Kapasitas penyedia layanan 1 Hasil Evaluasi

dimana pasien memang mau dilayani seperti ditegaskan oleh Kapus Puskesmas Mergangsan Kota Yogyakarta.

4.3.4.3. Kapasitas penyedia layanan 1

Pemahaman tentang materi Pemahaman materi pelatihan peningkatan kapasitas para pelaku LKB di kedua kota mengalami peningkatan seperti tampak dalam hasil pre dan post test di kedua kota yang dilakukan secara langsung pada saat pelatihan. Manfaat pengetahuan ini dirasakan oleh para tenaga medis dan non medis di kedua kota dalam pelayanan keseharian kepada pasien, karena materi yang diberikan berkaitan erat dengan tugas-tugas keseharian yang mereka lakukan. Dari peserta yang diwawancarai di Kota Yogyakarta dapat mengingat materi yang diberikan dan merasakan pentingnya peningkatan pengetahuan untuk kepercayaan diri dalam menghadapi pasien dengan pendidikan yang cukup tinggi seperti pernyatan berikut: “Pelatihan yang dilakukan memberikan pengetahuan terkait dengan mekanisme jejaring LKB dan penyakit yang bermanfaat untuk semakin meningkatkan kepercayaan diri dalam memberikan layanan khususnya ketika menghadapi pasien yang berpendidikan tinggi. ” P, PKM GT, YK. Secara lebih khusus manfaat pengetahuan HIVAIDS secara komprehensif ini terkait langsung dalam meningkatkan kepekaan dan mengurangi diskriminasi pada para tenaga kesehatan seperti yang diungkapkan oleh seorang tenaga kesehatan berikut: “Pelatihan ini sangat bermanfaat bagi kami. Pengetahuan HIV dan AIDS ternyata belum semua tenaga medis memiliki, seperti yang kami temui baru saja. Ada pasien kami yang ditolak oleh Rumah Sakit untuk memberikan layanan setelah mengetahui setatusnya dan kemudian mengembalikan ke kami. Perlakuan ini sangat diskriminatif. Sebagian dari tenaga kesehatan sendiri masih berperilaku yang diskriminatif kepada ODHA.” Y, PKM GT, YK. Materi tentang PITC dan Infeksi Oportunistik, semakin meningkatkan pengetahuan bagi peserta untuk lebih jeli dalam mengidentifikasi pasien dengan keluhan tertentu sehingga memiliki dasar yang kuat untuk merujuk pasien melakukan tes HIV. “Materi yang dijelaskan oleh Pak Muchlis tentang PITC , yaitu dorongan test HIV dari petugas itu ya?.. sangat berpengaruh sekali.... ada tambahan pengetahuan 80 Prosedur Pengobatan pada Layanan Komprehensif HIV-AIDS Berkesinambungan LKB di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang dan membantu untuk mendorong pasien melakukan test HIV ..” S, PKM P, SMG. Peserta yang lain juga menjelaskan bahwa pelatihan yang dilakukan memberikan pemahaman tentang LKB : “......sebetulnya kalau yang saya tangkap juga LKB sendiri kan sebetulnya itu bisa mendukung program HIV khususnya di kota Semarang. Karena dengan adanya LKB kita yang pelaksana program HIV itu juga terbantu yang sebelumnya nggak ada layanan tapi karena sudah terbentuk LKB jadi tersistem layanannya...” P, LSM, SMG 2 Persepsi tentang metode pelatihan Permasalah yang paling disoroti terkait metode pelatihan adalah soal waktu yang sangat singkat seperti pelatihan di Kota Yogyakarta, hanya dilakukan selama 2 hari, sementara di Kota Semarang hanya 1 hari saja. Peserta melihat waktu untuk pelatihan terlalu singkat dengan bobot materi yang diberikan, metode lebih banyak menggunakan model ceramah dan diskusi. Tidak banyak menggunakan simulasi. Waktu yang singkat ini memang tidak terlepas dari kesepakatan antara tim peneliti dengan ketersediaan waktu para pemangku kepentingan, baik di Kota Semarang maupun di Kota Yogyakarta. Meski waktu yang disepakati singkat, berbeda dengan pelatihan LKB dari Dinas Kesehatan Provinsi yang lebih panjang, akan tetapi cukup efektif memberikan ‘penyegaran’ pengetahuan bagi pada nakes maupun non nakes yang menjadi peserta. Sebagian besar peserta adalah mereka yang sudah mengetahui LKB, meskipun ada juga yang baru pertama mendapatkan pelatihan. Singkatnya waktu pelatihan menjadikan beberapa peserta merasa bosan dan kurang memahami materi yang disampaikan, apalagi jika hanya paparan saja. 3 Persepsi tentang perubahan layanan sebagai bentuk pemanfaatan hasil pelatihan Pengalaman perubahan yang dirasakan setelah mengikuti pelatihan berupa pemanfaatan pengetahuan bagi pelayanan, seperti ketrampilan melakukan pemeriksaan VCT secara mandiri di Puskesmas Poncol dan Lebdosari di Kota Semarang. Awalnya kedua puskesmas ini belum dapat melakukan pemberian layanan VCT. Perubahan tersebut terjadi pada awal Bulan Oktober dan November 2014 setelah proses pelatihan pada bulan September 2014. 81 Prosedur Pengobatan pada Layanan Komprehensif HIV-AIDS Berkesinambungan LKB di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang Selama ini jika ada pasien yang memerlukan VCT, maka kemudian dirujuk ke fasyankes lain atau memangil SDM dari jejaring kerja. “sekitar Bulan Oktober atau Nopember an,kami di Puskesmas Ngaliyan sudah dapat melakukan pemeriksaan VCT, dengan menggunakan reagen yang diperoleh dari dinas kesehatan. Sebelumnya kami melakukan VCT dengan bekerjasama dengan Lapas Kedung Pane dan Rumah Sakit Tugurejo.” S, PKM NG, SMG Penjaringan terhadap pasien HIV menjadi lebih terbantu karena adanya penjelasan terkait dengan infeksi oportunistik. Pengetahuan penyakit yang mengiringi setelah orang terkena HIV menjadi materi yang penting bagi peserta sehingga kemampuan melakukan penjaringan dan penjangkauan lebih baik. Meskipun demikan, terdapat peserta yang memandang bahwa ada kesenjangan antara teori dengan implementasinya. “Secara teori materi yang disampaikan sangat berguna, namun dalam implementasi belum tentu sesuai dengan teori yang disampaikan, disesuaikan dengan situasi di layanan maupun pasien. Semisal pasien dengan anamnesis berperilaku beresiko, belum tentu mau untuk dirujuk melakukan VCT.“ S, PKM NG, SMG. Sementara untuk Kota Yogyakarta, bentuk perubahan pemanfaatan hasil pelatihan adalah pengetahuan dasar HIVAIDS sebagai konselor untuk mendorong dan menyakinkan klien untuk mau melakukan tes VCT dengan lebih percaya diri. ”Yang berubah dalam cara memberikan layanan adalah lebih berhati-hati terhadap penanganan sampel dan pasien IMS yang potensial terkena HIV dideteksi lebih awal” L, PKM MG, YK

4.3.4.4. Perubahan pada kualitas layanan