EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009

(1)

commit to user

EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009

Skripsi

oleh:

Fajar Arief Hartanto K 5404032

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009

Disusun Oleh :

Fajar Arief Hartanto

NIM K5404032

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Geografi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Dra. Inna Prihartini, M.S NIP. 19570207 1983032 002

Pembimbing II

Yasin Yusup, S.Si, M.Si NIP. 19740427 2002121 001


(4)

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : ...……… Tanggal : ....………

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Partoso Hadi, M.Si ………..

Sekretaris : Setya Nugraha, S.Si, M.Si ………...

Anggota I : Dra. Inna Prihartini, M.S ………...

Anggota II : Yasin Yusup, S.Si, M.Ssi ….………....………..

Disahkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon. H, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001


(5)

commit to user

ABSTRAK

Fajar Arief Hartanto, EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta, Desember 2010. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui : (1) Tingkat ketelitian citra IKONOS untuk mengidentifikasi jenis penggunaan lahan di Kecamatan Jaten. (2) Luas lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009. (3) Produksi lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009 berdasarkan jenis tanah dan irigasinya. (4) Kebutuhan beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009. (5) Swasembada beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif spasial. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan interpretasi citra IKONOS, observasi lapangan, wawancara,dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan analisis pemetaan hasil interpretasi citra IKONOS dan analisis overlay. Sampel digunakan untuk uji ketelitian dan untuk menentukan narasumber wawancara. Untuk uji ketelitian teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling, dengan jumlah sampel 50 titik, sedangkan teknik sampling untuk menentukan narasumber wawancara menggunakan teknik expert sampling

Hasil penelitian ini adalah : (1) Rerata Ketelitian Citra IKONOS yang digunakan untuk mengidentifikasi penggunaan lahan adalah sebesar 94%. (2) Luas lahan pertanian di daerah penelitian adalah 1.180 Ha (50,90%). (3) Dari lahan pertanian yang ada menghasilkan produksi beras 13.269,55 ton pada tahun 2009 (4). Dengan jumlah penduduk sebanyak 70.770 jiwa didapatkan kebutuhan beras di Kecamatan Jaten berdasarkan angka kebutuhan beras menurut BPS yaitu sebanyak 9.645,95 ton, berdasarkan angka kebutuhan beras menurut FAO sebanyak 9.412,41 ton, sedangkan kebutuhan beras berdasarkan hasil wawancara dengan adalah 6.369,3 ton. (5). Berdasarkan perhitungan menurut kriteria dari BPS di Kecamatan Jaten terjadi surplus beras sebanyak 4.529,25 ton, menurut kriteria dari FAO surplus beras sebanyak 4.762,79 ton, sedangkan menurut angka kebutuhan beras dari hasil wawancara mampu surplus beras sebanyak 7.805,9 ton.


(6)

commit to user

ABSTRACT

Fajar Arief Hartanto, SELF SUFFICIENCY PERFORMANCE EVALUATION OF RICE IN THE SUBDISTRICT OF JATEN IN THE YEAR 2009. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University. Surakarta, December 2010.

The purpose of this study are (1) Determining the accuracy level of IKONOS imagery to identifying of the landuses. (2) Determining the agricultural land in the Subdistrict of Jaten in the year of 2009. (3) Determining the production of agricultural land in the Subdistrict of Jaten in the year of 2009 according the type of soil and irrigation (4) Identifying the needs of rice in the Subistrict of Jaten in the year of 2009. (5) Determining the ability of rice self-sufficiency in the District of Jaten in the year of 2009.

According to the purposes of the research, the method which is used in this study is spatial descriptive method. Collecting data ini this study uses IKONOS imagery interpretation, observations, and documentations. To data analysis the reacher uses imagery interpretation analysis, maps analysis and overlay analysis. To test the accuracy of IKONOS imagery, the reacher uses purposive sampling techniques with 50 point of total sample, while to interview the resource person the reacher uses expert sampling techniques.

The results of this study are: (1) the accuracy of IKONOS imagery is 94%. (2) agricultural land in the study area is equal 1.180 hectares (50,9%). The most of agricultural landuses are located in the Sroyo Village. (3) By 1.180 hectares agricultural land can produce 16.992 tons of rice in the year of 2009. (4) With 70.770 population of inhabitants, according to the BPS was found that the rice requirement is 9.645,95 tons, based on the rice needs according to FAO were 9.412,41 tons, while rice needs based on interviews is amount to 6.369,3 tons. (5). Based on the calculation according to the criteria of BPS in the Subdistrict of Jaten got 4.529,25 tons of surplus rice, according to the criteria of the FAO were 4.762,79 tons of surplus rice, while according to the interview Subdistrict of Jaten got 7.805,9 tons of surplus rice.


(7)

commit to user

MOTTO

Suradira jayaningrat lebur dening pangastuti

(NN)

“What I hear, I forget, what I hear and see, I remember little, what I hear, see and ask question about or discuss with some one, I begin to understand, what I teach to another, I master”

(Credo)

Man jadda wa jadda


(8)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada :

Ibu dan Bapak yang kusayangi

Keluarga Besarku

Almamater


(9)

commit to user

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh,

Segala Puji bagi Allah Swt Sang Maha Pencipta Ilmu Pengetahuan, atas Karunianya-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi guna memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dalam penulisan skripsi ini banyak mendapatkan bimbingan dan saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin untuk pengadaan penelitiandan penyusunan skripsi.

2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atas ijin yang diberikan.

3. Drs. Partoso Hadi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi, terima kasih atas ijin yang telah diberikan.

4. Dra. Inna Prihartini, M.S, selaku Pembimbing I terima kasih atas ilmu, bimbingan, dan nasehat-nasehatnya.

5. Bapak Yasin Yusup, S.Si, M.Si selaku Pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, semangat, inspirasi dan motivasinya.

6. Bapak Drs. Ahmad, M.Si, selaku Pembimbing Akademik.

7. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Geografi, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

8. Pemerintah Kabupaten Karanganyar beserta jajaran instansi dibawahnya yang telah bersedia memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

9. Budi Setyarso, S.Pd, sahabat yang besar jasanya kepada penulis. Terimakasih untuk semuanya.

10. Soleh, Tina, Eka, Linda, Wita, Habib, Sukma, Nasir, Dodit, terimakasih atas persahabatan yang terjalin indah.


(10)

commit to user

12. Mas bono dan keluarga besarnya yang banyak membantu penulis. 13. Asep, Nanang Sutofik, Agus Sudiro, teman seperjuangan yang setia.

14. Assa, orang yang memberikan semangat, asa dan motivasi kepada penulis. Terimakasih atas dukungan moral dan material yang luar biasa.

15. Saudara-saudaraku seiman di kos 393 yang penulis cintai karena Allah.

Hariyanto, Danang, Triyono, Abdul Manan, Sya’bani, Zaenal, Sukron

Jazzakumullah khoiron katsir. Semoga Allah membalas kebaikan kalian. 16. Seluruh pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu

per satu. Terimakasih atas dukungan dan kerjasamanya.

Menyadari masih banyaknya kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran agar karya sederhana ini bisa lebih sempurna. Besar harapan, apa yang telah penulis persembahkan dapat bermanfaat bagi para pembaca dan menjadi salah satu sumbangan dalam memperkaya khasanah ilmu dan pengetahuan.

Surakarta, Desember 2010


(11)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN ABSTRAK ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR PETA ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Kegunaan Teoritis ... 7

2. Kegunaan Praktis ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Penginderaan jauh... 8

2. Citra IKONOS... 9

3. Interpretasi Citra... 13

4. Pemanfaatan Citra IKONOS untuk Identifikasi Luas Lahan Pertanian... 19

5. Uji Ketelitian Interpretasi... 22

6 Penggunaan Lahan... 24

7 Lahan Pertanian... 30


(12)

commit to user

9. Produksi Beras ... 32

10. Kebutuhan Beras... 32

11. Swasembada Beras... 32

12. Sistem Informasi Geografis (SIG)... 32

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 37

C. Kerangka Berfikir... 42

BAB III. METODE PENELITIAN... 44

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 44

B. Metode Penelitian ... 45

C. Sumber dan Jenis Data ... 47

1. Data Primer ... 47

2. Data Sekunder ... 47

D. Populasi dan Teknik Sampling... 47

1. Populasi... 47

2. Sampel…... 3. Teknik Sampling ... 48 48 E. Teknik Pengumpulan Data... 51

1. Dokumentasi... 51

2. Observasi ... 51

3. Wawancara ... 51

F. Validitas Data ... 52

G. Analisis Data ... 53

1. Penggunaan Lahan... 2. Luas Sawah... 3. Produksi Lahan Pertanian... 53 54 54 4. Kebutuhan Beras... 55

5. Swasembada Beras... 55

H. Prosedur Penelitian ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 58

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58


(13)

commit to user

2. Iklim ... 60

3. Tanah ... 64

4. Hidrologi... 66

5. Keadaan Penduduk 66 B. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 77

1. Penggunaan lahan ... a. Jenis Penggunaan Lahan... b. Uji Ketelitian Interpretasi Citra IKONOS ... 77 79 86 2. Luas Sawah dan Persebaranya di Kecamatan Jaten Tahun 2009…. 3. Sawah Berdasarkan Jenis Tanah... 4. Sawah Berdasarkan Jenis Irigasi... 5. Sawah Berdasarkan Hasil Overlay Antara Jenis Tanah dan Irigasi. 89 90 92 95 6. Produksi Beras di Kecamatan Jaten Tahun 2009... 97

4. Kebutuhan Beras Di Kecamatan Jaten Tahun 2009... 5. Swasembada Beras Di Kecamatan Jaten Tahun 2009... 101 103 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Implikasi ... 109

C. Saran-saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 110 LAMPIRAN ...


(14)

commit to user

DAFTAR TABEL

1. Karakteristik Citra IKONOS ... 2. Kontingensi Uji Ketelitian interpretasi... 3. Penelitian yang Relevan... 4. Tahap pelaksanaan Penelitian... 5. Nama Desa dan Luas Wilayah di Kecamatan Jaten... 6. Klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson………... 7. Curah hujan Kecamatan Jaten tahun 1999 – 2008... 8. Jumlah Penduduk Daerah Penelitian Tiap Desa... 9. Kepadatan Penduduk Daerah Penelitian………... 10. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 11. Rasio Jenis Kelamin Penduduk ... 12. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ………... 13. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 14. Penggunaan Lahan Kecamatan Jaten Tahun 2009... 15. Uji Ketelitian Interpretasi... 16. Hasil Pengukuran Menggunakan Citra IKONOS dan Peta RBI.. 17. Luas Sawah di Kecamatan Jaten Tahun 2009... 18. Luas Panen, Produksi Padi, dan Produksi Beras di Kabupaten Karanganyar Tahun 2009... 19. Produksi Padi tahun 2009 Menurut Mantri Tani... 20. Produktifitas Padi Pada Masing-masing Tipe Sawah... 21. Produksi Padi dan Beras Pada Masing-masing Tipe Sawah... 22. Produksi Padi dan Beras Pada Masing-masing Desa... 23. Kebutuhan Beras di Kecamatan Jaten tahun 2009... 24. Kemampuan swasembada beras di Kecamatan Jaten ...

11 23 40 44 60 61 62 67 68 73 74 75 76 83 87 89 90 97 98 98 99 100 102 105


(15)

commit to user

DAFTAR PETA

1. Peta Citra IKONOS Kecamatan Jaten... 2. Peta Lokasi Sampel Uji Ketelitian Interpretasi... 3. Peta Administratif Kecamatan Jaten... 4. Peta Jenis Tanah... 5. Peta Kepadatan Penduduk Kecamatan Jaten... 6. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Jaten... 7. Peta Persebaran Sawah Berdasarkan Jenis Tanah... 8. Peta Persebaran Sawah Menurut Jenis Irigasi... 9. Peta Persebaran Sawah Berdasarkan Jenis Tanah dan Irigasi... 10. Peta Produksi Beras... 11. Peta Kebutuhan Beras... 12. Peta Swasembada Beras... 13. Peta Rekomendasi ...

12 48 59 65 70 85 91 94 96 101 103 107 111


(16)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

1. Sawah Pada Saat Kering dan Tergenang... 2. Bentuk Sungai yang Mengikuti... 3. Bentuk Jalan yang Teratur... 4. Perbedaan Ukuran Jalan... 5. Perbedaan Tekstur Sawah dan Kebun Campur... 6. Pola Permukiman... 7. Cerobong Asap Pabrik... 8. Situs Permukiman Memanjang... 9. Stasiun Kereta Api Berasosiasi dengan Rel Bercabang... 10. Perubahan Pengunaan Lahan Kosong Menjadi Bangunan... 11. Perubahan Pengunaan Lahan Sawah Menjadi Bangunan... 12. Perubahan Pengunaan Lahan Sawah Menjadi Permukiman... 13. Bagan Kerangka Berpikir... 14. Grafik Tipe Curah Hujan Daerah Penelitian... 15. Piramida penduduk Kecamatan Jaten... 16. Permukiman pada Citra IKONOS dan di Lapangan... 17. Sawah Pada Citra IKONOS dan di Lapangan... 18. Kebun Campur pada Citra IKONOS dan di Lapangan ... 19. Lahan Kosong pada Citra IKONOS dan di Lapangan... 20. Saluran Irigasi pada Citra IKONOS dan di Lapangan... 21. Kenampakan Industri pada Citra IKONOS dan di Lapangan... 22. Peternakan pada Citra IKONOS dan di Lapangan... 23. Kenampakan SPBU pada Citra IKONOS. dan di Lapangan…... 24. Kenampakan Hotel pada Citra IKONOS... 25. Pengukuran Panjang Jalan pada Citra IKONOS dan Peta RBI... 26. Saluran PBS dan Saluran Canden... 27. Saluran Irigasi Tersier di desa Sroyo... 28. Diagram Produksi dan Kebutuhan Beras...

14 14 15 15 16 17 17 18 19 21 21 22 43 63 72 78 79 79 80 80 81 82 82 83 88 92 93 105


(17)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Pertanyaan Wawancara (Quesioner). 2. Lembar observasi

3. Data data produksi lahan pertanian 4. Perijinan.


(18)

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan oleh karenanya kebutuhan pangan menjadi bagian dari hak azasi individu. Pangan juga merupakan komponen dasar yang utama untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu jenis makanan pokok yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan adalah beras. Beras merupakan makanan pokok penduduk Indonesia dan sebagian besar penduduk dunia, Khudori (2008:1).

Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduknya tinggal di pedesaan dengan usaha pertanian sebagai mata pencahariannya. Indonesia berada di jalur pegunungan Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Jajaran gunungapi ini telah membentuk tanah yang terpengaruh langsung oleh proses

vulkanisme, terutama Pulau Jawa, Sumatra, Bali dan Nusa Tenggara, karena itu Indonesia menjadi negara yang subur secara geografis, didukung pula dengan iklim tropis yang cocok untuk usaha pertanian. Indonesia pernah berswasembada beras pada tahun 1984 hingga tahun 1987, namun setelah itu Indonesia tidak lagi berswasembada sehingga tiap tahun harus mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

Tahun 2004 merupakan tahun pertama sejak 1984 Indonesia swasembada beras, namun situasi ini masih dalam kondisi labil. Menurut Yudohusodo (2004), penyebab labilnya swasembada beras nasional ini karena beberapa hal, pertama, masih terus tejadi alih fungsi lahan akibat tata ruang yang kurang tegas. Kedua, perluasan kota yang tak terkendali. Ketiga, masih berlangsungnya fragmentasi lahan yang membuat lahan menyempit. Keempat, pemeliharaan irigasi dan pembangunan infrastruktur pertanian yang tidak memadai. Kelima, rusaknya daerah aliran sungai akibat pembabatan hutan di daerah hulu. Keenam, perencanaan program perluasan areal pertanian yang belum baik. Ketujuh, penanganan pasca panen yang belum baik. Kedelapan, lambatnya perluasan penggunaan bibit unggul (Yudohusodo, Tempo Interaktif 25 November 2004).


(19)

commit to user

Sejak munculnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, tidak ada lagi kemampuan pemerintah mengontrol budidaya pertanian. Petani bebas memilih komoditas apa yang akan mereka tanam, petani bebas memilih jenis tanaman yang mereka anggap paling menguntungkan, tanpa ada tekanan atau paksaan untuk menanam komoditas tertentu yang diinginkan pemerintah. Sejak itu, impor beras terus meningkat dan puncaknya tahun 1999, di mana impor beras mencapai 4,7 juta ton atau tertinggi sepanjang sejarah Indonesia (Kompas.com, 16 Desember 2008).

Pada masa panen tahun 2006/2007 Indonesia masih mengimpor beras, beras impor tersebut selama ini didatangkan antara lain dari negara Thailand dan Vietnam. Pada tahun 2008 pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa Indonesia berhasil mencapai swasembada beras, indikator swasembada beras ditunjukkan dengan keberhasilan Indonesia untuk tidak mengimpor beras sama sekali selama tahun 2008 berlangsung, ini adalah untuk pertama kalinya Indonesia tidak mengimpor beras, berbeda dengan swasembada yang pernah dicapai pada tahun 1984 dimana swasembada masih dibarengi impor beras sebesar 414.300 ton. Dengan tidak mengimpor beras berarti Indonesia secara tidak langsung telah berpartisipasi dalam menurunkan harga beras dunia karena sebagian stok beras dunia yang semula dicadangkan untuk Indonesia tidak dibeli Indonesia. Dengan dijualnya cadangan beras tersebut ke pasaran internasional maka harga beras dunia mulai menurun (www.setneg.go.id).

Pemerintah menargetkan pada tahun 2009 Indonesia kembali berswasembada dan dapat memenuhi seluruh permintaan kebutuhan bahan pangannya dari produk dalam negeri. Target ini direalisasikan dengan wujud penambahan luas areal pertanian. Pemerintah mendorong perluasan lahan panen padi sekitar 0,7 juta hektar di seluruh Indonesia, pemerintah menargetkan produk padi tahun 2009 mencapai 64 juta ton atau naik 3 juta ton dari capaian 2008, (Kompas 19 April 2009).

Swasembada pangan diharapkan akan dapat terwujud dan mampu menjadi penopang utama ketahanan pangan negara. Swasembada (self suffiency), bisa diartikan kemampuan untuk memenuhi seluruh kebutuhan dari produk sendiri, itu


(20)

commit to user

artinya swasembada terkait erat dengan keseimbangan antara pasokan (supply) dan permintaan (demand).

Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan bahwa Indonesia sudah mampu swasembada beras. Swasembada beras di Indonesia sudah dicapai sejak tahun 2004 dengan memenuhi 90% kebutuhan beras dari dalam negeri. Dengan terpenuhinya pasokan beras sebesar 90% itu dinilainya sudah cukup untuk mendapat predikat swasembada beras, meskipun pemerintah masih tetap harus mengimpor beras untuk mencukupi kekurangannya. (www.republikaonline.com).

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk mengakibatkan meningkatnya kebutuhan pangan, sehingga diperlukan perluasan lahan pertanian untuk meningkatkan produksi pangan guna memenuhi kebutuhan masyarakat, dilain pihak semakin meningkat pula kebutuhan akan berbagai sarana seperti tempat pemukiman, industri, perkantoran, sarana perdagangan (pasar), sarana kesejahteraan sosial (pendidikan, kesehatan, olahraga dan tempat ibadah), sarana hiburan (taman, tempat rekreasi) serta sarana transportasi (jalan, terminal). Dengan dibangunnya berbagai sarana tersebut diatas lahan pertanian menyebabkan semakin sempitnya lahan pertanian, sehingga mengakibatkan menurunnya produksi lahan pertanian.

Sebagian besar sawah yang subur terdapat di Pulau Jawa (sekitar 40% dari luas seluruh sawah di Indonesia) dengan produktifitas hampir dua kali produktifitas lahan di luar Jawa. Saat ini keberadaan sawah-sawah subur beririgasi di Pulau Jawa terancam oleh gencarnya pembangunan kawasan industri dan perluasan kota (perumahan) sehingga luas tanah semakin berkurang karena terkonversi ke lahan non pertanian. Hardjowigeno dan Rayes (2005 : 1).

Menurut Khudori (2008:65), dari data BPS (Biro Pusat Statistik), selama kurun waktu 1977-1998 pada lahan sawah di Pulau Jawa diketahui telah terjadi konversi penggunaan lahan dari lahan pertanian ke penggunaan lahan lainnya (industri, jasa, permukiman) mencapai 495.000 hektar atau sekitar 15%. Akumulasi dari konversi lahan pertanian tersebut mengakibatkan produksi komoditas pertanian merosot.


(21)

commit to user

Secara administratif Kecamatan Jaten merupakan bagian dari Kabupaten Karanganyar. Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu penyangga beras di Jawa Tengah. Di Kabupaten ini pertanian merupakan komoditas yang penting selain industri dan pariwisata, sesuai dengan slogan Kabupaten Karanganyar yaitu

“INTANPARI” (Industri pertanian dan Pariwisata).

Kecamatan Jaten dipilih sebagai daerah penelitian karena beberapa alasan, antara lain adalah karena di kecamatan ini luas lahan pertaniannya masih cukup luas yaitu 1.277,59 Ha dan merupakan penggunaan lahan yang paling luas atau sekitar 50% dari luas seluruh penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Jaten (sumber: Kecamatan Jaten Dalam Angka 2009). Luas lahan pertanian adalah salah satu variabel yang digunakan dalam melakukan evaluasi swasembada beras.

Alasan lain karena letak Kecamatan Jaten yang berdekatan dengan pusat kota Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta. Karena letak Kecamatan Jaten yang berdekatan dengan pusat kota Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta itulah maka sangat mungkin terjadi pemekaran wilayah perkotaan baik dari Kabupaten Karanganyar maupun Kota Surakarta, selain itu dijadikannya Kecamatan Jaten sebagai daerah industi diprediksi akan mengakibatkan konversi (perubahan) penggunaan lahan yang cukup besar dari lahan pertanian ke penggunaan lahan yang lain seperti permukiman dan industri. Luas lahan pertanian akan semakin berkurang akibat adanya konversi penggunaan lahan, karena itu maka diperlukan pembaharuan data tentang penggunaan lahan.

Lahan pertanian yang berubah secara cepat dapat menyulitkan pemerintah daerah dalam melakukan pendataan, pada umumnya pendataan ini memakan waktu yang lama kerena lahan yang akan didata cukup luas cakupannya, hal ini akan berakibat pada mahalnya biaya operasional yang dikeluarkan dan banyaknya personel yang harus dilibatkan.

Data produksi beras yang selama ini digunakan untuk mengambil kebijakan impor beras berasal dari BPS. Data luas panen dikumpulkan dari hasil survei mantri tani di tiap kecamatan kemudian disetorkan ke BPS dan Departemen Pertanian. Data produksi padi tidak lepas dari masalah, hal ini terjadi karena proses menjaring data yang dianggap tidak akurat, karena data yang tidak akurat


(22)

commit to user

itulah maka setiap kebijakan impor beras selalu menimbulkan pro-kontra, Khudori (2008:268).

Untuk dapat selalu memperbaharui data sebaran penggunaan lahan pada daerah yang luas diperlukan cara yang lebih praktis, akurat dan murah untuk menekan biaya, waktu dan jumlah personil yang dibutuhkan. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh baik dengan foto udara atau citra satelit. Khudori (2008:270) mengemukakan bahwa teknologi satelit penginderaan jauh sudah digunakan banyak negara karena akurasinya yang tinggi.

Dewasa ini perkembangan teknologi satelit semakin baik sehingga meningkat pula pemanfaatannya untuk berbagai aplikasi. Salah satu citra satelit yang banyak digunakan saat ini adalah citra satelit IKONOS. Menggunakan citra satelit IKONOS biaya operasionalnya lebih murah daripada menggunakan citra yang dibuat dengan pemotretan foto udara. Citra IKONOS merupakan hasil perekaman satelit yang dapat diperoleh dari beberapa situs di internet, salah satunya adalah situs www.googleearth.com. Satelit IKONOS menghasilkan citra penginderaan jauh yang baik, kerincian obyek sangat tinggi dengan resolusi spasial 1 meter dan 4 meter, sebanding dengan resolusi spasial foto udara, dan perekaman datanya dapat dilakukan setiap hari (www.geoeye.com). Karena memiliki kerincian obyek yang sangat tinggi maka kesan yang tampak oleh mata pada citra satelit IKONOS sangat mirip dengan keadaan sebenarnya dilapangan baik bentuk, warna maupun polanya.

Citra IKONOS daerah liputan Kecamatan Jaten yang tersedia di situs www.googleearth.com sekarang ini adalah citra dari hasil perekaman tahun 2009, namun demikian tetap diperlukan pengecekkan ke lapangan untuk menguji ketelitian interpretasi citra. Tujuan dari uji ketelitian interpretasi citra adalah untuk mengecek apakah data yang didapat dari hasil interpretasi citra sesuai dengan kondisi di lapangan atau tidak.

Data hasil interpretasi citra yang telah diuji ketelitiannya kemudian diolah dengan menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis). SIG mempunyai kemampuan untuk melakukan pengolahan, penyimpanan, pemrosesan, manipulasi, menganalisis dan menayangkan data. Pengolahan data menggunakan


(23)

commit to user

SIG akan lebih cepat, murah, dan akurat daripada pengolahan data secara manual yang membutuhkan personel yang banyak karena luasnya daerah yang akan diteliti.

Dari interpretasi citra dapat diketahui distribusi spasial lahan pertanian yang berupa sawah, dan dengan pengolahan data menggunakan SIG maka dapat diketahui luas lahan pertanian yang ada tersebut. Setelah diketahui luas lahan pertanian, jumlah penduduk, produksi beras, dan kebutuhan beras maka dapat dilakukan evaluasi swasembada beras, sehingga akan dapat diketahui apakah Kecamatan Jaten berswasembada beras atau tidak.

Hasil analisis dan pengolahan data menggunakan SIG akan menghasilkan informasi baru yang menyajikan data swasembada beras di Kecamatan Jaten. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk menentukan kebijakan dalam pengelolaan wilayah Kabupaten Karanganyar, khususnya untuk Kecamatan jaten. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “EVALUASI SWASEMBADA BERAS DI KECAMATAN JATEN TAHUN 2009”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat ketelitian citra IKONOS untuk mengidentifikasi jenis penggunaan lahan di Kecamatan Jaten?

2. Berapa luas lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009? 3. Berapa produksi beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009? 4. Berapa kebutuhan beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009? 5. Bagaimana swasembada beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009?


(24)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat ketelitian citra IKONOS untuk mengidentifikasi jenis penggunaan lahan di Kecamatan Jaten.

2. Mengetahui luas lahan pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009. 3. Mengetahui produksi beras di Kecamatan Jaten tahun 2009.

4. Mengetahui kebutuhan beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009. 5. Mengetahui swasembada beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.

D. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Untuk menambah dan mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan serta mendukung teori-teori yang ada, khususnya geografi yaitu Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG)

2. Kegunaan Praktis

a. Sebagai salah satu informasi mengenai swasembada beras di Kecamatan Jaten.

b. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat terhadap permasalahan pangan, khususnya beras.

c. Sebagai masukan bagi pemerintah setempat dalam mengambil kebijakan untuk perencanaan wilayah dan tata ruang kota.


(25)

commit to user

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Penginderaan Jauh

Menurut Lillesand dan Kiefer (1990:1) penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Dari definisi tersebut maka berbagai analisa data dapat dilakukan tanpa harus berada di lokasi kejadian, sebagai contoh terjadi suatu bencana alam seperti banjir, kebakaran hutan, atau luapan lumpur misalnya, maka tidak perlu datang ke lokasi untuk menghitung berapa luas daerah yang mengalami kerusakan tetapi cukup menggunakan citra hasil dari penginderaan jauh seperti foto udara, citra satelit dan lain-lain.

Jenis data yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh berupa data digital dan analog. Data digital atau numerik adalah merupakan hasil rekaman penginderaan jauh dalam bentuk angka sebagai cerminan nilai spektral obyek yang direkam oleh sensor untuk dianalis menggunakan komputer. Data analog atau data visual terbagi menjadi dua yaitu data citra dan non citra. Data non citra merupakan data analog satu dimensi (berupa angka dan grafik) sementara data citra merupakan data analog dua dimensi yang mirip dengan wujud aslinya. Data citra dibedakan lagi menjadi citra foto dan citra non foto (Sutanto, 1986:65).

Penginderaan jauh dapat dimanfaatkan oleh seluruh disiplin ilmu yang mengkaji dan menganalisis fenomena spasial di permukaan bumi, dan telah teruji kehandalannya. Lebih lanjut penginderaan jauh diperlukan dalam perolehan data yang berkesinambungan untuk merumuskan program dan kebijakan permasalahan lingkungan dan perencanaan sumberdaya alam. Penggunaan data penginderaan jauh untuk kajian spasial mempunyai keunggulan dalam hal penghematan biaya dan waktu, hal ini dikarenakan data penginderaan jauh mampu menampilkan dan memvisualisasikan kenampakan bumi dengan liputan yang cukup luas. Penginderaan jauh mempunyai kemampuan untuk menghasilkan data spasial yang


(26)

commit to user

susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dari permukaan bumi dalam jumlah yang banyak dan waktu yang cepat. Penginderaan jauh membutuhkan suatu sistem pengelolaan dan penanganan data yang tepat dan efisien sehingga informasi spasial dari citra penginderaan jauh yang diperoleh dapat berguna untuk kepentingan yang luas. Sistem atau piranti yang dapat digunakan untuk pengelolaan dan penanganan data spasial tersebut adalah Sistem Informasi Geografis (SIG) karena SIG adalah sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat geografi, Prahasta (2001:57).

2. Citra IKONOS

Menurut Hornby dalam Sutanto (1986:5) citra penginderaan jauh (yang selanjutnya disingkat citra) merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya. Citra dibedakan menjadi dua yaitu foto (photograpic image) dan non foto (non photograpic image).

Berdasarkan wahana yang digunakan ada dua jenis foto, yaitu foto udara dan foto satelit. Foto udara pada umumnya dibuat dengan menggunakan pesawat terbang atau balon sebagai wahananya, sedangkan foto satelit atau foto orbital adalah foto yang dibuat dengan menggunakan satelit sebagai wahananya.

Citra IKONOS adalah citra satelit yang dibuat atau direkam menggunakan satelit IKONOS. Satelit IKONOS diluncurkan pada tanggal 24 September 1999 di Vandenberg Air Force Base, California, Amerika Serikat. Satelit mengorbit secara sun-synchronous polar, artinya mengelilingi bumi dengan hampir melewati kutub, memotong rotasi bumi. Satelit ini memiliki ketinggian 681 km dpal dengan sudut inklinasi sebesar 98,10, melintasi bumi sebanyak 14 kali/hari atau memerlukan 98 menit untuk sekali lintasan dengan kecepatan 7 km/detik. Pada orbit ini satelit IKONOS akan memotret daerah yang dilewati secara tetap, yaitu sekitar pukul 10.30 pagi, (www.geoeye.com).

Kerincian informasi yang dapat disadap dari penginderaan jauh sangat bergantung pada resolusi. Menurut Sutanto (1986:13) ada empat macam resolusi yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiomerik dan resolusi temporal. Resolusi spasial adalah ukuran obyek terkecil yang dapat disajikan, dibedakan,


(27)

commit to user

dan dikenali pada citra. Resolusi spektral menunjukkan kerincian spektrum elektromagnetik yang digunakan didalam suatu sistem penginderaan jauh. Resolusi radiometrik menunjukkan kepekaan system sensor terhadap perbedaan terkecil kekuatan sinyal. Resolusi temporal merupakan frekuensi perekaman ulang bagi daerah yang sama.

Satelit IKONOS memiliki resolusi spasial 1 m pada mode pankromatik dan 4 m pada mode multispektral, dimana waktu pencitraan dilakukan secara serempak. Citra IKONOS mempunyai resolusi radiometrik 11 bits per pixel (2048 gray tones), hal ini berarti IKONOS dapat menangkap tingkat keabuan (rona) pada skala yang luas sehingga pengguna dapat mengamati sebuah gambar atau obyek dengan lebih detail, dengan demikian akan sangat menguntungkan pengamat dalam memperoleh informasi tentang obyek yang diamati. Citra IKONOS memiliki resolusi temporal yang cukup singkat, yaitu antara 1,5 sampai 3 hari sehingga sangat mudah dalam memperbarui data (www.geoeye.com), namun untuk citra IKONOS yang diperoleh dari internet secara gratis melalui situs www.googleearth.com resolusi temporalnya lebih lama lagi, pada beberapa daerah liputan resolusi temporalnya sekitar satu tahun bahkan ada yang lebih dari satu tahun.

Satelit IKONOS yang menghasilkan citra penginderaan jauh dengan sangat baik, sebanding dengan resolusi spasial foto udara. Karena kerincian obyek sangat tinggi maka kesan obyek pada citra serupa dengan kesan mata saat memandang obyek yang asli di lapangan. Dengan kemampuan resolusi spasial yang tinggi ini citra IKONOS dapat dimanfaatkan sebagai sumber data untuk pemetaan, inventarisasi dan monitoring potensi sumberdaya alam pada skala detil dimana sebelumnya hanya dapat dilakukan oleh foto udara. Melihat karakter resolusi spasialnya yang baik IKONOS dapat didesain untuk digunakan pada berbagai macam bidang aplikasi antara lain: penentuan batas bidang, identifikasi jaringan jalan, transportasi, dan identifikasi bangunan, Kusuma (2006:6).

Data digital satelit IKONOS telah terkoreksi secara geometrik, artinya data citra IKONOS mempunyai kedudukan koordinat yang tepat pada pemukaan bumi, sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai data dalam pemetaan.


(28)

commit to user

Keunggulan citra IKONOS dibandingkan foto udara adalah distorsi sentral yang relatif kecil daripada foto udara.

Dengan ketinggian sensor pada wahana satelit IKONOS yang mencapai 681 km dpal memungkinkan perolehan data dengan kualitas metrik citra yang lebih baik. Adapun karakteristik satelit IKONOS dapat disimak pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Karakteristik Citra IKONOS

Tanggal Peluncuran 24 September 1999 di Vandenberg Air Force Base, California

Usia operasi Lebih dari 7 tahun

Orbit 98.1 derajad, sun synchronous

Kecepatan pada orbit 7.5 kilometer (4.7 mil) per detik Kecepatan di atas tanah 6.8 kilometer (4.2 mil) per detik

Jumlah revolusi 98 menit

Waktu orbit mengelilingi bumi 14.7 setiap 24 jam

Ketinggian 681 kilometer (423 mil)

Resolusi Nadir: 0.82 meter (2.7 feet) panchromatik 3.2 meter (10.5 feet) multispektral 26° Off-Nadir: 1.0 meter (3.3 feet) pankromatik 4.0 meters (13.1 feet) multispektral

Lebar Swath 11.3 kilometer (7.0 mil) pada nadir 13.8 kilometer (8.6 mil) pada 26° off-nadir Waktu melewati ekuator Sekitar jam 10:30 a.m. solar time

Waktu revisit Sekitar 3 jam pada resolusi 1-meter, 40° L Dynamic range 11 bits per piksel

Jumlah band Pankromatik, R, G, B, dan NIR

Sumber: (Space Imaging, 2002)


(29)

commit to user

Peta1. Citra ikonos


(30)

commit to user

Interpretasi Citra IKONOS

Cara memperoleh informasi dari data penginderaan jauh adalah dengan interpretasi. Estes dan Simonet (1975) dalam Sutanto (1986) mengatakan bahwa interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti penting dari obyek tersebut.

Sutanto (1986), mengatakan bahwa “penyadapan informasi yang lengkap

dari foto udara memerlukan teknik interpretasi yang teliti atau sesuai dengan kondisi di lapangan. Interpretasi citra penginderaan jauh akan optimal jika didukung kerja lapangan yang baik. Agar hasil interpretasi foto udara dapat sesuai dengan obyek yang sebenarnya di lapangan, maka disamping harus memiliki pengetahuan awal tentang obyek kajian juga perlu dipahami karakteristik obyek dengan memperhatikan unsur-unsur interpretasi foto udara”.

Unsur interpretasi citra adalah karakteristik obyek pada citra atau foto yang digunakan sebagai kunci pengenalan obyek Untuk melakukan interpretasi citra maupun foto udara digunakan kriteria atau unsur interpretasi yang terdiri atas rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs dan asosiasi (Sutanto, 1986). Adapun penjelasan untuk masing-masing unsur atau kunci interpretasi citra menurut Lillesand dan Kiefer (1979) dalam Sutanto (1986:120) adalah sebagai berikut:

1) Rona/warna

Rona diartikan sebagai warna atau tingkat kecerahan obyek pada foto atau citra. Warna (hue), kejenuhan (saturation), dan kecerahan akan membantu untuk membedakan obyek. Rona merupakan tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra atau tingkatan dari hitam ke putih dan sebaliknya. Warna adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. Permukaan yang menyerap cahaya seperti permukaan air akan berona gelap, sedangkan tanah yang kering akan berona cerah karena memantulkan cahaya ke kamera atau satelit penangkap gelombang cahaya. Sebagai contoh sawah yang kering pada musim kemarau akan kelihatan lebih cerah daripada sawah yang tergenang air.


(31)

commit to user

Gambar 1. Sawah Pada Saat Kering dan Pada Saat Tergenang Air 2) Bentuk.

Bentuk merupakan konfigurasi atau kerangka suatu objek yang dapat mencirikan suatu kenampakan yang ada pada citra sehingga dapat diidentifikasi dan dapat dibedakan antar objek. Dari kenampakan pada citra maupun foto udara dapat diidentifikasi bentuk dasar fisik bangunan, jalan, sungai, kebun, hutan dan sebagainya. Dengan melihat bentuk-bentuk fisik dari citra ikonos maupun foto udara dapat ditentukan penggunaan lahan suatu tempat, sebagai contoh bentuk penggunaan lahan untuk industri atau pergudangan dicirikan dengan bentuk bangunan yang seragam persegi. Kenampakan sungai memiliki bentuk yang berbeda dengan jalan raya. Sungai berkelok-kelok sesuai dengan alirannya, sedangkan jalan raya berbentuk lurus dan teratur.


(32)

commit to user

Gambar3. Bentuk Jalan Yang Teratur 3) Ukuran.

Ukuran ialah atribut obyek yang meliputi dimensi panjang, luas, tinggi, kemiringan lereng dan volume dari suatu obyek. Ukuran obyek pada citra maupun foto udara merupakan fungsi skala sehingga dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu memperhatikan skala citranya. Dengan kata lain ukuran merupakan perbandingan yang nyata dari obyek-obyek dalam citra maupun foto udara yang mengambarkan kondisi di lapangan. Sebagai contoh, perbedaan antara ukuran jalan setapak dengan jalan arteri.


(33)

commit to user

4) Tekstur.

Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dari kasar sampai halus. Tekstur merupakan hasil gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan serta rona. Dengan melihat tekstur dapat di kelompokkan penggunaan lahan atau fungsi dari kawasan-kawasan tertentu. Misalnya tekstur sawah akan terlihat lebih halus berbeda dengan kebun ataupun hutan.

Gambar 5. Perbedaan Antara Tekstur Sawah dengan Kebun Campur 5) Pola.

Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah lainnya. Pengulangan bentuk tertentu merupakan karakteristik bagi obyek alamiah maupun bangunan akan memberikan suatu pola yang membantu dalam interpretasi citra maupun foto udara dalam mengenali obyek tertentu. Misalnya Pola perumahan yang teratur pada gambar citra ikonos menunjukkan bahwa obyek tersebut merupakan perumahan bukan tipe perkampungan, tetapi perumahan yang dibangun oleh developer. Dalam menginterpretasi citra atau foto udara pola sangat di perhatikan, guna membedakan antara obyek-obyek yang hampir sama karakteristiknya.


(34)

commit to user

Gambar 6. Pola Permukiman Tidak Teratur dan Pola Permukiman Teratur

6) Bayangan.

Bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya. Bentuk bayangan mencerminkan profil dari obyek dimana ada obyek yang menghalangi sinar matahari yang seharusnya mengenai suatu daerah tertentu. Dengan bantuan unsur bayangan ini juga dapat menentukan arah mata angin serta pengenalan terhadap suatu obyek yang kemungkinan sulit diamati sebelumnya.


(35)

commit to user

7) Situs.

Situs adalah lokasi dari obyek dalam hubungannya dengan obyek lain atau lingkungannya. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung melainkan keterkaitan obyek dengan lingkungan sekitar. Situs dapat membantu dalam menginterpretasi foto udara ataupun citra IKONOS dengan melihat obyek yang lain. Contoh situs permukiman memanjang pada umumnya terletak disepanjang tepi jalan.

Gambar 8. Situs Permukiman Memanjang Berada Disepanjang Jalan

8) Asosiasi.

Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lain. Asosiasi hampir sama dengan situs. Dengan adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering menjadi petunjuk adanya obyek yang lain. Misalnya stasiun kereta api berasosiasi dengan rel kereta api yang bercabang-cabang (jumlahnya lebih dari satu). Ini berarti adanya rel kereta api yang bercabang-cabang menunjukkan bahwa disitu ada obyek yang berupa stasiun kereta api, yang tadinya sulit diamati karena bentuk bangunanya menyerupai pabrik atau kantor.


(36)

commit to user

Gambar 9. Stasiun Kereta Api Berasosiasi Dengan Rel Bercabang-cabang

Pada awalnya kunci interpretasi ini diterapkan pada citra foto udara pankromatik, akan tetapi dapat pula diterapkan pada cira satelit, karena karakteristik citra satelit IKONOS mirip dengan foto udara pankromatik berwarna maka teknik yang digunakan untuk interpretasi citra IKONOS sama dengan interpretasi citra foto udara pankromatik. Citra satelit IKONOS menyajikan gambar permukaan bumi dengan jelas sehingga relatif mudah mengidentifikasi obyek yang terliput.

Untuk mengidentifikasi obyek pada citra IKONOS tidak perlu menggunakan semua unsur interpretasi, karena dari beberapa unsur saja sudah dapat digunakan untuk mengenali obyek pada citra, terutama pada unsur bentuk, ukuran dan tekstur, kecuali pada obyek tertentu yang sulit dikenali diperlukan lebih banyak unsur interpretasi.

4. Pemanfaatan Citra IKONOS untuk Identifikasi Lahan Pertanian Interpretasi citra foto udara untuk kajian penutup lahan atau penggunaan lahan telah dilakukan sejak tahun 1940-an. Istilah penggunaan lahan dalam hal ini lebih dikaitkan dengan kegiatan manusia diatas sebidang tanah, terutama dalam hal perencanaan lahan atau bangunan. Sutanto (1987:47) mengemukakan bahwa pemanfaatan citra foto udara dalam bidang pertanian telah dilakukan secara luas.


(37)

commit to user

Penggunaannya antara lain untuk pengenalan jenis tanaman, evaluasi kondisi tanaman, dan perkiraan jumlah produksi.

G. Jacob dkk dalam International Journal of Health Geographics (2006) pada tahun 2006 melakukan penelitian dengan menggunakan citra IKONOS tahun 2005 dan citra Landsat Thematic Mapper (atau biasa disebut Landsat TM) tahun 1988 untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan dalam mengidentifikasi persebaran habitat bibit (larva) nyamuk Culex quiinquefasciatus di Kenya.

Citra IKONOS menyediakan data permukaan bumi secara spasial dengan baik, hasil perekamannya mirip dengan kenampakan aslinya di lapangan sehingga mudah diidentifikasi. Dalam penelitian ini, data penginderaan jauh yang berupa Citra satelit IKONOS digunakan sebagai data dasar untuk mengetahuai luas dan sebaran lahan pertanian. Melalui intrepretasi citra akan dapat diidentifikasi jenis penggunaan lahannya, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui luas dan sebaran lahan pertanian yang kemudian akan digunakan untuk memperkirakan produksi lahan pertanian yang ada.

Kenampakan lahan pertanian (sawah) pada citra IKONOS tampak mirip dengan yang asli di lapangan, umumnya berbentuk kotak-kotak dengan permukaan rata, dibatasi oleh garis-garis yang sebenarnya di lapangan adalah pematang sawah. Karena citra IKONOS mempunyai resolusi spasial yang baik sehingga obyek permukaan bumi dapat disadap dengan baik sehingga berbagai penggunaan lahan dikenali dengan mudah, dan lebih mudah untuk membedakan antara penggunaan lahan yang berupa sawah dengan penggunaan lahan lainnya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi lahan pertanian adalah konversi lahan. Menurut Khudori (2008:63) konversi lahan pertanian akan terus meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi, karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong tumbuh kembangnya industri, prasarana ekonomi, fasilitas umum.

Konversi lahan pertanian dari tahun ke tahun menyebabkan luas lahan pertanian selalu berubah, jika data tentang luas lahan pertanian yang sudah tidak sesuai tersebut masih digunakan dalam penghitungan produksi lahan pertanian maka hasil perhitungannya akan tidak tepat, sehingga kebijakan yang diambil


(38)

commit to user

akan menimbulkan pertentangan karena tidak akuratnya data yang digunakan. Untuk mengatasinya maka diperlukan pembaharuan data penggunaan lahan, salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan citra IKONOS.

Alasan digunakanya citra IKONOS antara lain adalah karena resolusi spasial dan resolusi temporalnya yang baik. Dengan resolusi temporal yang singkat citra IKONOS sangat baik untuk digunakan dalam memperbarui data penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi dapat diamati melalui citra IKONOS. Berikut ini beberapa contoh gambar perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian yang terekam oleh citra IKONOS dari tahun 2004 hingga tahun 2009.

Gambar 10. Perubahan Penggunaan Lahan Kosong Menjadi Bangunan


(39)

commit to user

Gambar 12. Perubahan Penggunaan Lahan Sawah Menjadi Permukiman

5. Uji Ketelitian Interpretasi

Uji ketelitian interpretasi citra adalah usaha untuk mencocokkan atau membandingkan antara hasil interpretasi citra yang dilakukan oleh interpreter (orang yang melakukan interpretasi) dengan keadaan sebenarnya melalui pengecekan di lapangan. Uji ketelitian interpretasi citra sangat penting untuk dilakukan sebelum data hasil interpretasi penginderaan jauh digunakan, karena ketelitian dalam interpretasi sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan terhadap data penginderaan jauh yang akan digunakan tersebut, Sutanto (1986:116).

Untuk memudahkan pekerjaan lapangan dalam melakukan uji ketelitian interpretasi maka dibuat sampel yang mewakili setiap penggunaan lahan yang ada. Sampel-sampel blok penggunaan lahan yang telah dilakukan pengecekan lapangan kemudian dicocokkan (matching) dengan penggunaan lahan hasil interpretasi citra, hasilnya kemudian dimasukkan kedalam tabel uji interpretasi atau yang dikenal dengan tabel omisi komisi. Sutanto (1994) dalam Nurbersari 2006 mengemukakan uji ketelitian interpretasi citra akan dapat diterima apabila lebih dari 80% rerata hasil interpretasi dilapangan benar. Tabel untuk uji ketelitian disajikan pada tabel 2.


(40)

commit to user

Tabel 2. Kontingensi Uji Ketelitian interpretasi

Kategori

Interpretasi Citra Total Interpretasi Ketelitian Pemetaan (%) Omisi (%)

(A) (B) (C) (D)

L

ap

an

gan

A’ A’A A’B A’C A’D A A’A/ A '

B’ B’A B’B B’C B’D B B’B/ B '

C’ C’A C’B C’C C’D C C’C/ C

C C C C '

D’ D’A D’B D’C D’D D D’D/ D

D D D D '

Total A B C D sampel benar

Ketelitian Interpretasi (%)

A’A/ A B’B/ B C’C/ C D’D/ D

Komisi % A-A’A

A B-B’B B C-C’C C D-D’D D Sumber : Sutanto (1986 :116), dengan modifikasi.

Keterangan :

A, B, C, D : Kelas obyek hasil interpretasi

A’, B’, C’, D’ : Kelas obyek di lapangan

A’A : Kelas obyek A yang diinterpretasikan A’

A’B : Kelas obyek B yang diinterpretasikan A’

B’A : Kelas obyek A yang diinterpretasikan B’

1) Ketelitian seluruh hasil interpretasi =

2) % ketelitian pemetaan kelas A = ' X 100%

3) % komisi kelas A = ' X 100%

4) % omisi kelas A = ' X 100%

5) Ketelitian diterima apabila rerata benar > 80% dan rerata komisi < 20%.

Menurut Sutanto (1986:116), cara uji ketelitian seperti ini dapat digunakan didalam analisis data penginderaan jauh secara digital dengan menggunakan

100% sampel jumlah benar sampel jumlah total ketelitian 100% sampel jumlah benar sampel jumlah


(41)

commit to user

komputer maupun dengan cara manual. Untuk analisis manual, pixel dapat diganti dengan petak bujur sangkar atau menjadi luas bagi masing-masing kelas.

6. Penggunaan Lahan

a. Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaanya (Hardjowigeno, 1978: 43).

Menurut Arsyad (1989: 207), “ lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang

ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan”. Dalam hal ini lahan juga

mengandung pengertian ruang atau tempat. b. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spritual (Arsyad, 1989: 207). Direktorat Land Use

dalam Arsyad (1989: 207), menyatakan penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu :

1) Penggunaan Lahan Pertanian

Berdasarkan atas air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut. Penggunaan lahan ini meliputi :

a) Tegalan b) Sawah c) Kebun kopi d) Kebun karet e) Padang rumput f) Hutan produksi g) Hutan lindung h) Padang alang-alang


(42)

commit to user

2) Penggunaan Lahan Non Pertanian, dibedakan : a) Penggunaan desa dan kota (permukiman) b) Industri

c) Rekreasi

d) Pertambangan, dan sebagainya.

Pengelompokan penggunaan lahan pertanian seperti dikemukakan di atas adalah pengelompokan yang sangat kasar, karena belum mempertimbangkan berbagai aspek lain penggunaan lahan seperti skala usaha atau luas tanah yang diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja, orientasi pasar dan sebagainya. Jika faktor-faktor tersebut dimasukkan maka akan didapat tipe penggunaan lahan yang memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai penggunaan lahan (Arsyad, 1989: 207). Sebagai contoh penggunaan lahan tersebut adalah sebagai berikut :

1) Perladangan

2) Tanaman semusim campuran, tanah darat, tidak intensif 3) Tanaman semusim campuran, tanah darat, intensif 4) Sawah, satu kali setahun, tidak intensif

5) Sawah, dua kali setahun, intensif

6) Perkebunan rakyat (karet, kopi atau coklat, jeruk), tidak intensif 7) Perkebunan rakyat, intensif

8) Perkebunan besar, tidak intensif 9) Perkebunan besar, intensif 10) Hutan produksi, alami

11) Hutan produksi, tanaman pinus dan sebagainya 12) Padang penggembalaan, tidak intensif

13) Hutan lindung 14) Cagar alam

Dalam hubungannya dengan pemetaan penggunaan tanah, Sandy (1989:87) menyusun klasifikasi penggunaan tanah sebagai berikut :


(43)

commit to user

a. Klasifikasi penggunaan tanah untuk pemetaan skala 1 : 200.000 1. Perkampungan

2. Persawahan

3. Pertanian kering semusim + perkebunan + kebun campur 4. Hutan

5. Padang + tanah tandus 6. Perairan darat + kolam 7. Lain-lain (kalau ada)

b. Klasifikasi penggunaan tanah untuk pemetaan skala 1 : 100.000 dan 1 : 50.000 1. Perkampungan :

a. Kampung b. Kuburan c. Emplasemen 2. Persawahan :

a. Sawah 2 x padi setahun dan lebih b. Sawah 1 x padi setahun + palawija c. Sawah 1 x padi setahun

d. Sawah ditanami tebu/ tembakau/ rosela/ sayur-sayuran 3. Pertanian kering semusim :

a. Tegalan b. Ladang c. Sayuran d. Bunga 4. Perkebunan :

a. Karet b. Kopi

c. dan seterusnya jenis-jenis lain 5. Kebun campur :

a. Campuran b. Buah-buahan


(44)

commit to user

6. Hutan :

a. Hutan Lebat b. Hutan Belukar c. Hutan Sejenis d. Hutan Rawa 7. Kolam/ Tambak 8. Tanah Tandus :

a. Tanah Tandus b. Tanah Rusak 9. Padang :

a. Padang rerumputan b. Padang semak 10. Perairan Darat :

a. Danau/ Situ b. Rawa c. Waduk

c. Klasifikasi penggunaan tanah untuk skala 1 : 25.000 dan 1 : 12.500 1. Perkampungan

1a. Kampung 1b1. Kuburan Nyata 1b2. Kuburan Tak Nyata 1c1. Emplasemen Menetap 1c2. Emplasemen Sementara 2. Persawahan :

2a1. Sawah 3 x padi setahun 2a2. Sawah 2 x padi setahun

2b1. Sawah 2 x padi setahun + palawija ( jenis palawija dinyatakan). 2b2. Sawah 1 x padi setahun + palawija ( jenis palawija dinyatakan). 2c1. Sawah 1 x padi setahun, berupa sawah tadahan.


(45)

commit to user

2d1. Sawah ditanami tebu 2d2. Sawah ditanami tembakau 2d3. Sawah ditanami Rosela Pertanian Kering Semusim

2e. Tegalan dengan jenis tanaman

2f1. Ladang digarap 0 - 1 tahun, dengan jenis tanaman 2f2. Ladang digarap 1 - 3 tahun, dengan jenis tanaman 2g. Sayuran dengan jenis tanaman

2h. Bunga-bungaan, dengan jenis tanaman 3. Perkebunan :

3a1. Karet sudah berproduksi 3a2. Karet belum berproduksi

dst. Menurut jenis tanaman dengan perincian sudah belum berproduksi. 4. Kebun Campur

4a1. Campuran, sudah berproduksi 4a2. Campuran, belum berproduksi 4b1. Buah-buahan, sudah berproduksi 4b2. Buah-buahan, belum berproduksi 5. Hutan

5a. Hutan Lebat, dengan jenis kayu utama 5b1. Hutan Belukar Alami

5b2. Hutan Belukar Buatan, dengan jenis kayu 5c1. Hutan Sejenis Alami, dengan jenis kayu 5c2. Hutan Sejenis Buatan, dengan jenis kayu 5d. Hutan Rawa, dengan jenis kayu utama 6. Kolam

6a. Kolam Air Tawar 6b. Tambak

6c. Kolam Penggaraman 7. Perairan Darat


(46)

commit to user

7b. Tambak 7c. Waduk 8. Tanah Tandus

8a1. Tanah Tandus, Berbatu-batu 8a2. Tanah Tandus, Lahar

8a3. Tanah Tandus, Pasir

8b1. Tanah Rusak, Tererosi berat 8b2. Tanah Rusak, Terintrusi air asin 8b3. Tanah Rusak, Bekas Penambangan 8b4. Tanah Rusak, Bekas Penggalian 9. Padang

9a1. Padang Rumput 9a2. Padang Alang-alang 9b1. Padang Semak 9b2. Padang Sabana 9b3. Padang Bencah 10. Penggunaan Lain

Isi lainnya pada peta penggunaan tanah: a. Batas Administrasi :

Desa/ Kelurahan, Kecamatan, Propinsi dan Negara. b. Letak Ibukota Administrasi :

Desa/ Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten. c. Kualitas Jalan :

Aspal, batu, tanah, setapak, kereta api dan lori. d. Sungai dan hirarki saluran :

Sungai, saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier. e. Konstruksi Bendungan :

Teknis, semi teknis dan non teknis. f. Tanggul


(47)

commit to user

Data penggunaan lahan terbaru Kecamatan Jaten diperoleh dari hasil interpretasi Citra Ikonos Tahun 2009 kemudian diolah menggunakan SIG dan digambarkan pada peta menggunakan skala 1 : 60.000. Hasil interpretasi penggunaan lahan kemudian diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi penggunaan lahan yang dikemukakan oleh Sandy (1989:87) dengan penyederhaan sesuai kebutuhan dalam penelitian.

7. Lahan Pertanian a. Pertanian

Pertanian adalah jenis kegiatan produksi yang berlandaskan pada proses pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan mengusahakan tanah untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan. Soetriono dkk (2006: 29).

Menurut Goldworthy dan Fisher (1992: 1), “Tugas pertama pertanian di semua negara adalah menghasilkan bahan pangan pokok untuk mencukupi permintaan ekonomi. Pertanian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pertanian yang dikhususkan pada usaha untuk menanam tanaman padi di sawah.

Orang yang berusaha mengatur atau mengusahakan tumbuh-tumbuhan dan hewan serta memanfaatkan hasilnya disebut petani. Petani atau pengusaha pertanian dalam kegiatan usaha tani, merangkap dua peranan yaitu sebagai penggarap dan manajer (Soetriono dkk, 2006: 13).

b. Lahan Pertanian

Lahan pertanian diasumsikan sebagai sebidang tanah yang digunakan untuk kepentingan pertanian. Menurut Kartasapoetra (2004:94) tanah pertanian merupakan tanah yang dapat digunakan untuk aktifitas pertanian. Lahan pertanian berfungsi sebagai penghasil komoditas-komoditas pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan. Lahan pertanian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lahan pertanian berupa sawah untuk menanam padi.

Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk


(48)

commit to user

keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya. Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai atau air hujan (http://www.wikipedia.com).

Menurut Hardjowigeno dan Rayes (2005:3). Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk menanam padi sawah, baik secara terus menerus sepanjang tahun atau bergiliran dengan palawija. Tanah sawah merupakan tanah yang terpenting di Indonesia karena merupakan sumberdaya alam utama dalam memproduksi beras yang merupakan makan pokok sebagian besar penduduk Indonesia.

Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian dijadikan sawah atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase. Tanah sawah yang berasal dari tanah kering yang diairi umumnya berupa sawah irigasi, baik irigasi teknis (dengan bangunan irigasi permanen), setengah teknis (dengan bangunan irigasi semipermanen) maupun irigasi sederhana (tanpa bangunan irigasi). Apabila sumber air berasal langsung dari hujan maka disebut sawah tadah hujan. Sawah yang dikembangkan di rawa-rawa pasang-surut disebut sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak. Hardjowigeno dan Rayes (2005 : 3).

7. Beras

Beras adalah bulir padi (gabah) yang telah dipisahkan dari kulitnya (sekam) dengan cara ditumbuk menggunakan lesung atau digiling menggunakan mesin penggilingan padi hingga kulitnya terlepas dari isinya, bagian isi inilah yang disebut beras. Beras dimanfaatkan terutama untuk diolah menjadi nasi yang merupakan makanan pokok terpenting penduduk indonesia. Beras merupakan pangan yang sangat penting di dunia, melebihi kentang, gandum, jagung dan serealia lain. Beras menjadi makanan pokok sekitar 3 miliar orang, atau sekitar separuh penduduk dunia. Sebagian besar beras (90%) diproduksi dan dikonsumsi oleh negara-negara di Asia, Khudori (2008:1).


(49)

commit to user

8. Produksi Beras

Produksi padi di daerah penelitian didapat dengan menjumlahkan hasil panen padi seluruh lahan pertanian yang ada selama setahun. Hasil panen yang dimaksud adalah padi yang telah menjadi gabah kering giling (GKG). Produksi beras dihitung dengan mengalikan antara gabah kering giling dengan angka rendemen padi yang digunakan oleh BPS yaitu sebesar 63,2%, Khudori (2008:34). Menurut Dinas Pertanian Tanaman dan Hortikultura Kabupaten Karanganyar angka rendemen padi adalah 75%, sedangkan menurut hasil wawancara dengan petani, angka rendemen padi adalah 65%.

Gabah kering giling (GKG) yang didapat adalah sekitar 90% dari Gabah Kering Panen (gabah basah). Kemudian untuk mengetahui besarnya produksi beras dilakukan dengan cara mengkonversi gabah kering giling menjadi beras, yaitu jumlah GKG dikalikan 65% (angka rendemen padi menurut hasil wawancara dengan petani). Sebagai contoh misalnya dari 1000 kg GKG maka akan didapatkan beras sejumlah 650 kg.

9. Kebutuhan Beras a. Penduduk

Penduduk adalah setiap orang baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing yang bertempat tinggal tetap di dalam wilayah Negara Indonesia dan telah memenuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (http://www.pu.go.id/infostatistik)

b. Kebutuhan beras

Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) untuk berusaha.

(www.wikipedia.com). Kebutuhan beras Kecamatan Jaten selama setahun dihitung dari kebutuhan beras perkapita dikalikan jumlah penduduk Kecamatan Jaten.


(50)

commit to user

Menurut Khudori (2008 : 91), angka kebutuhan beras perkapita nasional menurut BPS pada tahun 2005 adalah sebesar 136,3 kg perkapita per tahun. Menurut FAO, konsumsi beras perkapita adalah 133 kg,

10. Swasembada Beras

Swasembada (self suffiency), bisa diartikan kemampuan untuk memenuhi seluruh kebutuhan dari produk sendiri. Itu artinya swasembada terkait erat dengan keseimbangan antara pasokan (supply) dan permintaan (demand), (http://www.wordpress.com). Menurut menteri pertanian Anton Apriyantono, mencukupi 90% kebutuhan beras dari dalam negeri berarti kondisi swasembada telah tercipta (Republika Online - Senin, 09 Oktober 2006)

Dalam penelitian ini swasembada yang dimaksud adalah swasembada seperti pengertian yang pertama diatas, yaitu tepenuhinya seluruh kebutuhan beras di Kecamatan Jaten oleh produksi beras dari lahan pertanian dari Kecamatan Jaten sendiri.

11.Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG), terjemahan dari Geographical Information Sistem (GIS) merupakan teknologi informasi spasial dengan bantuan komputer dan perangkat lunak yang mempunyai tugas pokok menyimpan, pembaharuan, manipulasi dan penyajian semua bentuk informasi yang bereferensi geografi sesuai dengan peruntukkanya. SIG dan penginderaan jauh mempunyai kemampuan yang bersifat komplementari, dimana penginderaan jauh dapat merekam data atau informasi permukaan bumi dengan lebih cepat dan baru yang manfaatnya dapat lebih ditingkatkan dengan SIG, dalam hal ini kemampuan SIG adalah memadukan antara data digital penginderaan jauh dengan data lain baik peta maupun data tabular, Prahasta (2001:51). Dengan beberapa kemampuan yang dimiliki tersebut maka akan didapatkan informasi yang baru dari hasil analisis data menggunakan SIG.

Perubahan lingkungan sering berlangsung secara cepat, maka perlu suatu sistem informasi untuk pengumpulan data, pemrosesan data dan alat untuk mengkaji secara cepat pula. Untuk tujuan tersebut diperlukan metode yang praktis


(51)

commit to user

yaitu pengumpulan data melalui teknik penginderaan jauh yang disertai dengan uji lapangan secara selektif memberikan keuntungan dalam biaya dan waktu bila dibandingkan dengan pemetaan secara terestrial. Data penginderaan jauh dapat memberikan gambaran nyata permukaan bumi dan persebarannya secara keruangan, sehingga setelah diolah dengan menggunakan SIG akan menjadi data yang efektif dsan efisien dalam menyajikan informasi geografis.

Penginderaan jauh tidak pernah lepas dari Sistem Informasi Geografi (SIG). Data spasial hasil penginderaan jauh merupakan salah satu data dasar yang dipergunakan dalam analisis SIG. SIG sangat baik dalam proses manajemen data, baik itu data atribut maupun data spasialnya. Integrasi antara data spasial dan data atribut dalam suatu sistem terkomputerisasi yang bereferensi geografi merupakan keunggulan dari SIG. Dengan SIG pengguna dapat membawa, meletakkan, dan menggunakan data yang ada ke dalam sebuah bentuk (model) representasi miniatur permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi, dimodelkan, atau dianalisis baik secara tekstual, secara spasial maupun kombinasinya hingga akhirnya disajikan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan.

SIG mempunyai kemampuan untuk melakukan berbagai fungsi analisis. Menurut Aronoff (1989) kemampuan analisis SIG dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Pengukuran, query spasial dan fungsi klasifikasi 2. Fungsi overlay

3. Fungsi Neighbourhood

4. Fungsi Network

5. Fungsi 3D Analyst

Pengkajian ini menggunakan analisis pengukuran (measurement analisis) dan analisis overlay. Pengukuran merupakan fungsi yang mengeksplor data tanpa perubahan yang mendasar dan biasanya dilakukan sebelum melakukan analisis data. Fungsi Pengukuran mencakup pengukuran jarak suatu obyek, luas area (2 dimensi) dan volume (3 dimensi). Overlay merupakan fungsi yang menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukannya.


(52)

commit to user

(sumber: www.Centerpoint.Co.Id). Analisis pengukuran dan analisis overlay ini diarahkan untuk mengetahui luas lahan pertanian, hubungannya dengan produksi, kebutuhan beras dan swasembada di Kecamatan Jaten.

Untuk dapat melakukan berbagai analisis tersebut tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Masukan Data (Data Input)

Subsistem masukan data bertugas untuk mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut. Subsistem ini pula yang bertanggung jawab dan mengkonversi atau mentransformasikan format-format data aslinya ke dalam format-format yang dapat dibaca atau digunakan oleh perangkat SIG.

Data Input dalam penelitian ini adalah Citra IKONOS Kecamatan Jaten. Data yang diperoleh dari hasil interpretasi citra IKONOS berupa data sebaran penggunaan lahan pertanian, data ini merupakan data spasial yang bersifat keruangan. Agar dapat diolah menggunakan SIG maka data spasial tersebut perlu ditambahkan data lain yang berifat atribut yaitu data kependudukan.

Agar dapat dianalisis dengan menggunakan SIG yang berbasis komputer maka interpretasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara digitasi layar (on screen digitizing) pada citra IKONOS (soft copy). Untuk membantu proses interpretasi digunakan pula peta RBI sebagai acuan dalam melakukan digitasi, terutama berkaitan dengan batas administrasi. Data hasil digitasi ini kemudian dibuat peta sementara dan mementukan titik sampel untuk uji ketelitian interpretasi citra IKONOS.

b. Pengolahan Data

Subsistem pengelolaan data pada dasarnya dapat dimanfaatkan untuk menimbun dan menarik kembali dari arsip data dasar. Pengorganisasian data dalam bentuk arsip dapat dimanfaatkan dalam subsistem pengelolaan data.


(53)

commit to user

Data yang diolah pada SIG ada 2 macam yang biasanya disebut data geospasial yaitu terdiri dari data spasial dan data non-spasial.

Data spasial adalah data yang berhubungan dengan kondisi geografi misalnya sungai, wilayah administrasi, penggunaan lahan, jalan dan sebagainya. Data spasial bisa didapatkan dari peta, foto udara, citra satelit, dan lain-lain. Data non-spasial atau biasanya disebut dengan atribut, yaitu data yang berupa teks atau angka.

Data non-spasial ini akan menerangkan data spasial atau sebagai dasar untuk menggambarkan data spasial. Dari data nonspasial ini nantinya dapat dibentuk data spasial. Misalnya jika ingin menggambarkan peta kebutuhan beras penduduk maka diperlukan data jumlah penduduk dari masing-masing desa (data non-spasial), dari data tersebut nantinya dapat menggambarkan peta kebutuhan beras penduduk untuk masing-masing desa di Kecamatan Jaten.

c. Manipulasi dan Analisis Data

Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG dan melakukan manipulasi serta pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan. Data yang digunakan dalam proses analisis ini yaitu data penggunaan lahan tahun 2009 dari hasil interpretasi citra IKONOS, dan data kependudukan dari BPS.

Dari data penggunaan lahan akan didapatkan data luas sawah yang nantinya akan menghasilkan data produksi beras, dari data jumlah penduduk akan menghasilkan data kebutuhan beras. Dari data produksi dan kebutuhan beras maka akan dapat diketahui bagaimana keadaan swasembada beras di Kecamatan Jaten tahun 2009.

d. Keluaran Data (Data Output)

Subsistem ini berfungsi untuk menanyakan informasi maupun hasil analisis data geografi secara kualitatif maupun kuantitatif. Keluaran Sistem Informasi Geografi (SIG) dapat berupa cetakan (hardcopy), rekaman


(54)

commit to user

(softcopy), dan tayangan (display). Keluaran data dalam pengkajian ini berupa peta cetakan.

Data spasial dan data atribut setelah diolah menggunakan SIG maka akan menjadi data yang menyajikan informasi baru yaitu berupa peta swasembada beras di Kecamatan Jaten. Data ini nantinya dapat digunakan sebagai masukkan untuk menentukan kebijakan dalam mengatasi masalah perberasan di Kabupaten Karanganyar khususnya di Kecamatan Jaten, juga kebijakan dalam pengelolaan wilayah yang berkaitan dengan tata ruang.

Perangkat lunak (software) yang digunakan dalam melakukan berbagai analisis ini adalah software Arc-View. Arc-View adalah salah satu perangkat lunak SIG yang paling popular dan paling banyak digunakan untuk mengelola data spasial. Software ini dibuat oleh ESRI (Environmental Systems Research Institute), perusahaan yang mengembangkan program Arc / info. Dengan Arc-View kita dengan mudah melakukan input data, menampilkan data, mengelola data, menganalisis data, dan membuat peta serta laporan yang berkaitan dengan data spasial bereferensi geografis. Arc-View lebih memfokuskan perhatian pada struktur data vektor. Namun demikian, Arc-View juga mempunyai kemampuan untuk menganalisis data berbasis raster (grid dan citra penginderaan jauh).

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian tentang penggunaan penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu dengan penekanan yang berbeda-beda. Untuk menghindari adanya replikasi penelitian dan untuk lebih mendalami teori dan konsep tentang penelitian yang akan dilakukan, maka juga dilakukan telaah dari penelitian-penelitian yang relevan dengan tema penelitian pemanfaatan penginderaan jauh dan SIG.

Nurbersari (2006) melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Foto Udara Pankromatik Hitam Putih untuk Kajian Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar Tahun 1995-2006”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat ketelitian foto udara pankromatik hitam putih skala


(55)

commit to user

1:2500 untuk kajian konservasi lahan ,mengetahui besar konservasi lahan yang terjadi dan agihannya, mengetahui apakah faktor panjang dan kondisi jalan serta pertumbuhan penduduk mempengaruhi konservasi lahan pertanian.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah besar ketelitian foto udara pankromatik hitam putih untuk kajian koversi lahan pertanian adalah 93,267%, konversi lahan pertanian yang terjadi yaitu 112,467 Ha (4,198%) tersebar merata. Faktor panjang dan kualitas jalan kurang berpengaruh terhadap konversi lahan pertanian dan pertumbuhan penduduk mempengaruhi konversi lahan pertanian.

Kusuma (2006) melakukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan Citra IKONOS dan Sistem Informasi Geografis Untuk Estimasi Nilai Jual Objek Pajak

Bumi di Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta”. Tujuan penelitian yaitu untuk

mengkaji kehandalan (ketelitian citra IKONOS) dalam mengidentifikasi variabel-variabel penentu NJOP Bumi, mengetahui dan memetakan NJOP Bumi menggunakan citra IKONOS dan SIG.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: Jenis penggunaan lahan berdasar citra IKONOS yaitu: permukiman, perdagangan, pertanian, jasa, rekreasi, tempat ibadah, dan lain-lain. Ketelitian interpretasi citra IKONOS adalah 85 % (layak digunakan). Hasil estimasi NJOP Bumi menunjukkan bahwa harga terendah di Kecamatan Tegalrejo adalah Rp 75.504,- dan harga lahan tertinggi adalah Rp 1.226.530,- Hasil klasifikasi menunjukkan bahwa lahan di Tegalrejo termasuk dalam kelas 13 sampai 30. Distribusi NJOP Bumi menunjukkan harga lahan tertinggi yaitu lahan yang terletak dipinggir jalan utama, yaitu jalan Magelang, jalan A.M Sangaji, jalan Kyai Mojo, dan jalan HOS Cokroaminoto.

Suroto (2006) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan Lahan Untuk Dasar Arahan Konservasi Lahan menggunakan Aplikasi Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri”. Tujuan penelitian untuk mengetahui kemampuan penginderaan jauh citra IKONOS untuk menyadap parameter fisik lahan terkait dengan kemampuan lahan, mengetahui tingkat kemampuan lahan, mengevaluasi kemampuan lahan dengan penggunaan lahan dan alternatif arahan konservasinya


(56)

commit to user

Hasil penelitianya yaitu: Uji ketelitian citra IKONOS dengan ketepatan interpretasi bentuk lahan sebesar 88,88%, dan ketepatan interpretasi penggunaan lahan sebesar 94%. Tingkat kemampuan lahan di daerah penelitian yaitu kelas IIs,kelas IIIe, kelas IVe,s, kelas IVe,w,s, kelas IVw,s, kelas Ve,s, kelas VIe,s, kelas VIe,w,s,dan kelas VIIe,w,s. Hasil evaluasi keselarasan lahan yaitu kategori selaras seluas 4217,19 ha (62,98%), kategori sedang 737,73 (11,01%), kategori tidak selaras 1740,73 ha (26,01%). Alternatif dasar “arahan konservasi lahan dengan yaitu pengelolaan intensif untuk kemampuan lahan kelas II sampai dengan cagar

alam untuk kelas VI. Sedangkan “perlakuan terhadap lahan” adalah pengolahan

menurut garis kontur, pemupukan pergiliran tanaman, pemakaian mulsa, teras berdasar lebar untuk kelas II sampai penutup tanah permanen untuk alternatif kelas VII.


(57)

Tabel 3. Penelitian yang Relevan

Nama Peneliti Penelitian

Rita Mawanti Kusuma Nurbersari (2007) Susandi Kusuma (2006) Suroto (2006) Peneliti Judul

Penggunaan Foto udara Pankromatik Hitam Putih untuk Kajian Konversi Lahan Pertanian di kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar tahun 1995-2006. Universitas Sebelas Maret Surakarta (Skripsi)

Pemanfaatan Citra IKONOS Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Estimasi nilai Jual Objek Pajak Bumi Di Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada (Skripsi)

Analisis Kemampuan Lahan Untuk Dasar Arahan Konservasi Lahan Menggunakan Aplikasi Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri. Universitas Muhammadiyah Surakarta (Skripsi)

Evaluasi Swasembada Beras Di Kecamatan Jaten Tahun 2009 menggunakan Citra IKONOS

Daerah Penelitian

Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar

Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri

Kecamatan Jaten ,Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah

Tujuan

1.mengetahui tingkat ketelitian foto udara pankromatik hitam putih untuk kajian konversi lahan 2. Mengetahui konversi lahan

pertanian dan agihannya 3. mengetahui pengaruh letak lahan,

aksesbilitas dan pertumbuhan penduduk terhadap konversi lahan pertanian

1. mengkaji kehandalan (ketelitian citra IKONOS) dalam mengidentifikasi variabel-variabel penentu NJOP Bumi 2. Mengetahui dan memetakan NJOP

Bumi menggunakan citra IKONOS dan SIG

1.mengetahui kemampuan data

penginderaan jauh yaitu citra IKONOS untuk menyadap parameter fisik lahan yang terkait dengan kemampuan lahan. 2. Mengetahui tingkat kemampuan lahan di

daerah penelitian

3. mengevaluasi kemampuan lahan dengan penggunaan lahan di daerah penelitian 4. mengetahui alternatif dasar arahan konservasi lahan di daerah penelitian

1. mengetahui tingkat ketelitian Citra IKONOS Untuk Evaluasi

Swasembada Beras Di Kecamatan Jaten Tahun 2009

2. mengetahui luas lahan lahan pertanian di Kecamatan 3. Mengetahui produksi lahan

pertanian di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.

4. Mengetahui kebutuhan beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009. 5. Mengetahui tingkat swasembada

beras di Kecamatan Jaten pada tahun 2009.

Metode

- Deskriptif Kualitatif - interpretasi foto udara - analisis peta dengan SIG

Deskriptif kuantitatif

Deskriptif Kualitatif

- Deskriptif spasial - interpretasi citra IKONOS - analisis peta dengan SIG Hasil

1.Besar ketelitian foto udara pankromatik hiatam putih adalah 93,265%

2. Telah terjadi koversi lahan

1.Jenis penggunaan lahan berdasar citra IKONOS yaitu: permhkiman, perdagangan, pertanian, jasa, rekreasi, tempat ibadah, dan lain-lain.

1.Uji ketelitian citra IKONOS dengan ketepatan interpretasi bentuk lahan sebesar 88,88%, dan ketepatan intepretasi penggunaan lahan sebesar 94%


(1)

commit to user

Kecamatan Jaten mengalami swasembada. Desa yang berswasembada beras adalah Desa Sroyo, Desa Jetis, Desa Brujul, Desa Jati, Desa Dagen, dan Desa Suruhkalang. Sedangkan desa yang tidak swasembada beras yaitu Desa Ngringo dan Desa Jaten. Meskipun sama-sama tidak berswasembada beras namun antara Desa Ngringo dan Desa Jaten terdapat perbedaan yang cukup besar ditinjau dari selisih antara produksi dan kebutuhan beras. Desa Jaten hanya minus 495,76 ton sedangkan Desa Ngringo minus -2.591,81 ton.

Besarnya defisit beras di Desa Ngringo disebabkan karena luas sawahnya merupakan yang paling sempit di Kecamatan Jaten sedangkan jumlah penduduknya paling banyak, dengan keadaan demikian maka hasil produksinya idak mampu mencukupi kebutuhan beras bagi penduduknya.

Rata-rata produksi beras di Kecamatan Jaten dalam satu tahun adalah 11,2 ton perhektar. Produksi Kecamatan jaten masih diatas rata-rata produksi Kabupaten Karanganyar yaitu 5,1 ton perhektar (menurut data Dinas Pertanian).


(2)

(3)

commit to user

KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tingkat ketelitian IKONOS dalam mengidentifikasi jenis pengunaan lahan

adalah sebesar 94% sehingga memenui syarat untuk digunakan sebagai data masukan untuk mengetahui luas lahan pertanian dalam kajian evaluasi swasembada beras.

2. Luas lahan pertanian di Kecamatan Jaten tahun 2009 adalah 1.180 Ha (50,90% dari luas seluruh penggunaan lahan yang ada). Desa dengan sawah yang paling luas adalah Desa Sroyo yaitu seluas 235 Ha (19,9%), sedangkan yang paling kecil adalah di Desa Ngringo, yaitu 74 Ha (6,3%) 3. Produksi beras di Kecamatan Jaten tahun 2009 adalah 13.269,55 ton, yang

berasal dari seluruh sawah di Kecamatan Jaten yaitu seluas 1.180 hektar yang terdiri dari 5 tipe sawah berdasarkan jenis tanah dan irigasinya.

4. Kebutuhan beras di Kecamatan Jaten tahun 2009 berdasarkan angka

kebutuhan beras menurut BPS yaitu sebanyak 9.645,95 ton, berdasarkan angka kebutuhan beras menurut FAO sebanyak 9.412,41 ton, sedangkan kebutuhan beras berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk adalah sebesar 6.369,3 ton.

5. Kecamatan Jaten mengalami swasembada beras pada tahun 2009. Menurut

kriteria dari BPS di Kecamatan Jaten terjadi surplus beras sebanyak 4.529,25 ton, menurut kriteria dari FAO surplus beras sebanyak 4.762,79 ton, sedangkan menurut angka kebutuhan beras dari hasil wawancara mampu surplus beras sebanyak 7.805,9 ton.


(4)

commit to user

B. Implikasi

Dari kesimpulan yang telah diuraikan, maka dapat dijelaskan implikasinya sebagai berikut:

1. Dengan mengetahui keunggulan Citra IKONOS dalam mengidentifikasi

penggunaan lahan untuk kajian evaluasi swasembada beras di Kecamatan Jaten maka kedepannya dapat diaplikasikan untuk cakupan yang lebih luas lagi, misalnya untuk mengetahui swasembada provinsi atau negara sehingga akan dapat dijadikan masukan dalam mengambil kebijakan ekspor dan impor beras.

2. Dengan mengetahui produksi lahan pertanian yang tinggi di Kecamatan Jaten dapat dijadikan masukan bagi pemerintah setempat dalam mengambil kebijakan untuk perencanaan wilayah dan tata ruang kota agar tidak terjadi konversi lahan pertanian, karena lahan pertanian merupakan aset yang mampu mengatasi masalah kekurangan bahan pangan.

3. Dapat digunakan untuk pengembangan pembelajaran geografi mengenai

penginderaan jauh Kelas XII semester I.

B. Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka ada beberapa hal yang perlu peneliti sarankan yaitu :

1. Pemanfaatan citra IKONOS untuk mengidentifikasi penggunaan lahan perlu

dikembangkan lagi dalam kajian evaluasi swasembada beras pada cakupan wilayah yang lebih luas untuk dijadikan masukan dalam mengatasi permasalahan tentang pangan di Indonesia.

2. Pendataan penggunaan lahan sebaiknya dilakukan secara berkala dengan periode waktu yang lebih singkat. Sehingga informasi penggunaan lahan menjadi lebih akurat. Bila diperlukan dapat menggunakan citra satelit, karena dapat menjangkau daerah yang luas dengan lebih cepat dan murah. 3. Untuk menambah pendapatan petani pada sawah yang beririgasi setengah


(5)

commit to user 1, MT 2, MT 3 : padi, padi, padi.

4. Meski lahan pertanianya masih cukup untuk berswasembada beras, namun dari tahun ke tahun menjadi semakin sempit akibat konversi lahan, maka dari itu perlu adanya peran aktif masyarakat, pengusaha dan pemerintah untuk menjaga agar lahan pertanianya tidak terkonversi menjadi lahan terbangun sehingga tetap bisa memenuhi kebutuhan beras masyarakat.

Untuk saran ke-3 dan ke-4 tersebut disajikan ke dalam peta 13 yaitu Peta Rekomendasi Peningkatan Produksi Padi di Kecamatan Jaten.


(6)