Praanggapan, Implikatur, dan Entailmen

25 g. Isyarat kuat “Kalau kamu tidak duduk, tidak usah menyanyi” h. Isyarat halus “Kita tidak akan menyanyi kalau kamu berdiri seperti itu”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada saat bertutur dapat dipastikan bahwa penutur akan menggunakan tiga jenis tindak tutur seperti lokusi, ilokusi, serta perlokusi meskipun tidak digunakan secara bersamaan. Jenis tindak tutur ilokusi dapat memiliki maksud serta fungsi yang beraneka macam. Selain itu, satu fungsi tindak tutur dapat dinyatakan dengan berbagai macam bentuk tuturan, yang walaupun bentuknya berbeda namun maksud yang terkandung dalam tuturan-tuturan itu tetap sama.

F. Praanggapan, Implikatur, dan Entailmen

1. Praanggapan Presupposition Dalam praktek bertutur, seorang penutur akan selalu merangkai pesan- pesan verbalnya berdasarkan pada anggapan tentang sesuatu yang sudah diketahui oleh mitra tuturnya. Anggapan-anggapan yang terbentuk itu dapat merupakan sebuah kebenaran atau justru sebaliknya. “Kalimat dikatakan mempreposisikan kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat yang kedua yang dipresuposisikan mengakibatkan kalimat yang pertama yang mempresuposisikan tidak dapat dikatakan benar atau salah” Wijana 1996, h.37. Bila ada tuturan yang berbunyi “Cici siswi tercantik di Taman kanak- kanak Trisula Perwari”, maka tuturan itu mempraanggapkan adanya seorang siswi yang berparas cantik bernama Cici. Apabila pada kenyataannya memang ada siswi yang berparas cantik dan bernama Cici di Taman kanak-kanak tersebut, 26 maka tuturan itu dapat dinilai benar atau salahnya. Sebaliknya, bila di Taman kanak-kanak Trisula Perwari tidak ada siswi berparas cantik yang bernama Cici, maka tuturan itu tidak dapat ditentukan nilai benar atau salahnya. Pada dasarnya praanggapan berhubungan dengan apa yang diasumsikan sebagai hal yang benar atau salah yang diketahui pendengar. Jika sebuah tuturan dituturkan oleh penutur maka selain dari makna yang dinyatakan dengan tuturan itu tersertakan pula tambahan makna yang tidak dinyatakan tetapi tersiratkan dari tuturan itu. 2. Implikatur Implicature Dalam bertutur, peserta tutur dapat lancar berkomunikasi apabila di antara mereka telah terjadi satu pemahaman mengenai latar belakang pengetahuan mengenai sesuatu hal yang sedang dipertuturkan. Grice berpendapat sebagai berikut. Tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan itulah yang disebut implikatur. Karena implikatur bukan merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, maka hubungan kedua proposisi itu bukan merupakan konsekuensi yang mutlak necessary concequence dalam Wijana, 1996 : 38. Perhatikan contoh di bawah ini. 22. Aji : “Ra…., Ara….,eh….., Bu Tarmi lho.“ Faiz: “Sembunyikan, Ra….” Konteks Tuturan: Cuplikan percakapan antara dua orang siswa saat mereka bermain di dalam kelas. Pada waktu itu seorang siswa yang bernama Aji melihat kedatangan guru menuju kelas mereka. 27 Tuturan yang dituturkan oleh Faiz bukan merupakan bagian dari tuturan yang dituturkan oleh Aji. Tuturan yang dituturkan Faiz muncul akibat pemahaman yang didasari oleh latar belakang pengetahuan back ground of knowledge yang sama tentang si guru. Latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh para siswa tersebut adalah bahwa sang guru memiliki sifat tegas terhadap siswa yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan yang telah ditetapkan di Taman kanak-kanak tersebut, walaupun pelanggaran yang dibuat oleh siswa berupa pelanggaran yang kecil sekalipun. Tidak adanya keterkaitan semantis antara tuturan dengan yang diimplikasikan, maka tuturan tersebut akan menimbulkan implikatur yang tidak terbatas jumlahnya. Jadi, implikatur merupakan preposisi yang diimplikasikan dalam tuturan yang dituturkan oleh peserta tutur. Implikatur muncul apabila peserta tutur yang terlibat dalam pertuturan itu memiliki kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang sedang mereka tuturkan. 3. Entailmen Entailment Di depan sudah dijelaskan bahwa implikatur harus didasarkan pada persamaan latar belakang pengetahuan di antara peserta tutur mengenai apa yang sedang mereka pertuturkan. Jadi, dapat dikatakan bahwa hubungan tuturan dengan maksudnya pada implikatur bersifat mutlak, hal ini berbeda dengan entailmen. “An entailment is something that logically follow from what is asserted in the utterance. Sentences, not speakers, have entailments ‘Entailmen merupakan sesuatu yang dilogika menurut penegasannya dalam sebuah tuturan. Kalimat bukan pembicara, mempunyai entailmen’” Yule 1996, h.25. 28 Apabila ada tuturan yang berbunyi “Sulis adalah dosen Fakultas Sastra Indonesia di Palembang”, maka tuturan tersebut mengindikasikan bahwa seorang wanita bernama Sulis pernah mengenyam pendidikan di Universitas pada Fakultas Sastra Jurusan Indonesia sehingga ia bisa menjadi dosen Fakultas Sastra Indonesia. Dari contoh tersebut dapat dinyatakan bahwa dalam entailmen hubungan antara tuturan dengan maksud tuturan itu bersifat mutlak necessary consequence. Artinya, dalam entailmen segala sesuatunya harus berhubungan sehingga jelas keterkaitan semantisnya.

G. Prinsip Kerjasama