commit to user
I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah
Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan oleh karenanya kebutuhan pangan menjadi bagian dari hak azasi individu. Pangan juga
merupakan komponen dasar yang utama untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu jenis makanan pokok yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pangan adalah beras. Beras merupakan makanan pokok penduduk Indonesia dan sebagian besar penduduk dunia, Khudori 2008:1.
Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduknya tinggal di pedesaan dengan usaha pertanian sebagai mata pencahariannya. Indonesia
berada di jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Jajaran gunungapi ini telah membentuk tanah yang terpengaruh langsung oleh proses
vulkanisme, terutama Pulau Jawa, Sumatra, Bali dan Nusa Tenggara, karena itu Indonesia menjadi negara yang subur secara geografis, didukung pula dengan
iklim tropis yang cocok untuk usaha pertanian. Indonesia pernah berswasembada beras pada tahun 1984 hingga tahun 1987, namun setelah itu Indonesia tidak lagi
berswasembada sehingga tiap tahun harus mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
Tahun 2004 merupakan tahun pertama sejak 1984 Indonesia swasembada beras, namun situasi ini masih dalam kondisi labil. Menurut Yudohusodo 2004,
penyebab labilnya swasembada beras nasional ini karena beberapa hal, pertama, masih terus tejadi alih fungsi lahan akibat tata ruang yang kurang tegas. Kedua,
perluasan kota yang tak terkendali. Ketiga, masih berlangsungnya fragmentasi lahan yang membuat lahan menyempit. Keempat, pemeliharaan irigasi dan
pembangunan infrastruktur pertanian yang tidak memadai. Kelima, rusaknya daerah aliran sungai akibat pembabatan hutan di daerah hulu. Keenam,
perencanaan program perluasan areal pertanian yang belum baik. Ketujuh, penanganan pasca panen yang belum baik. Kedelapan, lambatnya perluasan
penggunaan bibit unggul Yudohusodo, Tempo Interaktif 25 November 2004.
1
commit to user Sejak munculnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman, tidak ada lagi kemampuan pemerintah mengontrol budidaya pertanian. Petani bebas memilih komoditas apa yang akan mereka tanam, petani
bebas memilih jenis tanaman yang mereka anggap paling menguntungkan, tanpa ada tekanan atau paksaan untuk menanam komoditas tertentu yang diinginkan
pemerintah. Sejak itu, impor beras terus meningkat dan puncaknya tahun 1999, di mana impor beras mencapai 4,7 juta ton atau tertinggi sepanjang sejarah Indonesia
Kompas.com, 16 Desember 2008. Pada masa panen tahun 20062007 Indonesia masih mengimpor beras,
beras impor tersebut selama ini didatangkan antara lain dari negara Thailand dan Vietnam. Pada tahun 2008 pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa
Indonesia berhasil mencapai swasembada beras, indikator swasembada beras ditunjukkan dengan keberhasilan Indonesia untuk tidak mengimpor beras sama
sekali selama tahun 2008 berlangsung, ini adalah untuk pertama kalinya Indonesia tidak mengimpor beras, berbeda dengan swasembada yang pernah
dicapai pada tahun 1984 dimana swasembada masih dibarengi impor beras sebesar 414.300 ton. Dengan tidak mengimpor beras berarti Indonesia secara
tidak langsung telah berpartisipasi dalam menurunkan harga beras dunia karena sebagian stok beras dunia yang semula dicadangkan untuk Indonesia tidak dibeli
Indonesia. Dengan dijualnya cadangan beras tersebut ke pasaran internasional maka harga beras dunia mulai menurun www.setneg.go.id.
Pemerintah menargetkan
pada tahun
2009 Indonesia
kembali berswasembada dan dapat memenuhi seluruh permintaan kebutuhan bahan
pangannya dari produk dalam negeri. Target ini direalisasikan dengan wujud penambahan luas areal pertanian. Pemerintah mendorong perluasan lahan panen
padi sekitar 0,7 juta hektar di seluruh Indonesia, pemerintah menargetkan produk padi tahun 2009 mencapai 64 juta ton atau naik 3 juta ton dari capaian 2008,
Kompas
19 April 2009.
Swasembada pangan diharapkan akan dapat terwujud dan mampu menjadi penopang utama ketahanan pangan negara. Swasembada self suffiency, bisa
diartikan kemampuan untuk memenuhi seluruh kebutuhan dari produk sendiri, itu
commit to user artinya swasembada terkait erat dengan keseimbangan antara pasokan supply
dan permintaan demand. Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan bahwa Indonesia sudah
mampu swasembada beras. Swasembada beras di Indonesia sudah dicapai sejak tahun 2004 dengan memenuhi 90 kebutuhan beras dari dalam negeri. Dengan
terpenuhinya pasokan beras sebesar 90 itu dinilainya sudah cukup untuk mendapat predikat swasembada beras, meskipun pemerintah masih tetap harus
mengimpor beras untuk mencukupi kekurangannya. www.republikaonline.com. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk mengakibatkan meningkatnya
kebutuhan pangan, sehingga diperlukan perluasan lahan pertanian untuk meningkatkan produksi pangan guna memenuhi kebutuhan masyarakat, dilain
pihak semakin meningkat pula kebutuhan akan berbagai sarana seperti tempat pemukiman, industri, perkantoran, sarana perdagangan pasar, sarana
kesejahteraan sosial pendidikan, kesehatan, olahraga dan tempat ibadah, sarana hiburan taman, tempat rekreasi serta sarana transportasi jalan, terminal.
Dengan dibangunnya berbagai sarana tersebut diatas lahan pertanian menyebabkan semakin sempitnya lahan pertanian, sehingga mengakibatkan
menurunnya produksi lahan pertanian. Sebagian besar sawah yang subur terdapat di Pulau Jawa sekitar 40 dari
luas seluruh sawah di Indonesia dengan produktifitas hampir dua kali produktifitas lahan di luar Jawa. Saat ini keberadaan sawah-sawah subur
beririgasi di Pulau Jawa terancam oleh gencarnya pembangunan kawasan industri dan perluasan kota perumahan sehingga luas tanah semakin berkurang karena
terkonversi ke lahan non pertanian. Hardjowigeno dan Rayes 2005 : 1. Menurut Khudori 2008:65, dari data BPS Biro Pusat Statistik, selama
kurun waktu 1977-1998 pada lahan sawah di Pulau Jawa diketahui telah terjadi konversi penggunaan lahan dari lahan pertanian ke penggunaan lahan lainnya
industri, jasa, permukiman mencapai 495.000 hektar atau sekitar 15. Akumulasi dari konversi lahan pertanian tersebut mengakibatkan produksi
komoditas pertanian merosot.
commit to user Secara administratif Kecamatan Jaten merupakan bagian dari Kabupaten
Karanganyar. Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu penyangga beras di Jawa Tengah. Di Kabupaten ini pertanian merupakan komoditas yang penting
selain industri dan pariwisata, sesuai dengan slogan Kabupaten Karanganyar yaitu “INTANPARI” Industri pertanian dan Pariwisata.
Kecamatan Jaten dipilih sebagai daerah penelitian karena beberapa alasan, antara lain adalah karena di kecamatan ini luas lahan pertaniannya masih cukup
luas yaitu 1.277,59 Ha dan merupakan penggunaan lahan yang paling luas atau sekitar 50 dari luas seluruh penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Jaten
sumber: Kecamatan Jaten Dalam Angka 2009. Luas lahan pertanian adalah salah satu variabel yang digunakan dalam melakukan evaluasi swasembada beras.
Alasan lain karena letak Kecamatan Jaten yang berdekatan dengan pusat kota Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta. Karena letak Kecamatan Jaten
yang berdekatan dengan pusat kota Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta itulah maka sangat mungkin terjadi pemekaran wilayah perkotaan baik dari
Kabupaten Karanganyar maupun Kota Surakarta, selain itu dijadikannya Kecamatan Jaten sebagai daerah industi diprediksi akan mengakibatkan konversi
perubahan penggunaan lahan yang cukup besar dari lahan pertanian ke penggunaan lahan yang lain seperti permukiman dan industri. Luas lahan
pertanian akan semakin berkurang akibat adanya konversi penggunaan lahan, karena itu maka diperlukan pembaharuan data tentang penggunaan lahan.
Lahan pertanian yang berubah secara cepat dapat menyulitkan pemerintah daerah dalam melakukan pendataan, pada umumnya pendataan ini
memakan waktu yang lama kerena lahan yang akan didata cukup luas cakupannya, hal ini akan berakibat pada mahalnya biaya operasional yang
dikeluarkan dan banyaknya personel yang harus dilibatkan. Data produksi beras yang selama ini digunakan untuk mengambil
kebijakan impor beras berasal dari BPS. Data luas panen dikumpulkan dari hasil survei mantri tani di tiap kecamatan kemudian disetorkan ke BPS dan Departemen
Pertanian. Data produksi padi tidak lepas dari masalah, hal ini terjadi karena proses menjaring data yang dianggap tidak akurat, karena data yang tidak akurat
commit to user itulah maka setiap kebijakan impor beras selalu menimbulkan pro-kontra, Khudori
2008:268. Untuk dapat selalu memperbaharui data sebaran penggunaan lahan pada
daerah yang luas diperlukan cara yang lebih praktis, akurat dan murah untuk menekan biaya, waktu dan jumlah personil yang dibutuhkan. Salah satu caranya
adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh baik dengan foto udara atau citra satelit. Khudori 2008:270 mengemukakan bahwa teknologi satelit
penginderaan jauh sudah digunakan banyak negara karena akurasinya yang tinggi. Dewasa ini perkembangan teknologi satelit semakin baik sehingga
meningkat pula pemanfaatannya untuk berbagai aplikasi. Salah satu citra satelit yang banyak digunakan saat ini adalah citra satelit IKONOS. Menggunakan citra
satelit IKONOS biaya operasionalnya lebih murah daripada menggunakan citra yang dibuat dengan pemotretan foto udara. Citra IKONOS merupakan hasil
perekaman satelit yang dapat diperoleh dari beberapa situs di internet, salah satunya adalah situs www.googleearth.com. Satelit IKONOS menghasilkan citra
penginderaan jauh yang baik, kerincian obyek sangat tinggi dengan resolusi spasial 1 meter dan 4 meter, sebanding dengan resolusi spasial foto udara, dan
perekaman datanya dapat dilakukan setiap hari www.geoeye.com. Karena memiliki kerincian obyek yang sangat tinggi maka kesan yang tampak oleh mata
pada citra satelit IKONOS sangat mirip dengan keadaan sebenarnya dilapangan baik bentuk, warna maupun polanya.
Citra IKONOS daerah liputan Kecamatan Jaten yang tersedia di situs www.googleearth.com sekarang ini adalah citra dari hasil perekaman tahun 2009,
namun demikian tetap diperlukan pengecekkan ke lapangan untuk menguji ketelitian interpretasi citra. Tujuan dari uji ketelitian interpretasi citra adalah
untuk mengecek apakah data yang didapat dari hasil interpretasi citra sesuai dengan kondisi di lapangan atau tidak.
Data hasil interpretasi citra yang telah diuji ketelitiannya kemudian diolah dengan menggunakan SIG Sistem Informasi Geografis. SIG mempunyai
kemampuan untuk
melakukan pengolahan,
penyimpanan, pemrosesan,
manipulasi, menganalisis dan menayangkan data. Pengolahan data menggunakan
commit to user SIG akan lebih cepat, murah, dan akurat daripada pengolahan data secara manual
yang membutuhkan personel yang banyak karena luasnya daerah yang akan diteliti.
Dari interpretasi citra dapat diketahui distribusi spasial lahan pertanian yang berupa sawah, dan dengan pengolahan data menggunakan SIG maka dapat
diketahui luas lahan pertanian yang ada tersebut. Setelah diketahui luas lahan pertanian, jumlah penduduk, produksi beras, dan kebutuhan beras maka dapat
dilakukan evaluasi swasembada beras, sehingga akan dapat diketahui apakah Kecamatan Jaten berswasembada beras atau tidak.
Hasil analisis dan pengolahan data menggunakan SIG akan menghasilkan informasi baru yang menyajikan data swasembada beras di Kecamatan Jaten.
Informasi tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk menentukan kebijakan dalam pengelolaan wilayah Kabupaten Karanganyar, khususnya untuk Kecamatan
jaten. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat ketelitian citra IKONOS untuk mengidentifikasi jenis penggunaan lahan di Kecamatan Jaten?
2. Berapa luas lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009? 3. Berapa produksi beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009?
4. Berapa kebutuhan beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009? 5. Bagaimana swasembada beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009?
commit to user
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui tingkat ketelitian citra IKONOS untuk mengidentifikasi jenis
penggunaan lahan di Kecamatan Jaten. 2. Mengetahui luas lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.
3. Mengetahui produksi beras di Kecamatan Jaten tahun 2009. 4. Mengetahui kebutuhan beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.
5. Mengetahui swasembada beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.
D. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Untuk menambah dan mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan serta mendukung teori-teori yang ada, khususnya geografi
yaitu Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis SIG
2. Kegunaan Praktis
a. Sebagai salah satu informasi mengenai swasembada beras di
Kecamatan Jaten. b.
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat terhadap permasalahan pangan, khususnya beras.
c. Sebagai masukan bagi pemerintah setempat dalam mengambil
kebijakan untuk perencanaan wilayah dan tata ruang kota.
commit to user
II. LANDASAN TEORI