Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses belajar-mengajar yang berlangsung di taman kanak-kanak merupakan sebuah proses komunikasi yang melibatkan peran serta guru. Proses ini bertujuan untuk mengadakan perubahan tingkah laku anak didik menuju ke arah kemandirian dan kedewasaan diri. Dalam melakukan perubahan itu guru taman kanak-kanak memiliki dua peran sekaligus yaitu peran sebagai pengajar sekaligus pendidik. Zamzani menyatakan sebagai berikut. Sebagai pengajar guru berkewajiban memberikan pengetahuan serta ketrampilan kepada anak didik sehingga anak didik menjadi manusia yang cerdas dan terampil. Sebagai pendidik guru berkewajiban memberikan nilai-nilai dan membina anak didik agar menjadi manusia yang memiliki moral dan budi pekerti yang baik 2002 : 129. Guna memenuhi kedua peranan tersebut, maka guru taman kanak-kanak dituntut untuk membekali diri dengan kemampuan dan keahlian dibidangnya serta kemampuan verbal yang baik sehingga dapat menunjang kelancaran proses belajar-mengajar di dalam kelas. Wilkins menyatakan sebagai berikut. The one remaining important variable in the learning situation is the teacher himself. His skill and his personality are instrumental in creating the condition for learning. His skill is dependent an two factor’s, his own proficiency in the language and his knowledge of and expertise in method and techniques of language ‘Salah satu variabel terpenting dalam situasi pembelajaran adalah guru itu sendiri. Keahlian serta kepribadian guru merupakan alat untuk menciptakan kondisi pembelajaran. Keahlian 2 tersebut sangat tergantung pada dua faktor yaitu kecakapan berbahasa dan kemahiran pengetahuan tentang metode dan teknik mengajar bahasa’ 1975 : 53. Dalam proses belajar-mengajar di taman kanak-kanak, bahasa Indonesia sudah mulai digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pelajaran, tugas, atau memberikan reaksi terhadap kontribusi yang dilakukan oleh siswa, meskipun bahasa sehari-hari yang digunakan oleh siswa dan guru adalah bahasa daerah seperti bahasa Jawa. Tindakan yang dilakukan oleh guru sebenarnya memiliki tujuan untuk membiasakan siswa menggunakan bahasa Indonesia saat berada di dalam lingkup sekolah. Selain itu, juga dapat digunakan untuk mendukung kelancaran belajar siswa di sekolah-sekolah berikutnya yang mulai menggunakan bahasa Indonesia saat proses belajar-mengajar. Penggunaan bahasa Indonesia dalam proses belajar-mengajar di taman kanak-kanak kadangkala masih mendapat pengaruh dari kosakata bahasa daerah siswa dan guru. Pengaruh tersebut dapat dimaklumi karena kadangkala anak belum seluruhnya dapat memahami kosakata tertentu dari bahasa Indonesia. Pada proses belajar-mengajar sedang berlangsung, guru taman kanak- kanak dituntut untuk dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat menarik minat anak didik untuk tetap berada di kelas selama waktu pembelajaran berlangsung. Madaule menyatakan sebagai berikut. Belajar di taman kanak-kanak merupakan belajar anak paling prima. Pada masa ini anak tetap terjaga dalam tingkat motivasi paling tinggi, cara anak menjalani pengenalan pertamanya pada sekolah akan sangat mempengaruhi motivasinya untuk belajar di tahun-tahun mendatang 2002 : 145. 3 Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru adalah mendayagunakan segala kemampuan yang dimilikinya. Salah satu kemampuan itu adalah kemampuan guru dalam memaksimalkan kemahiran berbahasa. Dalam pembelajaran di taman kanak-kanak, guru memegang kontrol serta power atas siswanya. Hal ini dapat diidentifikasi dari dominasinya tuturan yang berasal dari guru dibandingkan tuturan-tuturan dari siswa saat pembelajaran sedang berlangsung. Munculnya dominasi guru melalui tuturan-tuturan itu merupakan respon terhadap reaksi dari kontribusi yang berasal dari siswanya.”50 pembicaraan guru meliputi tindak-tindak tutur pendisiplinan dan pengaturan kelas yang eksplisit serta…reaksi-reaksi terhadap kontribusi yang berasal dari siswa” Holmes dalam Ismari,1995: h.94. Salah satu bentuk tutur yang dimanfaatkan oleh para guru untuk melakukan pendisiplinan, pengaturan, serta pemberian tanggapan terhadap kontribusi dari siswa adalah bentuk tutur yang mengandung makna atau maksud pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia. Pemanfaatan itu berkisar antara imperatif yang memiliki kadar tuntutan paling lembut sampai imperatif yang memiliki kadar tuntutan sangat kasar atau keras. Perbedaan bentuk serta kadar tuntutan itu sangat dipengaruhi oleh konteks situasi. Dominannya pemanfaatan imperatif bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di taman kanak-kanak sangat dipengaruhi oleh faktor usia atau umur siswa yang relatif masih sangat muda, yaitu berkisar antara 4-7 tahun. Pada usia tersebut anak sangat membutuhkan lebih banyak kontrol serta pengawasan dalam bentuk perintah dari gurunya. “Pemberian pengarahan dalam bentuk perintah yang disampaikan oleh guru sangat bergantung pada usia anak didik. Anak didik yang berusia relatif sangat muda memerlukan lebih banyak pengarahan dalam bentuk perintah dibandingkan anak usia remaja atau dewasa” Ryan dalam Widya, 1983 : h.20. 4 Perbedaan pemberian pengarahan tersebut sangat dimungkinkan karena anak pada usia taman kanak-kanak memiliki kemampuan kognitif yang belum sempurna jika dibandingkan dengan anak usia remaja ataupun dewasa. Piaget menyatakan sebagai berikut. Stadium perkembangan anak usia 2-7 tahun disebut sebagai tahap praoperasional. Sebuah tahap dimana anak belum mampu memahami aturan atau operasi tertentu, yaitu suatu operasi kebiasaan mental untuk memisahkan, mengkombinasikan, serta mentransformasikan informasi secara mental dan logis dalam Atkinson, 1999 : 158. Disebabkan belum sempurnanya kemampuan kognitif anak usia taman kanak-kanak, maka diperlukan pemasukan informasi yang singkat dari orang yang terlibat bertutur dengan mereka. Demikian juga pada saat guru melakukan pengawasan di kelas dengan menuturkan bentuk tuturan yang mengandung makna atau maksud pragmatik imperatif dalam bahasa Indonesia, diperlukan bentuk imperatif yang singkat, jelas, padat, serta tidak bertele-tele. Dengan menggunakan bentuk-bentuk imperatif tersebut akan dengan mudah membantu siswa dalam menafsirkan maksud tuturan tersebut. Selain itu, perubahan intonasi guru saat menuturkan tuturan tersebut, serta munculnya iringan para linguistik tertentu juga sangat membantu siswa menafsirkan makna atau maksud tuturan itu. Selama proses belajar-mengajar sedang berlangsung, tidak setiap saat guru menggunakan bentuk imperatif langsung. Adakalanya mereka menggunakan wujud nonimperatif seperti bentuk deklaratif dan bentuk interogatif. Kedua bentuk ini digunakan sebagai bentuk penghalusan atau dapat juga sebagai bentuk bahasa yang dilakukan oleh guru agar siswa tidak menjadi bosan. Penafsiran siswa terhadap makna atau maksud penggunaan nonimperatif harus memperhatikan pula 5 konteks yang melingkupi tuturan itu. Meskipun guru menggunakan kedua bentuk tersebut namun siswa memerlukan “alat bantu” tertentu sehingga mereka dapat menafsirkan maksud dibalik kedua bentuk tersebut. “Alat bantu” tersebut adalah munculnya isyarat para linguistik tertentu yang mentertai guru saat menuturkan kedua bentuk tersebut. Dari uraian mengenai latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji tema penelitian mengenai Pemakaian Imperatif Bahasa Indonesia yang Dituturkan oleh Para Guru Taman Kanak-Kanak dalam Proses Belajar- Mengajar.

B. Pembatasan Masalah