Pelaksanaan intervensi di Kota Semarang

terlibat pula sebagai peserta, meliputi KSD Dewi, KDS Tugu dan KDS Citarum. Narasumber dalam kegiatan peningkatan kapasitas ini, semuanya berasal dari Semarang, yaitu : Tabel 2: Daftar materi dan narasumber peningkatan kapasitas SDM LKB Materi Narasumber ARV dan IO 1. Dr. Niam RSUD Kota Semarang 2. Dr. Muklis Sukro RS Karyadi Konselor LKB Mastiko Puskesmas HalmaheraRS Karyadi Penguatan Peran Masyarakat sipil Yoyok Dian LSM Graha Mitra Jejaring HIV Sutini, SKM KPA Kota Sematang Gizi Mita LCC Poltekes Semarang Sosialisasi Rakor Dinkes Semarang

4.2.4. Pelaksanaan intervensi di Kota Semarang

Intervensi untuk memperkuat pelaksanaan LKB di kota Semarang yang disepakati adalah rapat koordinasi antar pemangku kepentingan dalam pelaksanaan LKB dan pengembangan kapasitas bagi petugas layanan baik di fasyankes maupun di LSMKDS. Gambaran tentang pelaksanaan intervensi adalah sebagai berikut:

1. Rapat Koordinasi Pemangku Kepentingan

Pertemuan koordinasi pertama dilaksanakan pada tanggal 11 September 2014, dengan supporting pendanaan KPA Kota Semarang, bertempat di ruang pertemuan Simpang Lima Residence. Peserta koordinasi meliputi, semua peserta FGD yang terdiri dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, KPA Kota Semarang, RSUD Kota Semarang, Puskesmas Halmahera, Puskesmas Poncol, Puskesmas Lebdosari, Puskesmas Bandarharjo dan Puskesmas Ngaliyan, ditambah dengan 5 rumah sakit rujukan yaitu, RS Panti Wiloso, RS Tugurejo, RS Elizabeth dan BKPM. Meskipun tidak keseluruhan perwakilan instansi dihadiri oleh penentu kebijakan, namun setidaknya dalam forum tersebut dihadiri oleh perwakilan instansi-instansi yang dirasa perlu untuk terlibat dalam pertemuan koordinasi ini. 63 Prosedur Pengobatan pada Layanan Komprehensif HIV-AIDS Berkesinambungan LKB di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang Pengantar dari sekretaris KPA Kota Semarang cukup menarik dengan memaparkan situasi di fasyankes Kota Semarang, bahwa ketersediaan SDM yang tidak sama, rujukan yang belum berjalan optimal, perlu disikapi dengan mengoptimalkan pelayanan kesehatan. Sharing SDM merupakan salah satu upaya untuk mencukupi keterbatasan SDM di fasyankes. Salah satu isu yang muncul terkait dengan keterbatasan SDM adalah ketiadaan konselor. Pemerataan layanan perlu disikapi dengan mengatur tentang mekanisme rujukan, sehingga tidak terjadi penumpukan pasien pada salah satu rumah sakit tertentu. Dinas Kesehatan Kota Semarang memberikan paparannya mengenai draft perjanjian kerjasama, yang diwakili oleh staf bidang P2 Dinas Kesehatan Kota. Draft perjanjian kerjasama ini mengatur tentang alur mekanisme rujukan antar fasyankes, baik rujukan vertikal maupun horizontal. Disoroti bahwa kelemahan dari mekanisme rujukan adalah rujukan balik, dan hal ini dipertegas kembali dalam draft perjanjian kerjasama ini. Perjanjian kerjasama ini merupakan perjanjian antara Dinas Kesehatan Kota dengan rumah sakit rujukan di Kota Semarang. Dengan demikian, penandatanganan akan difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Kota secara langsung. Isi dari draft surat perjanjian kerjasama tersebut, mendapatkan tanggapan dari para peserta. Peserta menyoroti perihal perlunya definisi operasional dari kalimat dan istilah yang dipergunakan dalam draft perjanjian tersebut. Sharing data dan sumber daya dirasakan akan mengalami kesulitan terkait dengan masalah prosedural. Dikhawatirkan nantinya akan mengusik ‘privacy’ dari pasien. Droping obat IMS dari provinsi jumlahnya cukup minim, sehingga yang kemudian disalurkan lagi ke fasyankes dalam jumlah yang minimal. Ketersediaan semua jenis obat IMS belum sepenuhnya dapat ditutup dengan dana APBD. Sama halnya dengan proses finalisasi surat perjanjian kerja di Kota Yogyakarta, langkah terakhir adalah masuk ke biro hukum masing-masing pihak untuk disesuaikan dalam bahasa hukum yang baku. Pelaksanaan pertemuan koordinasi kedua masih mendapatkan supporting pendanaan dari KPA Kota Semarang yang dialokasikan dari dana pertemuan koordinasi. Pertemuan 64 Prosedur Pengobatan pada Layanan Komprehensif HIV-AIDS Berkesinambungan LKB di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang ini diselenggarakan pada tanggal 27 Oktober 2014 di ruang pertemuan Simpang Lima Residence dihadiri oleh 20 orang peserta dari 25 peserta yang diundang. Peserta yang datang pada pertemuan koordinasi kedua ini, masih sama dengan peserta pertemuan kordinasi pertama. Agenda pembahasan dalam pertemuan koordinasi ini adalah cakupan layanan HIV dan IMS di Kota Semarang. Data yang dipaparkan dalam pertemuan koordinasi ini bersumber dari laporan Dinas Kesehatan Kota Semarang, namun data tersebut diperoleh melalui KPA Kota Semarang. Alasan mengapa data tidak diambil langsung ke Dinas Kesehatan Kota, oleh karena terkendala kesesuaian jadwal antara tim peneliti dengan pihak Dinas Kesehatan Kota Semarang. Sebenarnya dengan pemaparan data cakupan layanan ini sekaligus dapat untuk melakukan validasi dan klarifikasi bila memang ada data yang sekiranya masih meragukan. Dari hasil diskusi setelah dilakukan pemaparan cakupan VCT, PITC, serta IMS, diakui oleh beberapa peserta bahwa ada kekeliruan dalam pencatatan data cakupan layanan VCT dengan PITC. Demikian pula dengan angka cakupan IMS tidak terlaporkan sebagai program di rumah sakit. Hal ini disebabkan tidak adanya klinik IMS tersendiri di rumah sakit. Demikian pula denga data mengenai distribusi kondom juga menunjukkan bahwa tidak semua pasien IMS diberikan kondom sebagai salah satu tindakan preventif. Dari poin- poin diskusi yang muncul tersebut, maka pada pertemuan koordinasi selanjutnya, masing-masing layanan diharapkan memberikan paparan cakupan layanan berdasarkan data yang mereka miliki. Terkait dengan isi surat perjanjian kerjasama, setelah dikonsultasikan dengan biro hukum di Dinas Kesehatan Kota, perlu ditambahkan dasar hukum atau landasan program penanggulangan HIV. Proses konsultasi dengan pihak biro hukum ini memerlukan waktu yang tidak sebentar. Biro hukum perlu memastikan beberapa istilah dan susunan pasal dalam surat perjanjian kerjasama tersebut. Pertemuan koordinasi ketiga diselenggarakan di aula Puskesmas Halmahera pada tanggal 10 Desember 2014, dengan pendanaan bersumber dari cost sharing antara KPA Kota Semarang dengan PKMK FK UGM. Jumlah peserta pada pertemuan ini sebanyak 18 orang, dari 25 peserta yang diundang. Sebagian besar peserta yang datang cukup strategis, dalam artian pemangku kepentingan pada unit layanan. Pertemuan 65 Prosedur Pengobatan pada Layanan Komprehensif HIV-AIDS Berkesinambungan LKB di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang koordinasi ketiga ini terlaksana jauh dari waktu yang telah diagendakan di awal penyusunan kegiatan. Lemahnya koordinasi, intensitas komunikasi dan faktor jarak menjadikan komunikasi untuk mengkonsolidasikan kegiatan menjadi sangat terhambat. Penyesuaian kegiatan yang cukup padat di Dinas Kesehatan Kota Semarang dan keterbatasan SDM dinas kesehatan yang dapat berproses dalam pertemuan serta penyesuaian dengan agenda kegiatan di tingkat unit puskesmas membutuhkan proses yang relatif lama untuk menegosiasikan pelaksanaan pertemuan koordinasi ketiga yang baru dapat terselenggra pada Bulan Desember 2014, dari yang direncanakan pada Bulan Oktober 2014. Dari situasi ini dapat diketahui bahwa persoalan jarak dan intensitas komunikasi menjadikan relasi yang terbangun masih belum terlalu kuat. Pada pertemuan koordinasi ketiga, dipaparkan capaian cakupan VCT, PITC dan IMS dari 5 puskesmas dan 5 rumah sakit terhitung sejak Bulan Mei hingga Bulan November 2014. Secara garis besar, paparan menunjukkan hasil yang cukup bervariatif. Perubahan yang cukup nyata tampak dari mulai dilakukannya VCT di Puskesmas Ngaliyan dan Lebdosari. Sementara Puskesmas Poncol, untuk memperbesar akses layanan terutama pada populasi kunci, dibuka layanan HIV dan IMS pada malam hari, yang dimulai pada Bulan September 2014. Isu seputar rujukan dan jejaring LSM dengan fasyankes menjadi satu catatan bahwa kenaikan cakupan di fasyankes tidak terlepas dari rujukan dari LSM dan KDS. Di RSUD Kota Semarang, ARV berjalan kurang efektif karena ketiadaan manager kasus. Angka rujukan ke klinik VCT sudah mulai berkembang tidak hanya dari spesialis penyakit dalam saja, akan tetapi dari klinik paru-paru serta klinik kulit. Mengenai perkembangan finalisasi surat perjanjian kerjasama, proses konsultasi dan revisi dari pihak biro hukum Dinas Kesehatan Kota Semarang, masih belum selesai. Untuk itu disepakati sebagai langkah awal sembari menunggu surat perjanjian kerjasama tersebut secara resmi ditandatangani, maka perlu dilakukan sosialisasi kepada pimpinan rumah sakit mengenai isi surat perjanjian kerjasama tersebut.

2. Peningkatan kapasitas SDM pada penyedia layanan

Lain halnya dengan yang dilakukan di Kota Yogyakarta, kegiatan peningkatan kapasitas untuk Kota Semarang hanya dilakukan dalam 1 hari saja. Kegiatan ini dilakukan pada 66 Prosedur Pengobatan pada Layanan Komprehensif HIV-AIDS Berkesinambungan LKB di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang tanggal 19 September 2014 dengan peserta yang berasal dari kategori medis dan non medis. Peserta media terdiri atas dokter, dan perawat dari Rumah Sakit Tugurejo, RS Elizabeth, RS BKPM, RS Panti Wiloso dan RSUD Kota Semarang. Sementara kategori non medis terdiri atas, LSM Kalandara, Griya Asa dan Graha Mitra, KDS Tugu, Citarum, Dewi Plus, kader masyarakat, konselor dan laboran. Jumlah total peserta yang hadir sebanyak 40 orang, yang terdiri dari 21 tenaga medis dan 19 tenaga non medis. Materi pelatihan untuk peserta kategori medis meliputi: 1 pengenalan LKB, 2 informasi HIV dan AIDS, 3 Anti Retroviral, 4 Infeksi Oportunistik, 4 IMS, 5 gizi pada ODHA, 6 konseling HIVAIDS dan IMS. Sedangkan materi pada peserta kategori non medis meliputi; 1 pengenalan LKB, 2 informasi HIV dan AIDS, 3 gizi pada ODHA, 4 penguatan peran kader dan masyarakat, 5 peran KPA dalam LKB, 6 sistem pelatihan LKB. Narasumber dalam pelatihan ini berasal dari puskesmas dan rumah sakit yang ada di Kota Semarang. Hasil pre dan post test menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan peserta pelatihan. Dari kelas medis terdapat kenaikan sebesar 40, sementara dari kelas non medis kenaikannya sebesar 33. Terdapat kesenjangan yang cukup besar nilai rerata antara kelas medis dan non medis. Pada kelas medis nilai rerata pre test sebesar 7, sementara pada kelas non medis nilai reratanya 3.9. Sama halnya dengan rerata pada nilai post test, rerata pada kelas medis 9.8, sementara kelas non medis 5.2. Visualisasi dari peningkatan nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini : Grafik 36: Hasil pre dan post test peningkatan kapasitas SDM LKB kategori tenaga medis di Kota Semarang Sumber : diolah dari hasil pre dan post test peningkatan kapasitas SDM LKB 8 6 7,5 8 7 8 8,5 3,5 6,5 9,6 7 7,5 8 7 8,5 8,5 10 6,5 2 4 6 8 10 12 Pre test Post test 67 Prosedur Pengobatan pada Layanan Komprehensif HIV-AIDS Berkesinambungan LKB di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang Grafik 37: Hasil pre dan post test peningkatan kapasitas SDM LKB kategori tenaga non medis di Kota Semarang Sumber : diolah dari hasil pre dan post test peningkatan kapasitas SDM LKB 4.3. Hasil Evaluasi Pelaksanaan Intervensi untuk Memperkuat Pelaksanaan LKB di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang

4.3.1. Tujuan