan yang diatur dalam KMK Nomor 508KMK.011999 maupun PMK 193
KMK.012009. 2 Atas kasus-kasus baru yang masih aktif,
unit eselon I akan menindaklanjuti sesuai prosedur dengan mendasarkan pada saran
dan tindak lanjut hasil rekonsiliasi dan melaporkan perkembangannya kepada
Biro Perencanaan dan Keuangan.
3 Terhadap kasus-kasus kerugian negara yang telah dilimpahkan ke DJKN sebagai
upaya mempercepat penyelesaian piutang macet untuk penagihan paksa diperlukan
koordinasidukungan antara unit eselon Ipenyerah piutang dengan PUPN yang
menangani piutang macet.
Hasil kegiatan tersebut dituangkan dalam Risalah Kegiatan Monitoring dan Evaluasi
yang berisi rencana tindak lanjut yang konkret terkait penanganan penyelesaian kerugian
negara dan disepakati oleh perwakilan Biro Perencanaan dan Keuangan dan perwakilan
unit eselon I.
b. Kegiatan Bimbingan Teknis Penyelesaian Kerugian Negara
Berdasarkan hasil inventarisasi data kasus kerugian negara di lingkungan Kementerian
diketahui bahwa terdapat beberapa kasus yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Agar
upaya penyelesaian kasus kerugian negara dapat dilaksanakan secara optimal, tertib
dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, Biro Perencanaan dan Keuangan berinisiatif
melakukan bimbingan teknis kepada satuan kerja. Pada tahun 2013 kegiatan bimbingan
teknis penyelesaian kerugian negara dilaksanakan pada KPP Pratama Balikpapan,
KPKNL Kendari, KPP Pratama Kepanjen, KPPBC Palembang, Kanwil DJBC Sumbagsel,
Kanwil DJKN Denpasar, dan Kanwil DJPB Jawa Tengah.
5.c. Monitoring dan Evaluasi Penyelesaian Kerugian Negara
penyelesaian kerugian negara pada masing- masing Kementerian NegaraLembaga berbeda-
beda disesuaikan dengan struktur dan kultur organisasi masing-masing Kementerian Negara
Lembaga dalam rangka penyelesaian kerugian
negara yang efektif dan eisien. Atas beberapa perbedaan mekanisme penyelesaian
kerugian negara tersebut, pihak pemeriksa Auditor BPK tidak mempermasalahkannya
karena belum terdapat penafsiran yang standar terkait pelaksanaan penyelesaian kerugian
negara sesuai paket Undang-undang Keuangan Negara yang diharapkan diatur dalam PP TGR.
Sejauh ini, fokus pihak auditor masih sebatas jika terjadi kasus kerugian negara maka harus segera
diselesaikan, adapun tata cara penyelesaiannya diserahkan pada standar yang berlaku di masing-
masing KementerianLembaga. Hasil studi banding tersebut memberikan keyakinan yang lebih bagi
internal Kementerian Keuangan untuk segera menetapkan ketentuan penyelesaian kerugian
negara bukan kekurangan perbendaharaan tanpa menunggu penetapan Peraturan Pemerintah PP
mengenai TGR.