5. PENGARUH IKATAN PATRON-KLIEN TERHADAP PERILAKU NELAYAN DALAM PEMASARAN HASIL TANGKAPAN
5.1 Ikatan Patron-Klien
Patron-klien di dalam masyarakat pesisir atau masyarakat nelayan terjadi karena perbedaan struktur sosial
12
dan telah menjadi basis relasi sosial. Struktur sosial tersebut menyebabkan terjadinya pola hubungan antara patron dengan klien.
Ikatan patron-klien dapat terjadi dalam beberapa aktivitas diantaranya aktivitas pemasaran yang terkait dengan faktor ketergantungan finansial, aktivitas produksi
yang terkait dengan pemilihan alat tangkap, hingga kepemimpinan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Penelitian ini akan memusatkan perhatian pada ikatan
patron-klien dalam aktivitas pemasaran yang terjadi karena ketergantungan finansial antara klien dengan patron dalam kegiatan mencari nafkah. Kegiatan
mencari nafkah yang dimaksud adalah kegiatan melaut atau menangkap ikan di laut. Patron adalah orang yang memiliki kemampuan finansial tinggi, sedangkan
klien adalah orang yang secara alamiah tergantung kepada patron dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam penelitian ini, yang dimaksud patron adalah
langgan dan yang dimaksud klien adalah nelayan. Peran patron adalah sebagai pembeli hasil tangkapan nelayan yang telah menjadi kliennya. Peran klien adalah
menjual hasil tangkapan mereka kepada patron yang telah meminjamkan modal melaut.
Ikatan patron-klien ini terjadi karena ketidakmampuan nelayan dalam pemenuhan modal untuk melakukan aktivitas melaut yang merupakan mata
pencaharian pokok mereka. Modal yang dibutuhkan nelayan dalam sekali melaut meliputi biaya bahan bakar perahu, biaya konsumsi melaut, dan untuk kebutuhan
hidup keluarga atau rumah tangga nelayan. Modal melaut terkait dengan lokasi atau wilayah penangkapan ikan. Wilayah penangkapan ikan yang dilakukan oleh
nelayan Tanjung Pasir adalah perairan Kepulauan Seribu. Awalnya nelayan tidak jauh dalam menentukan lokasi untuk menangkap ikan atau melaut, namun dengan
12
Termasuk di dalam pengertian struktur sosial adalah pelapisan sosial atau juga disebut stratifikasi sosial dan jumlah dan ciri kependudukan suatu masyarakat Harper 1989 dalam
Adulkadir, Sunito 2003.
kondisi ikan yang semakin sedikit membuat nelayan harus lebih jauh dalam mencari ikan. Jarak tempuh nelayan dalam menangkap ikan tersebut berpengaruh
terhadap biaya operasional nelayan khususnya bahan bakar perahu. Semakin jauh jarak tempuh nelayan untuk melaut, semakin tinggi biaya yang dibutuhkan dalam
pemenuhan bahan bakar perahu. Modal yang dibutuhkan nelayan untuk satu kali melaut dalam sehari sebesar Rp.50.000,- sampai dengan Rp.150.000,-. Sedangkan
nilai hasil tangkapan nelayan hanya sebesar Rp.150.000,- sampai Rp.600.000,-. Jumlah tersebut masih harus dikurangi biaya operasional melaut, dan dibagi
dengan ABK Anak Buah Kapal yang berjumlah dua sampai tiga orang. Dengan
kondisi demikian fluktuasi produksi ikan hasil tangkapan nelayan Gambar 10
terkait dengan musim penangkapan ikan.
Jul Agt
Sept Okt
Nov Des
Jan Feb
Mar
Nilai Produksi Rp
Jul Agt
Sept Okt
Nov Des
Jan Feb
Mar
Produksi Ikan kg
Gambar 10. Fluktuasi Jumlah Produksi dan Nilai Produksi Ikan di TPI
Pada bulan Juni, Juli, dan Agustus, produksi ikan dan nilai produksi makin meningkat, maka berimplikasi pada penghasilan nelayan yang akan turut
meningkat. Sebaliknya, pada bulan Januari, Februari, dan Maret terjadi penurunan jumlah ikan yang akan mengakibatkan rendahnya nilai produksi, maka
berimplikasi terhadap penghasilan nelayan yang akan menurun. Dari data musim penangkapan ikan tersebut dapat menggambarkan ketidakpastian penghasilan
nelayan. Terlebih jika terjadi musim angin maka nelayan tidak melakukan aktivitas melaut, akibatnya nelayan tidak memiliki penghasilan. Hal tersebut yang
menyebabkan nelayan harus meminjam uang kepada langgan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Keadaan tersebut yang memacu terjadinya hubungan patron- klien.
5.2 Masalah dalam Tataniaga Hasil Tangkapan Nelayan