Selama ini jika ada pasien yang memerlukan VCT, maka kemudian dirujuk ke fasyankes lain atau memangil SDM dari jejaring kerja.
“sekitar Bulan Oktober atau Nopember an,kami di Puskesmas Ngaliyan sudah dapat melakukan pemeriksaan VCT, dengan menggunakan reagen yang
diperoleh dari dinas kesehatan. Sebelumnya kami melakukan VCT dengan bekerjasama dengan Lapas Kedung Pane dan Rumah Sakit Tugurejo.” S, PKM
NG, SMG
Penjaringan terhadap pasien HIV menjadi lebih terbantu karena adanya penjelasan terkait dengan infeksi oportunistik. Pengetahuan penyakit yang mengiringi setelah orang terkena
HIV menjadi materi yang penting bagi peserta sehingga kemampuan melakukan penjaringan dan penjangkauan lebih baik. Meskipun demikan, terdapat peserta yang memandang bahwa
ada kesenjangan antara teori dengan implementasinya. “Secara teori materi yang disampaikan sangat berguna, namun dalam
implementasi belum tentu sesuai dengan teori yang disampaikan, disesuaikan dengan situasi di layanan maupun pasien. Semisal pasien dengan anamnesis
berperilaku beresiko, belum tentu mau untuk dirujuk melakukan VCT.“ S, PKM NG, SMG.
Sementara untuk Kota Yogyakarta, bentuk perubahan pemanfaatan hasil pelatihan adalah pengetahuan dasar HIVAIDS sebagai konselor untuk mendorong dan menyakinkan klien
untuk mau melakukan tes VCT dengan lebih percaya diri. ”Yang berubah dalam cara memberikan layanan adalah lebih berhati-hati
terhadap penanganan sampel dan pasien IMS yang potensial terkena HIV dideteksi lebih awal” L, PKM MG, YK
4.3.4.4. Perubahan pada kualitas layanan
Kesan yang ditangkap oleh pemanfaat layanan khususnya di Kota Semarang, tidak menunjukkan adanya perubahan yang cukup berarti. Layanan yang selama ini diakses oleh
pasien dirasakan sangat membantu dan ramah. Dari sejumlah pasien yang ditemui sebagian menyatakan mayoritas mengatakan bahwa mereka mendapatkan kemudahan dalam
memperoleh pelayanan serta kecepatan petugas dalam memberikan pelayanan. Hal ini didukung dengan kemampuan petugas dalam memberikan pelayanan HIV. Akses terhadap
obat jauh lebih dipermudah dengan adanya kegiatan kelompok dukungan yang difasilitasi oleh rumah sakit setiap bulannya. Tidak cukup banyak waktu yang diluangkan oleh pasien
82
Prosedur Pengobatan pada Layanan Komprehensif HIV-AIDS Berkesinambungan LKB di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang
untuk mengakses layanan obat. Terkait dengan isu diskriminasi, informan menyatakan belum pernah ada perbedaan perlakuan dari fasyankes maupun dari tenaga kesehatan
dalam pemberian layanan. Terkait dengan pembiayaan, obat HIV dapat diperoleh secara gratis, namun demikian untuk
pengobatan tertentu yang berhubungan dengan HIV, masih berbayar tapi harganya masih terjangkau oleh pasien. Secara umum kesan terhadap kualitas layanan cukup berbeda
meskipun tidak cukup signifikan di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang. Di Kota Yogyakarta persoalan perlakuan yang berbeda dalam mengakses layanan dirasakan oleh pasien yang
ditemui. Persoalan dengan banyaknya waktu yang harus dilakukan untuk mengakses layanan terutama dalam mendapatkan obat di farmasi.
Penilaian atas masing-masing variabel oleh pasien yang ditemui di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang tampak pada tabel berikut :
Tabel 3: Penilaian Kualitas Layanan
No Variabel
Kota Semarang
Yogyakarta
1 Menurut pandangan Anda, seberapa jauh kemudahan prosedur memperoleh
pelayanan HIV dan IMS di sini? 3.5
3.2 2 Seberapa jauh anda menilai apakah
persyaratan untuk memperoleh pelayanan HIV dan IMS di layanan ini sesuai dengan
informasi yang anda peroleh?
3 2.9
3 Seberapa jauh anda memperoleh kejelasan tentang pelayanan yang anda butuhkan dari
fasilitas kesehatan ini? 3.3
2.7 4 Menurut pandangan Anda, seberapa cepat
petugas dalam memberikan pelayanan kepada anda?
3.3 2.4