BAB IV PROFIL LEMBAGA
A. Profil IOM, CTU IOM RS. POLRI Sukanto
1. Latar Belakang
Secara global, IOM adalah organisasi internasional yang memimpin dalam bekerjasama dengan pemerintahan untuk melawan trafiking terhadap manusia.
Berdiri pada tahun 1951, IOM adalah organisasi antar pemerintah yang mewakili 109 negara anggota dan 29 negara peninjau dengan markas pusat di Genewa,
Swiss. IOM memiliki kantor di lebih dari 200 negara, termasuk kantor cabang, di sekeliling dunia. IOM merupakan lembaga internasional di bawah PBB UN
yang menangani permasalahan trafficking perdagangan manusia. IOM berdiri di Indonesia sejak tahun 1998, namun saat itu cakupan kliennya belum terlalu luas,
baru berfokus pada illegal migran saja. Tahun 2004, IOM kemudian meluaskan cakupan kliennya, yaitu mulai menangani korban trafficking.
Di Indonesia, IOM memiliki kantor cabang di Jakarta, Pontianak, Situbondo, Mataram, Kupang, Banda Aceh, Medan, dan Meulaboh. IOM
beranggotakan 129 negara dan mempunyai 25 negara donor, namun untuk bidang penanganan trafiking, Negara donor IOM adalah Amerika, Jepang dan New
Zealand. Sampai saat ini IOM memiliki mitra sebanyak 52 NGO local. Di Indonesia IOM memiliki kantor cabang di Jakarta, Pontianak, Sitobundo,
Mataram, Kupang, Banda Aceh, Medan dan Meulaboh.
Pada tahun 2005 didirikanlah Counter Trafficking Unit CTU yang bertugas menangani masalah trafiking dan bekerjasama dengan RS. POLRI dalam
pembuatan shelter. IOM adalah lembaga antarnegara atau intergovernmental. IOM merupakan satu-satunya NGO di Indonesia yang membantu pemulihan
korban trafiking secara menyeluruh mulai dari pengidentifikasian korban sampai dengan kepulangan korban ke tempat asal juga memfasilitasi pemulihan sosial
korban. IOM memiliki pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi dalam
melawan trafiking terhadap manusia. IOM Indonesia memiliki 3 strategi utama demi upaya pemberantasan tindak kejahatan trafiking tersebut. Adapun ketiga
strategi IOM adalah: a.
Pencegahan melalui peningkatan kesadaran publik dan aparat pemerintahan mengenai trafiking. Di dalamnya termasuk : meningkatkan
kesadaran pendidikan dan sensitfitas, riset, kerjasama regional, kampanye informasi, media, seminar-seminar dan juga networking.
b. Perlindungan dan reintegrasi melalui penyediaan pendampingan yang luas
bagi korban-korban trafiking. Di dalamnya termasuk: penampungan, bantuan medis dan psikologi, pilihan visa, pemulangan dan reintegrasi,
keamanan, informasi , juga kerjasama regional. c.
Prosekusi dan penghukuman terhadap kejahatan trafiking dengan cara
meningkatkan kapasitas aparat hukum Indonesia. Di dalamnya termasuk memperkuat hukum, meningkatkan hukuman, membangun kapasitas,
kerjasama dengan LSM dan badan hukum juga kerjasama lintas batas.
2. Falsafah Lembaga