Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penerapan nilai-nilai luhur budaya dalam rangka mewujudkan lingkungan pendidikan yang harmoni dan berkelanjutan melalui pemanfaatan pengetahuan lokal indigeneous knowledge telah diusahakan oleh pemerintah daerah di setiap provinsi di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut dijelaskan dalam Peraturan Daerah Perda No.5 tahun 2011 tentang pengelolaan dan penyelenggaran pendidikan berbasis budaya. Pendidikan di Daerah Istimewa Yogyakarta diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas, cerdas secara spiritual, emosional, sosial, intelektual, serta sehat fisik dan rohani, serta mampu mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya guna menghadapi persaingan global untuk mewujudkan Yogyakarta sebagai pusat pendidikan. Sehubungan dengan tujuan tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwana X mengeluarkan peraturan Gubernur no.64 tahun 2013 tentang mata pelajaran bahasa Jawa sebagai mulok pilihan wajib di sekolahmadrasah. Dijelaskan dalam peraturan Gubernur no. 64 tahun 2013 bahwa mata pelajaran muatan lokal wajib adalah mata pelajaran muatan lokal yang wajib dilaksanakan oleh semua sekolah madrasah dan wajib diikuti oleh semua siswa. Guru bahasa Jawa adalah guru yang berkualifikasi sebagai guru mata pelajaran yang memiliki kewenangan dan latar belakang pendidikan bahasa Jawa yang sesuai dengan kekhususannya serta berperan dalam pembelajaran bahasa Jawa. 2 Muatan lokal bahasa Jawa berfungsi sebagai wahana untuk menanamkan nilai- nilai pendidikan etika, estetika, moral, spiritual, dan karakter . Berdasarkan peraturan Gubernur no. 64 tahun 2013, muatan lokal bahasa Jawa diterapkan di SD MI SDLB kelas 1-6, SMP MTs SMPLB kelas 7-9, dan di SMA MA SMK SMALB kelas 10-12. Bahasa Jawa diajarkan secara terpisah dari mata pelajaran wajib di sekolah dan diberikan selama 2 jam dalam satu minggu. Peningkatan kedalaman dan keluasan penggunaan materi bahasa Jawa dapat juga dilaksanakan siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu, penerapan pembelajaran bahasa Jawa diajarkan secara pragmatik, atraktif, rekreatif dan menyenangkan, serta berdaya guna bagi kehidupan siswa dan bersumber dari tata nilai budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian awal dilakukan di SD Muhammadiyah Pendowoharjo Sewon Bantul pada tanggal 16 Februari 2015 dengan melakukan observasi dan wawancara di sekolah. Berdasarkan hasil observasi, strategi pembelajaran yang digunakan guru dalam proses pembelajaran adalah direct instruction. Bahan atau materi pelajaran disajikan kepada siswa dalam satu sumber belajar, yaitu buku pegangan siswa yang berisi materi singkat dan beberapa latihan soal. Siswa dituntut untuk menguasai bahan atau materi yang sudah disajikan guru dengan metode ceramah, dan tanya jawab tanpa menggunakan media lain yang mendukung. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, diperoleh informasi bahwa sumber belajar sisa dalam pelajaran bahasa Jawa hanya LKS, yaitu buku latihan dengan kertas berwarna abu-abu, tidak berwarna, menyajikan ringkasan materi, 3 dan soal-soal latiahan seperti pilihan ganda dan isian singkat. Buku ini dipilih sebagai buku pegangan karena harga yang murah sehingga terjangkau untuk seluruh siswa. Pada buku pegangan siswa, pokok-pokok pembelajaran sudah dirangkum dan diringkas sedemikian rupa sehingga guru menjadi lebih mudah dalam menyampaikan materi. Berdasarkan wawancara dengan beberapa siswa kelas II, penyampaian materi dengan satu sumber belajar yang disampaikan dengan metode ceramah membuat mereka menjadi bosan. Pada awal penyampaian materi siswa masih memperhatikan guru, namun setelah memasuki jam kedua, perhatian siswa sudah tidak terfokuskan lagi. Hal tersebut membuat siswa menjadi sulit untuk memahami materi yang disampaikan oleh guru. Metode ceramah dianggap membosankan karena metode ceramah merupakan metode mengajar satu arah teacher centered. Sumber belajar dan media yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Jawa hanya satu, yaitu buku LKS atau buku pegangan siswa. Buku LKS atau buku pegangan siswa berisi ringkasan materi pembelajaran dengan beberapa gambar hitam putih. Buku pegangan siswa tidak berwarna, dicetak dengan kertas buram yang berwarna keabu-abuan, hanya sampul pada buku buku tersebut yang berwarna. Dari segi fisik buku yang kurang menarik membuat siswa kurang termotivasi untuk belajar bahasa Jawa. Materi pada buku pegangan siswa yang terlalu ringkas membuat siswa tidak menemukan jawaban untuk beberapa soal latihan di buku LKS atau buku pegangan siswa. Buku LKS atau buku pegangan siswa berisi komoetensi inti, kompetensi dasar, ringkasan materi, dan latihan- latihan soal seperti menyusun kata menjadi kalimat, menulis huruf tegak 4 bersambung, menjawab pertanyaan dari bacaan serta soal pilihan ganda ulangan tiap semester. Buku pegangan siswa merupakan sumber satu-satunya yang digunakan siswa sebagai buku pegangan dalam proses pembelajaran bahasa jawa. Proses pembelajaran dimulai dengan guru menjelaskan materi di papan tulis dengan metode ceramah dan selanjutnya siswa diberikan tugas untuk mengerjakan soal di buku LKS atau buku pegangan siswa. Latihan siswa pada buku pegangan siswa mencakup menyimak, membaca, menulis dan berbicara. Kegiatan siswa dalam menyimak antara lain mendengarkan guru membaca tekswacana tentang hewan peliharaan, kegiatan membaca yaitu membaca teks tentang hewan peliharaan, kegiatan menulis yaitu membuat kalimat tentang hewan peliharaan dengan huruf tegak bersambung, dan kegiatan berbicara yaitu kegiatan dimana siswa menceritakan tentang hewan peliharaannya dalam bahasa Jawa ngoko alus disertai dengan araning kewan dan kandang kewan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas dua, diperolah data bahwa penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran bahasa Jawa jarang dilakukan. Media pembelajaran bahasa Jawa di pasaran tergolong masih jarang, terlebih untuk materi araning kewan. Dari segi siswa, gambar hewan yang tidak berrwarna dan kurang jelas pada buku pegang membuat mereka bosan. Selain itu, gambar hewan yang ditunjukkan oleh guru termasuk dalam hewan- hewan yang pernah mereka lihat di lingkungan mereka. Data lain diperoleh dari hasil ulangan harian pada beberapa materi termasuk materi araning kewan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai rata rata ulangan harian siswa dalam materi araning kewan siswa masih rendah dibandingkan dengan materi lainnya. 5 Pembelajaran bahasa Jawa di Sekolah Dasar selain mengacu pada materi pembelajaran harus memperhatikan tingkat perkembangan siswanya. Siswa Sekolah Dasar rata-rata berumur 7-12 tahun dan termasuk dalam perkembangan kognitif fase operasional konkret. Dikatakan termasuk dalam fase operasional konkret karena pada masa ini pikiran siswa terbatas pada objek-objek yang dijumpainya dari pengalaman-pengalaman langsung, misalnya dengan memegang suatau benda, siswa dapat berpikir tentang beratnya, warnanya, dan strukturnya untuk itu dibutuhkan media yang sesuai dengan perkembangan siswa usia Sekolah Dasar. Media yang digunakan guru tergolong dalam media dua dimensi yang sederhana berupa gambar-gambar binatang. Materi araning kewan cocok menggunakan media seperti film atau praktek melihat hewan-hewan tersebut secara langsung, namun karena keterbatasan alat dan film yang tidak ada maka guru memilih untuk hanya memakai buku pegangan siswa sebagai media dan sumber belajar satu-satunya. Buku teks yang hitam putih tersebut membuat siswa tidak paham dengan materi araning kewan. Media yang tepat dapat menumbuhkan minat belajar siswa sehingga motivasi siswa untuk belajar akan lebih meningkat. Penggunaan media pembelajaran dapat memperjelas penyajian materi yang bersifat verbalistis menjadi lebih menarik dan tidak terlalu verbalistik. Arief S, dkk 2009:7 mengemukakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat sehingga proses belajar terjadi. Dengan 6 begitu minat siswa untuk belajar bahasa Jawa akan lebih besar dan umpan balik dalam proses pembelajaran akan lebih meningkat. Penggunaan media pembelajaran yang menarik harus tetap pada tujuan pembelajaran dan berorientasi pada siswa. Pemilihan media harus memperhatikan perkembangan siswa dan kondisi lapangan. Media yang praktis, efisien dan efektif akan lebih mudah digunakan oleh guru untuk menunjang proses pembelajaran. Selain dapat menciptakan suasana belajar yang lebih menarik, media yang praktis juga dapat digunakan siswa secara mandiri di sekolah maupun di rumah. Berdasarkan uraian di atas serta beberapa permasalahan yang terjadi di lapangan, perlu dilakukan suatu inovasi dalam pembelajaran bahasa Jawa materi araning kewan yang disesuaikan dengan kurikulum yang disusun oleh Pemprov DIY, kompetensi inti, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, dan karakteristik siswa. Media pembelajaran tersebut diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan memudahkan siswa dalam memahami materi araning kewan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Media Pembelajaran Buku Pinter Araning Kewan untuk Kelas II SD Muhammadiyah Pendowoharjo Sewon Bantul ”

B. Identifikasi Masalah