Masalah dalam Tataniaga Hasil Tangkapan Nelayan Perilaku Nelayan dalam Pemasaran Hasil Tangkapan

kebutuhan hidup. Keadaan tersebut yang memacu terjadinya hubungan patron- klien.

5.2 Masalah dalam Tataniaga Hasil Tangkapan Nelayan

Berdasarkan teori pertukaran yang diungkapkan oleh Wrihatnolo dan Dwidjowijoto 2007 bahwa pertukaran didasarkan pada norma resiprositas yaitu ada posisi sejajar di antara dua pihak, tempat dipertukarkannya sumberdaya, dan materi. Terkait dengan teori pertukaran tersebut maka pertukaran yang terjadi dalam institusi patron-klien telah terjadi ketidakadilan, dimana nelayan klien mendapatkan keuntungan yang lebih sebikit dibanding langgan patron. Keuntungan yang diperoleh klien meliputi pinjaman modal melaut yaitu biaya untuk melaut dan biaya untuk kebutuhan sehari-hari, sedangkan keuntungan yang diperoleh patron meliputi harga beli hasil tangkapan nelayan yang rendahmurah. Masalah-masalah yang terjadi dalam tataniaga hasil tangkapan nelayan adalah sebagai berikut: 1 Belum ada institusi jaminan sosial ekonomi untuk nelayan yang dapat memberikan modal melaut dan pinjaman kebutuhan hidup, selain institusi patron-klien. 2 Belum ada institusi lain seperti koperasi yang dapat memberikan fasilitas finansial dalam hal pemberian pinjaman sebagai modal melaut nelayan, karena TPI hanya berperan dalam penyelenggaraan lelang untuk membantu pemasaran hasil tangkapan nelayan. 3 Institusi patron-klien tidak dapat mendata secara valid total produksi perikanan, sebaliknya institusi TPI melakukan pendataan terhadap produksi perikanan. 4 Data produksi perikanan yang masih belum valid karena tidak semua nelayan menggunakan institusi TPI sebagai sarana pemasaran hasil tangkapan mereka. Data produksi perikanan bersifat sangat penting karena dibutuhkan untuk pengelolaan sumberdaya.

5.3 Kondisi Tingkat

Ketergantungan Ketergantungan adalah suatu wujud dari ketidakseimbangan hubungan antara seseorang yang memiliki status sosial, ekonomi, dan politik yang lebih tinggi dengan pihak lain yang memiliki posisi lebih rendah. Ketergantungan terjadi secara alamiah antara klien terhadap patron. Ketergantungan finansial nelayan dalam Ikatan patron-klien yang terjadi dapat dilihat dari: 1 Nelayan tidak dapat melakukan aktifitas melaut apabila tidak meminjam uang sebagai modal melaut kepada langgan. 2 Nelayan harus memasarkan hasil tangkapan ikan kepada langgan karena keterikatan hutang terhadap langgan tersebut. 3 Nelayan tetap memasarkan hasil tangkapan ikannya kepada langgan meskipun harga yang ditawarkan langgan lebih rendah dibandingkan harga lelang di TPI. 4 Nelayan memasarkan hasil tangkapan ikan kepada langgan karena terpaksa. 5 Nelayan memasarkan hasil tangkapan ikan kepada langgan karena mendapatkan kepastian dari langgan untuk membeli hasil tangkapannya. Nelayan yang tidak memiliki modal untuk melaut akan meminjam uang kepada langgan. Keterikatan hutang dari pinjaman modal tersebut menyebabkan nelayan harus memasarkan hasil tangkapan ikannya kepada langgan tersebut. Namun, harga yang diberikan langgan cenderung lebih rendah dibandingkan harga pasar atau harga lelang di TPI. Hal tersebut menyebabkan semakin kecilnya pendapatan nelayan. Pendapatan nelayan yang didapatkan dari hasil melaut harus dipotong dengan hutang nelayan. Besarnya potongan tergantung dari besarnya pinjaman dan kesepakatan antara nelayan dengan langgan. Nelayan akan terus memasarkan hasil tangkapannya kepada langgan tersebut hingga seluruh hutangnya terbayar penuh. Akan tetapi, akan sangat sulit bagi nelayan karena pendapatan nelayan akan terus mengecil karena selain dipotong angsuran hutang, pendapatan mereka juga harus dibagi dengan ABK abnak buah kapal lainnya. Rasio pembagian pendapatan apabila terdapat dua ABK dan satu orang juragan adalah 1 : 1 : 3. Artinya, satu bagian untuk ABK dan tiga bagian untuk juragan Gambar 11. Juragan mendapatkan tiga bagian karena memiliki perahu dan alat tangkap. Selain itu, akan sulit sekali bagi nelayan untuk melunasi hutang tersebut agar tidak bergantung terhadap langgan karena produksi melaut nelayan yang tidak pasti. Ketidakpastian produksi melaut nelayan dipengaruhi oleh faktor cuaca dan angin. 60 20 20 JURAGAN ABK 1 ABK 2 Gambar 11. Diagram Pembagian Hasil Melaut Nelayan Ketergantungan nelayan terhadap langgan disebabkan karena tidak ada institusi lain selain langgan yang dapat memberikan pinjaman secara cepat dan mudah. Selain memberikan pinjaman modal melaut, langgan juga dapat memberikan pinjaman untuk kebutuhan hidup sehari-hari pada rumah tangga nelayan. Hubungan antara nelayan dan langgan memang saling menguntungkan, namun terjadi ketidakseimbangan dalam perolehan keuntungan tersebut. Nelayan diuntungkan dalam peminjaman modal melaut, sedangkan langgan diuntungkan dalam membeli hasil tangkapan nelayan. Ketidakseimbangan tersebut terletak pada harga yang ditetapkan langgan untuk hasil tangkapan nelayan yaitu sangat jauh di bawah harga pasar atau harga lelang di TPI.

5.3.1 Hubungan antara Tingkat Pendidikan Nelayan dengan Tingkat Ketergantungan Nelayan

Hipotesis satu adalah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan nelayan dengan tingkat ketergantungan finansial nelayan dalam ikatan patron-klien yang terjadi Tabel 12. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa hasil yang telah diperoleh adalah sebanyak 32,5 persen responden nelayan yang memiliki tingkat pendidikan rendah memiliki tingkat ketergantungan finansial yang tinggi. Sebanyak 2,5 persen responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah memiliki tingkat ketergantungan finansial yang sedang. Responden nelayan yang memiliki tingkat pendidikan sedang dan tingkat ketergantungan finansial sedang sebanyak 7,5 persen. Responden nelayan yang memiliki karakteristik serta tingkat ketergantungan finansial yang sedang sebanyak 7,5 persen. Sebanyak sepuluh persen responden nelayan memiliki tingkat pendidikan sedang dan tingkat ketergantungan finansial yang rendah. Data penelitian menunjukkan tidak terdapat atau nol persen responden nelayan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dan tingkat ketergantungan finansial tinggi. Demikian serupa dengan tidak terdapat atau nol persen responden nelayan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi serta tingkat ketergantungan finansial sedang dan rendah. Dari keterangan data di atas dapat dilihat bahwa semakin rendah tingkat pendidikan nelayan maka semakin tinggi tingkat ketergantungan finansial nelayan. Kondisi tersebut menunjukkan terdapat hubungan pengaruh antara tingkat pendidikan nelayan dengan tingkat ketergantungan finansial dalam ikatan patron-klien yang terjadi sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa cukup alasan untuk menerima hipotesis satu. Tabel 12. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Nelayan dengan Tingkat Ketergantungan Finansial Nelayan. Tingkat Pendidikan Nelayan Tingkat Ketergantungan Finansial Nelayan terhadap Langgan Tinggi Sedang Rendah Tinggi 0 0 Sedang 2,5 7,5 10 Rendah 32,5 7,5

5.3.2 Hubungan antara Tingkat Pendapatan Nelayan dengan Tingkat Ketergantungan Nelayan

Hipotesis dua adalah terdapat hubungan antara tingkat pendapatan nelayan dengan tingkat ketergantungan finansial nelayan dalam ikatan patron-klien yang terjadi Tabel 13. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa hasil yang telah diperoleh adalah sebanyak 30 persen responden nelayan yang memiliki tingkat pendapatan rendah memiliki tingkat ketergantungan finansial yang tinggi. Sebanyak 40 persen responden yang memiliki tingkat pendapatan sedang memiliki tingkat ketergantungan finansial yang rendah. Responden nelayan yang memiliki tingkat pendapatan tinggi dan tingkat ketergantungan finansial rendah sebanyak 20 persen. Responden nelayan yang memiliki tingkat pendapatan serta tingkat ketergantungan finansial yang sedang sebanyak lima persen. Sebanyak lima persen responden nelayan memiliki tingkat pendapatan sedang dan tingkat ketergantungan finansial yang tinggi. Data penelitian menunjukkan tidak terdapat atau nol persen responden nelayan yang memiliki tingkat pendapatan tinggi dan tingkat ketergantungan finansial tinggi. Demikian serupa dengan tidak terdapat atau nol persen responden nelayan yang memiliki tingkat pendapatan rendah dan tingkat ketergantungan finansial rendah. Tabel 13. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Ketergantungan Finansial Nelayan. Tingkat Pendapatan Nelayan Tingkat Ketergantungan Finansial Nelayan terhadap Langgan Tinggi Sedang Rendah Tinggi 0 0 20 Sedang 5 5 40 Rendah 30 0 0 Dari keterangan data di atas dapat dilihat bahwa semakin rendah tingkat pendapatan nelayan maka semakin tinggi tingkat ketergantungan finansial nelayan. Kondisi tersebut menunjukkan terdapat hubungan pengaruh antara tingkat pendapatan nelayan dengan tingkat ketergantungan finansial dalam ikatan patron-klien yang terjadi sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa cukup alasan untuk menerima hipotesis dua.

5.3.3 Hubungan antara Jenis Alat Tangkap dengan Tingkat

Ketergantungan Finansial Hipotesis tiga adalah terdapat hubungan antara jenis alat tangkap dengan tingkat ketergantungan finansial nelayan Tabel 14. Tabel tersebut menunjukkan bahwa hasil yang telah diperoleh adalah sebanyak 25 persen responden nelayan yang menggunakan pancing sebagai alat tangkap memiliki tingkat ketergantungan finansial yang tinggi. Sebanyak 10 persen responden nelayan yang menggunakan jaring sebagai alat tangkap memiliki tingkat ketergantungan finansial yang tinggi. Responden nelayan yang menggunakan pancing sebagai alat tangkap serta tingkat ketergantungan finansial yang sedang sebanyak lima persen, sedangkan responden nelayan yang menggunakan jaring sebagai alat tangkap serta tingkat ketergantungan finansial yang sedang sebanyak 2,5 persen. Responden nelayan yang menggunakan pancing sebagai alat tangkap dan tingkat ketergantungan finansial yang rendah adalah sebanyak 20 persen. Sebanyak 37,5 persen responden nelayan yang menggunakan jaring sebagai alat tangkap memiliki tingkat ketergantungan finansial yang rendah. Tabel 14. Hubungan antara Jenis Alat Tangkap dengan Tingkat Ketergantungan Finansial Nelayan Jenis Alat tangkap Tingkat Ketergantungan Finansial Tinggi Sedang Rendah Pancing 25 5 20 Jaring 10 2,5 37,5 Dari keterangan data di atas dapat dilihat bahwa responden nelayan yang menggunakan pancing sebagai alat tangkap cenderung memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi, sedangkan responden nelayan yang menggunakan jaring sebagai alat tangkap cenderung memiliki tingkat ketergantungan yang rendah. Kondisi tersebut menunjukkan terdapat hubungan antara jenis alat tangkap dengan tingkat ketergantungan finansial sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa cukup alasan untuk menerima hipotesis tiga. 5.3.4 Hubungan antara Tingkat Ketergantungan Finansial Nelayan dengan Perilaku Nelayan dalam Pemasaran Hasil Tangkapan Hipotesis empat adalah terdapat hubungan antara tingkat ketergantungan finansial nelayan dalam ikatan patron-klien yang terjadi dengan perilaku nelayan dalam pemasaran hasil tangkapan Tabel 15. Tingkat ketergantungan finansial nelayan dihitung dengan menggunakan delapan pernyataan yang ditanyakan kepada responden lampiran 3. Pada Tabel 10 dijelaskan bahwa sebanyak 17,5 persen responden nelayan yang memiliki tingkat ketergantungan finansial tinggi akan memutuskan untuk memasarkan hasil tangkapannya kepada langgan. Responden nelayan yang memiliki tingkat ketergantungan rendah dan memutuskan untuk memasarkan hasil tangkapannya kepada TPI adalah sebanyak 57,5 persen. Terdapat 15 persen responden nelayan yang memiliki tingkat ketergantungan finansial tinggi dan memasarkan hasil tangkapannya kepada langgan dan TPI. Terdapat 2,5 persen responden nelayan yang memiliki tingkat ketergantungan finansial sedang kemudian memasarkan hasil tangkapan kepada langgan dan TPI. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa nelayan yang memasarkan hasil tangkapan kepada langgan dan TPI akan memilih salah satu tempat pemasaran sesuai dengan kondisi finansial dan hasil tangkapan. Semua responden yang memasarkan hasil tangkapan kepada langgan dan TPI menyatakan bahwa apabila mereka memiliki hutang kepada langgan, mereka akan memasarkan hasil tangkapan kepada langgan. Akan tetapi, apabila tidak memiliki hutang, maka mereka akan memilih untuk memasarkan hasil tangkapan melalui proses lelang di TPI. Selain itu, dapat dilihat dari data bahwa tidak ada atau nol persen responden nelayan yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi dan memasarkan hasil tangkapan ikannya melalui proses lelang di TPI. Sebaliknya, tidak ada atau nol persen responden nelayan yang memiliki tingkat ketergantungan rendah dan memasarkan hasil tangkapan ikannya kepada langgan. Tabel 15. Hubungan antara Tingkat Ketergantungan Finansial Nelayan dengan Perilaku Nelayan dalam Pemasaran Hasil Tangkapan. Tingkat ketergantungan finansial nelayan terhadap langgan Perilaku Nelayan dalam Pemasaran Hasil Tangkapan Langgan TPI Langgan dan TPI Tinggi 17,5 15 Sedang 7,5 2,5 Rendah 0 57,5 Hasil survai yang diperoleh dari 40 responden menyebutkan bahwa tingkat ketergantungan finansial nelayan sangat berpengaruh terhadap perilaku nelayan dalam pemasaran hasil tangkapan. Nelayan akan cenderung untuk memasarkan hasil tangkapan ikan kepada langgan apabila memiliki tingkat ketergantungan tinggi Gambar 12. Sebaliknya, nelayan akan bebas menjual hasil tangkapan ikannya melalui proses lelang di TPI apabila tingkat ketergantungan finansialnya rendah Gambar 13. Langgan TPI TPI dan Langgan T ingkat Ketergantungan T inggi Arah Pemasaran Pancing Jaring 46,15 42,86 0 0 14,28 14,28 Gambar 12. Diagram Jumlah Responden yang Memiliki Tingkat Ketergantungan Tinggi Berikut dengan Arah Pemasarannya. Sebanyak 42,86 persen responden yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi merupakan nelayan pancing dan akan memasarkan hasil tangkapan ikan kepada langgan. Sebanyak 14,28 persen responden yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi merupakan nelayan jaring dan akan memasarkan hasil tangkapan ikan kepada langgan. Sebaliknya, sebanyak 34,78 persen responden yang memiliki tingkat ketergantungan rendah merupakan nelayan pancing dan akan memasarkan hasil tangkapan ikan kepada TPI. Sebanyak 65,22 persen responden yang memiliki tingkat ketergantungan rendah merupakan nelayan jaring dan akan memasarkan hasil tangkapan ikan kepada TPI. Dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki tingkat ketergantungan finansial tinggi akan memilih untuk memasarkan hasil tangkapan ikannya kepada langgan. Hal tersebut disebabkan karena nelayan tidak memiliki modal awal untuk melakukan aktifitas melaut. Keterikatan terhadap hutang ini yang membuat nelayan terpaksa memasarkan hasil tangkapannya kepada langgan tersebut, walaupun harga yang diberikan jauh dibawah harga pasar atau harga lelang di TPI. Hal tersebut menunjukkan terdapat hubungan pengaruh antara tingkat ketergantungan finansial nelayan dalam ikatan patron-klien yang terjadi dengan perilaku nelayan dalam pemasaran hasil tangkapan, maka hipotesis empat dapat diterima. Langgan TPI TPI dan Langgan T ingkat Ketergantungan Rendah Arah Pemasaran Pancing Jaring 0 34,78 65,22 0 0 Gambar 13. Diagram Jumlah Responden yang Memiliki Tingkat Ketergantungan Rendah Berikut dengan Arah Pemasarannya.

5.4 Perilaku Nelayan dalam Pemasaran Hasil Tangkapan

Perilaku nelayan dalam pemasaran hasil tangkapan adalah tingkah laku nelayan dalam memilih tempat pemasaran hasil tangkapan ikannya. Dalam kasus ini, nelayan dapat memilih antara institusi TPI ataupun langgan sebagai tempat pemasaran. Hipotesis lima adalah terdapat hubungan antara persepsi nelayan mengenai kondisi TPI dengan perilaku nelayan dalam pemasaran hasil tangkapan. Kondisi institusi TPI diukur menggunakan enam indikator yaitu: 1 waktu lelang; 2 kebersihan; 3 retribusi; 4 harga lelang; 5 kinerja pengelola TPI; 6 kondisi gedung dan peralatan lelang. Data hubungan pengaruh antara persepsi nelayan mengenai kondisi TPI dengan perilaku nelayan dalam pemasaran hasil tangkapan yang diperoleh dari responden disajikan pada tabel 16. Tabel 16 menunjukkan bahwa 57,5 persen responden nelayan yang memiliki persepsi positif terhadap kondisi institusi TPI maka akan lebih cenderung memasarkan hasil tangkapannya melalui proses lelang di TPI. Sedangkan sebanyak 7,5 persen responden nelayan yang memiliki persepsi sedang mengenai institusi TPI cenderung memasarkan hasil tangkapannya kepada TPI maupun langgan. Tidak ada atau sebanyak nol persen responden nelayan yang memiliki persepsi rendah terhadap institusi TPI. Data di atas menunjukkan persepsi nelayan yang memasarkan ikan kepada langgan ataupun TPI cenderung positif terhadap institusi TPI sebagai sarana untuk memasarkan hasil tangkapan ikan. Akan tetapi dapat ditunjukkan bahwa semakin tinggi tinggi persepsi responden nelayan mengenai kondisi institusi TPI maka semakin cenderung responden memasarkan hasil tangkapan ikannya melalui proses lelang di TPI. Setelah ditarik kesimpulan, data tersebut dapat menunjukkan terdapat hubungan pengaruh antara persepsi nelayan mengenai kondisi institusi TPI terhadap perilaku nelayan dalam pemasaran hasil tangkapan, maka hipotesis lima dapat diterima. Tabel 16. Hubungan antara Persepsi Nelayan mengenai Kondisi Institusi TPI dengan Perilaku Nelayan dalam Pemasaran Hasil Tangkapan. Persepsi Nelayan Perilaku Nelayan dalam Pemasaran Hasil Tangkapan Langgan TPI Langgan dan TPI Tinggi 25 57,5 10 Sedang 0 7,5 Rendah 0 Data TPI Tanjung Pasir 2011 menyebutkan bahwa sebanyak 233 nelayan yang terdiri dari 79 juragan dan 154 anak buah kapal ABK telah menjadi anggota tetap TPI. Nelayan yang merupakan anggota tetap TPI akan secara rutin menjual hasil tangkapannya melalui proses lelang di TPI. Jika dibandingkan dengan total nelayan Desa Tanjung Pasir secara keseluruhan yaitu sebanyak 348 orang nelayan, maka hanya sebanyak 66,95 persen nelayan yang memanfaatkan institusi TPI. Sisanya sebesar 33,05 persen nelayan memasarkan hasil tangkapan kepada langgan. Dari data yang telah dipaparkan sebelumnya, banyak nelayan yang memiliki pendapat positif mengenai institusi TPI. Meskipun demikian, masih banyak nelayan yang tidak memanfaatkan institusi TPI dan memasarkan hasil tangkapannya kepada langgan. Berikut ini dijelaskan keuntungan menggunakan institusi TPI: Keuntungan menggunakan institusi TPI sebagai sarana pemasaran ikan bagi nelayan, antara lain: 1 Harga lelang di TPI yang lebih tinggi karena penawar tertinggilah yang berhak membeli ikan. 2 Pendapatan nelayan dari hasil menangkap ikan membaik. 3 Terdapat simpanan nelayan untuk musim paceklik ditarik melalui retribusi. Mekanisme pemasaran ikan melalui TPI Gambar 14 dimulai saat nelayan melalui institusi TPI menjual ikannya kepada palele 13 melalui proses lelang. Setelah itu, palele mendistribusikannya kepada konsumen. Jalur transaksi lelang atau proses lelang dimulai dengan pemisahkan hasil tangkapan ikan oleh nelayan sesuai dengan jenisnya setelah itu dijejer dengan kondisi ikan diikat. Seorang petugas TPI melakukan perhitungan dan pencatatan jumlah ikan yang terdapat dalam setiap satu kelompok ikan yang akan dilelang. Jumlah ikan ini dicatat dalam karcis total satuan lelang. Setelah palele berkumpul, maka kegiatan lelang dimulai. Pelelangan dipimpin oleh juru lelang yang menawarkan harga lelang. Naik turunnya harga penawaran tergantung pada volume ikan dan kemampuan modal pedagang. Palele yang ingin membeli dapat langsung menawar dan harga tertinggi yang berhak membeli ikan. Setelah itu palele membayar ikan kepada kasir penerima, kemudian kasir penerima menyerahkan karcis lelang kepada kasir bayar. Kasir bayar akan membayarkan ikan sesuai dengan harga ikan setelah dipotong retribusi kepada nelayan. Pelaksanaan lelang dilakukan secara berurut sesuai dengan nomor urut lelang. 13 Palele adalah sebutan lain untuk bakul yaitu orang yang akan membeli ikan di dalam proses lelang. Palele terdiri dari pedagang, langgan, dan orang umum. Institusi TPI Nelayan Kasir Penerima Juru Lelang Palele Kasir Bayar 5 1 2 3 4 Konsumen 1 2 3 Keterangan: : Jalur Transaksi Lelang : Mekanisme Pemasaran : Lingkup TPI Gambar 14. Mekanisme Pemasaran Ikan melalui TPI Faktor pendorong nelayan dalam pemasaran hasil tangkapan tidak kepada langgan adalah: 1 Nelayan sadar manfaat dan kegunaan TPI. 2 Kondisi Fisik dan non-fisik institusi TPI baik. Kondisi fisik TPI meliputi gedung dan peralatan TPI. Sedangkan kondisi non-fisik TPI meliputi waktu lelang, harga lelang, kebersihan, retribusi, dan kinerja pengelola TPI. Kinerja institusi TPI dapat diketahui berdasarkan kesesuaian antara status dan peran setiap individu pengelola Tabel 17. Nelayan yang mengetahui manfaat dan keuntungan dari institusi TPI akan lebih cenderung untuk memasarkan hasil tangkapan ikannya melalui proses lelang di TPI. Namun, pengaruh yang lebih besar dalam pemasaran hasil tangkapan nelayan melalui proses lelang terjadi ketika nelayan melihat rekan nelayan lainnya mendapatkan penghasilan yang lebih besar pada kuota ikan yang sama. Tabel 17 . Status dan Peranan Pengelola TPI Status Peranan Manajer Penanggung jawab keseluruhan kegiatan lelang TU Pengurus administrasi dan pembukuan kegiatan lelang Juru Lelang - Penanggung jawab kegiatan pelelangan - Pemimpin jalannya proses pelelangan, termaksud tawar- menawar harga, serta penentu harga ikan Juru Tulis Lelang Pencatat tansaksi lelang nelayan Kasir Penerima Menerima uang pembelian ikan pada kegiatan lelang dari palelebakul Kasir Bayar Membayarkan uang hasil lelang ikan kepada nelayan setelah dipotong retribusi Selain melalui institusi TPI, nelayan juga dapat memasarkan hasil tangkapan kepada langgan. Berikut adalah mekanisme pemasaran hasil tangkapan dan hubungan yang terjadi di dalamnya, disajikan pada Gambar 15. Arah pemasaran hasil tangkapan dimulai dari nelayan yang menjual hasil tangkapannya kepada langgan. Setelah itu, langgan memasarkan kembali atau mendistribusikannya kepada konsumen. Hubungan yang terjadi dimulai saat nelayan meminjam modal melaut kepada langgan 1. Dalam proses pemberian modal tersebu, terjadi perjanjian antara nelayan dan langgan yaitu hasil tangkapan nelayan tersebut harus dijual kembali kepada langgan dengan harga yang ditentukan oleh langgan. Setelah terjadi kesepakatan, barulah langgan meminjamkan modal 2. Setelah nelayan pulang melaut, hasil tangkapan ikan nelayan dijual seluruhnya kepada langgan sesuai dengan harga yang ditentukan langgan 3. Uang yang diterima dari penjualan tersebut kemudian dipotong dari banyaknya hutang. Nelayan Langgan 2 3 1 2 1 Konsumen Keterangan: : Arah pemasaran : Hubungan Perilaku Gambar 15. Mekanisme Pemasaran Ikan kepada Langgan Alasan utama nelayan memasarkan ikannnya kepada langgan adalah karena nelayan tidak memiliki modal melaut. Nelayan tidak memiliki modal melaut yang cukup karena tidak mampu membeli solar sebagai bahan bakar perahu dan tidak mempunyai cukup dana untuk membeli perbekalan melaut dan untuk kebutuhan sehari-hari keluarga mereka di rumah. Faktor penarik nelayan dalam menjual hasil tangkapannya kepada langgan adalah: 1 Langgan dapat meminjamkan modal melaut kepada nelayan. 2 Langgan dapat dengan cepat memberikan hutang kepada nelayan untuk kebutuhan sehari-hari. 3 Langgan memberikan kepastian dalam membeli hasil tangkapan nelayan. Selain faktor penarik yang disebutkan diatas, terdapat faktor lain yang juga dapat menyebabkan nelayan menjual hasil tangkapan ikannya kepada langgan yaitu: 1 Jenis alat tangkap nelayan dan waktu melaut nelayan. 2 Hubungan kekerabatan atau keluarga. Jenis alat tangkap juga menentukan arah pemasaran hasil tangkapan. Sebanyak 47,06 persen responden yang memasarkan hasil tangkapannya kepada langgan menggunakan pancing klitik sebagai alat tangkapannya. Kemudian 23,53 persen menggunakan pancing rawe, dan sisanya 29,41 persen menggunakan jaring rampus. Dari observasi lapang, 100 persen nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing klitik memasarkan hasil tangkapannya kepada langgan. Hal tersebut karena nelayan yang menggunakan pancing klitik memiliki waktu melaut yang lebih lama dan melakukan bongkar muatan pada sore hari. Waktu melaut nelayan yang menggunakan pancing klitik biasanya berkisar antara delapan sampai sepuluh jam perhari. Nelayan pergi melaut pukul 05.00 WIB dan bongkar muatan pulang melaut pukul 17.00 WIB. Nelayan dengan jenis alat tangkap pancing klitik akan lebih mudah mendapatkan ikan apabila menjelang sore hari karena ikan akan lebih dekat ke permukaan laut. Nelayan yang memasarkan hasil tangkapan ikannya di TPI umumnya menggunakan alat pancing berjenis pancing rawe dan jaring rampus. Pancing rawe memiliki mata pancing yang banyak sehingga ikan yang akan tertangkap lebih banyak. Jaring rampus juga dapat menangkap ikan dengan hasil yang lebih banyak dibanding menggunakan pancing klitik. Jaring rampus dapat menangkap ikan pada kedalaman yang lebih dalam sehingga tidak perlu bagi nelayan untuk menunggu sore hari agar ikan naik ke permukaan air. Umumnya nelayan yang menggunakan alat pancing berupa pancing rawe dan jaring rampus melakukan aktifitas melaut mulai pukul 23.00 WIB - 03.00 WIB dan pulang melaut atau bongkar muatan pukul 08.00 WIB – 10.00 WIB. Jadwal tersebut sesuai dengan kegiatan lelang yang dimulai pukul 10.00 WIB. Perilaku nelayan dalam pemasaran hasil tangkapan juga dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan atau keluarga. Nelayan yang mempunyai kerabat seorang langgan akan cenderung memasarkan hasil tangkapan ikannya kepada langgan tersebut. Hal ini dilakukan nelayan karena rasa sungkan nelayan apabila memasarkan hasil tangkapan ikannya di tempat lain. Menurut informan, pengaruh hubungan kekerabatan ini berada dalam jumlah yang sangat sedikit, hanya berkisar antara 0,5 sampai satu persen dari total nelayan. Pengaruh terbesar pemasaran hasil tangkapan nelayan terletak pada ketergantungan finansial kepada langgan.

5.5 Analisis Pengaruh Ikatan Patron-Klien Terhadap Perilaku Nelayan