Sektor Basis, Keunggulan Komparatif dan Kompetitif

memenuhi permintaan akhir. Isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam kegiatan produksinya. Tabel I-O mempunyai kegunaan antara lain untuk : 1 memperkirakan dampak permintaan akhir dan perubahannya pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pemerintah, investasi dan ekspor terhadap berbagai output sektor produksi, nilai tambah PDRB, pendapatan masyarakat, kebutuhan tenaga kerja, pajak PAD dan sebagainya; 2 mengetahui komposisi penyediaan dan penggunaan barang dan jasa sehingga mempermudah analisis tentang kebutuhan import dan kemungkinan substitusinya; dan 3 memberi petunjuk mengenai sektor-sektor yang mempunyai pengaruh terkuat serta sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan ekonomi Pribadi et al., 2010. Secara metodologi tabel I-O mempunyai beberapa keterbatasan karena model I-O dilandasi oleh asumsi-asumsi, antara lain sebagai berikut : 1 Asumsi homogenitas yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya memproduksi suatu jenis output yang seragam homogenity dengan sruktur input tunggal dan antar sektor tidak dapat saling mensubstitusi. 2 Asumsi linieritasproporsionalitas yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dan output merupakan fungsi linier atau berbanding lurus proporsionality, yang berarti perubahan tingkat output tertentu akan selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang sebanding. 3 Asumsi aditivitas, yaitu efek keseluruhan dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan additivity dari proses produksi masing- masing sektor secara terpisah. Dengan kata lain, di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaikan Rustiadi et al., 2009. Adanya asumsi tersebut menyebabkan tabel I-O memiliki keterbatasan antara lain : rasio I-O tetap konstan sepanjang periode analisis sehingga produsen tidak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau mengubah proses produksi. Asumsi-asumsi tersebut tidak meliput adanya perubahan teknologi ataupun produktivitas yang dapat terjadi dari waktu ke waktu. Meskipun memiliki keterbatasan, analisis I-O tetap merupakan alat analisis yang lengkap dan komprehensif BPS, 2000. Menurut Daryanto dan Hafizrianda 2010a, pemakaian model I-O akan mendatangkan keuntungan bagi perencanaan pembangunan daerah, antara lain: 1 dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional atau regional dengan menguantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal dari ekspor dan impor; 2 untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya; 3 dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci; dan 4 perubahan-perubahan permintaan terhadap harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik. Menurut Djakapermana 2010, hambatan terbesar yang dihadapi oleh lembaga-lembaga perencanaan, terutama di daerah dalam menggunakan analisis I- O antara lain adalah : 1 biaya yang relatif besar dalam pengumpulan data, 2 data pokok yang belum memadai, dan 3 keterbatasan kemampuan teknis. Apabila kendala-kendala tersebut mampu diatasi oleh daerah, maka model analisis I-O merupakan model yang canggih untuk merencanakan pembangunan ekonomi suatu wilayah secara terintegrasi. Keperluan menggunakan model I-O dalam perencanaan pembangunan daerah semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Daerah otonom memiliki kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakannya sendiri untuk pembiayaan pembangunan daerah. Permasalahan yang sering muncul yaitu ketika pemerintah daerah otonom mulai merencanakan anggaran pembangunan untuk tiap sektor. Penempatan anggaran sektoral seringkali tidak sesuai dengan potensi sektor yang ada terutama terkait dengan efek sebar yang dimiliki oleh suatu sektor dalam mewujudkan pembangunan. Suatu sektor, meskipun dilihat dari kontribusinya terhadap perekonomian wilayah sangat besar namun belum tentu memiliki efek sebar yang besar pula dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi wilayah. Padahal dampak pembangunan ekonomi suatu sektor tidak cukup hanya dilihat dari kemampuannya menciptakan PDRB, namun yang lebih penting adalah bagaimana sektor tersebut mampu menggerakkan seluruh roda perekonomian wilayah. Maka, model I-O sangat diperlukan untuk memotret fenomena semacam ini.

2.5. Komoditas Unggulan

Penetapan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi era perdagangan bebas. Menurut Syafaat dan Supena 2000 dalam Hendayana 2003 langkah menuju efisiensi pembangunan pertanian dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan sosial ekonomi petani di suatu wilayah, sedangkan dari sisi permintaan komoditas unggulan dicirikan dari kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional. Setiap daerah memiliki karakteristik wilayah, penduduk dan sumberdaya yang berbeda-beda. Hal ini membuat potensi masing-masing daerah akan menjadi berbeda pula dan akan mempengaruhi arah kebijakan pengembangan kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas tersebut mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain atau komoditas tersebut unggul secara komparatif dan kompetitif serta memiliki keterkaitan antar sektor yang kuat sehingga berpotensi sebagai motor penggerak perekonomian wilayah. Pada lingkup kabupatenkota, komoditas unggulan kabupaten diharapkan memenuhi kriteria sebagai berikut : 1 mengacu kriteria komoditas unggulan nasional; 2 memiliki nilai ekonomi yang tinggi di Kabupaten; 3 mencukupi kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai daerah lainekspor; 4 memiliki pasar yang prospektif dan merupakan komoditas yang berdaya saing tinggi; 5 memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri dan 6 dapat dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten Sari, 2008. Menurut Daryanto dan Hafizrianda 2010b, kriteria komoditas unggulan adalah sebagai berikut : 1. Harus mampu menjadi penggerak utama prime mover pembangunan perekonomian. Dengan kata lain, komoditas unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran. 2. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang forward and backward linkages yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya. 3. Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain competitiveness di pasar nasional maupun pasar internasional dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas pelayanan. 4. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain regional linkages, baik dalam hal pasar konsumen maupun pemasok bahan baku. 5. Memiliki status teknologi state-of-the-art yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi. 6. Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya. 7. Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, mulai dari fase kelahiran increasing, pertumbuhan growth hingga fase kejenuhan maturity atau penurunan decreasing. 8. Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. 9. Pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalnya keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentifdisinsentif dan lain-lain. 10. Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

2.6. Isu Utama Kebijakan Pengembangan Wilayah

Pembangunan daerah merupakan suatu upaya untuk merubah tatanan sosial, ekonomi dan budaya melalui berbagai rekayasa dan pengembangan demi menuju ke arah tatanan wilayah yang lebih baik dan produktif di masa yang akan datang. Perubahan pola dan tatanan perekonomian serta peradaban sangat dipengaruhi oleh berbagai isu dan permasalahan strategis pembangunan, dimana segenap isu strategis tersebut bukan saja dapat menjadi faktor pendorong terjadinya pembangunan di suatu daerah atau wilayah tetapi juga dapat menjadi faktor kendala pembangunan. Melalui pemberian otonomi yang besar pada daerah, maka saat ini dan masa yang akan datang keberhasilan pengembangan wilayah sangat tergantung pada kebijaksanaan pemerintah daerah itu sendiri terutama dalam menyikapi perubahan-perubahan yang terjadi. Oleh karena itu setiap pemerintah daerah harus mampu mengembangkan visi pengembangan wilayahnya masing-masing yang sesuai dengan nilai, arah dan tujuan yang mampu mengarahkan untuk tercapainya masa depan yang baik bagi masyarakat di wilayah yang bersangkutan. Untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan dalam rangka pengembangan wilayah maka proses pembangunan perlu diupayakan melalui penguatan kapasitas lokal. Penguatan kapasitas lokal dapat dicapai dengan memaksimalkan keunggulan lokal dan memberdayakan masyarakat yang tinggal di wilayah lokal tersebut. Pembangunan sektor pertanian, khususnya subsektor tanaman bahan makanan yang merupakan sektor basis dalam perekonomian daerah membutuhkan apresiasi tinggi dari pemerintah daerah untuk memprioritaskan pembangunan pertanian tanpa mengabaikan sinerginya dengan sektor lain. Untuk itu, kebijakan pembangunan pertanian subsektor tanaman bahan makanan yang tepat di suatu daerah sangat diperlukan sehingga nilai tambah yang dihasilkan dapat lebih dipastikan akan memberikan manfaat yang maksimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan nilai tambah pada pembangunan sektor pertanian, perlu adanya reorientasi kebijakan pertanian dari kebijakan pembangunan pertanian yang bersifat parsial dan eksploitatif ke arah kebijakan yang lebih terintegrasi dengan memperhatikan keterkaitan antar sektor ekonomi dan dalam perspektif pembangunan berwawasan lingkungan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan hidup Hermanto, 2009. Menurut Saragih 2010, pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional sehingga pembangunan ekonomi abad ke-21 masih tetap akan berbasis pertanian. Sejalan dengan tahapan-tahapan perkembangan