41
2.2. Analisis Warna
Warna merupakan atribut sensori penting pada sebuah produk pangan. Warna ungu pada tepung ubi jalar disebabkan pigmen antosianin. Intensitas
warna ungu pada tepung ubi diukur menggunakan alat Chromameter CR 200 Minolta dengan sistem notasi warna Hunter sistem warna L, a, dan b.
Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan, sedangkan nilai kromatik ditandai dengan nilai a dan b. Nilai a positif menunjukkan warna merah dan a negatif
menunjukkan warna hijau. Nilai b positif menunjukkan warna kuning dan b negatif menunjukkan warna biru Hutching, 1999.
Tepung ubi ungu yang dihasilkan memiliki nilai a positif. Nilai ini menunjukkan tepung cenderung berwarna merah. Tepung ini juga memiliki
nilai b negatif yang menunjukkan tepung memiliki warna cenderung biru. Berdasarkan nilai a dan b pada analisis warna diperoleh nilai
hue. Nilai hue pada keempat jenis tepung berkisar antara 344,23
o
-349,11
o
yang menandakan tepung ubi jalar memiliki warna merah-ungu.
Proses pengukusan dan metode pengeringan mempengaruhi intensitas warna tepung yang dihasilkan. Intensitas warna tepung ditunjukkan dari
nilai chroma. Semakin besar nilai chroma, semakin tinggi intensitas warna tepung ubi jalar. Nilai chroma tertinggi diperoleh dari tepung yang dikukus
selama 10 menit dan dikeringkan dengan sinar matahari, sedangkan nilai chroma terendah diperoleh dari tepung yang dikukus selama 7 menit dan
dikeringkan dengan tray drier.
Tabel 8. Hasil analisis warna tepung ubi jalar
Perlakuan L
a b
Hue C
7 menit matahari 42,17
12,79 -3,61
344,23
o
13,29
bc
10 menit matahari 40,27
13,22 -3,99
344,30
o
13,81
c
7 menit tray drier 42,21
12,37 -2,38
349,11
o
12,59
a
10 menit tray drier 42,52
12,85 -2,76
347,89
o
13,14
b
Proses pengukusan dan metode pengeringan mempengaruhi intensitas warna tepung yang dihasilkan. Intensitas warna tepung ditunjukkan dari
nilai chroma. Semakin besar nilai chroma, semakin tinggi intensitas warna
42 tepung ubi jalar. Nilai chroma tertinggi diperoleh dari tepung yang dikukus
selama 10 menit dan dikeringkan dengan sinar matahari, sedangkan nilai chroma terendah diperoleh dari tepung yang dikukus selama 7 menit dan
dikeringkan dengan tray drier. Hasil analisis ANOVA pada taraf
α= 0,05 menunjukkan lamanya waktu pengukusan dan metode pengeringan berpengaruh nyata terhadap nilai
chroma Lampiran 4. Interaksi antara waktu pengukusan dan metode pengeringan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai chroma
tepung ubi jalar. Tepung yang dikukus selama 7 menit berbeda nyata dengan tepung yang dikukus selama 10 menit. Tepung yang dikukus selama 10
menit memiliki nilai chroma yang lebih besar dibandingkan tepung yang dikukus selama 7 menit.
Selain itu, tepung yang dikukus selama 10 menit memiliki tingkat kecerahan nilai L yang lebih rendah serta nilai a dan nilai b yang lebih
tinggi. Lebih besarnyanya nilai a, b, dan chroma, serta lebih kecilnya nilai L pada tepung yang dikukus selama 10 menit dibandingkan tepung yang
dikukus selama 7 menit, disebabkan oleh kandungan antosianin yang lebih tinggi. Tingginya kandungan antosianin pada tepung ini menunjukkan
waktu pengukusan selama 10 menit lebih efektif menginaktifasi enzim antosianase yang dapat mendegradasi antosianin dan warna ubi jalar ungu.
Sehingga degradasi warna akibat proses pencoklatan enzimatis pada tepung ubi yang dikukus selama 10 menit menjadi lebih kecil.
Berdasarkan hasil analisis keragaman pada Lampiran 4, tepung yang dikeringkan dengan tray drier menghasilkan nilai chroma yang berbeda
nyata dengan tepung yang diker ingkan dengan sinar matahari α0,05.
Tepung yang dikeringkan dengan sinar matahari menghasilkan tepung dengan nilai chroma, a, dan b yang lebih besar serta nilai L yang lebih kecil
dibandingkan tepung yang dikeringkan dengan tray drier. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kandungan antosianin terasilasi pada ubi jalar
ungu. Menurut Hayashi 1996, Besarnya jumlah antosianin yang terasilasi terutama akan meningkatkan kestabilan pigmen antosianin terhadap radiasi
sinar ultaviolet. Sehingga senyawa hasil degradasi antosianin, seperti kalkon
43 dan turunannya yang tidak berwarna, yang terbentuk selama proses
pengeringan tepung lebih sedikit terbentuk pada tepung yang dikeringkan dengan sinar matahari dibanding tepung yang dikeringkan dengan tray
drier. Bila dibandingkan antara hasil analisis total antosianin dan analisis
warna atribut chroma tepung ubi jalar terdapat perbedaan pada hasil analisis keragamannya. Hasil analisis total antosianin, keempat jenis tepung berbeda
nyata kandungan antosianinnya. Sedangkan hasil analisis keragaman terhadap atribut chroma menunjukkan tepung 10 menit tray drier tidak
berbeda nyata dengan tepung 7 menit matahari dan tepung 7 menit matahari tidak berbeda nyata dengan tepung 10 menit matahari.
Perbedaan tersebut diduga disebabkan perbedaan kandungan antosianin pada tepung 10 menit tray drier dan 7 menit matahari tidak selalu
memberikan pengaruh yang nyata terhadap intensitas warna tepung. Hal ini didukung dengan penelitian Fan et al., 2008. Pada penelitian tersebut
dapat diketahui adanya peningkatan kandungan antosianin pada ekstrak ubi jalar tidak selalu meningkatkan intensitas warna ekstrak yang diperoleh.
Hasil analisis total antosianin dan analisis warna kemudian menjadi parameter dalam pemilihan metode pembuatan tepung ubi jalar ungu yang
paling optimum. Berdasarkan kedua hasil analisis tersebut dipilih tepung dengan waktu pengukusan 10 menit dengan metode pengeringan
menggunakan sinar matahari. Tepung ini dipilih karena memiliki intensitas warna terbaik, sebesar 13,81 dan kadar antosianin tertinggi, sebesar 183,44
mg100g tepung.
2.3. Analisis Proksimat